Anda di halaman 1dari 37

TUGAS AKHIR SEMESTER

SIMULASI PENGARUH KADAR AIR TANAH TERHADAP


PARAMETER MEKANIK UNTUK DESAIN LERENG TANAH DI BUKIT
TUI, KELURAHAN TANAH HITAM, KECAMATAN PADANG PANJANG
BARAT, KOTA PADANG PANJANG, PROVINSI SUMATERA BARAT

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Semester

Oleh:

INTAN JUITA
NIM. 17137009

Dosen Pengampu :
Dr. Fadhillah S.Pd.,M.Si

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
A. Judul
Simulasi Pengaruh Kadar Air Tanah Terhadap Parameter Mekanik Untuk
Desain Lereng Tanah Di Bukit Tui, Kelurahan Tanah Hitam, Kecamatan
Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang, Provinsi Sumatera Barat.
B. Latar Belakang
Sumatera Barat terletak di deretan daerah aktif tektonik dan vulkanik
yaitu pada pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia,
pergerakan lempeng tersebut memicu banyaknya bencana alam, salah satunya
adalah longsor.
Longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di
Sumatera Barat. Sumatera Barat merupakan bagian dari wilayah jajaran
pegunungan Bukit Barisan yang secara geologi memiliki potensi gerakan tanah
(kelongsoran). Longsoran merupakan gerakan material penyusun lereng (tanah,
batuan, atau bahan rombakan batuan) yang menuruni lereng akibat
terganggunya kestabilan material penyusun lereng tersebut (Karnawati, 2005
dalam Cruden, 1991). Menurut Karyono (2004: 1-2) Elifas (1989) menyatakan
bahwa secara umum longsor dipengaruhi oleh lima parameter yaitu; kondisi
geologi, curah hujan dan intensitas hujan, vegetasi, dan gempa bumi, serta
eksploitasi oleh manusia.
Salah satu wilayah di Sumatera Barat yang perlu diwaspadai terhadap
potensi terjadinya longsor diantaranya adalah lereng tanah Bukit Tui kelurahan
Tanah Hitam kecamatan Padang Panjang Barat Kota Padang Panjang. Bukit Tui
adalah bukit kapur yang berjajar di selatan Padang panjang, letaknya berada
antara Rao-Rao hingga Tanah Hitam. Di lokasi ini pernah terjadi longsoran
besar di Tahun 1987. Akibat longsoran tersebut menyebabkan 136 Korban
(Arsip Kota Padang Panjang, 2012).
Hasil investigasi pada tanggal 3 Mei 2018 pada lereng Bukit Tui di lokasi
S0° 28' 18.5" E100° 23' 54.7"-S0° 28' 19.3" E100° 23' 55.7" terdapat lereng
tanah yang mengalami rengkahan sepanjang 20 meter, kedalaman 1,5 meter,
dan lebar rengkahan 60 sentimeter dapat
1 dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Rengkahan di Area Lokasi Penelitian
Kondisi lereng yang tinggi dan terjal serta terdapat rengkahan yang
membuat lereng rawan terjadinya longsoran. Hal ini dipicu juga dengan
intensitas curah hujan yang tinggi di Padang Panjang. Kehadiran hujan dapat
menyebabkan kondisi jenuh pada lereng sehingga dapat menyebabkan
terjadinya longsoran. Curah hujan yang tinggi dan berlangsung lama sangat
berperan dalam memicu terjadinya gerakan tanah (longsor). Air hujan yang
meresap ke dalam lereng dapat meningkatkan kejenuhan tanah pada lereng,
sehingga tekanan air untuk merenggangkan ikatan tanah meningkat pula, dan
akhirnya massa tanah terangkut oleh aliran air dalam lereng. Peningkatan kadar
air menyebabkan penurunan nilai sifat mekanik (kohesi dan sudut geser dalam)
yang berdampak terhadap penurunan kestabilan lereng (Hustrulid dkk.,
2006:333).
Untuk meminimalisir terjadinya longsoran perlu dibuat desain lereng yang
tepat dengan mempertimbangkan kondisi kadar air tanah pada lereng. Desain
lereng dibuat berdasarkan kondisi kestabilan kadar air tanah maksimum.
Sehingga penulis tertarik mengangkat judul “Simulasi Pengaruh Kadar Air
Tanah terhadap Parameter Mekanik untuk DesainLereng Tanah di Bukit
Tui, Kelurahan Tanah Hitam, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota
Padang Panjang, Provinsi Sumatera Barat ”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar air material
tanah terhadap sifat mekanik (kohesi dan sudut geser dalam) di lereng Tanah
Bukit Tui. Dari masing-masing nilai sifat mekanik akan dilakukan simulasi nilai
Faktor Keamanan (FK) sehingga didapatkan hubungan kadar air terhadap nilai
FK lereng.. Luaran dari analisis ini akan didapatkan rekomendasi desain lereng
yang aman di Lereng Tanah Bukit Tui, Kelurahan Tanah Hitam, Kecamatan
Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang, Provinsi sumatera Barat.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Daerah tempat penelitian yaitu lereng Tanah di Bukit Tui Kelurahan Tanah
Hitam merupakan daerah rawan longsor.
2. Ditemukannya rengkahan tanah sepanjang 20 m, kedalaman 1,5 m,dan lebar
rengkahan 60 cm di Bukit Tui.
3. Curah hujan yang tinggi dan berlangsung lama dapat memicu tejadinya
longsor.
4. Peningkatan kadar air menyebabkan penurunan sifat mekanik (kohesi dan
sudut gesek dalam) yang berdampak terhadap penurunan kestabilan lereng
(FK).
D. Batasan Masalah
Karena luasnya cangkupan penelitian dan keterbatasan penulis baik dari
segi waktu dan biaya maka penelitian dibatasi hanya kepada :
1. Penelitian ini dilakukan pada lereng Tanah Bukit Tui Padang Panjang
Kelurahan Tanah Hitam di area section S0° 28' 18.5" E100° 23' 54.7"-S0°
28' 19.3" E100° 23' 55.7".
2. Penelitian ini memfokuskan hubungan masing-masing kadar air dengan
Faktor Keamanan (FK) lereng.
3. Rekomendasi desain lereng aman berdasarkan pada nilai kadar air tertinggi.
4. Metode analisis Faktor Keamanan menggunakan metode Bishop yang
disederhanakan (Bishop Simlplied)
5. Standar nilai faktor keamanan (FK) lereng yang digunakan adalah
berdasarkan teori Bowles (1984), yaitu faktor keamanan (FK) agar lereng
stabil adalah FK >1,25
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah yang sudah dibahas di atas
maka penulis merumuskan permasalahan yaitu:
1. Bagaimana Kondisi geometri lereng dan material penyusun lereng lokasi
penelitian?
2. Bagaimana hasil pengujian laboratorium sifat fisik dan mekanik pada
material asli lereng penelitian?
3. Bagaimana Hasil simulasi laboratorium peningkatan kadar air terhadap
kohesi dan sudut geser dalam?
4. Bagaimana Nilai Faktor Keamanan Aktual Pada Lereng Penelitian?
5. Bagaimana pengaruh nilai kadar air terhadap faktor keamanan pada lereng
penelitian?
6. Bagaimana rekomendasi lereng yang aman pada lokasi penelitian?
F. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengungkapkan kondisi geometri lereng dan material penyusun pada
lereng.
2. Mengungkapkan hasil pengujian laboratorium sifat fisik dan mekanik pada
material asli lereng penelitian.
3. Membuktikan adanya pengaruh peningkatan kadar air terhadap kohesi dan
sudut geser dalam
4. Menganalisis nilai faktor keamanan aktual pada lereng penelitian.
5. Mengetahui pengaruh nilai kadar air terhadap faktor keamanan pada lereng
penelitian.
6. Memberikan rekomendasi desain lereng aman pada lokasi penelitian.
G. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya :
1. memberikan gambaran desain lereng aman sehingga dapat meminimalisir
terjadinya bencana longsor yang membahayakan masyarakat sekitar dan
pengguna jalan raya
2. Sebagai rujukan bagipemerintahuntuk melakukan usaha pengendalian
terhadap potensi longsor yang terdapat di daerah penelitian.
3. Sebagai acuan bagi pemerintah dalam menyusun rencana mitigasi bencana
longsor di Kota Padang Panjang.
H. Kajian Pustaka
1. Tanah
Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-
endapan yang relatif lepas terletak di atas batuan dasar. Istilah pasir,
lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk menggambarkan ukuran
partikel pada batas ukuran butiran yang telah ditentukan. Kebanyakan
jenis tanah terdiri dari banyak campuran, atau lebih dari satu macam
ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung
saja, akan tetapi dapat bercampur dengan butir-butiran lanau maupun pasir
(Hardiyatmo, 2010).
Tanah memiliki nilai kuat geser dimana kuat geser tanah merupakan
kemampuan tanah melawan tegangan geser yang terjadi pada saat
terbebani. Keruntuhan geser tanah terjadi bukan disebabkan karena
hancurnya butir-butir tanah tersebut tetapi karena adanya gerak relatif
antara butir-butir tanah tersebut. Pada peristiwa kelongsoran suatu lereng
berarti telah terjadi pergeseran dalam butir-butir tanah tersebut. Kekuatan
geser yang dimiliki oleh suatu tanah disebabkan oleh:
a. Tanah berbutir halus (kohesif), pada tanah berbutir halus kekuatan
geser yang dimiliki tanah disebabkan karena adanya kohesi atau
tekanan antar butir-butir tanah.
b. Tanah berbutir kasar (non kohesif), pada tanah berbutir kasar
kekuatan geser disebabkan karena adanya gesekan antara butir-butir
tanah sehingga seringdisebut sudut gesek dalam.
c. Tanah yang merupakan campuran antara tanah halus dan kasar, pada
tanah jenis campuran ini kekuatan geser disebaban karena adanya
lekatan dan gesekan antara butir-butir tanah.
2. Lereng
Lereng merupakan bagian dari infrastruktur jalan wilayah berbukit
yang keberadaannya turut berperan dalam menunjang kelancaran moda
transportasi darat, sementara faktor lainnya adalah tingkat keamanan,
kenyamanan, waktu tempuh dalam perjalanan dan faktor kendaraan itu
sendiri. Konstruksi jalan yang baik memerlukan perencanaan,
pembangunan, penataan dan pemeliharaan yang handal, mulai dari
pengetahuan tanah dasar (subgrade) sampai material konstruksi jalan.
Analisis stabilitas lereng dengan komputer untuk menstabilkan
lereng dan tanah longsor menggunakan sumbu geotekstil saluran air
sebagai pendorong, metode ini menunjukkan peningkatan yang signifikan
(10-40 persen) pada faktor keamanan setelah instalasi menguras.
Keterbatasan metodologi diakui: mungkin diterapkan di spesifik situasi
yang membutuhkan relatif singkat (<30-45 m, atau <100-150 ft) mengalir
dalam bahan mulai dari lembut sampai sangat kaku (Santi, 2003).
3. Pengertian dan Teori Dasar Longsoran
Teori dasar longsoran didasarkan pada tingkat stabilitas lereng
karena longsor terjadi akibat berkurangnya stabilitas gaya-gaya yang ada
dibidang gelincir lereng.
Analisis stabilitas lereng umumnya didasarkan pada konsep
keseimbangan batas plastis (limit plastic equilibrium). Maksud dari
analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang
longsor yang potensial. Analisis stabilitas lereng, beberapa anggapan
dibuat yaitu (Hardiyatmo,2006):
a. Kelongsoran lereng terjadi disepanjang permukaan bidang longsor
tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.
b. Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda massif.
c. Tahanangeser dari massa tanah, disembarang titik sepanjang bidang
longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau
dengan kata lain, kuat geser tanah dianggap isotropic.
d. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser
rata-rata sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah
rata-rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah
mungkin terlampaui di titik-titik tertentu pada bidang longsornya.
4. Kestabilan Lereng
Lereng merupakan bagian dari permukaan bumi yang berbentuk
miring. Sedangkan kestabilan lereng merupakan suatu kondisi atau
keadaan yang mantap/stabil terhadap suatu bentuk dan dimensi lereng
(Duncan, et al, 2004).
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng
tanah yaitu dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan
antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya
penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor (Duncan, et al, 2004).
Secara matematis faktor kestabilan lereng dinyatakan sebagai berikut:

