Anda di halaman 1dari 7

Hal ini dinyatakan oleh Allah SWT.

dalam firman-Nya:

ِ ‫سو ِل ِه َو ْال ِكت َا‬


ُ ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا َء ِامنُوا بِاهللِ َو َر‬ ‫ب الَّذِي أ َ ْنزَ َل ِم ْن قَ ْب ُل َو َم ْن يَ ْكفُ ْر بِاهللِ َو َم ََلئِ َكتِ ِه‬
‫سو ِل ِه‬ ِ ‫َو ْال ِكت َا‬
ُ ‫ب الَّذِي ن ََّز َل َعلَى َر‬
‫ َو ُكت ُ ِب ِه‬‫ضَلَالً َب ِعيدًا‬ ِ ْ‫س ِل ِه َو ْال َي ْو ِم ا‬
َ ْ‫آلخ ِر فَقَد‬
َ ‫ض َّل‬ ُ ‫َو ُر‬
"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada
kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya." (Q.s. an-Nisâ [4]:
136)

ini jelas berbeda dengan kepercayaan pada hantu, misalnya, yang sama sekali tidak terbukti
realitasnya, baik secara indrawi maupun penukilan yang dinyatakan oleh nash yang qath'i.
Adapun keyakinan terhadap qadhâ' dan qadar, sebagaimana yang dibahas oleh Mutakallimin,
sebagai perbuatan yang memaksa manusia, baik yang berasal darinya maupun yang menimpa
dirinya, serta khasiyyât benda diciptakan Allah; dimana baik dan buruknya semata-mata dari
Allah adalah keyakinan yang sesuai dengan realitas, baik perbuatan maupun benda.
Semuanya ini membuktikan rasionalitas akidah Islam sebagai keyakinan yang bulat, tidak
bertentangan dengan realitas dan bersumber dari dalil. Dengan keyakinan yang rasional
mengenai adanya Allah sebagai pencita alam, manusia dan kehidupan, serta keyakinan yang
rasional mengenai al-Qur'an sebagai syariat yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad agar
disampaikan kepada seluruh umat manusia, sebagai standar akuntabilitas di hadapan Allah, serta
Muhammad sebagai Rasul, sang pembawa dan penjelas syariat, dan Hari Kiamat yang menjadi
hari pembalasan dan perhitungan (hisâb), maka gambaran tersebut akan mempengaruhi tingkah
lakunya dalam kehidupan, yang akan menempatkannya pada jalur yang benar dan konsisten.
Pada saat itulah, visi dan misi hidupnya sebagai pengemban risalah yang agung dan mulia di
muka bumi akan terwujud. Kemudian, sistem yang terpancar dari risalah tersebut akan
ditegakkan di muka bumi dengan dorongan keyakinan yang bulat serta ketakwaan yang tinggi
kepada Allah SWT. Inilah hakikat akidah rasional Islam, yang memancarkan sistem dalam
kehidupan.
Dengan demikian, akidah Islam merupakan akidah yang dibangun berdasarkan akal. Sebab,
setiap muslim dituntut agar mengimani semua perkara yang diyakininya dengan akal, baik secara
langsung dengan akal maupun secara tidak langsung bila memang tidak bisa dijangkau oleh akal;
yaitu dengan memahami realitas yang dinyatakan oleh dalil-dalil dari nash qath’I (Al Quran dan
As Sunnah) yang telah dibuktikan kebenarannya dengan akal. Disamping itu akidah Islam juga
sesuai dengan fitrah manusia. Sebab, akidah Islam mengakui kebutuhan manusia kepada Allah
Sang Pencipta, bukan hanya untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, tapi juga
hubungan manusia dengan sesamanya, dan dengan dirinya sendiri.

