Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN MENGGUNAKAN

METODE BISHOP DAN METODE FELLENIUS


PADA PIT PARIS PT. BUMI NIKEL NUSANTARA,
KABUPATEN KONAWE UTARA,
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PROPOSAL PENELITIAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MENCAPAI


DERAJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH

MUH. AKBAR IDRIS


R1D115063

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
Halaman Persetujuan

Proposal Penelitian

Analisis Kestabilan Lereng Dengan Menggunakan Metode Bishop


dan Metode Fellenius Pada Pit. Paris PT. Bumi Nikel Nusantara,
Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara

Diajukan oleh:

MUH. AKBAR IDRIS


R1D1 15 063

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Firdaus, M.si Erwin Anshari, S.Si., M.Eng


NIP. 19661231 199103 1 022 NIP. 19880628 201504 1 001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan

Erwin Anshari, S.Si., M.Eng


NIP. 19880628 201504 1 001
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perseroan Terbatas (PT) Bumi Nikel Nusantara (BNN) adalah salah satu

perusahaan pertambangan yang bergerak dalam bidang penambangan bijih nikel yang

terletak di daerah Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi

Tenggara. Perusahaan ini menerapkan sistem tambang terbuka (surface mining)

dengan menggunakan metode penambangan open pit. Penerapan metodenya dilakukan

dengan cara memotong bagian sisi bukit dari puncak menuju kebawah mengikuti garis

konturnya. Luas area penambangan pada PT. Bumi Nikel Nusantara ± seluas 10 Ha,

terbagi atas 2 pit yakni Pit Paris dan Pit Alaska.

Kestabilan pada lereng dapat ditentukan dengan menghitung nilai dari faktor

keamanan lereng dengan perbandingan antara gaya yang menahan lereng untuk tetap

dapat stabil dan gaya yang menggerakkan sehingga mengakibatkan longsoran. Untuk

di Pit paris kejadian berupa longsoran pernah terjadi sebelumnya, disebabkan karena

tidak stabilnya lereng pada penambangannya. Sebagaimana kita ketahui bahwa salah

satu aspek yang sering menimbulkan kecelakaan kerja di tambang yaitu mengenai

faktor kestabilan suatu lereng.

Berdasarkan uraian diatas sehingga penulis melakukan penelitian mengenai

“Analisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Metode Bishop dan Metode

Fellenius pada Pit Paris PT. Bumi Nikel Nusantara, Kabupaten Konawe Utara,

Provinsi Sulawesi Tenggara”.

1
2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dari

penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat kestabilan lereng berdasarkan nilai faktor keamanan pada Pit

Paris PT. BNN dengan menggunakan metode Bishop ?

2. Bagaimana tingkat kestabilan lereng berdasarkan nilai faktor keamanan pada Pit

Paris PT. BNN dengan menggunakan metode Fellenius ?

3. Bagaimana perbandingan tingkat kestabilan lereng antara metode Bishop dan

metode Fellenius berdasarkan nilai faktor keamanan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng berdasarkan nilai faktor keamanan

pada Pit Paris PT. BNN dengan menggunakan metode Bishop

2. Untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng berdasarkan nilai faktor keamanan

pada Pit Paris PT. BNN dengan menggunakan metode Fellenius

3. Untuk mengetahui perbandingan tingkat kestabilan lereng antara metode Bishop

dan metode Fellenius berdasarkan nilai faktor keamanan

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat menjadi referensi

bagi pihak-pihak yang ingin mengatasi longsoran khususnya di lereng area tambang.

Kemudian dimanfaatkan untuk dapat mengetahui nilai kestabilan lereng dengan

mengaplikasikan metode Bishop dan Fellenius serta mengetahui bagaimana nilai

untuk perbandingan kestabilan lereng dari kedua metode tersebut.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah dan Sifatnya

Ukuran dari partikel tanah adalah sangat beragam dengan variasi yang cukup

besar. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt)

atau lempung (clay) tergantung pada ukuran partikel tanah tersebut. Kerikil (gravel)

adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-kadang juga mengandung partikel-

partikel mineral quartz, feldspar dan mineral-mineral lainya. Pasir (sand) sebagian

besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar, butiran dari mineral yang lain juga

mungkin masih ada. Untuk lanau (silt) sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis

(berukuran sangat kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat

halus dan sejumlah partikel berbentuk lempengan-lempengan pipih yang merupakan

pecahan dari mineral-mineral mika. dan untuk lempung (clay) sebagian besar terdiri

dari partikel mikroskopis dari submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila

hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan

merupakan partikel-partikel dari mika (Rekzyanti dkk, 2016).

Dalam setiap kasus tanah yang tidak datar akan menghasilkan komponen

gravitasi dari berat yang cenderung menggerakan massa tanah dari elevasi yang lebih

tinggi ke elevasi yang lebih rendah (Pangemanaan dkk, 2014). Lereng yang didesain

akan terus dievaluasi pada periode tertentu karena apa yang didesain tidak selamanya

sesuai dengan kondisi aktual di lapangan. Hal ini disebabkan karena faktor dari luar

seperti adanya pelapukan pada dinding lereng yang setiap saat bisa menyebabkan

terjadinya kelongsoran (Metriani dkk, 2019).

3
4

B. Lereng

Lereng adalah bidang miring yang menghubungkan bidang-bidang lain yang

mempunyai elevasi yang berbeda. Lereng terbentuk secara alamiah maupun dengan

bantuan manusia. Ditinjau dari jenisnya, secara umum lereng terbagi atas tiga bagian

yaitu :

1. Lereng alam, yaitu lereng yang terjadi akibat proses-proses alamiah, misalnya

lereng pada perbukitan.

2. Lereng yang dibuat dalam pada tanah asli misalnya bilamana tanah dipotong untuk

pembuatan jalan atau saluran air irigasi.

