Anda di halaman 1dari 20

BAB II HIDROLOGI PADA TAMBAK

1. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah salah satu dari 6 siklus biogeokimia yang
berlangsung di bumi. Siklus hidrologi adalah suatu siklus atau sirkulasi air dari
bumi ke atmosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara terus
menerus. Siklus hidrologi memegang peran penting bagi kelangsungan hidup
organisme bumi. Melalui siklus ini, ketersediaan air di daratan bumi dapat tetap
terjaga, mengingat teraturnya suhu lingkungan, cuaca, hujan, dankeseimbangan
ekosistem bumi dapat tercipta karena proses siklus hidrologi ini.

Proses Terjadinya Siklus Hidrologi


Adapun pada praktiknya, dalam siklus hidrologi ini air melalui beberapa
tahapan seperti dijelaskan gambar di atas. Tahapan proses terjadinya siklus
hidrologi tersebut antara lain evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, sublimasi,
kondensasi, adveksi, presipitasi, run off, dan infiltrasi. Berikut ini adalah
penjelasan dari masing-masing tahapan siklus tersebut.

1.1 Evaporasi
Siklus hidrologi diawali oleh terjadinya penguapan air yang ada di
permukaan bumi. Air-air yang tertampung di badan air seperti danau, sungai,
laut, sawah, bendungan atau waduk berubah menjadi uap air karena adanya
panas matahari. Penguapan serupa juga terjadi pada air yang terdapat di
permukaan tanah. Penguapan semacam ini disebut dengan istilah evaporasi.
Evaporasi mengubah air berwujud cair menjadi air yang berwujud gas
sehingga memungkinkan ia untuk naik ke atas atmosfer bumi. Semakin tinggi
panas matahari (misalnya saat musim kemarau), jumlah air yang menjadi uap air
dan naik ke atmosfer bumi juga akan semakin besar.

1. 2. Transpirasi
Penguapan air di permukaan bumi bukan hanya terjadi di badan air dan
tanah. Penguapan air juga dapat berlangsung di jaringan mahluk hidup, seperti
hewan dan tumbuhan. Penguapan semacam ini dikenal dengan istilah transpirasi.
Sama seperti evaporasi, transpirasi juga mengubah air yang berwujud cair
dalam jaringan mahluk hidup menjadi uap air dan membawanya naik ke atas
menuju atmosfer. Akan tetapi, jumlah air yang menjadi uap melalui proses
transpirasi umumnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah uap air yang
dihasilkan melalui proses evaporasi.

1.3. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah penguapan air keseluruhan yang terjadi di seluruh
permukaan bumi, baik yang terjadi pada badan air dan tanah, maupun pada
jaringan mahluk hidup. Evapotranspirasi merupakan gabungan antara evaporasi
dan transpirasi. Dalam siklus hidrologi, laju evapotranspirasi ini sangat
mempengaruhi jumlah uap air yang terangkut ke atas permukaan atmosfer.

1.4. Sublimasi
Selain lewat penguapan, baik itu melalui proses evaporasi, transpirasi,
maupun evapotranspirasi, naiknya uap air dari permukaan bumi ke atas atmosfer
bumi juga dipengaruhi oleh proses sublimasi.
Sublimasi adalah proses perubahan es di kutub atau di puncak gunung
menjadi uap air tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Meski sedikit, sublimasi
juga tetap berkontribusi terhadap jumlah uap air yang terangkut ke atas atmosfer
bumi melalui siklus hidrologi panjang. Akan tetapi, dibanding melalui proses
penguapan, proses sublimasi dikatakan berjalan sangat lambat.

1.5. Kondensasi
Ketika uap air yang dihasilkan melalui proses evaporasi, transpirasi,
evapotranspirasi, dan proses sublimasi naik hingga mencapai suatu titik
ketinggian tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi partikel-partikel es
berukuran sangat kecil melalui proses kondensasi. Perubahan wujud uap air
menjadi es tersebut terjadi karena pengaruh suhu udara yang sangat rendah di
titik ketinggian tersebut.
Partikel-partikel es yang terbentuk akan saling mendekati dan bersatu
satu sama lain sehingga membentuk awan. Semakin banyak partikel es yang
bergabung, awan yang terbentuk juga akan semakin tebal dan hitam.

