Anda di halaman 1dari 28

6

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Hidrogeologi

Hidrologi adalah Sebagai ilmu yang mempelajari airtanah dan sistemnya,

tentunya cakupan utama hidrogeologi adalah mengenai airtanah itu sendiri, baik

itu mengenai keberadaan airtanah, sistem aliran dan yang mempengaruhi,

karakteristik fisik dan kimia airtanah, airtanah sebagai sumberdaya air, dan lain

sebagainya.  Hidrologi juga mempelajari siklus air atau siklus hidrologi dan

sumber daya air yang ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Secara alami, air

beredar melalui suatu sistem yang disebut siklus air atau siklus hidrologi.

Siklus ini dimulai ketika panas dari matahari menyebabkan air samudra

menguapkan dan menjadi uap air. Uap air itu terkumpul di atmosfir secara

berangsur-angsur menjadi dingin dan membentuk awan. Ketika kumpulan air

sudah menjadi berat akan jatuh menjadi hujan atau juga berbentuk salju.

Kebanyakan hujan dan salju mengalir ke laut tetapi ada yang terserap dan

tersimpan di dalam tanah.

2.2. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah suatu siklus atau sirkulasi air dari bumi ke

atmosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara terus menerus. Siklus

hidrologi memegang peran penting bagi kelangsungan hidup organisme bumi.

Melalui siklus ini, ketersediaan air di daratan bumi dapat tetap terjaga, mengingat

teraturnya suhu lingkungan, cuaca, hujan, dan keseimbangan ekosistem bumi

dapat tercipta karena proses siklus hidrologi ini.

6
7

Dalam siklus hidrologi ini air melalui beberapa tahapan seperti dijelaskan

gambar di atas. Tahapan proses terjadinya siklus hidrologi tersebut antara lain

evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, sublimasi, kondensasi, adveksi,

presipitasi, run off, dan infiltrasi. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-

masing tahapan siklus tersebut.

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi

1) Evaporasi

Siklus hidrologi diawali oleh terjadinya penguapan air yang ada di

permukaan bumi. Air-air yang tertampung di badan air seperti danau, sungai, laut,

sawah, bendungan atau waduk berubah menjadi uap air karena adanya panas

matahari. Penguapan serupa juga terjadi pada air yang terdapat di permukaan

tanah. Penguapan semacam ini disebut dengan istilah evaporasi.

Evaporasi mengubah air berwujud cair menjadi air yang berwujud gas

sehingga memungkinkan ia untuk naik ke atas atmosfer bumi. Semakin tinggi

panas matahari (misalnya saat musim kemarau), jumlah air yang menjadi uap air

dan naik ke atmosfer bumi juga akan semakin besar.


8

2) Transpirasi

Penguapan air di permukaan bumi bukan hanya terjadi di badan air dan

tanah. Penguapan air juga dapat berlangsung di jaringan mahluk hidup, seperti

hewan dan tumbuhan. Penguapan semacam ini dikenal dengan istilah transpirasi.

Sama seperti evaporasi, transpirasi juga mengubah air yang berwujud cair

dalam jaringan mahluk hidup menjadi uap air dan membawanya naik ke atas

menuju atmosfer. Akan tetapi, jumlah air yang menjadi uap melalui proses

transpirasi umumnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah uap air yang

dihasilkan melalui proses evaporasi.

3) Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah penguapan air keseluruhan yang terjadi di seluruh

permukaan bumi, baik yang terjadi pada badan air dan tanah, maupun pada

jaringan mahluk hidup. Evapotranspirasi merupakan gabungan antara evaporasi

dan transpirasi. Dalam siklus hidrologi, laju evapotranspirasi ini sangat

mempengaruhi jumlah uap air yang terangkut ke atas permukaan atmosfer.

4) Sublimasi

Selain lewat penguapan, baik itu melalui proses evaporasi, transpirasi,

maupun evapotranspirasi, naiknya uap air dari permukaan bumi ke atas atmosfer

bumi juga dipengaruhi oleh proses sublimasi. Sublimasi adalah proses perubahan

es di kutub atau di puncak gunung menjadi uap air tanpa melalui fase cair terlebih

dahulu. Meski sedikit, sublimasi juga tetap berkontribusi terhadap jumlah uap air

yang terangkut ke atas atmosfer bumi melalui siklus hidrologi panjang. Akan

tetapi, dibanding melalui proses penguapan, proses sublimasi dikatakan berjalan

sangat lambat.
9

5) Kondensasi

Ketika uap air yang dihasilkan melalui proses evaporasi, transpirasi,

evapotranspirasi, dan proses sublimasi naik hingga mencapai suatu titik

ketinggian tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi partikel-partikel es

berukuran sangat kecil melalui proses kondensasi.