3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan misalnya tanggul atau

bendungan urugan tanah (Rajagukguk dkk, 2014).

Lereng adalah bentuk yang sangat umum pada konstruksi proyek. Lereng dapat

terbentuk secara alami dan dapat juga dibuat oleh manusia. Karena dampak dari

faktor-faktor alam dan buatan manusia, ketidakstabilan lereng dapat mengakibatkan

kelongsoran. Oleh karena itu, bagaimana mendesain lereng dan bencana yang sering

disebabkan oleh ketidakstabilan lereng dapat berkurang menjadi minimum, merupakan

masalah seorang desainer geoteknik yang perlu dipertimbangkan dengan cermat

(Chunge dkk, 2015). Masalah stabilitas lereng menjadi hal yang penting karena

berhubungan dengan kegiatan penambangan. Jika terdapat longsor pada lereng yang

berdekatan dengan jalan angkut utama akan menyebabkan berbagai macam gangguan

pada proses penambangan dan hal itu tentu akan membahayakan jiwa dan merusak

peralatan yang ada (Audah dkk, 2017).


5

C. Konsep Kestabilan Lereng

Gerakan tanah merupakan suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan

atau batuan penyusun lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan

penyusun lereng tersebut. Definisi diatas menunjukkan bahwa massa yang bergerak

dapat berupa massa tanah, massa batuan atau pencampuran antara massa tanah dan

batuan penyusun lereng. Apabila massa yang bergerak ini didominasi oleh massa

tanah, dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring

ataupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai longsoran tanah.

Analisis stabilitas tanah pada permukaan tanah ini disebut dengan analisis stabilitas

lereng (Pangemanan dkk, 2014).

Analisis stabilitas lereng merupakan bagian area yang penting dalam rekayasa

Geoteknik. Runtuhnya suatu bidang permukaan merupakan yang paling penting dalam

menghitung faktor minimum keselamatan (FS) terhadap kegagalan geser atau geser.

Faktor keamanan untuk analisis stabilitas kemiringan biasanya didefinisikan sebagai

rasio dari kekuatan geser utama dibagi dengan stres geser dimobilisasi pada kegagalan

gagasan. Dalam menambang desain lereng yang stabil berdampak signifikan ekonomi

tambang terbuka. Monitoring stabilitas kemiringan sangat penting untuk memastikan

bahwa risiko terhadap personil, peralatan, bangunan dan infrastruktur lainnya, terletak

dekat dengan kaki atau puncak lereng yang dikelola dengan baik. Analisis stabilitas

kemiringan dapat dilakukan dengan metode limit kesetimbangan (LEM), metode batas

elemen (BEM), metode terbatas Element (FEM) atau metode volume terbatas (FVM)

(Nuric dkk, 2013).


6

Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan manusia)

serta lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dinyatakan secara

sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak yang bertanggung

jawab terhadap kestabilan lereng tersebut. Pada kondisi gaya penahan (terhadap

longsoran) lebih besar dari gaya penggerak, lereng tersebut akan berada dalam kondisi

yang stabil (aman). Namun, apabila gaya penahan menjadi lebih kecil dari gaya

penggeraknya, lereng tersebut menjadi tidak stabil dan akan terjadi longsoran

(Metriani dkk, 2019).

Sebuah lereng dikatakan stabil apabila lereng tersebut tidak mengalami

kelongsoran. Faktor-faktor yang menyebabkan lereng menjadi tidak stabil secara

umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan yaitu naiknya berat unit tanah

karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal, bertambahnya kecuraman

lereng karena erosi alami atau penggalian dan bekerjanya beban guncangan.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan, meliputi penyerapan air,

kenaikan tekanan air pori, beban guncangan atau beban berulang, pengaruh

pembekuan dan pencairan, hilangnya sementasi material, proses pelapukan dan

regangan berlebihan pada lempung sensitif (Takwin dkk, 2017).

Pada kondisi gaya penahan (terhadap longsoran) lebih besar dari gaya

penggerak, lereng tersebut akan berada dalam kondisi yang stabil (aman). Namun,

apabila gaya penahan menjadi lebih kecil dari gaya penggeraknya, lereng tersebut

menjadi tidak stabil dan akan terjadi longsoran (Pane dan Anaperta, 2019).
7

Analisis kestabilan lereng dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui nilai

faktor keamanan dari lereng tersebut. Nilai dari faktor keamanan lereng merupakan

hasil perbandingan antara kekuatan yang diperlukan dalam menahan dengan gaya

dorong yang ada (Lin dkk, 2014).

D. Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng

Analisis Kestabilan Lereng ditujukan untuk mendapatkan angka faktor

keamanan dari suatu bentuk lereng tertentu. Dengan diketahuinya faktor keamanan

memudahkan pekerjaan pembentukan atau perkuatan lereng untuk memastikan apakah

lereng yang telah dibentuk mempunyai risiko longsor atau cukup stabil (Rajagukguk

dkk, 2014). Secara sistematis faktor keamanan suatu lereng dapat ditulis dengan rumus

sebagai berikut :

(1)

Dengan penentuan, jika:


FK > 1,0 : Lereng dalam kondisi stabil

FK < 1,0 : Lereng tidak stabil

FK = 1.0 : Lereng dalam kondisi kritis

(Sandra dan Anaperta, 2018).

Terdapat sejumlah metode yang dapat digunakan dalam analisis kestabilan

lereng mulai dari yang sederhana, seperti metode kesetimbangan batas, sampai dengan

yang canggih dan rumit, seperti metode finite-element dan metode discrete-element.

Dari sejumlah metode yang ada tersebut metode irisan merupakan metode yang paling

umum dan digunakan sebagai metode untuk menganalisis kestabilan lereng. Terdapat
8

sembilan metode analisis kestabilan lereng dimana sebagian besar metode tersebut

memenuhi kesetimbangan gaya.

Faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng dibedakan menjadi dua

berdasarkan penyebabnya, yaitu faktor internal meliputi geometri lereng, kondisi air

tanah dan sifat geoteknik material serta faktor eksternal meliputi getaran dan gempa,

pelapukan dan erosi, ground subsidence akibat pembebanan, keadaan vegetasi dan

curah hujan ;

1. Faktor Internal :

a. Geometri Lereng. Semakin lereng tinggi, resiko yang dihadapi akan bertambah

besar. Ini disebabkan karena perubahan total tegangan (stress) yang dapat

menyebabkan konsentrasi tegangan pada kaki lereng semakin besar seiring ketinggian

lereng.

b. Kondisi Air Tanah. Keberadaan air tanah yang mengisi celah-celah pada timbunan

akan menambah berat beban yang ditanggung lereng.

c. Sifat Geoteknik Material. Sifat geoteknik dapat diperoleh dari pengujian triaksial

dan data uji kuat geser. Sifat yang menentukan tersebut yaitu nilai bobot isi, sudut

geser dalam dan kohesi.

2. Faktor Eksternal :

a. Getaran dan gempa. Getaran dimaksud dapat berasal dari berbagai sumber seperti

dari aktifitas peledakan atauaktifitas pengangkutan bahan galian yang menggunakan

alat berat.
9

b. Pembebanan. Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas (pembuatan/ peletakan

bangunan, misalnya dengan membuat permukiman) akan menambah gaya penggerak

yang menyebabkan longsor.

c. Keadaan Vegetasi. Hilangnya tumbuhan penutup, menyebabkan alur-alur pada

beberapa daerah tertentu. Penghanyutan makin meningkat sampai akhirnya terjadilah

longsor.

d. Curah Hujan. Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan berpengaruh

terhadap kejenuhan (Sr%) dan kadar air (w%). Hujan dapat meningkatkan kuantitas air

dalam tanah dan lebih jauh akan menyebabkan kondisi fisik tubuh lereng berubah-

ubah.

Usaha pencegahan merupakan tindakan pengamanan yang dilakukan agar

kemungkinan kerusakan yang lebih berat pada lokasi-lokasi yang menunjukkan

adanya gejala keruntuhan lereng atau daerah berpotensi longsor tidak terjadi. Usaha

pencegahan yang dapat dilakukan meliputi pengubahan geometri lereng,

mengendalikan air permukaan dan juga air rembesan, penambatan serta tindakan lain

(Noorchayo dkk, 2019).

Pada sebagian besar metode analisis, gaya normal diasumsi bekerja dipusat alas

dari tiap potongan, sebab potongan tipis. Ini diterapkan pada sejumlah asumsi. Metode

Bishop ini menggunakan asumsi (2n-1). Prinsip dasarnya sebagai berikut :

1. Kekuatan geser didefinisikan dengan menggunakan hubungan linear Mohr-

Coulomb.

2. Menggunakan keseimbangan normal.

3. Menggunakan keseimbangan tangensial.


10

4. Menggunakan keseimbangan momen (Sandra dan Anaperta, 2018).

Lereng tambang yang tidak stabil akan mengalami longsoran sampai lereng

tersebut menemukan keseimbangan yang baru dan menjadi stabil. Longsoran dapat

terjadi pada hampir setiap kemungkinan, perlahan-lahan ataupun secara tiba-tiba dan

dengan atau tanpa adanya suatu peringatan yang nyata (Pane dan Anaperta, 2019).

Kelongsoran pada area tambang akan mempengaruhi kelancaran operasi

tambang, sehingga pada saat melakukan perancangan tambang harus dilakukan analisa

kestabilan lereng terlebih dahulu untuk mengetahui nilai faktor keamanan dari suatu

lereng. Faktor keamanan sendiri merupakan perbandingan antara gaya penahan dan

gaya pendorong pada suatu lereng. Semakin besar gaya penahan maka lereng akan

semakin stabil (Aprilia dkk, 2019).

Macam-macam longsoran yang sering terjadi pada lereng tambang adalah

longsoran busur, longsoran bidang, longsoran baji, dan longsoran guling (Irwandy,

2016).

1. Longsoran Busur (Circular Failure), Longsoran jenis ini banyak terjadi pada lereng

tanah dan batuan lapuk atau sangat terkekarkan dan di lereng-lereng timbunan. Bentuk

bidang gelincir pada longsoran busur, sesuai dengan namanya, akan menyerupai busur

bila digambarkan pada penampang melintang.

Gambar 1. Longsoran Busur (Circular Failure)


(Sumber : Hoek dan Bray, 1981 dalam Irwandy, 2016)
11

2. Longsoran Bidang (Plane Failure), Longsoran bidang relatif jarang terjadi. Namun,

jika ada kondisi yang menunjang terjadinya longsoran bidang, longsoran yang terjadi

mungkin akan lebih besar (secara volume) daripada longsoran lain. Longsoran ini

disebabkan oleh adanya struktur geologi yang berkembang, seperti kekar (joint)

ataupun patahan yang dapat menjadi bidang luncur.

Gambar 2. Longsoran Bidang (Plane Failure)


(Sumber : Hoek dan Bray, 1981 dalam Irwandy, 2016)

3. Longsoran Baji (Wedge Failure), merupakan jenis longsoran yang sering terjadi

di lapangan. Sama halnya dengan longsoran bidang, longsoran baji juga diakibatkan

oleh adanya struktur geologi yang berkembang. Perbedaan pada longsoran baji adalah

adanya dua struktur geologi yang berkembang dan saling berpotongan.