Lahirnya Sistem Islam dari Akidah Islam

Sebagai akidah rasional yang memancarkan sistem, ideologi Islam mempunyai proses yang
berbeda dengan Kapitalisme maupun Sosialisme. Jika realitas kehidupan dan akal manusia
merupakan satu-satunya sumber bagi Kapitalisme untuk melahirkan sistemnya, sementara faktor
produksi dan akal manusia merupakan satu-satunya sumber bagi Sosialisme untuk melahirkan
sistemnya, maka Islam berbeda dengan keduanya. Sistem Islam lahir dari sumber yang tetap,
yaitu nash-nash syara’ yang tetap, Al Quran dan As Sunnah, serta apa yang ditunjukkan oleh
keduanya sebagai sumber sistem yang layak, yakni Ijma’ Sahabat Rasulullah saw. dan Qiyas;
dengan cara memahami nash-nash tersebut, memahami realitas yang terjadi dalam kehidupan,
dan mengkompatibelkan realitas dengan nash. Jika realitas itu kompatibel dengan nash, berarti
hukum yang terdapat dalam nash tersebut merupakan hukum atas realitas itu. Dan demikian
sebaliknya. Dengan mekanisme ini, sistem Islam tidak akan mengalami perubahan sepanjang
waktu dan tempat. Pada waktu yang sama, di setiap waktu dan tempat akan lahir para ahli hukum
Islam (fuqaha/mujathid) yang akan mampu menggali hukum (ijtihad) dari nash-nash tersebut
untuk menyelesaikan berbagai persoalan baru yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Adapun sistem yang lahir dari akidah Islam adalah sistem yang mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan dirinya sendiri.
Sistem tersebut meliputi dua aspek: Pertama, penyelesaian masalah (mu'âlajah li masyâkil al-
insân), yang meliputi: 'ibadâh, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan jihad; mu'âmalah seperti
sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan politik luar negeri; serta akhlâq. Kedua,
metode (tharîqah), baik untuk menerapkan Islam, seperti Khilafah Islam, atau menjaga Islam,
seperti sanksi hukum ('uqûbât) yang dterapkan oleh Khilafah Islam, ataupun menyebarluaskan
Islam, seperti dakwah dan jihad yang diemban oleh Khilafah Islam.
Maka, dengan adanya Khilafah Islam, seluruh penyelesaian masalah yang lahir dari akidah Islam
tersebut bisa diterapkan dan dijaga, sehingga tidak ada satupun hukum Islam yang diabaikan,
atau bahkan ditinggalkan. Dalam hal ini, al-Ghazâli menyatakan:

"Agama adalah asas, sedangkan sulthan (imam atau khalifah) adalah penjaga; Apa saja yang
(tegak) tanpa asas, pasti akan runtuh, sedangkan apa saja yang (ada) tanpa penjaga, pasti juga
akan hilang."

Khilafah Islam akan mengadopsi hukum Islam untuk menjadi UUD dan perundang-undangan
negara. Dengan cara itulah, hukum-hukum Islam tersebut bisa diterapkan. Ini didukung dengan
ketakwaan rakyat, dan kontrol masyarakat yang tinggi terhadap setiap bentuk penyimpangan atau
penyelewengan dari hukum tersebut.
Sementara untuk menjaga Islam, sistem sanksi (nizhâm al-'uqûbat) yang dilaksanakan oleh
khalifah sebagai bagian dari hukum Islam, benar-benar terbukti mampu menjaga keutuhan ajaran
Islam. Mengingat sanksi ini berfungsi sebaga zawâjir (preventif) dan jawâbir (kuratif); preventif
bagi orang lain, supaya tidak melakukan kesalahan yang sama, sebagamana firman Allah:

ِ ‫اص َح َياة ٌ َياأُو ِلي اْأل َ ْل َبا‬


 َ‫ب لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ ِ ‫ص‬َ ‫ َولَ ُك ْم ِفي ْال ِق‬
"Dan dalam qishaas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertakwa." (Q.s. al-Baqarah: 179)

Dan kuratif bagi orang-orang yang dijatuhi sanksi, sehingga di akhirat tidak akan dijatuhi lagi
hukuman oleh Allah, sebagaimana hadits Nabi yang menyatakan:

«ُ‫ارة ٌ لَه‬
َ َّ‫ب فِي الدُّ ْنيَا فَ ُه َو َكف‬
َ ِ‫ش ْيئًا فَعُ ْوق‬
َ َ‫اب ِم ْن ذَلِك‬
َ ‫ص‬َ َ ‫»و َم ْن أ‬
َ
"Dan siapa saja yang melakukan sesuatu dari perbuatan (dosa) itu, kemudian dikenakan sanksi di
dunia, maka itu merupakan tebusan baginya (di akhirat)." (H.r. al-Bukhâri).

Maka, dengan diterapkannya sanksi tersebut, bukan hanya Islam saja yang terjaga, tetapi juga
kemaslahatan vital (al-mashlahah ad-dharûriyyah) ummat manusiapun akan terjaga, baik
berkaitan dengan agama, keturunan, akal, jiwa, harta, kehormatan, keamanan maupun negara.
Sementara untuk menyebarluaskan Islam, Khilafah Islam akan melakukan dakwah secara praktis
(dalam istilah orang Indonesia dakwah bil hal) di tengah masyarakat, baik muslim maupun non-
muslim, dengan menerapkan Islam secara utuh. Dengan begitu cahaya Islam akan bersinar
kembali, dan orang-orang non-muslim akan masuk Islam secara berbondong-bondong.
Sementara keluar, Khilafah Islam akan melakukan propaganda tentang Islam, dengan berbagai
sarana yang memungkinkan, serta melaksanakan jihad sebagai langkah terakhir untuk
menghancurkan tembok penghalang, yang menghalangi sampainya Islam kepada seluruh umat
manusia. Firman Allah SWT.:

ِ َ‫ َوقَاتِلُو ُه ْم َحتَّى الَ ت َ ُكونَ فِتْنَةٌ َو َي ُكون‬


ِ‫الدينُ ِهلل‬
"Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya
semata-mata untuk Allah." (Q.s. al-Baqarah [2]: 193).

Dengan pemahaman Islam yang utuh seperti inilah para sahabat Rasulullah saw. berhasil
melanjutkan dakwah dan kehidupan Islam yang dibangun Rasulullah saw. sehingga Islam di
masa mereka tersebar luas dan berdaulat sampai ke hampir 2/3 belahan dunia. Panji-panji tauhid
pun berkibar, hukum-hukum Allah yang sempurna ditegakkan, keadilan dan kesejahteraan
ditebarkan. Kalau hari ini umat ini ingin mengulangi sukses Rasul dan para sahabatnya serta para
pelanjut kejayaan Islam berikutnya, pertama kali yang harus ditempuh adalah melakukan
rekonstruksi pemikiran mereka tentang Islam yang utuh, yakni menanamkan kembali
pemahaman Islam sebagai mabda atau ideologi. Tidak ada jalan lain. Wallahu’alam!

Definisi Ideologi

Definisi memang penting. Itu sebabnya Ibnu Sina pernah berkomentar : "Tanpa definisi, kita
tidak akan pernah bisa sampai pada konsep" Karena itu menurut beliau, sama pentingnya dengan
silogisme.
Mabda’ secara etimologis adalah mashdar mimi dari kata bada’ayabdau bad’an wa mabda’an
yang berarti permulaan. Secara terminologis berarti pemikiran mendasar yang dibangun diatas
pemikiran-pemikiran (cabang ) dalam Al-Mausu’ah al-Falsafiyah, entry al-Mabda. Al-
Mabda’(ideologi) : pemikiran mendasar (fikrah raisiyah) dan patokan asasi (al-qaidah al-
asasiyah) tingkah laku.

Dari segi logika al-mabda adalah pemahaman mendasar dan asas setiap peraturan [lihat catatan
tepi kitab Ususun Nahdhah ar-Rasyidah, hal 36]

Definisi lain

Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi lain tentang ideologi:

Gunawan Setiardjo :
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui
proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.

Destutt de Tracy:
Ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran tertentu.

Descartes:
Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia.

Machiavelli:
Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.

Thomas H:
Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan
mengatur rakyatnya.

Francis Bacon:
Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup.
Karl Marx:
Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam
masyarakat.

Napoleon:
Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya.

Muhammad Ismail:
Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran
mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain.
Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan
mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal
penciptaannya dan kehidupan setelahnya ?

Dr. Hafidh Shaleh:


Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah
aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran
tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan
solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia.

Taqiyuddin An-Nabhani:
Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah
pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang
ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan
sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau Mabda’ adalah suatu ide dasar yang menyeluruh
mengenai alam semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian yaitu, fikrah dan thariqah.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Ideologi(mabda’) adalah pemikiran yang mencakup
konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran
tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari
pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk menyebarkannya.
Sehingga dalam Konteks definisi ideologi inilah tanpa memandang sumber dari konsepsi
Ideologi, maka Islam adalah agama yang mempunyai kualifikasi sebagai Ideologi dengan
padanan dari arti kata Mabda’ dalam konteks bahasa arab.

Apabila kita telusuri seluruh dunia ini, maka yang kita dapati hanya ada tiga ideologi (mabda’).
Yaitu Kapitalisme, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Untuk saat ini dua mabda
pertama, masing-masing diemban oleh satu atau beberapa negara. Sedangkan mabda yang ketiga
yaitu Islam, saat ini tidak diemban oleh satu negarapun, melainkan diemban oleh individu-
individu dalam masyarakat. Sekalipun demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru dunia.

Sumber konsepsi ideologi kapitalisme dan Sosialisme berasal dari buatan akal manusia,
sedangkan Islam berasal dari wahyu Allah SWT (hukum syara’).

Ibnu Sina mengemukakan masalah tentang ideologi dalam Kitab-nya "Najat", dia berkata:

"Nabi dan penjelas hukum Tuhan serta ideologi jauh lebih dibutuhkan bagi kesinambungan ras
manusia, dan bagi pencapaian manusia akan kesempurnaan eksistensi manusiawinya, ketimbang
t Sumbuhnya alis mata, lekuk tapak kakinya, atau hal-hal lain seperti itu, yang paling banter
bermanfaat bagi kesinambungan ras manusia, namun tidak perlu sekali."

Anda mungkin juga menyukai