𝑹
𝑭 = 𝑭 ..................................................................................................... (1)
𝒑

Dimana,
F = Faktor kestabilan lereng,
R = Gaya penahan, berupa resultan gaya - gaya yang membuat lereng tetap
stabil,
Fp = Gaya penggerak, berupa resultan gaya-gaya yang menyebabkan
lereng longsor.
Pada keadaan F>1,25 lereng dalam keadaan stabil, F =1,0 lereng
dalam keadaan seimbang tetapi jika ada gangguan maka akan longsor atau
dapat dikatakan kritis apabila F<1,0 = lereng dalam keadaan tidak stabil
(Duncan, et al, 2004).
Suatu permukaan tanah yang miring yang membentuk sudut
tertentu terhadap bidang horisontal disebut sebagai lereng (slope).Lereng
dapat terjadi secara alamiah atau dibentuk oleh manusia dengan tujuan
tertentu.Jika permukaan membentuk suatu kemiringan maka komponen
massa tanah di atas bidang gelincir cenderung akan bergerak ke arah
bawah akibat gravitasi. Jika komponen gaya berat yang terjadi cukup
besar, dapat mengakibatkan longsor pada lereng tersebut. Kondisi ini
dapat dicegah jika gaya dorong (driving force) tidak melampaui gaya
perlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang
longsor seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5.