Gambar 3. Longsoran Baji (Wedge Failure)


(Sumber : Hoek dan Bray, 1981 dalam Irwandy, 2016)

4. Longsoran Guling (Toppling Failure), Longsoran guling umumnya terjadi pada

lereng yang terjal dan pada batuan yang keras, dimana struktur bidang lemahnya
12

berbentuk kolom. Longsoran guling ini terjadi apabila bidang-bidang lemah yang

terdapat pada lereng mempunyai kemiringan yang berlawanan dengan kemiringan

lereng.

Gambar 4. Longsoran Guling (Toppling Failure)


(Sumber : Hoek dan Bray, 1981 dalam Irwandy, 2016)

E. Standar Faktor Keamanan Lereng

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan dan studi-studi yang

menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka dibagi 3 kelompok rentang Faktor

Keamanan (FK) ditinjau dari intensitas kelongsorannya (Bowles, 1989), seperti yang

diperlihatkan pada tabel 1.

Tabel 1. Hubungan Nilai Faktor Keamanan dan Intensitas Longsor (Bowles 1989,
dalam sumber Ali dkk, 2017)
No Nilai Faktor Keamanan Kejadian/ Intensitas Longsor
1 FK < 1,07 Longsor sering terjadi (Lereng Labil)
2 FK antara 1,07 sampai 1,25 Longsor pernah terjadi (Lereng Kritis)
3 FK > 1,25 Longsor jarang terjadi (Lereng relatif stabil)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng yaitu :

1. Jenis dan keadaan lapisan tanah/batuan pembentuk lereng.

2. Bentuk geometris penampang lereng (misalnya tinggi dan serta kemiringan lereng).

3. Penambahan kadar air pada tanah (adanya rembesan atau infiltrasi hujan).

4. Berat dan distribusi beban.


13

5. Getaran dan gempa.

6. Soil Properties (c, ϕ γ) (Takwin dkk, 2017).

Ada beberapa cara untuk menstabilkan lereng yang berpotensi terjadi

kelongsoran. Pada prinsipnya ada dua cara yang dapat digunakan untuk menstabilkan

suatu lereng, yaitu:

1. Memperkecil gaya penggerak atau momen penyebab longsor. Gaya atau momen

penyebab longsor dapat diperkecil dengan cara merubah bentuk lereng, yaitu dengan

cara: merubah lereng lebih datar atau memperkecil sudut kemiringan, memperkecil

ketinggian lereng, dan merubah lereng menjadi lereng bertingkat (multi slope).

2. Memperbesar gaya lawan atau momen penahan longsor. Gaya lawan atau momen

penahan longosr dapat diperbesar dengan beberapa cara yaitu: menggunakan counter

weight yaitu tanah timbunan pada kaki lereng. Cara ini mudah dilaksanakan asalkan

terdapat tempat dikaki lereng untuk tanah timbunan tersebut, dengan mengurangi air

pori di dalam lereng, dan dengan cara mekanis yaitu dengan memasang tiang pancang

atau tembok penahan tanah (Pangemanan dkk, 2014).

F. Analisis Kesatabilan Lereng Tanah dengan Metode Bishop

Metode Bishop merupakan metode yang diperkenalkan oleh A.W. Bishop

menggunakan cara potongan dimana gaya-gaya yang bekerja pada tiap potongan.

Metode Bishop dipakai untuk menganalisis permukaan gelincir (slip surface) yang

berbentuk lingkaran. Dalam metode ini diasumsikan bahwa gaya-gaya normal total

berada/ bekerja dipusat alas potongan dan bisa ditentukan dengan menguraikan gaya-

gaya pada potongan secara vertikal atau normal (Sandra dan Anaperta, 2018). Metode

Bishop disederhanakan (Bishop. 1955) menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja


14

pada sisi-sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal (Hardiyatmo, 2017).

Metode ini sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh

kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum (Pane

dan Anaperta, 2019).

Metode Bishop merupakan metode yang paling populer dalam analisis

kestabilan lereng. Anggapan yang dipakai pada metode ini yaitu besarnya gaya geser

antar-irisan ialah sama dengan nol (X=0) dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur

lingkaran. Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah

kesetimbangan momen pada pusat lingkaran bidang keruntuhan untuk setiap irisan dan

kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan, sedangkan kesetimbangan

gaya dalam arah horisontal tidak dapat dipenuhi (dapat dilihat pada Tabel 2).

Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi

semua kondisi kesetimbangan seperti metode Kesetimbangan Batas Umum atau

metode Spencer, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok dipakai untuk

menghitung secara otomatis bidang runtuh kritis yang bentuknya berupa busur

lingkaran untuk meperoleh harga faktor keamanan optimum (Noorchayo dkk, 2019).

Tabel 2. Kesetimbangan Gaya Beberapa Metode Irisan


Kesetimbangan
No Metode Gaya Gaya
Momen
Vertikal Horizontal
1. Irisan biasa (Fellenius) Tidak Tidak Ya
2. Bishop yang disederhanakan Ya Tidak Ya
3. Janbu yang disederhanakan Ya Ya Tidak
4. Janbu yang umum Ya Ya Tidak
5. Lowe- Karafiah Ya Ya Tidak
6. Corps of Engineer Ya Ya Tidak
7. Spencer Ya Ya Ya
8. Morgenstern-Price Ya Ya Ya
9. Kesetimbangan Batas Umum Ya Ya Ya
Sumber : (Noorchayo dkk, 2019)
15

Dengan memperhitungkan seluruh keseimbangan gaya, maka rumus untuk

faktor keamanan (FK) metode Bishop yaitu sebagai berikut :

(2)