Perubahan wujud uap air menjadi es tersebut terjadi karena pengaruh suhu

udara yang sangat rendah di titik ketinggian tersebut. Partikel-partikel es yang

terbentuk akan saling mendekati dan bersatu satu sama lain sehingga membentuk

awan. Semakin banyak partikel es yang bergabung, awan yang terbentuk juga

akan semakin tebal dan hitam.

6) Adveksi

Awan yang terbentuk dari proses kondensasi selanjutnya akan mengalami

adveksi. Adveksi adalah proses perpindahan awan dari satu titik ke titik lain

dalam satu horizontal akibat arus angin atau perbedaan tekanan udara. Adveksi

memungkinkan awan akan menyebar dan berpindah dari atmosfer lautan menuju

atmosfer daratan. Perlu diketahui bahwa, tahapan adveksi tidak terjadi pada siklus

hidrologi pendek.

7)  Presipitasi

Awan yang mengalami adveksi selanjutnya akan mengalami proses

presipitasi. Proses prepitasi adalah proses mencairnya awan akibat pengaruh suhu

udara yang tinggi. Pada proses inilah hujan terjadi. Butiran-butiran air jatuh dan

membasahi permukaan bumi. Apabila suhu udara di sekitar awan terlalu rendah

hingga berkisar < 0 derajat Celcius, presipitasi memungkinkan terjadinya hujan

salju. Awan yang mengandung banyak air akan turun ke litosfer dalam bentuk

butiran salju tipis seperti yang dapat kita temui di daerah beriklim subtropis.
10

8) Run Off

Setelah presipitasi terjadi sehingga air hujan jatuh ke permukaan bumi,

proses run off pun terjadi. Run off atau limpasan adalah suatu proses pergerakan

air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah di permukaan bumi. Pergerakan

air tersebut misalnya terjadi melalui saluran-saluran seperti saluran got, sungai,

danau, muara, laut, hingga samudra. Dalam proses ini, air yang telah melalui

siklus hidrologi akan kembali menuju lapisan hidrosfer.

9) Infiltrasi

Tidak semua air hujan yang terbentuk setelah proses presipitasi akan

mengalir di permukaan bumi melalui proses run off. Sebagian kecil di antaranya

akan bergerak ke dalam pori-pori tanah, merembes, dan terakumulasi menjadi air

tanah. Proses pergerakan air ke dalam pori tanah ini disebut proses infiltrasi.

Proses infiltrasi akan secara lambat membawa air tanah kembali ke laut.

Nah, setelah melalui proses run off dan infiltrasi, air yang telah mengalami siklus

hidrologi tersebut akan kembali berkumpul di lautan. Air tersebut secara

berangsur-angsur akan kembali mengalami siklus hidrologi selanjutnya dengan di

awali oleh proses evaporasi.

2.3. Air tanah

Air tanah adalah air yang berada di dalam lapisan tanah atau celah-celah

bebatuan yang berada di bawah permukaan tanah, yang tergabung dalam

pembentukan lapisan tanah dan dikenal dengan sebutan aquifer. Lapisan tanah ini

ada yang bersifat permeable, yaitu lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan

air seperti lapisan pasir dan kerikil. lapisan yang dapat menyimpan air namun

tidak dapat meloloskan air seperti lapisan lempung disebut semipermeable.


11

Lapisan yang tisak dapat menyimpan dan meloloskan air seperti batu kristalin

disebut impermeable.

Air tanah terbentuk selain dari air hujan juga berasal dari dalam bumi

sendiri yang memang ada secara alami. Air hujan yang meresap ke dalam tanah

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Tingkat kelembaban tanah.

2) Tingkat potositas tanah atau bebatuan di bawah permukaannya.

3) Tingkat kemiringan lereng.

4) Vegetasi (tumbuh-tumbuhan) penutup tanah.