Sumber: Dunchan, et al, 2004


Gambar 5. Kelongsoran Lereng
Pada kondisi tertentu terjadi kelongsoran dangkal (shallow slope
failure) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7(b).Jika longsor terjadi
dimana permukaan bidang gelincir berada agak jauh di bawah ujung
dasar dinamakan longsor dasar (base failure) seperti pada Gambar
7(c).Lengkung kelongsorannya dinamakan lingkaran titik tengah
(midpoint circle). Proses menghitung dan membandingkan tegangan
geser yang terbentuk sepanjang permukaan longsor yang paling mungkin
dengan kekuatan geser dari tanah yang bersangkutan dinamakan dengan
Analisis Stabilitas Lereng (SlopeStability Analysis).
Sumber: Dunchan, et al, 2004
(a) (b) (c)
Gambar 6. Bentuk-bentuk Keruntuhan Lereng (a) Kelongsoran
Kereng, (b) Kelongsoran Lereng Dangkal, (c) Longsor Dasar

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng


Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng
diantaranya (Zakaria, 2009)
a. Geometri Lereng
Geometri lereng terdiri dari tinggi dan sudut lereng. Sudut
lereng yang makin besar akan memberikan volume material makin
besar, sehingga beban lereng bertambah besar. Beban yang semakin
besar akan memberi peluang terjadinya longsoran.
Tinggi lereng: lereng yang terlalu tinggi cenderung mudah
longsor dibanding lereng yang tidak terlalu tinggi dengan jenis
material yang sama.
1) Sudut lereng: semakin besar sudut kemiringan lerengnya maka
lereng tersebut semakin tidak stabil
2) Berm: semakin lebar berm, maka lereng akan semakin stabil.
b. Sifat Fisik dan Mekanik Material
Sifat fisik batuan meliputi bobot isi, yang terdiri dari bobot isi
asli, bobot isi jenuh, bobot isi kering. Selanjutnya berat jenis dan
Kadar Air. Kehadiran air pada tanah/batuan akan menambah beban
pada lereng sehingga akan menaikkan tekanan air pori. Tekanan air
pori akan mengurangi kekuatan material terhadap pengaruh
kelongsoran.
Sedangkan sifat mekanik tanah berupa kohesi dan sudut geser
dalam. Sudut geser dalam dan kohesi tanah berpengaruh terhadap
kuat geser massa tanah tersebut. Kuat tekan tanah akan
mempengaruhi kekuatan tanah terhadap gangguan kestabilan lereng.
1) Sifat Fisik
(a) Bobot Isi (𝛾)
Bobot isi merupakan perbandingan antara berat
material dengan volume material yang dinyatakan dalam
satuan berat per volume. Semakin besar bobot isi batuan
maka gaya penggerak yang akan menyebabkan kelongsoran
juga semakin besar karena adanya beratdirinya sendiriyang
semakin besar, dengan demikian kestabilan lereng akan
berkurang.
(b) Berat Jenis Tanah
Berat Jenis adalah berat tanah kering persatuan volume
partikel-partikel padat (tidak termasuk volume pori-pori
tanah) (Hardjowigeno,1992). Berat jenis partikel adalah
perbandingan antara massa satuan volume tanah padat
dengan volume padatan tanah (Buck&Nyle,1982).
(c) Kadar Air
Keberadaan air, terutama air tanah (groundwater)
sangat mempengaruhi kestabilan suatu lereng. Air tanah
memiliki tekanan air pori (pore water pressure) yang dapat
menimbulkan gaya angkat (upliftforce) sehingga
menurunkan kekuatan geser dan mengakibatkan lereng
mudah longsor.
2) Sifat Mekanik
(a) Kohesi (c)
Kohesi adalah kekuatan tarik menarik antara butiran
tanah yang dinyatakan dalam satuan berat persatuan luas.
Semakin besar nilai kohesi maka kekuatan geser akan
semakin besar sehingga lereng akan semakin stabil atau
aman (Hardiyatmo, 2002).
(b) Sudut Geser Dalam(𝝋′)
Sudut geser dalam merupakan sudut yang terbentuk
dari hubungan tegangan normal dan tegangan geser di
dalam material batuan. Sudut geser dalam merupakan sudut
rekahan yang terbentuk jika suatu batuan dikenkan
tegangan yang melebihi tegangan gesernya. Semakin besar
sudut geser dalam suatu material, maka material tersebut
akan lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenakan.
Untuk mengetahui nilai sudut geser dalam maka dilakukan
pengujian geser langsung, satuannya dinyatakan dalam
derajat (˚).
c. Struktur Geologi
Struktur diskontinuitas yang berpengaruh terhadap kemantapan
lereng berupa bidang perlapisan, bidang erosi, ketidakselarasan
(unconformity), sesar, kekar dan bidang rekahan. Kehadiran struktur
dalam proses penambangan/penggalian lebih banyak berpengaruh
buruk terhadap kemantapan lereng, hal ini karena kekuatan massa
batuan berkurang serta memberi peluang lebih cepat pada proses
pelapukan. Besar kecilnya pengaruh kondisi struktur yang berakibat
buruk terhadap kemantapan lereng tersebut sangat tergantung pada
kedudukan/orientasi (dip dan dip direction), pelapukan dan
penyebarannya (lateral dan vertikal) serta kondisi bidang lemah atau
struktur geologi itu sendiri. Lebar bidang belah/celah (aperture) dan
tebal serta jenis material pengisi (width filled/gouge).
d. Hidrogeologi
Selain menaikkan tegangan air pori, air tanah juga dapat
berfungsi sebagai pelarut dan media transportasi material pengisi
pada rekahan batuan, sehingga akan mempercepat proses pelapukan
batuan dan menambah beban pada bagian yang longsor.
Permeabilitas batuan mempengaruhi air yang akan meresap ke
suatu massa batuan. Kondisi yang perlu diatasi untuk air permukaan
adalah pengaturan drainage yang baik agar tidak terjadi genangan
dipermukaan lereng.
e. Curah/Iklim
Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan
mempengaruhi kadar air (water content, %) dan kejenuhan air. Hujan
dapat meningkatkan kadar air dalam tanah, kemudian menyebabkan
kondisi fisik material yang ada pada lereng berubah - ubah. Kenaikan
kadar air ini anak memperlemah sifat fisik - mekanik tanah karena
adanya pelapukan sehingga kondisi internal tubuh lereng berubah dan
menurunkan faktor keamanan lereng, (Brusensden Pnor, 1984,
Bowles, 1989, Hirnawan dan Zufialdi, 1993) dalam skripsi Fransiskus
Saragih, 2006.
f. Gaya dari Luar
Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi atau
mengurangi kestabilan suatu lereng adalah sebagai berikut:
1) Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan, dan
pemakaian alat-alat mekanis yang berat di dekat lereng.
2) Pemotongan dasar (toe) lereng.
3) Penebangan pohon-pohon pelindung lereng.