1.6. Adveksi

Awan yang terbentuk dari proses kondensasi selanjutnya akan mengalami


adveksi. Adveksi adalah proses perpindahan awan dari satu titik ke titik lain
dalam satu horizontal akibat arus angin atau perbedaan tekanan udara. Adveksi
memungkinkan awan akan menyebar dan berpindah dari atmosfer lautan menuju
atmosfer daratan. Perlu diketahui bahwa, tahapan adveksi tidak terjadi pada
siklus hidrologi pendek.

1.7. Presipitasi
Awan yang mengalami adveksi selanjutnya akan mengalami proses
presipitasi. Proses prepitasi adalah proses mencairnya awan akibat pengaruh
suhu udara yang tinggi. Pada proses inilah hujan terjadi. Butiran-butiran air jatuh
dan membasahi permukaan bumi.
Apabila suhu udara di sekitar awan terlalu rendah hingga berkisar < 0
derajat Celcius, presipitasi memungkinkan terjadinya hujan salju. Awan yang
mengandung banyak air akan turun ke litosfer dalam bentuk butiran salju tipis
seperti yang dapat kita temui di daerah beriklim sub tropis.

1.8. Run Off


Setelah presipitasi terjadi sehingga air hujan jatuh ke permukaan bumi,
proses run off pun terjadi. Run off atau limpasan adalah suatu proses pergerakan
air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah di permukaan bumi.
Pergerakan air tersebut misalnya terjadi melalui saluran-saluran seperti saluran
got, sungai, danau, muara, laut, hingga samudra. Dalam proses ini, air yang telah
melalui siklus hidrologi akan kembali menuju lapisan hidrosfer.

1.9. Infiltrasi
Tidak semua air hujan yang terbentuk setelah proses presipitasi akan
mengalir di permukaan bumi melalui proses run off. Sebagian kecil di antaranya
akan bergerak ke dalam pori-pori tanah, merembes, dan terakumulasi menjadi air
tanah. Proses pergerakan air ke dalam pori tanah ini disebut proses infiltrasi.
Proses infiltrasi akan secara lambat membawa air tanah kembali ke laut.
Nah, setelah melalui proses run off dan infiltrasi, air yang telah mengalami
siklus hidrologi tersebut akan kembali berkumpul di lautan. Air tersebut secara
berangsur-angsur akan kembali mengalami siklus hidrologi selanjutnya dengan di
awali oleh proses evaporasi.

Aliran air dari permukaan tanah menyerap ke dalam tanah. Setelah


diinfiltrasi, kelembaban air bertambah atau menjadi air tanah.
Menurut ilmu hidrologi, infiltrasi merupakan aliran air ke dalam tanah
melalui permukaan tanah. Didalam infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas
infiltrasi dan laju infiltrasi, yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi
adalah laju infiltrasi maksimum yang ditentukan oleh jenis tanah dimana
terjadinya ilfiltrasi, sedangkan lajua infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang
nilainya tergantung pada kondisi tanah dan kapasitas hujan. Suatu tanah dalam
kondisi kering memiliki daya serap yang tinggi sehingga laju infiltrasi semakin
besar, dan akan berkurang perlahan-lahan apabila tanah tersebut jenuh terhadap
air.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi yaitu
kedalaman genangan dan tebal lapisan jenuh, kelembaban tanah, pemampatan
oleh hujan, penyumbatan oleh butir halus, tanaman penutup, topografi, dan
intensitas hujan.
Kedalaman genangan dan tebal lapisan jenuh
Dapat dipahami pada saat awal turunnya hujan, penyerapan air oleh tanah (laju
infiltrasi) terjadi dengan cepat. Sehingga semakin dalam genangan dan tebal
lapisan jenuh maka laju infiltrasi semakin berkurang.
Kelembaban tanah
Semakin lembab kondisi suatu tanah, maka laju infiltrasi akan semakin
berkurang karena tanah tersebut semakin dekat dengan keadaan jenuh.
Pemampatan oleh hujan dan penyumbatan oleh butir halus
Pemampatan tanah oleh hujan adalah keadaan turunnya hujan membuat
tanah semakin padat. Sehingga pori-pori tanah mengecil, dan menghambat laju
infiltrasi. Butiran halus yang terbentuk pada saat tanah kering juga menghambat
laju infiltrasi karena pada saat terjadinya hujan, butiran tersebut masuk kedalam
tanah dan memperkecil pori-pori tanah.
Tanaman penutup
Banyaknya tanaman seperti rumput dan pohon-pohon besar yang
terdapat pada daerah terjadinya hujan dapat memperbesar laju infiltrasi. Karena
biasanya pada tanah seperti ini banyak terdapat tanah humus dan sarang
serangga. Sehingga membantu masuknya air kedalam tanah.
Topografi dan intensitas hujan