Adapun ciri-ciri air tanah artesis (air tanah dalam) adalah sebagai berikut:

1) Pada bagian atas dan bawah yang memiliki kandungan air dibatasi oleh

lapisan yang kedap air (impermeable).

2) Letak lapisan yang memiliki kandungan air berada pada daerah sinklinal dari

sebuah formasi daerah lipatan.

3) Air artesis dapat memancar apabila memiliki tekanan yang kuat pada

sinklinal-nya, sebaliknya apabila tidak cukup kuat tekanannya, maka airnya

akan mengalir naik seperti biasa.

4) Air tanah dalam yang memiliki tekanan besar, maka memiliki kemampuan

untuk memancar ke permukaan tanah secara alami

Daur hidrologi tersebut dapat dipelajari dan dipahami bahwa air tanah

terlibat interaksi dengan air permukaan serta komponen atau material lainnya

yang ikut dalam proses daur hidrologi, termasuk bentuk topografi (pemetaan),
12

pemakaian lahan, jenis batuan dan tanaman penutup serta manusia sendiri yang

berada dalam pemukiman.

Apabila ditinjau dari asalnya, air tanah akan terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Air tanah yang berasal dari tataran atmosfer, baik berupa dari proses

terjadinya hujan ataupun proses pengembunan udara. Air ini dikenal dengan

sebutan meteoric water.

2) Air tanah yang berasal dari dalam bumi, yaitu air tanah subur (connate water)

adalah air tanah yang tersimpan dalam bebatuan sedimen. Dan juvenile water

adalah air tanah yang naik dari magma apabila gasnya dibebaskan atau

dilepaskan melalui mata air panas yang ada di bumi.

Berdasarkan kedalamannya di dalam tanah,  jenis jenis air tanah terbagi

menjadi dua, yaitu:

1. Air tanah dangkal


 Air tanah dangkal atau disebut juga air tanah freatik adalah air tanah yang

terjadi akibat adanya hujan atau air hujan yang meresap ke dalam tanah dan

berkumpul di atas lapisan impermeable (susah meloloskan air atau kedap air) yang

terdekat dari permukaan tanah sehingga bisa menjadi penyebab erosi tanah.

Kedalaman air dangkal pada setiap tempat biasanya berbeda-beda. Apabila

di daratan rendah, pada umumnya permukaan airnya tergolong dangkal. Semakin

tinggi permukaan tanah, maka semakin dalam letak air tanahnya. Begitu juga

sebaliknya. Hal ini yang dimaksudkan bahwa ke dalaman di suatu tempat

berbeda-beda. Perbedaan ini dimungkinkan juga akibat jenis dan struktur tanah
13

yang berbeda antara satu dan lainnya serta mungkin juga karena faktor cuaca atau

pembagian musim antara musim kemarau dan musim penghujan.

2. Air tanah dalam


Air tanah dalam atau disebut juga air tanah artesis adalah air tanah yang

berada di bawah lapisan air tanah dangkal dan diantara dua lapisan impermeable

(kedap air). Air tanah dalam merupakan lapisan bawah yang biasanya

dimanfaatkan sebagai sumber air minum kawasan perkotaan, mulai dari

penduduk, hotel maupun industri dan perkantoran yang ada. air tanah tersebut bisa

berupa:

1) Mata air, yaitu air yang keluar dari dalam tanah.

2) Geyser (pancuran air panas), yaitu semburan air dari dalam tanah yang

menyemprot ke atas dan biasanya dapat terjadi jika didekatnya terdapat gas

sehingga keadaannya atau rasanya terasa panas. Biasa disebut juga dengan

mata air panas, yang banyak dijadikan sebagai pemandian air panas.

3) Air artosis, yaitu suatu cekungan dan lapisan bebatuan yang bisa menahan air

di bawah tanah sehingga akan berkumpul dan bisa dijadikan cadangan air.

2.4. Cekungan Air Tanah ( CAT)

Adanya krisis air akibat kerusakan lingkungan, perlu suatu upaya untuk

menjaga keberadaan/ketersediaan sumber dayaair tanah salah satunya dengan

memiliki suatu sistem monitoring penggunaan air tanah yang dapat

divisualisasikan dalam data spasial dan atributnya. Dalam undang-undang Sumber

Daya Air, daerah aliran air tanah disebut Cekungan Air Tanah (CAT) yang

didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat


14

semua kejadian hidrogeologis seperti  proses pengimbunan, pengaliran dan

pelepasan air tanah berlangsung.