Dengan :
F = Faktor aman
c’ = Kohesi tanah efektif (kN/m2 )
φ’ = Sudut gesek dalam tanah efektif (o)
bi = Lebar irisan ke-i (m)
Wi = Berat irisan tanah ke-i (kN)
θi = Sudut yang didefinisikan dalam Gambar 5 (o)
ui = Tekanan air pori pada irisan ke-i (o)
(Hardiyatmo, 2017)

G. Analisis Kesatabilan Lereng Tanah dengan Metode Fellenius

Analisis stabilitas lereng dengan metode ini menganggap gaya-gaya yang

bekerja pada sisi kanan kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah

tegak lurus bidang longsornya (Pratama dkk, 2014). Gaya-gaya dan asumsi bidang

pada tiap pias bidang longsor dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b)
Gambar 5. Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Irisan
(Sumber : Hardiyatmo, 2017)
16

Faktor aman didefinisikan sebagai,

(3)

Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin sin θ, maka :
(4)

Dengan :
R = Jari-jari lingkaran bidang longsor
N = Jumlah irisan
= Berat massa tanah irisan ke-i
= Sudut yang didefinisikan pada gambar Gambar 5. (a)

Dengan cara yang sama, momen yang, momen yang menahan tanah akan

longsor, adalah:

(5)
sehingga persamaan untuk faktor aman menjadi,

(6)

Faktor Keamanan Fellenius :

(7)
Dengan :
F = Faktor aman
c = Kohesi tanah (kN/m2)
φ = Sudut gesek dalam tanah (o)
ai = Panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = Berat irisan tanah ke-i (kN)
ui = Tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
= Sudut yang didefinisikan dalam Gambar 5
(Hardiyatmo, 2017).
17

H. Pengaruh Tekanan Tanah kaitannnya dengan Faktor Gempa

Perpindahan tanah selama gempa bumi meyebabkan momen inersia yang besar

pada lereng. Pada saat lereng mengalami pengaruh gempa dapat diasumsikan bahwa

tanah tersebut akan mengalami sedikit penurunan pada kekuatan lereng karena beban

siklis. Sampai pertengahan tahun 1960, sebagian besar dari lereng dianalisis dengan

menggunakan metode pseudostatik. Seperti yang ditunjukkan gambar di bawah ini,

ABC adalah lingkaran dengan pusat pada titik O, mengingat panjang lereng gaya yang

bekerja pada permukaan adalah sebagai berikut :

a. Sebuah berat wedge, W

b. Inersia berlaku pada wedge, yang merupakan efek gempa bumi. Faktor

adalah koefisien rata-rata percepatan horizontal.

c. Menolak gaya persatuan luas (s) yang merupakan kekuatan geser tanah bertindak

sepanjang kegagalan percobaan ABC faktor keamanan sehubungan dengan kekuatan

Fs.

Gambar 6. Analisis Stabilitas Untuk Lereng dengan Pengaruh Gempa


(Sumber : Rekzyanti dkk, 2016)
Dengan :
Wedge = Baji
18

W = Luas Tiap Irisan


= Koefisien Gaya Gempa Irisan
s = Luas
R = Jari-jari
L = Panjang Lereng
(Rekzyanti dkk, 2016).

Tekanan Tanah Akibat Beban Gempa

Gempa bumi dapat mengakibatkan gerakan dan keruntuhan lereng alam maupun

buatan. Kecuali itu, gempa bumi dapat adanya :

1. Liquefaction pada massa tanah (terutama pada tanah-tanah granuler).

2. Perubahan tekanan air pori dan tegangan efektif dalam massa tanah.

3. Timbulnya retak-retak vertikal yang dapat mereduksi kuat geser tanah (Rekzyanti

dkk, 2016).

I. Analisis Laboratorium Mekanika Tanah

Analisis laboratorium mekanika tanah dilakukan dengan maksud untuk

mengetahui parameter-parameter tanah yang akan dibutuhkan pada analisis stabilitas

lereng. Data parameter tanah yang dibutuhkan diantaranya :

1. Sifat Fisik Tanah

Bobot Isi Tanah. bobot isi tanah (Bulk density) menunjukkan perbandingan

antara berat tanah dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bulk density

merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk

density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau menembus tanah. Bobot isi tanah

(γ) dapat dicari dengan rumus:

Bobot isi tanah : γ = (8)


Dengan :
γ = Bobot isi tanah (gram/cm3)
W1 = Massa tanah + ring sampel (gram)
19

W2 = Massa ring sampel (gram)


V = volume ring sampel (cm3)
(Sandra dan Anaperta, 2018).

2. Sifat Mekanika Tanah

Uji laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik tanah dengan

pengujian Uji Geser Langsung (Direct Shear test). Pengujian ini dimaksudkan untuk

menentukan nilai kekuatan geser tanah dengan cara menggeser conto tanah yang

diberi beban normal (N). Kekuatan tanah diperoleh dari percobaan tersebut adalah

dalam kondisi drained, karena air didalam pori tanah diizinkan keluar selama

pembebanan.

Ada beberapa teori untuk menentukan kekuatan geser tanah, namun yang umum

dipakai adalah metode Mhor-Coulomb. Mhor dan Coulomb menyatakan bahwa

kekuatan geser tanah merupakan fungsi dari kohesi dan sudut geser dalam tanah.