Topografi adalah keadaan pemukaan/ kontur tanah, dan intensitas hujan


adalah besarnya hujan yang turun dalam satuan waktu. Apabila hujan yang turun
besar dan topografi tanah terjal, maka laju infiltrasi kecil. Karena topografi yang
terjal akan mengalirkan air dengan cepat sehingga waktu infiltrasi kurang. Begitu
juga sebaliknya, topografi yang landai bahkan datar dapat menghasilkan ilfiltrasi
lebih besar.
Kapasitas infiltrasi dapat diukur dengan menggunakan infiltrometer dan
analisis hidrograf. Infiltrometer ini dibedakan menjadi dua macam yaitu
infiltrometer genangan dan simulator hujan (rainfall simulators)

Macam Macam Siklus Hidrologi


Berdasarkan panjang pendeknya proses yang di alaminya siklus hidrologi
dapat dibedakan menjadi 3 macam. Macam macam siklus hidrologi tersebut
yaitu siklus hidrologi pendek, siklus hidrologi sedang, dan siklus hidrologi
panjang.

a. Siklus Hidrologi Pendek

Siklus hidrologi pendek adalah siklus hidrologi yang tidak melalui proses
adveksi. Uap air yang terbentuk melalui siklus ini akan diturunkan melalui hujan
di daerah sekitar laut. Berikut penjelasan singkat dari siklus hidrologi pendek ini:

Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap air akibat
adanya panas matahari.

Uap air akan mengalami kondensasi dan membentuk awan.

Awan yang terbentuk akan menjadi hujan di permukaan laut.

b. Siklus Hidrologi Sedang

Siklus hidrologi sedang adalah siklus hidrologi yang umum terjadi di


Indonesia. Siklus hidrologi ini menghasilkan hujan di daratan karena proses
adveksi membawa awan yang terbentuk ke atas daratan. Berikut penjelasan
singkat dari siklus hidrologi sedang ini:

Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap air akibat
adanya panas

matahari.

Uap air mengalami adveksi karena angin sehingga bergerak menuju daratan.
Di atmosfer daratan, uap air membentuk awan dan berubah menjadi hujan.

Air hujan di permukaan daratan akan mengalami run off menuju sungai
dan kembali ke laut

c. Siklus Hidrologi Panjang

Siklus hidrologi panjang adalah siklus hidrologi yang umumnya terjadi di


daerah beriklim subtropis atau daerah pegunungan. Dalam siklus hidrologi ini,
awan tidak langsung diubah menjadi air, melainkan terlebih dahulu turun sebagai
salju dan membentuk gletser. Berikut penjelasan singkat dari siklus hidrologi
panjang ini:

Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap air akibat
adanya panas matahari.

Uap air yang terbentuk kemudian mengalami sublimasi

Awan yang mengandung kristal es kemudian terbentuk.

Awan mengalami proses adveksi dan bergerak ke daratan

Awan mengalami presipitasi dan turun sebagai salju.

Salju terakumulasi menjadi gletser.

Gletser mencair karena pengaruh suhu udara dan membentuk aliran


sungai.

Air yang berasal dari gletser mengalir di sungai untuk menuju laut
kembali.

2. Sumber Air
sumber daya berupa air yang berguna atau potensial bagi manusia.
Kegunaan air meliputi penggunaan di bidang pertanian, industri, rumah tangga,
rekreasi, dan aktivitas lingkungan. Sangat jelas terlihat bahwa seluruh manusia
membutuhkan air tawar. 97% air di bumi adalah air asin, dan hanya 3% berupa
air tawar yang lebih dari 2 per tiga bagiannya berada dalam bentuk es di glasier
dan es kutub. Air tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di
dalam tanah berupa air tanah, dan hanya sebagian kecil berada di atas
permukaan tanah dan di udara.