Menurut Danaryanto, dkk. (2004), CAT di Indonesia secara umum dibedakan

menjadi dua buah yaitu CAT bebas (unconfined aquifer) dan CAT tertekan

(confined aquifer). CAT ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan total

besarnya potensi masing-masing CAT adalah :

1.     CAT Bebas : Potensi 1.165.971 juta m³/tahun

2.    CAT Tertekan : Potensi 35.325 juta m³/tahun

Elemen CAT adalah semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah, jadi

seakan-akan merupakan kebalikan dari air permukaan.

2.5. Lapisan Aquifer

Lapisan Aquifer Sebagai lapisan kulit bumi, maka aquifer membentang

sangat luas, menjadi semacam reservoirbawah tanah. Pengisian aquifer ini

dilakukan oleh resapan air hujan kedalam tanah. Sesuai dengan sifat dan lokasinya

dalam siklus hidrologi, maka lapisan aquifer mempunyai fungsi ganda sebagai

media penampung (storage fungtion) dan media aliran (conduit fungtion). Aliran

air tanah dapat dibedakan dalam aliran aquifer bebas (unconfined aquifer) atau

aquifer terkekang (confined aquifer) (Kodoatie dan Sjarief, 2005).

2.5.1. Jenis Aquifer

Jenis aquifer pori berdasarkan nilai kelulusan (permeabilitas) lapisan

batuan yang melingkupi aquifer, maka aquifer dapat dibedakan menjadi empat

jenis, yaitu :
15

1) Aquifer tertekan (confined aquifer)

Aquifer tertekan merupakan lapisan permeabel yang sepenuhnya jenuh oleh

air dan dibatasi oleh lapisan-lapisan impermeabel (confining beds) baik pada

bagian atas maupun pada bagian bawahnya. Tinggi tekanan air pada aquifer

tertekan disebut juga sebagai permukaan piezometric. Kadang-kadang tinggi

permukaan air tanah pada aquifer ini jauh lebih tinggi dari permukaan air

tanah ataupun tinggi permukaan tanah disekitar sumur sehingga terjadi suatu

gejala artesis.

2) Aquifer setengah tertekan (semi-unconfined aquifer)

Aquifer setengah tertekan atau disebut juga leacky aquifer lapisan yang jenuh

air dan pada bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi-permeabel dan pada

bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan impermeabel atau juga semi-

permeabel. Pada aquifer ini dapat terjadi aliran air dengan arah vertikal antara

aquifer dan lapisan semi-permeabel di atasnya, fenomena ini disebut leakage.

3) Aquifer setengah bebas (semi-unconfined aquifer)

Jika lapisan semi-permeabel aquifer yang berada di atas memiliki

permeabilitas yang cukup besar sehingga aliran horisontal pada lapisan

tersebut tidak dapat diabaikan, maka aquifer ini disebut aquifer setengah

bebas.

4) Aquifer bebas (unconfined aquifer)

Pada aquifer bebas hanya sebagian dari ketebalan lapisan yang permeabel

yang dapat terisi oleh air atau jenuh air. Lapisan ini dibatasi oleh lapisan
16

impermeabel pada bagian bawahnya. Batas atas aquifer berupa muka air

tanah yang dalam keadaan setimbang dengan tekanan udara dan sangat

dipengaruhi oleh keadaan curah hujan. Perubahan dari water tabel

(peningkatan atau penurunan) sama dengan perubahan volume air dalam

penyimpanan (storage) pada suatu aquifer (Seyhan, 1990).

2.5.2. Pendugaan Air Tanah

Keadaan sebuah aquifer ditentukan oleh struktur geologi dan bentuk

topografi. Tahap dasar dalam penyelidikan air tanah yaitu penyelidikan permulaan

topografi dan geologi, pengukuran air, pendugaan fisik, pemboran uji dan uji

aquifer. Pendugaan fisik dan pemboran uji termasuk dalam pendugaan air

tanah.Pendugaan fisik yang dilakukan dalam pendugaanair tanah antara lain (Mori

dkk., 1999).

