Anda di halaman 1dari 14

Reka Racana ©Jurusan Teknik Sipil Itenas | No.x | Vol.

xx
Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2019

Studi Efektivitas Penanggulangan Longsoran


Tebing Jalan Antara Dinding Penahan Tanah
dan Tiang Pancang Baja (Studi Kasus:
Ruas Jalan Bogor-Cianjur STA 16+500)
FADLI TRIAJI, BENNY MOESTOFA

Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional, Bandung


Email: fadli.triaji@gmail.com

ABSTRAK

Jalan Bogor-Puncak-Cianjur umumnya digunakan sebagai jalur transportasi yang


menghubungkan Bogor dan Cianjur. Segmen jalan ini terletak di daerah perbukitan dan
pegunungan bergelombang dengan lereng yang curam dan terjal yang berpotensi
menimbulkan terjadinya gerakan tanah. Gerakan tanah yang terjadi di lokasi penelitian
ini merupakan longsoran tanah akibat kondisi morfologi yang tidak menguntungkan dan
diperburuk oleh tingginya intensitas curah hujan. Tujuan studi ini adalah untuk
menganalisis efektivitas penanggulangan longsoran antara dinding penahan tanah
(DPT) dan tiang pancang baja dengan menggunakan Plaxis 2D berbasis elemen hingga.
Hasil simulasi model analisis stabilitas lereng menunjukkan bahwa nilai Faktor
Keamanan (FK) sebesar 0,985 untuk kondisi lereng eksisting, sedangkan
penanggulangan kombinasi antara DPT dan tiang pancang baja menghasilkan nilai
FK sebesar 1,405. Dapat disimpulkan bahwa penanggulangan kombinasi DPT dan
tiang pancang baja dapat meningkatkan FK sebesar 42,64% dibandingkan kondisi
lereng eksisting.

Kata kunci: Longsoran, faktor keamanan, dinding penahan tanah, tiang pancang baja

ABSTRACT

Bogor-Puncak-Cianjur road is generally used as transportation that connecting


Bogor and Cianjur. This road segmen is located in hilly and undulating mountainous
areas with steep and rugged slopes that potentially can cause land movement. The land
movement at this researched location is a landslide due to unfavorable
morphological conditions and exacerbated by high intensity of rainfall. The purpose of
this study is to analyze the slope treatment effectiveness between retaining wall and
steel pile construction using Plaxis 2D based on finite element method. The result
shows that the value of safety factor (SF) is 0.985 for existing slope condition,
while the use of the combination between retaining wall and steel pile, the safety
factor (SF) to become 1.405. It can be concluded that using a retaining wall and steel
pile increase safety factor more than 42.64% of the existing slope condition.

Keywords: Landslide, safety factor, retaining wall, steel pile

Reka Racana -
Fadli Triaji, Benny

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak daerah perbukitan dan pegunungan
dengan bentuk morfologi dataran yang bergelombang dan kemiringan lereng yang relatif
terjal. Kondisi tersebut muncul akibat dampak yang ditimbulkan oleh pertemuan 2 (dua)
lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia yang saling menekan
dan saling berimpit satu sama lain, sehingga banyak jaringan jalan dibangun di rute yang
melewati lereng-lereng curam dan terjal. Lereng-lereng yang curam dan terjal berpotensi
menimbulkan gerakan tanah atau umumnya disebut dengan longsoran tanah.
Daerah Puncak, Bogor memiliki bentuk geografi yang curam dan terjal sehingga di beberapa
lokasi berpotensi timbulnya gerakan tanah, baik skala kecil maupun besar tergantung dari
besarnya intensitas curah hujan. Pada bulan Februari 2018 terjadi longsoran di ruas jalan
Bogor-Puncak-Cianjur STA 16+500 seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

ARAH BOGOR ARAH CIANJUR

Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi penelitian longsoran tanah di Gunung Mas, Kabupaten Bogor (Sumber:
Pusjatan, 2018)