Air tawar adalah sumber daya terbarukan, meski suplai air bersih terus
berkurang. Permintaan air telah melebihi suplai di beberapa bagian di dunia dan
populasi dunia terus meningkat yang mengakibatkan peningkatan permintaan
terhadap air bersih. Perhatian terhadap kepentingan global dalam
mempertahankan air untuk pelayanan ekosistem telah bermunculan, terutama
sejak dunia telah kehilangan lebih dari setengah lahan basah bersama dengan
nilai pelayanan ekosistemnya. Ekosistem air tawar yang tinggi biodiversitasnya
saat ini terus berkurang lebih cepat dibandingkan dengan ekosistem laut
ataupun darat.

3. Pasang Surut
Dalam merencanakan jaringan irigasi tambak, analisis yang digunakan
adalah analisis hidrologi dan analisis pasang surut. Analisis hidrologi yaitu

perhitungan debit andalan yaitu debit sungai yang dapat digunakan untuk
mengairi tambak dan analisis data pasang surut yaitu debit yang masuk ke
dalam saluran akibat pengaruh pasang surut air laut. Analisis hidrologi dan
analisis data pasang surut diperlukan untuk menentukan besarnya debit yang
masuk ke saluran sekunder yang akan berpengaruh terhadap besar kecilnya
volume air yang masuk ke areal tambak.
Analisis data yang akan digunakan dalam perhitungan nantinya adalah
analisis data pasang surut di daerah perencanaan yaitu sekitar Kali Tenggang
dan analisis debit andalan menggunakan metode dari F.J. Mock. Untuk
perhitungan debit andalan digunakan data curah hujan harian selama periode
10 tahun dan data klimatologi selama kurun waktu 10 tahun terakhir
sedangkan untuk perhitungan data pasang surut yang digunakan dalam
perencanaan adalah data pasang surut 5 tahun terakhir yaitu dari tahun
2001-2005.
Adapun langkah-langkah dalam analisis data hidrologi dan pasang
surut
adalah sebagai berikut :
a. Menentukan rata-rata curah hujan bulanan selama kurun waktu 10 tahun.
b. Menentukan rata-rata bulanan dari suhu udara, kelembaban udara,
penyinaran matahari dan

kecepatan angin dari data klimatologi selama

kurun waktu 5 tahun terakhir.


c. Menghitung angka evaporasi menggunakan data-data tersebut.
d. Menghitung debit andalan yang merupakan debit minimum sungai yang
dapat untuk keperluan irigasi.
e. Menentukan Air Pasang Tertinggi Paling Tinggi (APTPT) dari data pasang
f.

surut selama 5 tahun untuk menentukan ketinggian tanggul tambak.


Menentukan Air Surut Terendah (ASR ) untuk merencanakan elevasi dasar

g.

saluran sekunder / saluran pasok dan saluran drainase / saluranbuang.


Menentukan Air Surut Tertinggi (AST) untuk menentukan elevasi

dasartambak / pelataran tambak


h. Menentukan Air Pasang Terendah (APT) untuk merencanakan ketinggian air
di saluran sekunder / saluran pasok yang digunakan untuk mengairi
tambak.
i. Menghitung volume air yang dibutuhkan untuk mengairi tambak.

4. Sumber Air Bersih

keberadaan air di bumi merupakan suatu proses alam yang berlanjut


dan berputar sehingga merupakan suatu siklus (daur) ulang yang dinamakan
Cyclus Hydrologie . Prinsip dasar siklus hidrologi adalah beberapa proses
sirkulasi

dari

penguapan,

presipitasi

maupun

pengaliran.

Nah

dalam

postingan kali ini admin mencoba untuk menyampaikan sumber air yang
biasa kita gunakan untuk sehati-hari. Pada dasarnya sumber air bersih dapat
di golongkan menjadi air angkasa, air permukaan, dan air tanah
1.

Air Atmosfer
Air angkasa adalah air yang terjadi karena proses penguapan
yang kemudian terkondensasi dan akhirnya jatuh sebagai air hujan,
salju dan es. Dalam keadaan murni, sangat bersihakan tetapi air
angkasa ini memiliki sifat yang agresif terutama terhadap pipa-pipa
penyalur

maupun

bak-bak

reservoir

sehingga

hal

ini

akan

mempercepat terjadinya korosi atau karat. Akan tetapi air angkasa ini
2.

memiliki sifat lunak, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.


Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir dipermukaan
bumi, yang berada pada tempat atau wadah atas permukaan daratan
yaitu sungai, rawa, bendungan danau. Air permukaan dapat terjadi
melalui tiga cara yaitu aliran permukaan bumi, aliran air tanah, dan
campuran dari keduanya. Air permukaan ada dua macam yakni :

a. Air Sungai
Air sungai dalam penggunaannya sebagai air bersih haruslah
mengalami suatu

pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa

air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang


sangat tinggi.
b. Air Rawa atau Danau
Kebanyakan air rawa atau danau ini berwarna yang disebabkan
oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam
humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat.
Sehingga dengan demikian pada umumnya kadar Besi (Fe) dan
Mangan (Mn) akan tinggi pula. Sedangkan kandungan oksigen (O2)
sangat

kurang

sekali.

Ini

mengakibatkan

permukaan

ditumbuhi algae (lumut) karena ada sinar matahari.

air

akan

3. Air Tanah
Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah, terdapat di
antara butir-butir tanah atau dalam retakan bebatuan. Air tanah lebih
banyak tersedia daripada air hujan. Air tanah biasanya memiliki
kandungan Besi (Fe) yang cukup tinggi.

5. Estuaria

Estuaria adalah suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian


hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan
terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut (Dahuri, 2004; Efrieldi,
1999). Atau merupakan daerah pertemuan massa air asin dan air tawar, yang
secara periodik berubah-ubah karena adanya percampuran. Percampuran ini
menyebabkan zona lingkungan dikawasan muara sungai sangat labil.
Walaupun demikian kawasan ini merupakan daerah yang sangat produktif
karena input nutrient dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai (Thoha,
2007).
Tipe Estuaria
Berdasarkan pada sirkulasi air dan stratifikasi airnya estuaria terbagi atas 3
tipe yaitu:
1. Estuaria berstratifikasi sempurna/nyata atau estuaria baji garam, cirinya
adanya batasan yang jelas antara air tawar dan air laut/asin. Air tawar dari
sungai merupakan lapisan atas dan air laut menjadi lapisan bawah.
Terjadinya perubahan salinitas dengan cepat dari arah permukaan ke
dasar. Estuaria ditemukan didaerah-daerah dimana aliran air tawar dan

sebagian besar lebih dominan daripada intrusi air laut yang dipengaruhi
oleh pasang surut, contoh: muara Missisipi, Amerika.
2. Estuaria berstratifikasi sebagian/parsial (paling umum di jumpai). Aliran air
tawar dari sungai seimbang dengan air laut yang masuk melalui air
pasang. Percampuran air dapat terjadi karena adanya turbulensi yang
berlangsung secara berkala oleh pasang surut, contoh: Teluk Chesapeaks,
Amerika.
3. Estuaria campuran sempurna atau estuaria homogen vertikal. Dijumpai di
lokasi-lokasi dimana arus pasang surut sangat dominan dan kuat, sehingga
air estuaria tercampur dan tidak terdapat stratifikasi.
Sifat Fisik Estuaria
Beberapa sifat fisik penting estuaria antara lain :
1. Salinitas
Estuaria

memiliki

peralihan

(gradien)

salinitas

yang

bervariasi,

terutama tergantung pada permukaan air tawar dari sungai dan air laut
melalui pasang surut. Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan bagi
organisme, tetapi mendukung kehidupan biota yang padat dan juga
menyangkal predator dari laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan
dengan salinitas yang rendah.

2. Substrat
Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang
berasal dari sedimen yang dibawa melalui air tawar (sungai) dan air laut.
Sebagian besar partikel lumpur estuaria bersifat organik, bahkan organik ini
menjadi cadangan makanan yang penting bagi organisme estuaria (Efrieldi,
1999).
3. Suhu
Suhu air di estuaria lebih bervariasi daripada diperairan pantai
didekatnya. Hal ini terjadi karena di estuaria volume air lebih kecil,
sedangkan luas permukaan lebih besar. Dengan demikian pada kondisi
atmosfer yang ada, air estuaria lebih cepat panas dan lebih cepat dingin.
Penyebab lain terjadinya variasi ini ialah masuknya air tawar dari sungai. Air
tawar di sungai lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman daripada air

laut. Suhu estuaria lebih rendah pada musim dingin dan lebih tinggi pada
musim panas daripada perairan pantai sekitarnya (Dianthani, 2003; Thoha,
2003).
4. Pasang surut
Arus pasang-surut berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan
plankton.