Kekuatan geser tanah dapat ditentukan sebagai berikut :

τf = c + σ tan ϕ (9)
Dengan :
τf = Kekuatan geser tanah (kN/m2)
c = Kohesi tanah (kN/m2)
σ = Tekanan normal (kN/m2)
ϕ = Sudut geser dalam (º)

Besarnya nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ϕ) dapat ditentukan melalui

hubungan antara tegangan normal (σ) dan tegangan geser (τ). Maka besarnya

tegangan normal (σ) dan tegangan geser (τ) dapat diperoleh dari rumus :

Tegangan normal : σ = (10)


Dengan :
σ = Tegangan normal (kN/m2)
N = Beban Normal (kN)
A = Luas conto (m2)
20

Tegangan geser : τ = (11)


Dengan :
τ = Tegangan geser (kN/m2)
T = Gaya geser terbesar (kN)
A = Luas conto (m2)
(Budi, 2011).
J. Analisis Sebab-sebab Kelongsoran

Apabila tanah bergerak, bidang gelincir atau bidang longsor merupakan zona

tanah dengan ketebalan tertentu yang umumnya pada bidang ini rongga pori tanah

menjadi lebih besar dari kondisi sebelum gerakan tanah terjadi. Selanjutnya, bila tanah

telah bergerak longsor, berarti tahanan tanah dalam menahan gaya geser pada zona

gelincir ini telah terlampaui, atau dengan kata lain pada kondisi tersebut faktor aman

terhadap staabilitas lereng telah kurang dari satu. Lereng akan stabil, bila gaya yang

menggeser tanah pada bagian atas lebih kecil daripada tahanan geser maksimum yang

dapat dikerahkan tanah pada bidang longsor. Beban lereng dapat berupa berat sendiri

tanah, tumbuh-tumbuhan serta bangunan yang berada di permukaan tanah, termasuk

beban dinamis oleh gempa bumi atau angin.

Untuk tanah-tanah yang mengandung banyak partikel berbutir halus, seperti

tanah lempung atau campuran tanah yang mengandung lempung (campuran lempung,

lanau dengan sedikit butiran pasir), maka sebelum tanah runtuh, dipermukaan tanah

akan tampak retak-retak. Kondisi ini mengindikasikan telah terjadi gerakann tanah dan

mungkin keseimbangan kritis antara gaya geser yang timbul akibat beban tanah yang

akan longsor dengan tahanan geser tanah pada bidang gelincirnya telah terjadi. Saat

hujan turun, air hujan yang menggenang di permukaan atau yang berinfiltrasi ke dalam

tanah akan menambah beban yang harus didukung lereng. Selain itu, bila tanah retak
21

dan retakan tetap dibiarkan terbuka, dan kemudian terisi air hujan, maka akan semakin

menambah potensi longsornya tanah. Karena selain air hujan akan semakin menambah

licin bidang geser atau mengurangi tahanan geser tanah, juga akan menggenangi

retakan yang menimbulkan tambahan gaya lateral pada lerenng, sehingga merupakan

tambahan gaya dorong yang cenderung melongsorkan lereng (Hardiyatmo, 2017).

K. Metode-metode Perbaikan Lereng

Beberapa metode perbaikan lereng antara lain :

1. Dinding penahan konvensional. Dinding penahan tanah adalah suatu dinding yang

direncanakan untuk menahan permukaan tanah yang memiliki perbedaan tinggi pada

masing-masing sisi. Mengandalkan berat sendiri dan gesekan tanah dasar untuk

memikul gaya-gaya longsoran seperti tekanan lateral. Umumnya konstruksi ini dibuat

dari material pasangan batu kali atau beton bertulang, dan campuran dari keduanya.

2. Konstruksi sheetpile atau tiang pancang. Konstruksi yang pada prinsipnya

mengandalkangaya gaya pasif dari tanah dasar dan kekakuan konstruksi sheet pile.

Umumnya terbuat dari beton bertulang.

3. Perkuatan material geosintetik. Geosintetik merupakan material yang terbuat dari

bahan-bahan sintetik dan sudah banyak digunakan sebagai solusi dalam masalah-

masalah geoteknik seperti kelongsoran lereng dan timbunan, penurunan konsolidasi,

konstruksi perkuatan lereng/ timbunan, dan juga memberikan ketahanan yang cukup

baik terhadap gempa. Geosintetik dibagi menjadi beberapa golongan seperti geotekstil,

geogrid, geomembran, dan lain sebagainya, mempunyai beberapa fungsi utama seperti

separasi, filtrasi, perkuatan, drainase, proteksi, dan lapisan kedap. Konstruksi yang
22

pada prinsipnya menggunakan material geosintetik selaku elemen perkuatan dan

bertujuan untuk memotong garis kelongsoran.

4. Soil nailing (tie back). Soil Nailing adalah konstruksi perkuatan yang menggunakan

batangan-batangan besi sebagai pemotong garis kelongsoran lereng. Cara aplikasi

meode ini adalah dengan memasukkan/ menyuntikkan batang besi batangan ke dalam

lereng (Takwin dkk, 2017).


III. METODE PENELITIAN

A. Waktu, Lokasi, dan Kesampaian Daerah

Secara administrasi, lokasi penelitian berada di PT. Bumi Nikel Nusantara

(BNN), Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Wilayah blok IUP Operasi Produksi seluas 10 hektar, yang terdiri atas Pit Paris dan Pit

Alaska. Luas masing-masing pit terbagi atas 5 hektar dan telah dibuka seluas 2,5

hektar untuk tiap-tiap pit nya. Lokasi ini dapat diakses menggunakan sepeda motor

dari Kendari menuju Kecamatan Andowia dengan waktu tempuh ± 2,5-3 jam. Adapun

lokasi yang dimaksud disajikan dalam Gambar 7.

23
24

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian (Sumber : PT. Bumi Nikel Nusantara)


25

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dan diamati secara langsung di lapangan dengan melihat

bagaimana kondisi lereng, dan menentukan faktor keamanan lereng tersebut.

C. Tahap Penelitian

Tahapan yang akan dilakukan pada penelitian ini terdiri dari beberapa langkah

yaitu tahap studi literatur, tahap pengambilan data serta sampel, pengujian sampel

tanah, pengolahan data dan analisis data. Untuk lebih jelasnya tahapan yang dimaksud

adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Tahap ini meliputi kegiatan pengumpulan literatur-literatur terkait dengan

analisis kestabilan lereng dengan menggunakan metode Bishop dan metode Fellenius

pada penambangan nikel. Literatur-literatur tersebut dapat berupa buku-buku yang

menyangkut judul penelitian, jurnal-jurnal, dan sumber lainnya.