6. Jenis-jenis Longsoran
Secara umum longsoran terdiri dari 4 jenis. Adapun 4 jenis
longsoran tersebut adalah sebagai berikut (Duncan, et al, 2004):
a. Longsoran Busur (Circular Failure)
Jenis longsoran ini adalah yang paling umum terjadi di alam
(tipikal longsoran tanah/soil).Pada batuan yang keras, jenis
longsoran ini hanya dapat terjadi jika batuan tersebut sudah lapuk
dan mempunyai bidang-bidang diskontinu yang rapat (heavily
jointed), atau menerus sepanjang sebagian lereng sehingga
menyebabkan longsoran geser dipermukaan. Longsoran busur dapat
dilihat pada Gambar 7.

Sumber: Dunchan, et al, 2004


Gambar 7. Longsoran Busur
b. Longsoran Bidang (Plane Failure)
Longsoran jenis ini terjadi pada batuan yang mempunyai
bidang luncur bebas (day light) yang mengarah ke lereng dan bidang
luncurnya pada bidang diskontinu seperti: sesar, kekar, liniasi atau
bidang perlapisan. Fenomena lainnya yang memicu longsoran jenis
ini yaitu bila sudut lereng lebih besar dari sudut bidang luncur serta
sudut geser dalam lebih kecil dari sudut bidang luncurnya. Biasanya
terjadi pada permukaan lereng yang cembung dengan kemiringan
bidang kekar rata-rata hampir atau searah dengan kemiringan lereng.
Longsoran bidang dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber: Dunchan, et al, 2004
Gambar 8. Longsoran Bidang

c. Longsoran Baji (Wedge Failure)


Model longsoran ini hanya bisa terjadi pada batuan yang
mempunyai lebih dari satu bidang lemah atau bidang diskontinu
yang bebas, dengan sudut antara kedua bidang tersebut membentuk
sudut yang lebih besar dari sudut geser dalamnya. Fenomena yang
paling sering terjadi adalah garis perpotongan dua bidang kekar
mempunyai kemiringan ke arah kemiringan lereng. Longsoran baji
dapat dilihat pada Gambar 9.

Sumber: Dunchan, et al, 2004


Gambar 9. Longsoran Baji
d. Longsoran Guling (Toppling Failure)
Longsoran topling akan terjadi pada lereng yang terjal pada
batuan keras dengan bidang-bidang diskontinu yang hampir tegak
atau tegak, dan longsoran dapat berbentuk blok atau bertingkat. Bila
longsoran terjadi pada massa batuan yang kuat dengan fenomena
kekar yang relatif tegak, maka rekahan tariknya akan melendut terus
dan miring ke arah kemiringn lereng. Longsoran guling dapat dilihat
pada Gambar 10.

Sumber: Dunchan, et al, 2004


Gambar 10. Longsoran Guling

7. Faktor Keamanan Lereng Minimum


Kelongsoran suatu lereng umumnya terjadi melalui suatu bidang
tertentu yang disebut dengan bidang gelincir (slip surface). Kestabilan
lereng tergantung pada gaya penggerak dan gaya penahan yang bekerja
pada bidang gelincir tersebut. Gaya penahan (resisting forces) adalah
gaya yang menahan agar tidak terjadi kelongsoran, sedangkan gaya
penggerak (driving force) adalah gaya yang menyebabkan terjadiya
kelongsoran. Perbandingan antara gaya-gaya penahan terhadap
gaya-gaya yang menggerakkan tanah inilah yang disebut dengan faktor
keamanan (FK) lereng. Secara sistematis faktor keamanan suatu lereng
dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:
𝒓𝒆𝒔𝒖𝒍𝒕𝒂𝒏 𝒈𝒂𝒚𝒂−𝒈𝒂𝒚𝒂 𝒑𝒆𝒏𝒂𝒉𝒂𝒏
𝑭 = 𝒓𝒆𝒔𝒖𝒍 𝐭𝐚𝐧 𝒈𝒂𝒚𝒂−𝒈𝒂𝒚𝒂 ...........................................................(2)
𝒑𝒆𝒏𝒈𝒈𝒆𝒓𝒂𝒌
Dengan penentuan, jika:
FK > 1,0 : Lereng dalam kondisi stabil.
FK < 1,0 : Lereng tidak stabil
FK = 1.0 : Lereng dalam kondisi kritis.
Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi tingkat
kestabilan lereng maka hasil analisa FK >1.00 belum dapat menjamin
bahwa lereng tersebut dalam keadaan stabil. Hal ini disebaban karena ada
beberapa faktor yang perlu diperhitungkan dalam analisa faktor
keamanan lereng, seperti kekurangan dalam pengujian conto di
laboratorium serta conto tanah yang diambil belum mewakili keadaan
sebenarnya di lapangan tinggi muka air tanah pada lereng tersebut,
getaran akibat lalu lintas kendaraan , getaran jika terjadinya gempa, dan
lain lain.
Dengan demikian, diperlukan suatu nilai faktor keamanan
minimum dengan suatu nilai tertentu yang disarankan sebagai batas
faktor keamanan terendah yang masih aman sehingga lereng dapat
dinyatakan stabil atau tidak. Sehingga pada penelitian ini, faktor
keamanan minimum yang digunakan adalah FK>1.25, sesuai prosedur
dari Bowles (1984), dengan ketentuan:
FK >1.25 : Lereng dalam kondisi aman.
FK < 1.07 : Lereng dalam kondisi tidak aman.
FK >1.07>1.25 : Lereng dalam kondisi kritis.
8. Analisis Kestabilan Lereng Tanah dengan Metode Bishop
Metode Bishop merupakan metode yang diperkenalkan oleh A.W.
Bishop menggunakan cara potongan dimana gaya-gaya yang bekerja
pada tiap potongan ditunjukkan seperti pada Gambar 9. Metode Bishop
dipakai untuk menganalisis permukaan gelincir (slip surface) yang
berbentuk lingkaran. Dalam metode ini diasumsikan bahwa gaya-gaya
normal total berada/bekerja dipusat alas potongan dan bisa ditentukan
dengan menguraikan gaya-gaya pada potongan secara vertikal atau
normal. Persyaratan keseimbangan dipakai pada potongan-potongan yang
membentuk lereng tersebut. Metode Bishop menganggap bahwa
gaya-gaya yang bekerja pada irisan mempunyai resultan nol pada arah
vertikal (Bishop,1955). Untuk lereng yang dibagi menjadi n buah slice
(irisan).