Disamping

itu

arus

pasang-surut

juga

berperan

untuk

mengencerkan dan menggelontorkan limbah yang sampai ke estuaria.


5. Sirkulasi air
Selang waktu mengalirnya air dari sungai kedalam estuaria dan
masuknya air laut melalui arus pasang-surut menciptakan suatu gerakan dan
bermanfaat bagi biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi
dalam air.
6. Kekeruhan air
Karena besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuaria,
air menjadi sangat keruh, kekeruhan tertinggi terjadi pada saat aliran sungai
maksimum. Kekeruhan minimum di dekat mulut estuaria dan makin
meningkat ke arah pedalaman atau hulu. Pengaruh ekologi dari kekeruhan
adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Selanjutnya hal ini
akan menurunkan fotosintesis dan tumbuhan bentik yang mengakibatkan
turunnya produktivitas.
7. Oksigen (O2)
Masuknya air tawar dan air laut secara teratur kedalam estuaria
bersama dengan pendangkalan, pengadukan, dan pencampuran air dingin
biasanya akan mencukupi persediaan oksigen di dalam estuaria. Karena
kelarutan oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas,
maka jumlah oksigen dalam air akan bervariasi sesuai dengan variasi
parameter tersebut di atas.
8. Penyimpanan Zat Hara
Peranan estuaria sebagai penyimpan zat hara sangat besar. Pohon
mangrove dan lamun serta ganggang lainya dapat mengkonversi zat hara
dan menyimpannya sebagai bahan organik yang akan digunakan kemudian
oleh organisme hewani.

Biota Estuaria
1. Komposisi Fauna
Di perairan estuaria terdapat 3 komponen fauna yaitu: fauna laut,
fauna air tawar dan fauna payau. Komponen fauna yang terbesar adalah
fauna air laut yaitu hewan stenohaline yang terbatas kemampuannya dalam
mentolelir perubahan salinitas (umumnya 300/00) dan hewan euryhaline
yang mempunyai kemampuan untuk mentolerir berbagai perubahan atau
penurunan salinitas di bawah 300/00.
Jumlah spesies organisme yang mendiami estuaria jauh lebih sedikit
jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut.
Hal ini disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies
yang memiliki kekhususan fisiologi yang mampu bertahan hidup di estuari
2. Komponen Flora
Selain miskin dengan jumlah fauna estuaria juga miskin dengan flora.
Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan yang mencuat
yang dapat tumbuh mendominasi, mungkin terdapat padang rumput laut
(Zosfera thalassia, Cymodocea) selain di tumbuhi oleh alga hijau dari Genera
Ulva, Entheromorpha dan Chadophora. Estuaria berperan sebagai perangkap
nutrien (nutrient trap) yang mengakibatkan semua unsur-unsur esensial
dapat didaur ulang oleh bermacam kerang, cacing dan oleh detritus atau
bekteri secara berkesinambungan sehingga terwujud produktivitas primer
yang tinggi.
3. Plankton Estuaria
Plankton estuaria miskin dalam jumlah spesies. Hal ini di sebabkan
oleh kekeruhan yang tinggi dan cepatnya penggelontoran. Menurut Barner,
(1974) dalam Dianthani, (2003), jumlah spesies pada umumnya jauh lebih
sedikit daripada yang mendiami habitat air tawar atau air laut didekatnya.
Fitoplankton yang dominan di estuaria yaitu Genera Diatom (Skeletonema sp,
Asterionella sp, Chaetoceros sp, Nitzchia sp, Thalassiionema sp, dan Melosira
sp) dan dinoflagellata yang melimpah di estuaria (Gymnodinium sp,
Gonyaulax sp, Peridinium sp dan Ceratium sp). Zooplankton estuaria yang
khas yaitu Genera Kopepoda (Eurytemora sp, Acartia sp, Pseudodiaptomus sp
dan Centropages sp), Misid (Neomysis sp, Praunus sp, dan Mesopodopsir sp)
dan Amfipoda (Gammarus sp).

6. Hubungan Hidrologi Dengan Kualitas Air


6.1 Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut
dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam
tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan
saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan
sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara
definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai
air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih
dari 5%, ia disebut brine.