Ketahanan listrik dari lapisan yang berbeda-beda tergantung dari kualitas

batuan, derajat kepadatan dan kondisi kelembaban tanah dan jika arus listrik

dialirkan dalam tanah dan gradien tekanan listriknya diukur diatas permukaan

tanah maka kondisi lapisan dapat diperkirakan. Tabel 2.1. Harga tahanan spesifik

listrik umum dari lapisan (Mori, dkk., 1999).

Tabel 2.1. Variasi Harga Tahanan Jenis Dari Beberapa Jenis Batuan Sedimen
Jenis Batuan Nilai Tahanan Jenis (Ωm)
Lempung 3-30
Lempung Berdebu 5 – 40
Pasir Berlempung 5 – 50
Lempung Berpasir 30 - 100
Lempung Shale 50 – 200
Pasir, Gravel 102 – 5.103
Gips, Batu Gamping 102 – 5.103
17

Batuan Kristalin 2.102 – 105


Batu Bergaram, Anhydrate 2.103 <
(Dohr, 1975, Rolia Eva, 2002)

2.6. Sifat Kelistrikan Bumi

2.5.1. Muatan Listrik dan Materi

Ada hubungan yang erat antara muatan listrik dan materi, terutama dalam

hubungan sifat fisis suatu materi dengan muatan listriknya ( Arif, 1990). Materi

yang dijumpai sehari-hari merupakan kumpulan sejumlah besar atom atau

molekul. Molekul terdiri dari atom-atom, sedangkan atom itu sendiri terdiri dari

inti yang bermuatan positif yang dikelilingi oleh awan elektron yang bermuatan

negatif.

Pada suatu materi baik yang berupa padatan, cairan maupun gas, terjadi

interaksi antara satu atom dengan atom lainnya. Interaksi ini menyebabkan

beberapa elektron lepas dari ikatannya dan menjadi elektron bebas. Banyak

tidaknya elektron bebas ini dalam suatu materi menentukan sifat materi tersebut

dalam menghantarkan arus listrik. Makin banyak elektron bebas yang terdapat

didalamnya maka makin mudah materi tersebut menghantarkan arus listrik.

Materi yang banyak mengandung elektron bebas disebut konduktor, sedangkan

yang sedikit mengandung elektron disebut isolator.

2.5.2. Sifat Listrik Batuan

Batuan merupakan suatu jenis materi sehingga batuan pun mempunyai

sifat-sifat kelistrikan. Sifat listrik batuan adalah karakteristik dari batuan jika

dialirkan arus listrik ke dalamnya. Arus listrik ini bisa berasal dari alam itu sendiri
18

akibat terjadinya ketidaksetimbangan, atau arus listrik yang sengaja dimasukkan

ke dalamnya. Aliran (konduksi) arus listrik di dalam batuan dan mineral

digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi

secara elektrolitik dan konduksi secara dielektrik ( Arif, 1990).

2.7. Resistivitas Batuan

Secara umum berdasarkan harga resisvitas listriknya, batuan dan mineral

dapat dikelompokan menjadi 3 (Telford,1982) yaitu:

1) Konduktor baik : 10-8 < ρ < 1 Ωm

2) Konduktor pertengahan : 1 < ρ < 107 Ωm

3) Isolator : ρ > 107 Ωm

4) Resisvitas menyatakan sifat khas dari suatu bahan, yaitu derajat kemampuan

bahan menghantarkan arus listrik dengan satuan Ωm satu Ωm menyatakan

besarnya hambatan pada suatu bahan yang memiliki panjang 1 m dan luas

penampang 1 m2. Hal ini berarti bahwa untuk bahan tertentu harga resisvitas

juga bernilai tertentu (Tabel 2.2). Akibatnya suatu bahan dengan mineral

penyusun sama tetapi perbandingannya berbeda, maka resisvitasnya akan

berbeda pula.

Tabel 2.2. Variasi Resisvitas Material Bumi


Bahan Resistivitas (Ωm)

Udara -
Limestones (Batu gamping) 50 – 107
Sandstones (Batu pasir) 1 – 100
Aluvial dan Pasir 10 – 800
Sands 1 – 1.103
Clay (Lempung) 1 – 1.102
Napal 3 – 70
19

Konglomerat 2.103 – 103


( Telford et al 1982 )

2.8. Metode Geolistrik

Metode geolistrik atau sering disebut sebagai motode tahanan jenis,

merupakan salah satu metode geofisika yang dilakukan untuk mengetahui jenis

bahan penyusun batuan berdasarkan pengukuran sifat-sifat kelistrikan batuan.