Lokasi penelitian ini dikenal sebagai daerah wisata pegunungan dan sebagai penghasil teh.
Longsoran yang terjadi secara umum merupakan longsoran dangkal dengan tipe translasi
(translational slide), akibat bentuk geometri lereng yang curam dan terjal serta diperburuk
dengan tingginya intensitas curah hujan.
Kegiatan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini berupa penanggulangan longsoran
tebing jalan dengan penanggulangan kombinasi antara DPT dan tiang pancang baja. Adapun
evaluasi stabilitas lereng dilakukan dengan simulasi model menggunakan perangkat lunak
Plaxis 2D.
2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Struktur Geologi


Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Bogor oleh A. C. Effendi, Kusnama, dan B.
Hermanto dengan skala 1:100.000 Tahun 2011 diketahui bahwa sebaran batuan dasar yang
termuda hingga tertua pada zona ini menyebar dimulai dari Rangkasbitung melalui Bogor,
Purwakarta, Subang, Sumedang, Kuningan dan Majalengka. Daerah ini merupakan
perbukitan lipatan yang terbentuk dari batuan sedimen tersier laut dalam membentuk suatu
struktur perlipatan. Di beberapa daerah mengalami patahan yang diperkirakan memiliki umur
yang lebih kurang sama dengan Patahan Lembang.

Reka Racana -
Studi Efektivitas Penanggulangan Longsoran Tebing Jalan Antara Dinding Penahan Tanah dan
Tiang Pancang Baja (Studi Kasus: Ruas Jalan Bogor-Cianjur STA 16+500)

Batas antara zona Bogor dengan zona Bandung adalah Gunung Ciremai (3.078 meter) di
Kuningan dan Gunung Tampomas (1.684 meter) di Sumedang. Untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas tentang kondisi geologi regional dari lokasi penelitian dalam
Tugas Akhir ini dapat dilihat Peta Geologi Regional Lembar Bogor Skala 1:100.000 (A.C.
Effendi, Kusnama dan
B. Hermanto, 2011) yang disajikan pada Gambar 2.

Lokasi Penelitian

Gambar 2. Peta geologi regional lembar Bogor, skala 1:100.000


(Sumber: A.C. Effendi, Kusnama dan B. Hermanto, 2011)

2.2 Lereng
Lereng adalah suatu bidang di permukaan tanah yang menghubungkan permukaan tanah
yang lebih tinggi dengan permukaan tanah yang lebih rendah

2.3 Longsoran
Longsoran merupakan gerakan suatu massa tanah atau batuan atau bahan rombakan atau
keduanya ke bawah lereng (Highlind and Petter, 2008). Salah satu tipe longsoran yaitu
longsoran permukaan (surface slide) yang merupakan longsoran dangkal yang terjadi di
sepanjang bidang gelincir di dekat permukaan tanah setempat yang masih terletak dalam
batas lereng, seperti tampak pada Gambar 3.
Gambar 3. Longsoran Permukaan (Surface slide)

Surface Slide
Bidang Gelincir yang Dangkal

(Sumber: Pratama, 2014)

Beberapa faktor pemicu longsoran dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Peningkatan kandungan air dalam lereng, karena air hujan, air kolam atau selokan yang
bocor atau air sawah yang merembes ke dalam lapisan tanah penyusun lereng;

Reka Racana -
Fadli Triaji, Benny

2. Getaran pada lereng, akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian kaki lereng,
getaran alat mekanis, dan kendaraan berat;
3. Peningkatan beban (bangunan atau pohon terlalu rimbun) yang melampaui kapasitas
daya dukung tanah atau turunnya kuat geser tanah;
4. Pemotongan kaki lereng yang tidak sesuai dengan prosedur dapat mengakibatkan lereng
kehilangan gaya penyangga/penahan (resisting forces); dan
5. Menyusutnya muka air yang cepat di danau atau waduk ( draw down) yang dapat
menurunkan gaya penahan lereng, sehingga mudah terjadi longsoran dan penurunan
tanah yang diawali dengan adanya retakan atau rekahan pada permukaan tanah
setempat.
2.4 Pekerjaan Penanggulangan Longsoran
Pekerjaan penanggulangan longsoran meliputi pekerjaan pengendalian ( control works) dan
pekerjaan penambatan (restraint works). Adapun pekerjaan penanggulangan ini
dimaksudkan untuk mengurangi risiko terjadinya longsoran dengan cara mengubah kondisi
alam atau topografi atau keadaan air di permukaan ataupun di bawah permukaan yang
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengendalian air permukaan dan bawah permukaan ( surface and sub-surface water
drainage;
2. Pekerjaan penambatan tanah, antara lain:
a. Dinding Penahan Tanah (DPT) seperti tampak pada Gambar 4;
b. Tiang Bor; dan
c. Tiang Pancang Beton atau Baja.