2. Pengambilan Data

Pengambilan data ini dilakukan dengan mengumpulkan data, berupa data primer

dan data sekunder. Kemudian akan diolah serta dianalisis untuk diperoleh hasilnya.

a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui

pengamatan langsung keadaan di lokasi penelitian. Data Primer yang dibutuhkan pada

penelitian ini yaitu berupa :

1. Pengambilan sampel tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan secara langsung di

lapangan berdasarkan perlapisan tanah dengan menggunakan tabung (pipa paralon),

sampel tanah yang akan diambil merupakan sampel tanah yang tidak terganggu. Selain
26

itu juga diperlukannya data berupa bobot isi tanah ( , kohesi (c dan sudut geser

dalam ( .

2. Pengambilan Data Geometri Lereng. Data yang dibutuhkan dalam menganalisis

kestabilan lereng yakni berupa: (tinggi, lebar, dan sudut kemiringan jenjang), serta

data titik koordinat tiap pengambilan sampel tanah.

b. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi literatur PT. Bumi

Nikel Nusantara, untuk mendukung data-data penelitian berupa :

1. Peta IUP Daerah Penelitian, dimaksudkan untuk mengetahui batas-batas IUP daerah

penelitian.

2. Data Topografi, diperoleh dari kegiatan survei lapangan yang dilakukan dengan

meggunakan peralatan survei oleh perusahaan.

3. Pengolaha Data

a. Analisis Laboratorium Mekanika Tanah

Analisis laboratorium mekanika tanah yang akan dilakukan untuk mengetahui

jenis sifat fisik dan sifat mekanik tanah.

1. Sifat Fisik Tanah. Sifat fisik tanah yang dibutuhkan berupa nilai bobot isi tanah (γ).

Adapun prosedur pengujian sifat fisik tanah, berupa : Peralatan, Cara Uji, dan

Perhitungan.

2. Sifat Mekanik Tanah. Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik tanah maka dilakukan

pengujian Uji Geser Langsung (Direct Shear Test). Sifat mekanik tanah yang

dibutuhkan berupa nilai kohesi tanah (c) dan nilai sudut geser dalam (ϕ). Adapun
27

prosedur pengujian sifat mekanik tanah, yaitu berupa : Peralatan, Cara Uji, dan

Perhitungan.

b. Pengolahan Data Geometri Lereng

1. Membuat gambaran lereng secara 2 dimensi dengan menggunakan software slide

6.0 dengan sebagai acuan untuk Faktor Keamanan metode Bishop yaitu

sedangkan untuk Faktor Keamanan

metode Fellenius yaitu juga berdasarkan data geometri

lereng yang diperoleh di lapangan tiap blok yang meliputi tinggi, lebar, dan sudut

kemiringan tiap jenjang.

2. Menentukan titik pusat busur longsor dan bidang gelincir dengan melihat nilai

kemiringan lereng ( ) yang telah diketahui dan grafik sudut geser dalam (ϕ) maka

dapat diketahui nilai distance X (titik pusat busur longsor) dan nilai distance Y (tinggi

titik pusat busur longsor dari dasar lereng).

4. Analisis Data

Penentuan Nilai Faktor Keamanan (FK) Menggunakan Metode Bishop dan

Metode Fellenius

Untuk menentukan nilai Faktor Keamanan dengan menggunakan metode Bishop

yaitu , sedangkan untuk metode

Fellenius
28

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini diperlihatkan dalam Tabel

3 berikut, yaitu :

Tabel. 3 Instrumen Penelitian


No Alat dan Bahan Kegunaan
Sebagai alat untuk mengukur tinggi, panjang dan
1. Meteran
lebar jenjang
Sebagai alat untuk mengambil dan membungkus
2. Pipa paralon 3 inch
sampel tanah
Sebagai alat untuk mengambil slope/ kemiringan
3. Kompas Geologi
lereng
Sebagai alat untuk menentukan titik koordinat
4. GPS
pengambilan sampel geotek
Sebagai alat bantu dalam penentuan nilai faktor
5. Software Slide 6.0
keamanan
6. Palu Geologi Sebagai alat untuk memukul tabung
29

E. Diagram Alir Penelitian


Mulai

Studi Literatur

Pengambilan Data

Data Primer Data Sekunder


1. Sampel Tanah (bobot isi 1. Peta IUP Daerah
tanah, kohesi, dan sudut Penelitian.
geser dalam). 2. Data Topografi
2. Data Geometri Lereng
(kemiringan lereng, tinggi
lereng, dan lebar lereng).

Pengolahan Data
1. Analisis Laboratorium Mekanika tanah
a. Penentuan Sifat fisik tanah (bobot isi tanah), menggunakan
persamaan γ =
b. Penentuan sifat mekanik tanah (Kohesi dan sudut geser
dalam) menggunakan parameter tegangan normal (σ) dengan
persamaan σ = dan tegangan geser (τ) dengan persamaan: τ =
2. Data Geometri Lereng
a. Membuat sketsa dua (2) dimensi menggunakan software Slide
6.0 dengan acuan Fk metode Bishop

,Fk metode

Fellenius juga berdasarkan

data geometri lereng (tingggi, lebar, dan sudut kemiringan


lereng).
b. Membuat titik pusat busur longsor dan bidang gelincir.

A
30

Analisis Data

1. Penentuan nilai FK menggunakan metode Bishop,


menggunakan rumus perhitungan

dan

penentuan nilai FK dengan metode Fellenius menggunakan

perhitungan

2. Menggunakan ketetapan Bowles (1989) dalam menentukan


intensitas kelongsoran berdasarkan nilai Faktor Keamanan.