Dalam operasionalnya, metode ini digunakan untuk mengetahui dan mengerti

hubungan antara besaran yang terukur dengan parameter-parameter yang

mendefinisikan stratifikasi tahanan jenis di bawah permukaan. Penelitian dengan

menggunakan geolistrik dapat digunakan beberapa macam konfigurasi.

Konfigurasi yang umum dipakai adalah metode geolistrik konfigurasi Wenner,

konfigurasi Schlumberger dankonfigurasi Dipole-Dipole. Semua konfigurasi

tersebut diatas didasarkan pada konfigurasi dasar pengukuran geolistrik, seperti

pada Gambar di bawah ini:

Gambar 2.2. Rangkaiyan Dasar Pengukuran Geolistrik

Pengukuran dilakukan dengan menanam atau menancapkan empat

elektroda yaitu elektroda potensial (P1, P2) dan elektroda arus (C1, C2) ke dalam
20

tanah. Arus listrik (mA) dari power supply dialirkan ke dalam tanah melalui

elektroda arus C1dan C2. Hasil dari perbedaan tegangan/beda potensial antara dua

elektroda potensial (P1,P2) yang dihasilkan, dibaca pada alat resistivity meter.

Jika jarak antara dua elektroda arus terbatas, potensial pada titik data (datumpoint)

akan dipengaruhi oleh kedua elektroda arustersebut, sehingga beda potensial yang

dihasilkan P1 karena arus pada C1 dan C2 adalah :

∆P1 = V1 + V2 = (
IP 1

1
2π r1 r 2 )

Dengan cara yang sama, didapatkan pula nilai potensial untuk elektroda

P2 yang dipengaruhi oleh C1 dan C2 :

∆P2 = V3 + V4 = (
IP 1

1
2π R1 R2 )

Berdasarkan pendekatan tersebut dihasilkan nilai resitivitas semua ( ρ ¿

sebagai berikut :

( )
2π V 1
ρ= I 1 1 1 1
− − +
r 1 r 2 R1 R 2

Dimana ρ=ρw=¿ revesitas semu

Penelitian ini menggunakan konfigurasi Schlumberger. Susunan elektroda

konfigurasi Schlumberger disajikan seperti pada Gambar 4 di bawah ini :


21

Gambar 2.3. Susunan Elektroda Konfigurasi schlumberger

Dalam konfigurasi Schlumberger, jika disubstitusikan ke persamaan (3) di

mana r1 = R2 = nadan r2 = R1 = a (n+1),maka persamaan resistivitas semu untuk

konfigurasiini dirumuskan sebagai berikut :

∆V
w = πn ( n+1 ) a
I

Dengan : w = resistivitas semu untuk konfigurasi

πn ( n+1 ) = faktor geometri untuk konfigurasi V

V = beda potensial (mV)

I = besar arus yang dimasukkan ke bumi (mA)

Kedalaman yang dicapai dari pengukuran geolistrik dengan menggunakan

metode geolistrik konfigurasi Schlumberger adalah ½ dari total bentangan (½

AB), biasanya dilambangkan dengan r.

Metode grolistrik lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya

relatif dangkal. Metode ini jarang memberikan informasi lapisan kedalaman yang

lebih dari 300 atau 450 meter.

Tabel 2.3. Konstanta Schlumberger


Elektroda Jarak Elektroda Tembaga
Besi (1/2 (1/2 a)
22

L) 0,5 m 2,5 m 5m 10 m
1,5 m 6,25
2,0 m 11,8
2,5 m 18,8
4,0 m 49,5
5,0 m 77,70 11,80
6,0 m 112,3 18,70
8,0 m 200,3 38,30
10 m 313,3 58,90 23,50
12 m 451,8 86,50 37,40
15 m 706,1 137 62,80
20 m 1260 247 117,8 47,10
25 m 1960 389 188,5 82,30
30 m 2830 562 274,9 1260
40 m 5020 1001 494,8 236
50 m 7850 1567 777,5 376
60 m 1130 2258 1123 550
0
75 m 1780 3330 1759 867,9
0
100 m 3142 6279 3144 1555
0
125 m 9814 4901 2438
150 m 14130 7060 3518
Sumber: Todd, 1980