Faktor faktor yang mempengaruhi salinitas


Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu
wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang
rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar
garamnya.
Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah
laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin
sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin
banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut
tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang
bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.
Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan
garam sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa
lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya.
Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%.
Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar
3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling

tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia,


keduanya bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut
Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan
tinggi dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam di
beberapa danau dapat lebih tinggi lagi.
Tabel 1. Salinitas air berdasarkan persentase garam terlarut Salinitas Air
Berdasarkan Persentase Garam Terlarut

Zat

Air Tawar

Air Payau

< 0.05 %

0.05 3 %

terlarut

meliputi

Air Saline

Brine

35%

garam-garam

>5%
anorganik,

senyawa-senyawa

organik yang berasal dari organisme hidup, dan gas-gas yang terlarut.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55,04%),
natrium (30,61%), sulfat (7,68%), magnesium (3.69%), kalsium (1,16%),
kalium (1,10%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat,
bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama dari garamgaraman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan
sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.
Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti:
densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi
maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat
(viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh
salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut
(salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.

Kandungan garam mempunyai pengaruh pada sifat-sifat air laut.


Karena mengandung garam, titik beku air laut menjadi lebih rendah daripada
0 0C (air laut yang bersalinitas 35 %o titik bekunya -1,9 0C), sementara
kerapatannya meningkat sampai titik beku (kerapatan maksimum air murni
terjadi pada suhu 4 0C). Sifat ini sangat penting sebagai penggerak
pertukaran massa air panas dan dingin, memungkinkan air permukaan yang
dingin terbentuk dan tenggelam ke dasar sementara air dengan suhu yang

lebih hangat akan terangkat ke atas. Sedangkan titik beku dibawah 00 C


memungkinkan kolom air laut tidak membeku. Sifat air laut yang dipengaruhi
langsung oleh salinitas adalah konduktivitas dan tekanan osmosis.

6.2 Biological Oxygen Demand (BOD)/Chemical Oxygen Demand


(COD)
BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD merupakan parameter pengukuran jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bekteri untuk mengurai hampir semua zat organik yang
terlarut dan tersuspensi dalam air buangan, dinyatakan dengan BOD5 hari
pada suhu 20 C dalam mg/liter atau ppm. Pemeriksaan BOD5 diperlukan
untuk menentukan beban pencemaran terhadap air buangan domestik atau
industri juga untuk mendesain sistem pengolahan limbah biologis bagi air
tercemar. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, jika suatu badan
air tercemar oleh zat organik maka bakteri akan dapat menghabiskan oksigen
terlarut dalam air selama proses biodegradable berlangsung, sehingga dapat
mengakibatkan kematian pada biota air dan keadaan pada badan air dapat
menjadi anaerobik yang ditandai dengan timbulnya bau busuk.
COD (Chemical Oxygen Demand)
COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zatzat organik yang terdapat dalam limbah cair dengan memanfaatkan
oksidator kalium dikromat sebagai sumber oksigen. Angka COD merupakan
ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik yang secara alamiah dapat
dioksidasi melalui proses biologis dan dapat menyebabkan berkurangnya
oksigen terlarut dalam air.
Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organik dan anorganik yang
melayang-layang dalam air, secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan
pada air. Limbah cair yang mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak
boleh dibuang langsung ke badan air karena disamping dapat menyebabkan
pendangkalan juga dapat menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air
sehingga proses fotosintesa mikroorganisme tidak dapat berlangsung.

6.3 Suhu
Suhu Air
Suhu memegang peranan penting dalam berbagai aktivitas kimia dan fisika
perairan. Aktivitas kimia dan fisika seringkali mengalami peningkatan dengan
naiknya suhu. Mahida (1986) menyatakan bahwa tingkat oksidasi senyawa
organik jauh lebih besar pada suhu tinggi dibanding pada suhu rendah.
Suhu air di sungai lebih bervariasi dibanding perairan pantai di
sekitarnya. Hal ini dipengaruhi oleh luas permukaan dan volume airnya. Pada
sungai yang memiliki volume air yang besar dapat ditemukan suhu vertikal.
Kisaran suhu terbesar terdapat pada permukaan perairan dan akan semakin
kecil mengikuti kedalaman.
Keadaan suhu alami memberikan kesempatan bagi ekosistem untuk
berfungsi secara optimum. Banyak kegiatan hewan air dikontrol oleh suhu,
misalnya: migrasi, pemangsaan, kecepatan berenang, perkembangan embrio
dan kecepatan proses metabolisme. Oleh sebab itu, perubahan suhu yang
besar pada ekosistem perairan dianggap merugikan (Clark, 1974).