Tabel 3.Persamaan yang Diketahui pada Metode Bishop


No Persamaan yang Ada Jumlah
1 Keseimbangan normal N
2 Keseimbangan tangensial N
3 Keseimbangan momen N
Total 3n

Tabel 4.Persamaan yang Tidak Dikenal pada Metode Bishop


(Andherson dan Richards, 1987)
No Persamaan yang Diketahui Jumlah
1 Faktor Keamanan 1
2 Gaya-gaya normal total (P) pada dasar N
slice
3 Posisi gayaP N
4 Gaya-gaya horisontal antar slice n-1
5 Gaya-gaya vertikal antar slice n-1
6 Tinggi gaya-gaya antar slice n-1
TOTAL 5n-2

Maka diperlukan asumsi sebanyak (2n-2) agar masalah bisa


diselesaikan secara statis tertentu.
Tabel 5.Asumsi Umum Persamaan pada Metode Bishop
No Asumsi Umum Jumlah
1 Posisi gaya normal pada pusat slice N
2 Gaya antar slice vertikal adalah nol n-1
Total 2n-1
9. Usaha Mencegah Terjadinya Longsor
Apabila diketahui suatu lereng tidak stabil, maka perlu dilakukan
usaha mengatasi gejala kelongsoran. Usaha ini dapat dilakukan dengan
cara:
a. Memperkecil Gaya Penggerak
1. Mengurangi Ketinggian Lereng
Pengurangan ketinggian lereng dilakukan dengan
membuang sebagian massa batuan di bagian atas hingga lereng
tersebut diperkirakan aman. Pekerjaan ini dapat dilakukan
dengan peralatan mekanis seperti backhoe, bulldozer dan truck.
Pengurangan tinggi lereng ini seperti yang terlihat pada gambar
13 berikut :

Sumber: Fransiskus Saragih,2006


Gambar 13. Pengurangan Tinggi Lereng
Dari gambar 13 terlihat tinggi awal adalah H1 dan setelah
dilakukan pengurangan tinggi menjadi H2. Pengurangan tinggi ini
akan mengurangi beban massa batuan pada lereng tersebut.

2. Memperkecil Kemiringan Lereng


Usaha mencegah kelongsoran dapat juga dilakukan
dengan memperkecil kemiringan lereng seperti pada gambar 14.
Sudut lereng awal adalah dan setelah dilandaikan menjadi .
Memperkecil kemiringan lereng dapat dilihat pada gambar 14
berikut:
Sumber: Fransiskus Saragih, 2006

Gambar 14.Pengurangan Kemiringan Lereng


3. Menurunkan Muka Air Tanah dan Mengendalikan air
Permukaan
Keberadaan air tanah akan menaikkan tekanan air pori.
Ada dua cara yang biasa dilakukan untuk menurunkan muka air
tanah, yaitu membuat sumur horizontal dan membuat sumur
vertikal (gambar 15). Pada sumur vertikal, air tanah dikeluarkan
dengan cara memompa, sedangkan pada sumur horizontal air
mengalir melalui saluran yang telah dibuat.
Air permukaan dapat diatasi dengan membuat saluran
pada bagian bawah lereng dan menutup rekahan. Dengan
demikian air tidak akan merembes ke dalam tanah. Penurunan
tinggi muka air tanah dapat dilihat pada gambar 15 berikut:

Sumber: Fransiskus Saragih, 2006


Gambar 15. Penurunan Tinggi Muka Air Tanah
4) Peningkatan Gaya Penahan
Peningkatan gaya penahan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Counterweight, yaitu dengan menambahkan tanah
pada kaki lereng (gambar 16). Tanah yang ditambah kemudian
dipadatkan dengan alat mekanis seperti roller. Cara ini bertujuan
untuk menambah gaya penahan di bagian bawah lereng.

Sumber: Fransiskus Saragih, 2006


Gambar 16. Sistem Counterweight
10. Analisis Longsoran Bususr Menggunakan Diagram Hoek dan Bray
(1981)
Longsoran busur dapat dianalisis menggunakan diagram yang
dibuat oleh Hoek dan Bray. Cara ini merupakan cara yang sangat mudah,
cepat, dan hasilnya masih dapat dipertanggungjawabkan.
Metode grafik Hoek dan Bray sendiri tergantung pada:
a. Jenis tanah dan batuan, dalam hal ini tanah dan batuan dianggap
homogeny dan kontinu.
b. Longsoran yang terjadi menghasilkan bidang luncur berupa busur
lingkaran.
c. Tinggi permukaan air tanah pada lereng seperti pada gambar 17 antara
lain:
1. Kondisi air tanah nomor 1 yaitu kering
2. Kondisi air tanah nomor 2 yaitu permukaan 8 kali dari ketinggian
lereng dibelakang toe dari slope
3. Kondisi air tanah nomor 3 yaitu permukaan 4 kali dari ketinggian
lereng dibelakang toe dari slope
4. Kondisi air tanah nomor 4 yaitu permukaan 2 kali dari ketinggian
lereng dibelakang toe dari slope
5. Kondisi air tanah nomor 5 yaitu jenuh

Sumber: Hoek and Bray,1981


Gambar 17. Kondisi Air Tanah Dalam Lereng untuk Circular Failure
I. Review Jurnal
1. Penentuan Pengaruh Air Terhadap Kohesi Dan Sudut Gesek Dalam
Pada Batu gamping Oleh Singgih Saptono Raden Hariyanto, Hasywir
Thaib s dan M. Dadang Wahyudi Program Studi Teknik
Pertambangan UPN “Veteran” Yogyakarta

Keberadaan air pada batuan dapat mempengaruhi sifat mekanik


batuan seperti kuat tekan, kuat tarik dan karakteristik kuat geser batuan.
Pada operasi penambangan, baik tambang terbuka maupun tambang
bawah tanah, hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena perubahan
sifat mekanik tersebut dapat menyebabkan penurunan faktor keamanan
baik pada lereng maupun terowongan tambang. Penurunan faktor
keamanan ini dapat menyebabkan terjadinya longsoran ataupun
runtuhanya lereng mengakibatkan kerusakan lingkungan, terancamnya
keselamatan jiwa serta kerugian dari segi ekonomi dan waktu.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh air terhadap


kohesi dan sudut gesek dalam yang berdampak pada kekuatan geser
batuan. Contoh batuan berupa batu gamping diambil dari lokasi
penambangan batu gamping di daerah Dusun Diran Desa Sidorejo
Kecamatan Lendah Kabupaten Kulonprogo Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Uji geser langsung dilakukan pada contoh batu gamping
dengan tiga kondisi yaitu kondisi jenuh, natural dan kering, pada contoh
batu gamping yang telah dipatahkan (uji geser sisa).

Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa


peningkatan kadar air pada batu gamping menyebabkan nilai kohesi sisa
dan sudut gesek dalam sisa hasil uji geser langsung mengalami
penurunan. Penurunan nilai kohesi sisa dan sudut gesek dalam sisa hasil
uji geser langsung disebabkan karena adanya penambahan kandungan air
yang menyebabkan ikatan antar partikel pada batu gamping akan
melemah seiring dengan meningkatnya kadar air yang terkandung pada
batu gamping.
2. Pengaruh Derajat Kejenuhan Terhadap Kuat Geser Tanah (Studi
Kasus : di Sekitar Jalan Raya Manado-Tomohon) oleh Muhlis
Wambes Saartje Monintja, Fabian. J. Manoppo. Universitas Sam
Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado
Tanah merupakan material yang berguna sebagai bahan bangunan
pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil disamping itu tanah berfungsi
sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Tanah secara umum terdiri
dari tiga unsur yaitu butiran tanahnya sendiri serta air dan udara.
Kekuatan tanah untuk memikul beban sangatlah menunjang dalam
kestabilan suatu struktur bangunan dimana tanah sebagai dasar
perkuatan dari struktur bangunan harus memiliki kapasitas dukung dan
kuat geser yang tinggi. Penambahan kadar air tanah dapat mengakibatkan
perubahan sifat fisik tanah seperti derajat kejenuhan dan kuat geser tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar nilai
kuat geser dari tanah dengan dipengaruhi derajat kejenuhan yang ada di
area jalan Manado-Tomohon. Percobaan ini dilakukan dengan cara
mencampurkan tanah asli dengan kadar air yang bervariasi sehingga
mendapatkan nilai derajat kejenuhan yang berbeda. Alat konsolidasi
digunakan untuk mendapatkan angka pori, indeks pemampatan (Cc)
dan koefisien konsolidasi (Cv). Dengan campuran tanah yang sama
dilakukan pengujian alat triaksial pada kondisi Uncon solidasi
Undrained(UU) untuk mendapatkan parameter geser tanah yaitu kohesi
(c) dan sudut geser dalam (Ø).
Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar
air semakin tinggi maka nilai angka pori semakin tinggi. Angka pori
tertinggi pada kadar air 57.8% dengan nilai angka pori 1.55 dan
terendah pada kadar air 33.8% dengan nilai angka pori 1.1271.
Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi derajat kejunuhan, Nilai
derajat kejenuhan tertinggi yaitu 99.97 % dengan kadar air 57.8 %
dan terendah pada nilai 75.24% dengan kadar air 37.8 %. Hubungan
indeks pemampatan (Cc) terhadap derajat kejenuhan (Sr) pada tanah di
sekitar jalan Manado-Tomohon yang remolded didapatkan persamaan
Cc=-0.002Sr+0.315. Sedangkan terhadap kadar air Cc=0.001ω+0.202.
Hubungan koefisien konsolidassi (Cv) terhadap derajat kejenuhan (Sr)
pada tanah disekitar jalan Manado-Tomohon yang remolded didapatkan
persamaan Cv=-0.001Sr+ 0.248 dan kadar air Cv=-0.001ω+0.202.
Semakin tinggi angka pori maka semakin rendah nilai kuat geser tanah
dan sebaliknya semakin rendah angka pori maka semakin tinggi nilai
kuat geser tanah. Nilai derajat kejenuhan semakin tinggi maka nilai
kuat geser semakin rendah. Kuat geser tanah terbesar yaitu 8.380 t/m2
diberikan oleh tanah dengan derajat kejenuhan 75.53% atau kadar air
33.8%, sedangkan nilai kuat geser terendah yaitu 1.016t/m2 diberikan
oleh tanah dengan derajat kejenuhan 99.86% atau kadar air 53.8%.
3. Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Bishop di Kawasan
Citraland sta.1000 m oleh Octovian Cherianto, Parluhutan
Rajagukguk, Turangan A.E dan Sartje Monintja (2014), Universitas
Sam Ratulangi Manado.
Penelitian ini dilakukan di kawasan Citraland Manado yang
merupakan area yang sedang dikembangkan khusus dalam
pembangunan real estate, ruko, dan lain-lain.Pembangunan daerah ini
terletak pada daerah yang mempunyai elevasi bidang yang berbeda-beda
yang secara sadar maupun tidak, telah menambah beban pada bagian
atas lereng yang mengakibatkan perubahan keseimbangan pada
lereng.Kondisi yang terjadi pada daerah Citraland ini dapat di analisis
melalui perhitungan analisis kestabilan lereng dengan menggunakan
metode-metode tertentu untuk mencari faktor keamanan pada lereng
tersebut.
Penelitian ini terdiri atas penyelidikan lapangan, pengujian
laboratorium, dan perhitungan kemantapan lereng dengan menggunakan
Program Rocscience Slide 6.0.Analisis pada penelitian ini,
menggunakan metode Bishop untuk analisis kestabilan lereng di
kawasan Citraland tersebut. Faktor keamanan dihitung menggunakan
metode Bishop denganbidang longsor berbentuk lingkaran dan
gaya-gaya antar irisan adalah nol. Tanah dianggap 1 lapisan. Pengaruh
gempa dan beban bangunan tidak diperhitungkan pada penelitian ini.
Dari analisis penelitian diperoleh nilai kohesi (c)= 0,3 kg/cm2,
sudut geser dalam (Φ)= 25,7˚ dan berat isi tanah jenuh (ɣ)= 1,7 gr/cm3.
Data tersebut kemudian dimasukkan kedalam programRocscience Slide
6.0, maka telah telah didapatkan faktor keamanan lereng di kawasan
Citraland yaitu 1,099. Kemudian dilakukan analisis ulang pada lereng
tersebut dengan hasil penggunaan End Anchored didapatkan
Fk=1,522. Data End Anchored yang digunakan P = 8 m, s = 3 m, n= 14
bh, kapasitas = 210 KN.
4. Pengaruh Beban Dinamis dan Kadar Air Tanah Terhadap Stabilitas
Lereng Pada Tanah Lempung Berpasir oleh Yulvi Zaika, Syafi’ah
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Malang
Dimana hasil penelitiannya adalah “Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah beban dinamis dan kadar air berpengaruh terhadap
stabilitas lereng. Untuk tujuan tersebut dilakukan pemodelan lereng di
laboratorium dengan pembebanan dinamis berupa getaran yang berasal
dari shieve shaker. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan variasi
sudut yaitu 65º, 70º, 75º, 80º dan pada kondisi kadar air OMC dan plastis.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan beban dinamis didapatkan
pola kelongsoran lereng (Slope Failure). Sebagai verifikasi
digunakan juga program Plaxis. Dari hasil perhitungan dan uji
laboratorium menunjukkan kecenderungan yang sama bahwa sudut
kritis semakin besar pada saat kadar air semakin besar.
Pengaruh beban dinamis juga menyebabkan perubahan sudut
kritis pada lereng “

5. Pengaruh Tinggi Muka Air Tanah Terhadap Faktor


KestabilanLereng TambangStudi Kasus: Daerah “X”, Provinsi
Sumatera Selatan, Indonesia oleh Teguh Nurhidayat, R. Irvan
Sophian, dan Zufialdi Zakaria. Universitas Padjajaran.

Daerah Penelitian berada di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia.