2.9. Prinsip Dasar Metode Resistifitas

Konsep dasar metode geolistrik adalah Hukum Ohm yang pertama kali

dicetuskan oleh George Simon Ohm. George Simon Ohm menyatakan bahwa

Beda pontensial yang timbul di ujung-ujung suatu median berbanding lurus

dengan aruslistrik yang mengalir pada medium tersebut, dan berbanding terbalik

dengan luas penampangnya. Gambar dibawah ini menunjukan rangkaiyan listrik

sederhana resistensi, dan dan pernyataan diatas dapat dituliskan dalam persamaan

1 (Lowrie,2007).
23

Gambar 2.4. Rangkaian Listrik Sederhana Resistensi

V=IR

Dengan V adalah beda pontensial antara dua elektroda (volt). I adalah

aruslistrik yang diinjeksikan (ampere). Menurut hukum Ohm diasumsikan bahwa

R tidak tergantung I, bahwa R adalah konstan (tetap) tetapi terdapat kondisi

dimana resistensi tidak konstan.meskipun demikian,resistensi suatu elemen non-

linier masih didefisinikan oleh R = V/I, Tetapi R tidak tergantung I (Suyoso,

2003). Jika ditinjau suatu kawat dengan panjang L (meter), Luas penampang A

(meter2 ), dan resistifitas ρ (Ohm – Meter), seperti digambarkan pada gambar

dibawah ini.maka resistifitas R dapat dirumuskan sebagai (Lowrie 2007) :

L
R=ρ
A

V
Dengan R = , Sehingga resistifitas (Ohm-meter) adalah :
I

V A
ρ= .
I L

Dengan ρ adalah hambatan jenis bumi (ohm-meter), V adalah potensial

(volt), I adalah arus listrik (amper), L adalah panjang lintasan (meter), A adalah

luas penampang(meter2).
24

Gambar 2.5. Kawat dengan Panjang L, Luas Penampang A, yang dialiri Arus
Listrik

Persamaan di atas digunakan untuk medium yang homogen sehingga akan

terukur nilai tahanan jenis yang sesungguhnya (True Resistivity) sedangkan untuk

medium yang tidak homogen akan terukur nilai tahanan jenis semu (Apparent

Resistivity). Pada pengukuran di lapangan, nilai tahanan jenis semu tergantung

pada tahanan jenis lapisan-lapisan batuan yang terukur dan metode pengukuran

(konfigurasi elektroda). Batuan penyusun di dalam bumi yang berfungsi sebagai

resistor dapat diukur nilai tahanan jenisnya secara sederhana dengan

mengasumsikan bahwa mediumnya merupakan medium yang homogen

isotropis(Santoso,2002). Kawat yang dialiri arus kemudian diasumsikan menjadi

half-space atau I, permukaan medium homogen isotropis seperti pada Gambar 2.5

Gambar 2.6. Sumber Arus Tumggal di Permukaan Medium Homogen Isotropis


( Loke, 2004)
25

Sehingga persamaan 6 dapat diubah bentuk menjadi persamaan 7 (Flate 1976)

V I
= ρ
L A

Pada bagian sisi kiri muncul medan listrik E (volt/meter), sedangkan pada bagian

kanan muncul rapat arus j(ampere/m2), sehingga persamaan 6 dapat diubah dalam

bentuk persamaan 7.

E=Jρ

2.10. Software IPI2Win

Pendugaan geolistrik hanya dapat menghasilkan nilai tahanan jenis semu.

Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis aktual, maka dilakukan pengolahan data

dengan menggunakan program IPI2win. Input data IPI2win dapat dilakukan dari

data langsung lapangan (AB/2, V, I, dan K). Tetapi dalam hal ini, input data yang

digunakan adalah data jarak elektroda arus (AB/2) dan tahanan jenis semu (ρa)

yang telah dihitung sebelumnya.