Gambar 4. Dinding Penahan Tanah Tipe Gravitasi


(Sumber: Hardiyatmo,2014)
2.5 Plaxis 2D
Plaxis 2D yaitu program yang berbasis elemen hingga yang digunakan untuk memodelkan
sejumlah besar masalah geoteknik antara lain menghitung deformasi, stabilitas tanah,
konsolidasi dan berbagai macam permasalahan geoteknik lainnya.

2.6 Faktor Keamanan


Dalam menentukan stabilitas lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang
merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan (resisting forces)
terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah (driving forces).
Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi tingkat stabilitas lereng, maka hasil
analisis dengan faktor keamanan (FK) = 1.00 belum dapat menjamin bahwa lereng tersebut
dalam keadaan aman, bahkan dapat dikategorikan kritis. Hal ini disebabkan adanya
beberapa faktor

Reka Racana -
Studi Efektivitas Penanggulangan Longsoran Tebing Jalan Antara Dinding Penahan Tanah dan
Tiang Pancang Baja (Studi Kasus: Ruas Jalan Bogor-Cianjur STA 16+500)

yang perlu diperhitungkan dalam analisis faktor keamanan lereng, antara lain kurangnya
data penyelidikan lapangan maupun hasil pengujian laboratorium, terutama bila sampel yang
diambil tidak representatif, belum adanya data tinggi muka air tanah, getaran akibat beban
kendaraan berat, kegiatan peledakan, beban alat mekanis yang beroperasi, gempa dan lain-
lain.
Tabel 1. Hubungan Nilai Faktor Keamanan (FK) Lereng dan Intensitas Longsor
Nilai Faktor Keamanan Kejadian/Intensitas Longsor
FK kurang dari 1,07 Longsor sering terjadi (lereng labil)
FK antara 1,07 sampai 1,25 Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
FK di atas 1,25 Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)

Berdasarkan SNI 8460-2017 dalam Persyaratan Perancangan Geoteknik, dinyatakan bahwa


syarat kestabilan lereng yaitu memiliki nilai FK ≥ 1,5 pada kondisi normal dan nilai FK ≥ 1,1
pada kondisi gempa.
2.7 Metode Elemen Hingga (FEM)
Metode elemen hingga adalah prosedur perhitungan yang digunakan untuk mendapatkan
pendekatan permasalahan matematis yang sering muncul pada rekayasa teknik inti dari
metode tersebut dengan cara membuat persamaan matematis dari berbagai pendekatan dan
rangkaian persamaan aljabar yang melibatkan nilai-nilai pada titik-titik diskrit pada bagian
yang dievaluasi.

Metode elemen hingga umumnya membagi tanah menjadi unit-unit terpisah yang disebut
elemen hingga (finite element) yang dapat dilihat pada Gambar 5. Unsur-unsur ini saling
berhubungan pada titik simpulnya (nodes) dan batas yang sudah ditentukan (boundary).
Perumusan elemen hingga umumnya digunakan untuk aplikasi geoteknik yang menghasilkan
bentuk penurunan, tekanan, dan tegangan pada titik simpul. Banyak program komputer
yang berbasis metode elemen hingga, salah satu contohnya adalah Program Plaxis.