6.4 Tingkat Kekeruhan Air


Kekeruhan dan Kecerahan Air
Kekeruhan berbanding terbalik dengan kecerahan. Kedua parameter ini
merupakan suatu ukuran bias cahaya dalam air yang disebabkan oleh adanya
partikel koloid dan suspensi dari suatu polutan, antara lain berupa bahan
organik, anorganik buangan industri, rumah tangga, budidaya perikanan dan
lain sebagainya yang terkandung di dalam perairan (Wardoyo, 1981).
Kekeruhan dan kecerahan merupakan salah satu faktor penting untuk
penentuan produktivitas suatu perairan alami. Meningkatnya kekeruhan
dapat menurunkan kecerahan perairan, serta mengurangi penetrasi matahari
ke dalam air sehingga dapat membatasi proses fotosintesis dan produktivitas
primer perairan.
Odum (1971) mengemukakan bahwa kekeruhan dapat berperan
sebagai faktor pembatas perairan oleh partikel-partikel tanah, sebaliknya
kekeruhan dapat berperan sebagai indikator bagi produktivitas hayati

perairan jika kekeruhan itu disebabkan oleh bahan-bahan organik dan


organisme hidup.

6.5 Drajat Keasaman (PH)


PH adalah derajat keasaman. Dalam air murni, pada suhu 25 C harga
pH = 7. Jika keasamannya bertambah harga [H ] membesar dan harga pH
pun turun dibawah 7. Sebaliknya jika basa, pH naik diatas 7. Harga pH dapat
diketahui dengan menggunakan kertas lakmus atau dengan pH paper. Istilah
dan konsep pH (Puissance de Hydrogen) dikemukakan oleh Sorensen (Alam
Ikan 1).
Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 68. Sedangkan pH air yang terpolusi berbeda-beda, tergantung dari jenis
buangannya. Contohnya air buangan pabrik pengalengan memiliki pH 6,2 7,6 air buangan pabrik susu memiliki pH 5,5 - 7,4. Perubahan keasamam
pada air buangan, baik kearah alkali (pH naik) maupun ke asam (pH turun).
Air buangan dengan pH rendah bersifat sangat korosif, terhadap baja dan
sering menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi (Alam Ikan 2).
Harga pH merupakan ukuran untuk konsentrasi ion hidrogen
dalam larutan akuatik. Harga pH menentukan apakah larutan bersifat basa,
netral atau basa. Jika pH 0 sangat asam, pH 7 netral, pH 14 sangat basa.
Harga pH dapat ditentukan dengan elektrometrik atau dengan indikator
warna.

Dengan elektormetrik didasarkan pada pengukuran tegangan listrik


antara 2 elektrode (elektrode acuan dan ukur) yang berada dalam larutan
yang mengandung ion-ion hidrogen. Sedangkan dengan indikator warna, pH
dapat dengan indikator yang dilarutkan atau disebarkan pada kertas
indikatornya. Perubahan warna indikator tergantung konsentrasi ion hidrogen
dalam larutan yang diukur. Nilai pH ditentukan dengan membandingakan
warna tersebut dengan warna larutan-larutan standar atau skala warna. Cara
ini tidak cocok untuk larutan warna yang sangat keruh (Alam Ikan 3).
Derajat keasamannya mendekati basa dengan nilai 8. terlarut di
sungai.

Hal

ini

membuktikan

bahwa

air

sungai

cukup

bagus

untuk

kelangsungan hidup organisme (Alam Ikan 4).


Contoh pH air yang sering ada atau kita pakai dan pegang setiap hari,
pH air air minum mineral yang sesuai standar DEPKES (6,5 - 8,5), pH air
minum demineral / murni / reverse Osmosis (6,0 - 7,5) sedangkan pH air yang
ideal adalah (7 atau netral), pH air hujan tergantung lokasi (3 - 6) sedangkan
air laut (>7,5)

Anda mungkin juga menyukai