1) Buka program IPI2Win kemudian klik File > New VES Point seperti taskbar

di bawah ini :
26

Gambar 2.7. Program IPI2Win 1

2) Akan muncul New VES Point window seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.8. Program IPI2Win 2


Catatan :

a. Kolom AB/2 digunakan untuk input data AB/2 (jarak elektroda arus) yang

menginjeksi listrik ke dalam tanah.

b. Kolom MN digunakan untuk mengisi data jarak elektroda potensial (jarak

antara elektroda yang menangkap sinyal listrik hasil injeksi alat).


27

c. SP digunakan untuk input data self potensial.

d. V untuk data voltase.

e. I untuk data arus listrik.

f. K untuk faktor geometrik.

g. Kolom Rho_a merupakan nilai tahanan jenis semu.

3) Sebelum data dimasukkan, terlebih dahulu dipilih konfigurasi elektroda yang

digunakan, yaitu konfigurasi Schlumberger. Ceklis pada Show Number dan

Pilih U,I.

Gambar 2.9. Program IPI2Win 3

4) Masukan data dengan klik langsung pada kolom-kolom di New VES Point

window.
28

Gambar 2.10. Program IPI2Win 4

5) Setelah data dimasukan akan tampak titik-titik berupa angka pada sebelah

kanan kolom, lalu klik tombol Ok. Setelah klik Ok akan muncul Save As

window.

Gambar 2.11. Program IPI2Win 5

Data yang berupa text disimpan dalam File TXT, kemudian Klik tanda ceklis

OK.hasil yang berupa grafik disimpan dalam file grafik, dan data yang berupa

tabel disimpan pada file tabel. Setelah itu akan muncul tampilan grafik dan tabel

setelah file disimpan.


29

Tulisan RMS pada tepi atas tabel menunjukan tingkat kesalahan data dan perlu

dikoreksi. Koreksi Eror data dilakukan dengan Klik Point > Inversion.

Gambar 2.12. Program IPI2Win 6

6) Hasilnya terjadi perubahan grafik, data pata tabel, serta nilai RMS (error)

2.11. Software Rock work 15

Dalam penelitian ini, software Rock Work 15 digunakan untuk melihat

gambaran 3D sebaran nilai resistivity, lithology, dan karakteristik aquifer serta

pola pergerakan air tanah. Input data dalam program ini adalah:

1) Titik lokasi pengukuran.

2) Nilai resistivity aktual batuan yang diperoleh dari hasil software

IPI2Win.

3) Kedalaman dan ketebalan aquifer serta waktu penelitian.

Langkah yang harus dilakukan dalam menjalankan software Rock Work

2015 adalah:

1) Membuka software Rock Work 15 dan membuka lembar kerja.

2) Input data lokasi penelitian.

Masukkan data lokasi yang terdiri dari koordinat dan elevasi di 9 titik

pengukuran. Total kedalaman merupakan nilai kedalaman yang terdeteksi

pada hasil pengolahan data dengan IPI2Win.


30

Gambar 2.13. Input Data Lokasi Penelitian

3) Input Data Litologi

Gambar 2.14. Input Data Litologi

Litologi merupakan jenis perlapisan batuan yang ada di daerah penelitian.

Data yang dimasukkan adalah data interval kedalaman lapisan atas dan

lapisan bawah, serta jenis batuannya yang sudah dapat ditentukan

berdasarkan nilai tahanan jenis batuan dan peta geologi.

4) Input Data Points (P-Data)


31

Dalam P-Data, angka yang dimasukkan berupa kedalaman lapisan dan

nilai tahanan jenis aktual hasil perhitungan dengan IPI2Win.

Gambar 2.15. Input P-Data Points

5) Input Data Water Level

Untuk water level dimasukkan data waktu penelitian dan kedalaman. Data

kedalaman yaitu kedalaman aquifer yang ditemui berupa lapisan batu pasir

atau batu gamping. Output dari data ini adalah gambaran 3D kondisi

ketebalan aquifer.
32

Gambar 2.16. Input Data Water Level

Setelah semua data tersebut dimasukkan, maka klik “Project Dimension”

untuk menyesuaikan koordinat setiap titik pengukuran.

Gambar 2.17. Layar Project Dimension

6) Menjalankan Program
33

Untuk menjalankan program dalam software ini, hanya dengan klik

perintah yang ada di layar bagian atas, sesuai dengan data yang kita

masukkan.

Anda mungkin juga menyukai