Gambar 5. Definisi hubungan yang digunakan Metode Elemen


Hingga (Sumber: Lee W. Abramson, 2002)

3. METODOLOGI PENELITIAN
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang tahapan kegiatan penelitian yang
dilakukan pada Tugas Akhir ini, maka dibuat Bagan Alir Penelitian yang disajikan pada
Gambar 6 berikut

Reka Racana -
Fadli Triaji, Benny

Mulai

Kajian Pustaka

Data Stabilitas Lereng:


 Geometri Kondisi Eksisting Lereng
 Pengumpulan
Parameter Geoteknik (Lapangan Data:
& Laboratorium)
 DataDinding
Kondisi GeologiTanah
Penahan Lokal (DPT)
 DataTiang
Penyelidikan Lapangan &
Pancang Baja
Laboratorium

Evaluasi Stabilitas Lereng dengan


Alternatif 2: Alternatif 3:
Alternatif 1: Menggunakan
Penanggulangan Lereng Penanggulangan Lereng
Kondisi Eksisting Penanggulangan dengan
dengan dengan DPT dan Tiang
Lereng DPT
Tiang Pancang Baja Pancang Baja

 Faktor Keamanan Stabilitas Lereng Kondisi Eksisting


 Faktor Keamanan Stabilitas Lereng dengan Menggunakan Alternatif 1
 Faktor Keamanan Stabilitas Lereng dengan Menggunakan Alternatif 2
 Faktor Keamanan Stabilitas Lereng dengan Menggunakan Alternatif 3

Memenuhi Syarat? Tidak



Jika, (SF < 1,25)

Ya → Jika, (SF ≥ 1,25)

Analisis Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


Selesai

Gambar 6. Bagan Alir Penelitian

Reka Racana -
Studi Efektivitas Penanggulangan Longsoran Tebing Jalan Antara Dinding Penahan Tanah dan
Tiang Pancang Baja (Studi Kasus: Ruas Jalan Bogor-Cianjur STA 16+500)

4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN


4.1 Geologi Regional
Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Bogor oleh A. C. Effendi, Kusnama, dan B.
Hermanto dengan skala 1:100.000 Tahun 2011 diketahui bahwa satuan batuan dasar pada
lokasi penelitian dalam tugas akhir ini adalah aliran lava muda, terdiri dari breksi tufaan dan
lahar yang umumnya lapuk, ditunjukkan pada Gambar 7.

Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian pada Peta Geologi Regional Lembar Bogor Skala 1:100.000
(A.C. Effendi, Kusnama, & B. Hermanto ,2011)
4.2 Kondisi Geometri Lereng Eksisting
Hasil penyelidikan lapangan yang digunakan untuk menginterpretasi stratigrafi pada lokasi
penelitian adalah hasil pemboran mesin (BM2). Hasil interpretasi tersebut digunakan untuk
simulasi model kondisi lereng eksisting dengan parameter hasil korelasi dari nilai N-SPT.
Rangkuman hasil interpretasi stratigrafi tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rangkuman Hasil Pengeboran Mesin BM-2
Kedalaman (m) N-SPT Deskripsi
0-4 3 Lempung Lanauan Lunak
4 - 9,5 13 Lempung Pasiran Teguh
9,5 - 13,5 20,75 Pasir Breksi Lapuk agak Padat
13,5 - 18 15 Lempung Pasiran Teguh
18 - 25 60 Pasir Breksi lempungan Padat/keras
Hasil simulasi model geometri lereng eksisting dengan program Plaxis 2D disajikan pada
Gambar 8.

Gambar 8. Model Geometri Lereng Eksisting

Reka Racana -
Fadli Triaji, Benny

4.3 Parameter Tanah Dasar


Parameter tanah dasar pada lokasi penelitian berupa hasil korelasi nilai N-SPT dari titik bor
BM-2. Adapun parameter hasil korelasi N-SPT dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4 dan
Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 3. Parameter Tanah Kondisi Short-Term yang Digunakan
Kedalaman Material
Jenis Tipe Drainase N-SPT
(m) Model
Lempung Lanauan Lunak 0-4 Mohr-Coulomb Undrainage A 3
Lempung Pasiran Teguh 4-9,5 Mohr-Coulomb Undrainage A 13
Pasir Breksi Lapuk agak Padat 9,5-13,5 Mohr-Coulomb Drainage 20,75
Lempung Pasiran Teguh 13,5-18 Mohr-Coulomb Undrainage A 15
Pasir Breksi lempungan Padat/Keras 18-25 Mohr-Coulomb Drainage 60

Tabel 4. Parameter Tanah Kondisi Short-Term yang Digunakan (Lanjutan)


ϒsat ϒunsat C
Jenis
(kN/m3) (kN/m3) (kN/m2)
ϕ E (kN/m2) v
Lempung Lanauan Lunak 18 16 20 5 3500 0.3
Lempung Pasiran Teguh 18 16 78 5 13000 0.3
Pasir Breksi Lapuk agak Padat 22 20 5 35 32100 0.2
Lempung Pasiran Teguh 20 18 90 30 16000 0.3
Pasir Breksi lempungan Padat/Keras 25 23 5 45 79200 0.2

Tabel 5. Parameter Tanah Kondisi Long-Term yang Digunakan


ϒsat ϒunsat C
Jenis (kN/m3) (kN/m3) (kN/m2) Φ E (kN/m2) v
Lempung Lanauan Lunak 18 16 5 20 3500 0.3
Lempung Pasiran Teguh 18 16 13 28 13000 0.3
Pasir Breksi Lapuk agak Padat 22 20 5 35 32100 0.2
Lempung Pasiran Teguh 20 18 10 28 16000 0.3
Pasir Breksi lempungan Padat/Keras 25 23 5 45 79200 0.2

4.4 Hasil Analisis Stabilitas Lereng Eksisting


Hasil simulasi model analisis stabilitas lereng eksisting menghasilkan nilai FK sebesar 0,985
atau kondisi lereng longsor dengan diagram bidang gelincir ditampilkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram Bidang Gelincir Lereng Eksisting


4.5 Parameter Dinding Penahan Tanah (DPT)
Data parameter perkuatan dengan DPT yang digunakan dalam pemodelan Plaxis 2D adalah
Linear Elastic untuk mendukung peningkatan faktor keamanan pada stabilitas lereng.
Dimensi DPT terdapat pada Gambar 10 dan Tabel 6,sedangkan parameter DPT diuraikan
pada Tabel 7 di bawah ini.

Reka Racana -
Studi Efektivitas Penanggulangan Longsoran Tebing Jalan Antara Dinding Penahan Tanah dan
Tiang Pancang Baja (Studi Kasus: Ruas Jalan Bogor-Cianjur STA 16+500)

Gambar 10. Dimensi Dinding Penahan Tanah (DPT)

Tabel 6. Dimensi Dinding Penahan Tanah (DPT)

Notasi Dimensi (m)


H 4
X1 0,3
X2 2
X3 0,5
X4 0,5
X5 0,4

Tabel 7. Parameter Dinding Penahan Tanah (DPT) yang Digunakan


Jenis Drainage Material ϒsat ϒunsat v
type Model (kN/m3) (kN/m3)
Linear
DPT Non-Porous 24 24 0.15
Elastic
4.6 Hasil Simulasi Model Penanggulangan dengan DPT
Simulasi model analisis stabilitas lereng penanggulangan menggunakan DPT menghasilkan
FK sebesar 1,131 atau lebih kecil batas toleransi FK yang diizinkan lebih besar 1,25. Nilai FK
tersebut pada kondisi short-term sedangkan pada kondisi long-term tidak dapat
menghasilkan nilai FK, karena runtuh pada fase awal perhitungan dalam simulasi model.
Diagram bidang gelincir penanggulangan dengan DPT hasil simulasi model ditunjukkan pada
Gambar 11.

Gambar 11. Diagram Bidang Gelincir Lereng Penanggulangan dengan DPT

Reka Racana -
Fadli Triaji, Benny

4.7 Parameter Tiang Pancang Baja


Parameter tiang pancang baja yang digunakan dalam simulasi model disajikan pada Tabel
8.
Tabel 8. Parameter Tiang Pancang
E Y Diameter Ketebalan L
Jenis Pile Type (kN/m2) (kN/m3) Spacing
(m) (mm)
Tiang Pancang Baja Circular tube 2E+08 78,50 0,812 9 2,5

4.8 Hasil Simulasi Model Penanggulangan dengan Tiang Pancang Baja


Simulasi model analisis stabilitas lereng penanggulangan menggunakan tiang pancang baja
menghasilkan FK 1,284 pada kondisi short-term atau lebih besar dari batas toleransi FK
yang diizinkan ≥ 1,25, sedangkan pada kondisi long-term menghasilkan nilai FK sebesar 1,1.
Diagram bidang gelincir penanggulangan dengan tiang pancang baja hasil simulasi model
kondisi short-term ditunjukkan pada Gambar 12, sedangkan kondisi long-term ditunjukkan
pada Gambar 13.

Gambar 12. Diagram Bidang Gelincir Lereng Penanggulangan dengan Tiang Pancang Baja
Kondisi Short-Term

Gambar 13. Diagram Bidang Gelincir Lereng Penanggulangan dengan Tiang Pancang Baja
Kondisi Long-Term

4.9 Hasil Simulasi Model Penanggulangan Kombinasi DPT dan Tiang Pancang Baja
Simulasi model analisis stabilitas lereng penanggulangan menggunakan kombinasi DPT dan
tiang pancang baja menghasilkan FK 1,405 pada kondisi short-term atau lebih besar dari
batas toleransi FK yang diizinkan lebih besar dari 1,25, sedangkan pada kondisi long-term
menghasilkan nilai FK sebesar 1,105. Diagram bidang gelincir penanggulangan kombinasi
dengan DPT dan tiang pancang baja hasil simulasi model kondisi short-term ditunjukkan
pada Gambar 14, sedangkan kondisi long-term ditunjukkan pada Gambar 15.

Reka Racana -
Studi Efektivitas Penanggulangan Longsoran Tebing Jalan Antara Dinding Penahan Tanah dan
Tiang Pancang Baja (Studi Kasus: Ruas Jalan Bogor-Cianjur STA 16+500)

Gambar 14. Diagram Bidang Gelincir Lereng Penanggulangan dengan DPT dan Tiang
Pancang Baja Kondisi Short-Term

Gambar 15. Diagram Bidang Gelincir Lereng Penanggulangan dengan DPT dan Tiang
Pancang Baja Kondisi Long-Term
Hasil-hasil nilai FK untuk lereng kondisi eksisting, penanggulangan menggunakan DPT, tiang
pancang baja dan kombinasi antara DPT dan tiang pancang baja dirangkum dan disajikan
pada Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Rangkuman Nilai FK Hasil Simulasi Model

Simulasi Model Analisis Stabilitas Nilai FK


Kondisi Lereng Eksisting 0,985
Tipe Penanggulangan Short-Term Long-Term
DPT 1,131 -
Tiang pancang baja 1,284 1,1
Kombinasi DPT dan tiang pancang baja 1,405 1,105

5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilaksanakan melalui serangkaian penelitian
dalam tugas akhir ini, maka dibuat beberapa kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Gerakan tanah yang terjadi pada lokasi penelitian berupa longsoran dangkal dengan tipe
translasi yang disebabkan oleh kondisi morfologi yang tidak menguntungkan dan
diperburuk dengan tingginya intensitas curah hujan.
2. Faktor penyebab utama longsoran adalah penjenuhan tanah dasar di bawah badan jalan
sebagai akibat bentuk morfologi lokasi penelitian merupakan cekungan jalan tempat titik
akumulasi air limpasan hujan, sehingga air meluap ke permukaan jalan menimbulkan
erosi lereng tebing jalan dan infiltrasi air limpasan hujan melalui lapisan penyusun lereng
yang bersifat lolos air (permeable) dan berhenti pada lapisan kedap air (impermeable),
di mana