Hasil
Nilai Faktor Keamanan :
a.Nilai FK <1,07 dikatakan
lereng tidak stabil.
b.Nilai FK >1,25 dikatakan
lereng relatif stabil.

Selesai

Gambar 8. Diagram Alir Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Ali, R.K., Najib., Nasrudin, A. 2017. Analisis Peningkatan Faktor Keamanan Lereng
Pada Areal Bekas Tambang Pasir Dan Batu di Desa Ngablak, Kecamatan
Cluwak, Kabupaten Pati. Promine Journal. Vol. 5 (1). Hal 10 – 19

Aprilia, J., Muslim, D., Zakaria, Z., Tedy, O. 2019. Evaluasi Kestabilan Lereng
Tambang Batubara Pit ‘XY’ Menggunakan Metode Kesetimbangan Batas PT.
Bukit Asam Tbk. Padjajaran Geoscience Journal. Vol. 3. No 3. Hal 175-181.
ISSN : 2597-4033

Audah., Toha, M.T., Sudarmono, D. 2017. Analisis Kestabilan Lereng Menggunakan


Metode Slope Mass Rating Dan Metode Stereografis Pada Pit Berenai Pt.
Dwinad Nusa Sejahtera (Sumatera Copper And Gold) Kabupaten Musi Rawas
Utara Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Pertambangan. Vol. 1. No.5. Hal 36-
43. ISSN : 2549-1008

Budi, G.S. 2011. Panduan dan Penjelasan Pengujian Tanah di Laboratorium. Graha
Ilmu. Yogyakarta. ISBN : 978-979-756—752-1

Chunge, L., Congliang, W., Xiaolan, D. 2015. Reliability Analysis Of Slope Stability
By Central Point Method. Journal Of Engineering Research And Applications.
Vol. 5. Issue 2. Hal 77-80. ISSN : 2248-9622

Hardiyatmo, H.C. 2017. Mekanika Tanah 2. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta. Hal 1-400

Irwandy, A. 2016. Geoteknik Tambang. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. ISBN :
978-602-03-2735-8

Lin, H., Zhong, W., Xiong, W., Tang, W. 2015. Slope Stability Analysis Using Limit
Equilibrium Method In Nonlinear Criterion. The Scientific World Journal,
vol. 2015. Hal 1-7

Metriani, R., Anaperta, Y.M., Saldy, T.G. 2019. Analisis Balik Kestabilan Lereng
Dengan Menggunakan Metode Bishop yang disederhanaka9n Pada Front II
Existing Tambang Quarry PT. Semen Padang, Sumatera Barat. Jurnal Bina
Tambang, Vol. 4. No. 4. Hal 49-58. ISSN: 2302- 3333

Noorchayo, A., Toha, M.T., Bochori. 2019. Stabilitas Lereng Disposal Serelo Selatan
Di Pt. Bumi Merapi Energi. Jurnal Pertambangan Vol. 3. No 4. ISSN : 2549-
1008
Nuric, A., Nuric, S., Kricak, L., Husagi, R. 2013. Numerical Methods In Analysis Of
Slope Stability. International Journal Of Science And Engineering
Investigations. Vol. 2. Issue. 14. Hal 41-48. ISSN: 2251-8843

Pane, R.A., Anaperta, Y.M. 2019. Karakterisasi Massa Batuan dan Analisis
Kestabilan Lereng Untuk Evaluasi Geometri Lereng di Pit Barat Tambang
Terbuka PT. AICJ (Allied Indo Coal Jaya) Kota Sawahlunto Provinsi
Sumatera Barat. Jurnal Bina Tambang. Vol. 4. No. 3. Hal 218-232. ISSN:
2302-3333
Pangemanan, V.G.M., Turangn, A.E., Sompie, O.B.A. 2014. Analisis Kestabilan
Lereng Dengan Metode Fellenius (Studi Kasus: Kawasan Citraland). Jurnal
Sipil Statik. Vol. 2. No.1. Hal 37-46. ISSN: 2337-6732

Pratama, R.B., Muhibbi, I.M., A, I.D & Hardiyati, S. 2014. Analisis Kestabilan Lereng
Dan Alternatif Penanganannya (Studi Kasus Longsoran Jalan Alternatif
Tawangmangu STA 3+150 – STA 3++200, Karanganyar). Vol. 3. No 3. Hal
573—585

Rajagukguk, O.C.P., A.E, T., Monintja, S., 2014. Analisis Kestabilan Lereng Dengan
Metode Bishop (Studi Kasus: Kawasan Citraland sta.1000m). Jurnal Sipil
Statik. Vol. 2. No. 3. Hal 140-147. ISSN: 2337-6732

Rekzyanti, R., Balamba, S., Manaroinsong, L. 2016. Analisa Kestabilan Lereng Akibat
Gempa (Studi Kasus : Iain Manado). Tekno Vol.14. No. 66. Hal 23-33. ISSN :
0215-9617

Sandra, H., Anaperta, Y.M. 2018. Analisis Kesetabilan Lereng Studi Kasus Area
Tambang Rakyat di Bukit Tui S0°28'43.15" E100°24'16.24"-S0°28'43.15"
E100°24'15.28" Kecamatan Padang Panjang Barat Kabupaten Padang
Panjang. Jurnal Bina Tambang. Vol. 3. No. 4. Hal 1657-1670. ISSN: 2302-
3333

Takwin, G.A., A.E, T., Rondonuwu, S.G. 2017. Analisis Kestabilan Lereng Metode
Morgenstern-Price (Studi Kasus : Diamond Hill Citraland). Tekno Vol. 15.
Hal 66-76. ISSN : 0215-9617

Anda mungkin juga menyukai