Daerah penelitian memiliki cadangan batubara yang ekonomis
(subbituminus-bituminus) pada formasi Muara enim yang terdiri atas batu
lempung tuffaan dan perselingan batu lanau dengan batubara. Daerah ini
dikembangkan untuk penambangan batu bara terbuka dimasa akan datang.
Penelitian geoteknik tentang kestabilan lereng penting dilakukan. Muka air
tanah pada lereng dapat mengakibatkan lereng longsor. Lereng dengan
tekanan air tinggi akan mengurangi kekuatan geser dan faktor keamanan
lereng. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterik
keteknikan material tanah dan/atau batuan dan mengetahui faktor
kestabilan lereng yang aman dan ekonomis pada daerah penelitian.
Beberapa metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan
sampel tanah tak terganggu, pengeboran geoteknik, pengujian laboratorium
untuk mengetahui karakteristik fisik dan mekanik dari tanah/batuan dalam
kondisi gempa dan dalam kondisi muka air tanah alami maupun kondisi
dewatering. Berdasarkan hasil pengeboran geoteknik, litologi pada daerah
penelitian didominasi oleh batu lempung, perselinagan batu pasir dengan
batubara. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, nilai UCS pada daerah
berkisar dari softclay- very weak rock,nilai RMR berkisar dari 27-58 (poor
rock-fair rock). Pada penampang melintang yang telah dibuat,
penambangan batu bara pada kondisi muka air tanah alami dengan
ketinggian lereng tambang 100 meter dinyatakan tidak aman pada semua
sudut bukaan tambang, dan apabila ingin dilakukan penambangan pada
ketinggian 100 meter akan aman dan ekonomi spada sudut tidak lebih dari
30o pada kondisi dewatering.
6. PENGARUH REMBESAN (SEEPAGE) DAN KESTABILAN
LERENG TERHADAP OPTIMALISASI GEOMETRI LERENG
TAMBANG BUKIT MAIRLAYA BLOK TIMUR UNIT
PERTAMBANGAN TANJUNG ENIM oleh Diana Ariana Henarno
Pudjihardjo,Fahrudin, dan Joko Tunggal. Universitas Diponegoro.

Kestabilan lereng merupakan salah satu hal terpenting dalam proses


eksploitasi tambang batubara. Diperlukan penyelidikan geoteknik
dalam perancangan desain yang aman dan efektif sehingga
penambangan batubara dapat dioptimalisasikan. Daerah penelitian
dilakukan pada tambangBukit MAir Laya Blok TimurUnit Pertambangan
Tanjung Enim. Lokasi tambang ini berada disebelah barat sungai,
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pola aliran dan
kestabilitan lereng dalam optimalisasi geometri lereng.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan cara melakukan
interpretasi data logbor untuk mengetahui karakteristik tiap lapisan
penyusun daerah tersebut meliputi data permeabilitas, kohesi, sudut geser
serta bobot isi yang nantinya akan diolah menggunakan software
Geoslope Seep/w dilakukan untuk mengetahui seberapa besar debit
yang akan merembes dan GeoslopeSlope/w dilakukan untuk mengetahui
nilai faktor keamanan suatu lereng.
Analisis rembesan terhadap kestabilan lereng dimodelkan dengan 2
penampang dengan jarak boundary tambang dari sungai yaitu 100 m. Dua
penampang memiliki elevasi tambang di bawah sungai Enim yaitu
penampang C-C’menghasilkandebit sebesar 3.186e-08 m3/s, penampang
D-D’ menghasilkan debit sebesar 4.768e-08 m3/s. Analisa Slope/w
dihasilkan Fk Penampang C-C’=1.754 (Stabil) Penampang D- D’=2.509
(Stabil).Penampang E-E’=2.310 (Stabil). Untuk desain pelebaran
lereng/boundary tambang dilakukan pula nailsake lerengan pada lereng
utara dan selatan sebanyak 3 penampang dihasilkan Fk penampang G-G’
memilik iFK 1.992 (U) dan 1.583 (S). penampang H-H’ 1.855 (S) dan
penampang I-I’ 1.608 (U) dan 1.904 (S).
Dari hasil kajian optimalisasi pelebaran dengan jarak 100 m dari
Sungai Enim ke boundary tambang memiliki FK overallslope>1.72
dengan pengaruh pola aliran dari sungai ketambang maupun tambang ke
sungai dikategorikan tidak terlalu besar sehingga pada daerah ini layak
untuk diperlebar atau dioptimalkan.
7. Pengaruh Kadar Air Terhadap Kestabilan Lereng oleh
Silvianengsih, Liliwarti, Satwarnirat. Teknik Sipil Politeknik Negeri
Padang.

Pengaruh aliran air atau rembesan merupakan faktor yang sangat


penting dalam menentukan kestabilan lereng, terutama pada tanah liat.
Dalam penelitian ini, tanah akan dianalisis di Politeknik Negeri Padang,
dan sampel tanah diambil pada bagian tepi lereng. Sampel tanah yang
diambil merupakan sampel yang terganggu (dalam keadaan lemah). Uji
laboratorium dilakukan dengan penambahan variasi kadar air ke dalam
sampel tanah, penambahan kadar air mulai dari nilai batas cair terendah
sampai nilai batas cair tertinggi. Penambahan kadar air dalam sampel
tanah mulai dari 40%, 45%, 50%, 55% dan 60%, dalam setiap variasi
dilakukan uji kekuatan geser dan analisis kestabilan lereng dengan
sofware Geoslope.
Hasil analisis diperoleh nilai batas cair adalah 66% dan klasifikasi
tanah adalah MH-OH (clay-silt). Jika kadar air tanah di atas 40%, nilai
kekuatan geser menurun drastis diikuti oleh penurunan nilai faktor
keamanan lereng. Penurunan nilai Faktor Keamanan mencapai 77%.
J. Kerangka Konseptual
Berikut kerangka konseptual penelitian ini:

Dasar Penelitian
“Simulasi Pengaruh Kadar Air Terhadap Parameter Mekanik pada Lereng
Tanah di Bukit Tui, kelurahan Tanah Hitam, kecamatan Padang panjang
barat, Padang panjang, provinsi sumatera Barat”.

Proses
Input
1. Menganalisis
Data Primer
Sifat Fisik dan Mekanik
1. Geometri Lereng (Tinggi
Tanah .
Lereng Sudut Lereng)
2. Menganalisis faktor
2. Nilai Bobot Isi, Berat Jenis,
keamanan lereng (FK)
Kadar Air.
aktual dengan
3. Nilai Kohesi dan Sudut Geser
menggunakan software
Dalam
Slide 6.0.
Data Sekunder
3. Menganalisis Seberapa
Data Curah Hujan, Peta
Topografi, Peta Geologi Regional, Pengaruh Kadar Air
Peta Hidrologi Tanah Terhadap
Parameter Mekanik
Pada Lereng
4. Mengnalisis hubungan
antara Masing-masing
Variable menggunakan
OUTPUT statistik Regresi Linear
Sederhana dan Analisis
Simulasi Pengaruh Kadar
Regresi Linear
Air Tehadap Parameter
Berganda
Mekanik dan Rekomendasi
Lereng Aman 5. Rekomendasi untuk
desain lereng yang
aman

Gambar 23. Kerangka Konseptual


K. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian terapan. Penelitian terapan
(applied research) yaitu penelitian yang dikerjakan dengan maksud untuk
menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang
diterapakan dalam pemecahan permasalahan praktis. Penelitian Terapan
merupakan penelitian yang diarahkan untuk mendapatkan informasi yang
dapat digunakan untuk memecahkan masalah (Sugiyono, 2010). Menurut
Jujun S. Sumantri (1985) penelitian terapan merupakan penelitian yang
bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Bukit Tui yaitu lereng bukit kapur yang
berjajar di selatan Padangpanjang, letaknya berada antara Rao-Rao hingga
Tanah Hitam.