Reka Racana -
Fadli Triaji, Benny

batas kontak antara lapisan lolos air dengan kedap air diinterpretasi sebagai bidang
gelincir
3. Analisis stabilitas lereng dengan simulasi model menunjukkan bahwa kondisi lereng
eksisting menghasilkan nilai FK sebesar 0,985, berarti lereng pada lokasi penelitian
dalam kondisi longsor atau tidak aman. Adapun hasil simulasi model penanggulangan
dengan DPT menghasilkan nilai FK sebesar 1,131 dan penanggulangan dengan tiang
pancang baja menghasilkan peningkatan nilai FK sebesar 1,284 untuk kondisi short-
term, sedangkan nilai FK untuk kondisi long-term menunjukkan kecenderungan
penurunan nilai FK sebesar 1,1. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
penanggulangan dengan tiang pancang baja untuk kondisi short-term menunjukkan
bahwa lereng dalam keadaan aman/stabil atau tidak terjadi bencana longsoran,
walaupun demikian penanggulangan tiang pancang baja untuk kondisi long-term
menunjukkan bahwa lereng dalam kondisi kritis, termasuk juga tipe penanggulangan
dengan DPT sebagai akibat nilai FK yang diperoleh keduanya masih di bawah batas
toleransi yang diizinkan (FK < 1,25).
4. Analisis stabilitas lereng dengan simulasi model untuk kombinasi penanggulangan antara
DPT dan tiang pancang baja menunjukkan nilai FK sebesar 1,405 untuk kondisi short-
term berarti penerapan penanggulangan kombinasi ini cukup efektif untuk diterapkan
pada lokasi penelitian. Walaupun demikian penanggulangan kombinasi antara DPT dan
tiang pancang baja untuk kondisi long-term menghasilkan nilai FK sebesar 1,105 atau di
bawah batas toleransi nilai FK yang diizinkan (FK < 1,25). Hal ini dapat terjadi sebagai
akibat tidak berfungsinya sistem drainase yang ada pada lokasi penelitian yang dapat
menimbulkan penjenuhan tanah dasar di bawah badan jalan, karena saat hujan air
meluap ke permukaan jalan yang dapat mengikis tebing jalan, sekaligus menginfiltrasi
tanah dasar di bawah permukaan jalan.
5. Berdasarkan hasil simulasi model analisis stabilitas lereng pada lokasi penelitian dengan
penanggulangan kombinasi antara DPT dan tiang pancang baja untuk kondisi short-
term mampu meningkatkan nilai FK sebesar 42,64% dibandingkan dengan nilai FK
kondisi lereng eksisting.
DAFTAR RUJUKAN

Arsyad, S. (1989). Konservasi Tanah dan Air. IPB Press.


Bobrowsky, P., & Highlind, L. M. (2008). The Landslide Handbook—A Guide to Understanding
Landslides. Virginia: U.S Geological Survey, Reston.
Brinkgreve, R., Kumarswamy, S., & Swolfs, W. (2017). Reference Manual. Netherlands:
PLAXIS.
Cazzufi, D., & Crippa, E. (2005). Contribution of Vegetation to Slope Stability: an Overview of
Experimental Studies Carried Out on Different Types of Plants. Erosion of Soils and
Scour of Foundations, 3-4.
Kementrian Pekerjaan Umum. (2009). penanaman Ruput Vetiver untukPengendalian Erosi dan
Pencegahan Longsoran Dangkal pada Lereng Jalan. Bandung: kementrian
Pekerjaan Umum.
Nugraha, V. Y. (2016). Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Perkuatan Tanaman
Switchgrass. Reka Racana Online Institut Teknologi Nasional, 2.
Pratama, R. B., Muhibbi, I. M., Atmanto, I. D., & Hardiyati, S. (2014). Analisis Stabilitas
Lereng Dan Alternatif Penanganannya (Studi Kasus Longsoran Jalan Alternatif
Tawangmangu Sta 3+150 – Sta 3+200, Karanganyar). Jurnal Karya Teknik Sipil,
575-576.
Rao, K. S., & Das, S. K. (2016). MODELLING OF SLOPE STABILITY ANALYSIS WITH
VEGETATION. roceedings of International Conference on Recent Advances in
Reka Racana -
Studi Efektivitas Penanggulangan Longsoran Tebing Jalan Antara Dinding Penahan Tanah dan
MechanicsTiangandPancang
Materials (ICRAMM-2016)
Baja .
(Studi Kasus: Ruas Jalan Bogor-Cianjur STA 16+500)

Reka Racana -
Fadli Triaji, Benny

Sutasoma, M., Susilo, A., & Suryo, E. A. (2017). Penyelidikan Zona Longsor dengan Metode
Resistivitas dan Analisis Stabilitas Lereng untuk Mitigasi Bencana Tanah Longsor
(Studi Kasus di Dusun Jawar, Desa Sri Mulyo, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang,
Provinsi Jawa Timur). Indonesian Journal of Applied Physic, 37.

Reka Racana -

Anda mungkin juga menyukai