58

Gambar 24. Peta Lokasi Penelitian


3. Metode Pengumpulan Data
a. Jenis Data
1) Data Primer
Data primer yaitu data yang dikumpulkan dengan melakukan
pengamatan, dan pengukuran langsung di lapangan. Pengamatan
dan pengukuran dilakukan dengan cara mengambil data geometri
dan penampang lereng (tinggi lereng, lebar jenjang, dan sudut
lereng), jenis material penyusun lereng, pengecekkan muka air
tanah (MAT) pada lereng, serta sifat fisik dan mekanik material
(kohesi dan sudut geser dalam).
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan berdasarkan
literatur dari berbagai referensi,seperti:

1) Peta Geologi Regional


2) Peta Topografi
3) Data Curah Hujan
4) Peta Hidrologi
5) Peta Zonasi Gempa Indonesia
b. Sumber Data
Pada penelitian ini data primer didapat penulis dengan cara
mengambil langsung data yang dibutuhkan di lapangan, sedangkan
dataset kunder didapat penulis dari berbagai sumber baik jurnal, media
online serta instansi terkait Kota Padang Panjang.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah teknik yang dibutuhkan untuk mengolah
datayang telah dikumpulkan untuk kebutuhan penelitian agar mendapatkan
suatukesimpulan. Adapun tahapan untuk analisis dan pengolahan data
yang penulis lakukan yaitu:

a. Analisis Data Hasil Pengujian Laboratorium


Pengujian laboratorium yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah uji sifat fisik dan uji sifat mekanik berupa uji kuat geser. Uji
sifat fisik dilakukan untuk mendapatkan nilai kadar air, bobot isi dan
berat jenis tanah. Sedangkan uji sifat mekanik untuk mendapatkan nilai
kohesi dan sudut geser dalam material penyusun lereng penelitian.
b. Analisis Kestabilan Lereng dengan Simplied Bishop Methode
Analisis kestabilan lereng bertujuan untuk mengetahui nilai
faktor keamanan (FK) lereng tersebut dimana lereng dikatakan aman
jika nilai FK>1,25. Analisis kestabilan lereng dalam penelitian ini
dilakukan dengan simplied bishop metode yang dibantu oleh software
Slide V6.0 untuk memudahkan dalam menganalisa kestabilan lereng
tersebut.
L. Diagram Alir Penelitian

Gambar 59. Diagram Alir Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Agung, Kurniawan. 2011. Analisis Kestabilan Lereng Jalan Di Jalan Dlingo –


Pleret, Desa Terong Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Skripsi. UPN
Veteran.

Anaperta, Y.M. (2017). Evaluasi Kestabilan Lereng Tambang Di Pit Tambang Air
Laya (TAL) Barat Sekuen Januari 2017 Penampang C-C’ PT. Bukit Asam
(PERSERO) TBK. Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi
Informasi dan Pendidikan, 10(1), 60-70.

Anderson, M.G., Richard K.S., 1987. Slope Stability, Geotechnical Engineering


and Geomorphology, John Wiley and Sons.

Anonim. 2010. Buku Panduan Penulisan Tugas Akhir/Skripsi Universitas


NegeriPadang. Padang: Universitas Negeri Padang.

Anonim. 2008. SNI 2437:1991 Cara Uji Sifat Fisik Batu. Badan Standardisasi
Nasional.

Arif, Irwandi.2016. Buku Geoteknik Tambang. Bandung. Gramedia Pustaka


Utama

Arief, Saifuddin. 2008. “Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Irisan”. Buku
kompilasi tidak diterbitkan.

Bishop, A.W., 1955. The Use of Slip Surface in The Stability of Analysis Slopes,
Geotechnique, Vol 5. London.

Bowles, J. E., 1984. Physical and Geotechnical Properties of Soils, McGraw-Hill


Book Company, USA.

Cherianto, Octovian. 2010. Analisis Kestabilan Lereng Dengan Metode Bishop.


Jurnal Penelitian Sipil Statik.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2012. Mekanika Tanah 1. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Hardiyatmo, Hary Christady. 2010. Mekanika Tanah 2. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press
Hardiyatmo, H. C, 2010, Teknik Pondasi 2, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Hoek, Evert & John Bray. 1981. Rock Slope Engineering. 3rd. (ed). London:
Taylor & FrancisRoutledge.

Hustrulid, W., M. Kucta & R Martin. 2006. Open Pit Mine Planning & Design 3rd.
(ed). London: CRC Press

Karnawati, D., 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan
Upaya Penanggulangannya. Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi
Universitas Gadjah Mada.

Kesbangpol dan BPBD Kota Padang Panjang. 2018. Peta Geologi Kota Padang
Panjang. Kota Padang Panjang

Kurnia, Panji W., & Heriyadi, B. (2018). “Analisis Probabilitas Kelongsoran


Menggunakan Metode Monte Carlo pada Highwall Pit SB-II BK-14 PT.
Trubaindo Coal Mining, Site Melak, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan
Timur. Bina Tambang. 3(4), 1615-1629.

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bogor. Universitas Pakuan.

Rahim, A., Heriyadi, B., & Anaperta, Y.M. (2015). Analisis Kestabilan Lereng
Untuk Menentukan Geometri Lereng Pada Area Penambangan Pit Muara
Tiga Besar Selatan PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk, Tanjung Enim,
Sumatera Selatan. Bina Tambang, 2(1), 271-284.

Sandra, Helky., & Anaperta, Y.M. (2018). “Analisis Kestabilan Lereng Studi
Kasus Area Tambang Rakyat di Bukit Tui S0028’43,15” E100024’16,24”-
S0028’43,15” E100024’15,28” Kecamatan Padang Panjang Barat Kabupaten
Padang Panjang. Bina Tambang, 3(4), 1657-1670.
Saptono, Singgih. 2012. “Pengembangan Metode Analisis Stabilitas Lereng
Berdasarkan Karakterisasi Batuan di Tambang Terbuka Batubara”.
Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: ITB.

Wyllie, Duncan C., & Christopher W. Mah. 2004. Rock Slope Engineering: Civil
and Mining. 4rd. (ed). New York: Spoon Press. London.

Zakaria, Zulfiadi. 2009. Analisis Kestabilan Lereng. Bandung: Universitas


Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai