Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR

DI PT. NUSA HALMAHERA MINERAL

Disusun Oleh :

PUTRA WIJAYA

710015017

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL

YOGYAKARTA

2018
I. JUDUL

ANALISIS TERJADINYA WET MUCK PADA TAMBANG BAWAH TANAH PT


NUSA HALMAHERA MINERALS KABUPATEN HALMAHERA UTARA
PROVINSI MALUKU UTARA.

II. LATAR BELAKANG

PT. Nusa Halmahera Minerals yang selanjutnya disebut PT. NHM merupakan salah
satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan komoditas emas. Perusaahaan yang
berlokasi di Balisosang, Malifut, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara ini
memulai aktivitas penambangannya di tambang terbuka (open pit) Gosowong pada tahun
1999 dan tambang terbuka (open pit) Toguraci pada tahun 2003. Saat ini PT. NHM memiliki
dua tambang aktif yaitu tambang bawah tanah Kencana yang mulai beroperasi sejak Juli 2005
dan tambang bawah tanah Toguraci sejak Mei 2011. Tentunya tantangan yang dihadapi oleh
PT. NHM ketika mengoperasikan tambang bawah tanah lebih rumit dibandingkan ketika
mengoperasikan tambang terbuka.
Keamanan tambang merupakan hal yang perlu dipertimbangkan demi menunjang
proses produksi. Hal ini meliputi alat keselamatan kerja dan juga optimalisasi keamanan
lingkungan tambang dengan meminimalisir resiko kecelakaan yang mungkin terjadi, baik
kecelakaan kerja maupun dari aspek kondisi tambang. Adanya luncuran lumpur basah pada
level ekstraksi (extraction level) merupakan suatu kondisi tidak aman yang meningkatkan
faktor resiko dalam bekerja di lokasi tambang ini.
Kejadian luncuran lumpur basah (spill out / mudrush) di PT. NHM sangat
memungkinkan terjadi dikarenakan penggunaan sistem penambangan Long Hole Stoping dan
Avoca Mining. Penggantian alat angkut produksi berupa manual Load Haul Dump (LHD) atau
Bogger menjadi Remote Bogger merupakan suatu upaya dalam peningkatkan keamanan K3
bagi pekerja, tetapi hal ini tidak mampu menurunkan resiko kejadian luncuran lumpur basah
dan bahkan menurunkan tingkat produksi bijih (ore).
Permasalahan luncuran lumpur basah ini merupakan permasalahan tambang bawah
tanah, terutama pada sistem penambangan Long Hole Stoping dan Avoca Mining. Masuknya
air ke dalam pertambangan bawah tanah dengan membawa material halus di sepanjang jalur
yang dilewati menjadi masalah apabila tidak dilakukan pengendalian. Faktor pengaruh yang
ada bukan hanya dari kondisi bebatuan sekitar saja, akan tetapi dari sistem manajemen yang
dilakukan oleh pertambangan juga berpotensi muncul sebagai pemicu (trigger).
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa kajian mengenai faktor pengaruh atas
kejadian luncuran lumpur basah beserta manajemen kontrol produksi yang aman perlu
dilakukan. Penulis tertarik untuk menulis Tugas Akhir dengan mengambil judul : “Analisis
Terjadinya Wet Muck Pada Tambang Bawah Tanah PT Nusa Halmahera Minerals Kabupaten
Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara.”

III. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sebaran fragmentasi dan tingkat kebasahan batuan pada wilayah yang
berpotensi terjadi luncuran lumpur.

2. Mengetahui jenis mineral yang berpotensi sebagai zona lemah dalam batuan maupun
material pembentuk lumpur basah.

3. Mengetahui pola kejadian atas luncuran lumpur basah yang terjadi.

4. Mengetahui besar dari tingkat kepercayaan atas faktor penarikan produksi hancuran
bijih (mucking) sebagai pemicu yang memungkinkan terjadinya luncuran lumpur
basah.

5. Menganalisa faktor yang dominan mengakibatkan Wet Muck pada Drawpoint dari
semua faktor yang dianalisis.

6. Mengetahui batasan zona aman produksi dan besaran penarikan produksi hancuran
bijih (mucking) yang disarankan.

IV. BATASAN MASALAH

1. Riset terfokus pada kejadian luncuran lumpur yang terjadi di area tambang bawah
tanah di PT. Nusa Halmahera Minerals Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku
Utara

2. Fokus membahas aspek penarikan produksi hancuran bijih (mucking) sebagai


kemungkinan faktor pengganggu / pemicu kejadian.

3. Waktu pengaruh dari kejadian penarikan produksi hancuran bijih (mucking) dibatasi
pada 1 hari sebelum kejadian spill terjadi.
4. Menggunakan metode taksonomi sebagai dasar atas model itterasi berkelanjutan /
menerus.

V. RUMUSAN MASALAH

Adapun permasalahan yang akan dibahas pada bab selanjutnya dalam


penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana peran besaran fragmen dan kejenuhan air dalam hancuran batuan bijih di
dalam lubang produksi (drawpoint) terhadap luncuran lumpur basah pada blok
tambang PT. NHM?

2. Bagaimana pola pergerakan luncuran lumpur basah yang terjadi pada data historis
kejadian Wet Muck?

3. Bagaimanakah tingkat validitas akan kegiatan penarikan produksi hancuran bijih


(mucking) sebagai faktor pengganggu dalam kejadian luncuran lumpur basah?

4. Bagaimana batasan zona pengaruh faktor pengganggu / pemicu dalam kejadian


luncuran lumpur basah ?

VI. PENYELESAIAN MASALAH

VI.1. Dasar Teori

VI.1.1. Metode Penambangan

Metode penambangan yang digunakan di tambang bawah tanah Toguraci adalah


Metode penambangan yang digunakan di tambang bawah tanah Toguraci adalah metode Long
Hole Stoping dan Cut and Fill pada badan bijih Wulan. Metode Long Hole Stoping dilakukan
dengan membuka dua level (top access dan bottom access) serta meninggalkan level tengah
(di antara top dan bottom access) sebagai pilar.
Selain itu, menurut Drill and Blast Engineer dikenal pula beberapa metode
penambangan yang pernah diterapkan di tambang bawah tanah Toguraci, yaitu Avoca Mining
dan Modified Avoca. Avoca Mining merupakan metode penambangan dimana terdapat dua
akses yaitu level atas dan level bawah dimana arah peledakan dan akses untuk backfilling
saling berlawanan. Keuntungan dari Avoca Mining ini adalah waktunya yang relatif lebih
cepat dan murah karena material yang digunakan untuk backfilling adalah waste.
Gambar 6.1. Ilustrasi Avoca Mining bagian 1

Gambar 6.2. Ilustrasi Avoca Mining bagian 2


Gambar 6.3. Ilustrasi Avoca Mining bagian 3

VI.1.2. Tahapan Penambangan

Gambar 6.4. Tahapan penambangan di tambang bawah tanah Toguraci


VI.1.2.1. Markup

Tahapan penambangan di tambang bawah tanah Toguraci dimulai dengan markup


lubang tembak oleh Survey dengan berkoordinasi bersama Geology jika dilakukan markup
untuk pada badan bijih.
Alat-alat yang digunakan untuk markup antara lain Total Station TCRA1203+,
prisma dua buah sebagai pemantul sinar infrared dari Total Station dan pilox sebagai alat
untuk membuat tanda pada titik yang ditentukan. Pilox merah digunakan untuk penanda
lokasi laser Solo dan pilox kuning sebagai penanda lokasi ring, center line, grade line serta
right and left wall.

VI.1.2.2. Drilling

Setelah Survey selesai markup pada titik yang telah ditentukan, akan dilakukan
pengeboran. Pengeboran lubang tembak horizontal akan dilakukan menggunakan Jumbo Drill
sedangkan pengeboran vertikal akan menggunakan Solo. Diamater lubang bor yang
digunakan di tambang bawah tanah Toguraci berukuran 76 mm dengan diameter reamer
sebesar 8 inch.
Pada Solo, terdapat 29 rod steel dengan panjang masing-masing steel yaitu 1.8 m.
Sehingga, Solo dapat digunakan untuk melakukan pengeboran dengan maksimum kedalaman
sebesar 52.2 m. Selain itu kemiringan (dumping) maksimum dari Solo sebesar 45o. Pada
pengeboran uphole, cutting dari hasil pengeboran memiliki kemungkinan jatuh mengenai
boom dari Solo. Oleh karena itu, pada ujung boom Solo dipasang karet pelindung untuk
mencegah cutting merusak Solo.

Gambar 6.5. Prepping oleh Survey


Untuk peledakan stoping, lubang tembak yang telah dibuat akan dicek kembali oleh
Survey untuk memeriksa keakuratan pengeboran atau dikenal dengan istilah prepping. Hal ini
dikarenakan peledakan untuk stoping memerlukan tingkat ketelitian yang lebih tinggi supaya
didapatkan hasil peledakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

VI.1.2.3. Charging

Setelah proses pengeboran selesai dilakukan, barulah lubang tembak dapat diisi
dengan bahan peledak. Proses ini disebut dengan proses charging. Pada tahap ini, lubang
tembak akan diisi dengan bahan peledak oleh dua orang Blaster menggunakan alat Charmec.
Pada tambang bawah tanah Toguraci, bahan peledak yang digunakan adalah ANPA
(Ammonium Nitrate Parafin). Hal ini dikarenakan keberadaan air panas Toguraci yang keluar
dari heading menyebakan suhu pada lubang tembak berkisar sekitar 70oC. ANPA memiliki
titik bakar pada suhu sekitar 200oC sedangkan titik bakar ANFO sekitar 55oC.
Pada charging development, primer yang digunakan adalah Powergel Piromex dan
detonator LP series. Sedangkan pada stoping, digunakan Booster250 sebagai primer dengan
detonator MS series. Untuk setiap 7 meter lubang tembak, akan dipasang satu primer.
Tujuannya adalah supaya primer memperkuat bahan peledak yaitu ANPA sehingga lubang
dapat meledak dengan sempurna dengan hasil peledakan yang baik.

Gambar 6.6. Konfigurasi Primer


VI.1.2.4. Blasting

Lubang tembak akan dihubungkan melalui firing line menuju blasting machine
yang terletak di permukaan dekat Tag Board Toguraci berada. Terdapat dua kali peledakan
setiap harinya pada tambang bawah tanah Toguraci di awal day shift maupun night shift.
Setelah peledakan, akan dilakukan re-entry yaitu pengecekan tiap heading yang
diledakkan untuk memastikan keadaan telah aman. Setelah re-entry, alat dan pekerja lainnya
diperbolehkan untuk masuk ke tambang bawah tanah Toguraci.
Untuk mengetahui keberhasilan dari proses peledakan, dipasang alat Free Base
Monitor di dekat lokasi peledakan. Alat ini digunakan untuk mengecek apakah terjadi misfire
(gagal ledak) pada lubang tembak atau tidak dengan cara mengidentifikasi puncak getaran
yang terbentuk selama peledakan. Jumlah puncak getaran yang terbentuk menunjukkan
jumlah lubang yang berhasil meledak.

VI.1.2.5. Bogging

Material hasil peledakan akan digali-muat termasuk pemuatan ke truk dengan


menggunakan alat Load Haul Dump (LHD) atau yang biasa disebut Bogger dalam istilah di
Autralia sehingga proses ini disebut bogging.
Material ore akan diangkut menuju ROM Pad yang lokasinya dekat dengan pabrik
pengolahan sedangkan waste akan diangkut menuju waste dump yang berada di dekat portal
utama tambang bawah tanah Toguraci.
Di tambang bawah Toguraci, Bogger dapat dijalankan dengan dua cara baik secara
manual oleh operator Bogger itu sendiri maupun dengan Remote Bogger. Remote Bogger
digunakan setelah peledakan stoping dimana material hasil peledakan berada di daerah
yang belum disangga. Kondisi ini sangat berbahaya bagi operator Bogger apabila Bogger
dioperasikan secara manual. Pada keadaan ini Remote Bogger akan dioperasikan dari box
dekat dengan lokasi pemuatan.
Gambar 6.7. Operator Bogger mengopersikan Reomte Bogger

VI.1.2.6. Scaling

Setelah aktivitas bogging selesai, Jumbo Drill akan masuk ke heading untuk
melakukan scaling yaitu proses meratakan face. Tujuannya untuk membersihkan heading dari
debu dan minyak sertamenjatuhkan bidang lemah yaitu material hasil peledakan yang masih
menempel sehingga pada proses spraying, shotcrete akan menempel langsung pada batuan
yang kuat. Operator Jumbo Drill akan menyemprotkan air bertekanan ke heading sehingga
material yang lemah akan jatuh. Metode scaling ini dikenal dengan istilah hydroscale dimana
heading dibersihkan dari atas ke bawah.

VI.1.2.7. Spraying

Spraying adalah proses penyemprotan shotcrete pada wall dan backs. Shotcrete
diangkut dengan menggunakan Agitruck dan ditembakkan dengan Spraymec dari bawah ke
atas.
Di PT. Nusa Halmahera Minerals, shotcrete dibuat di Batching Plant Kencana dan
Batching Plant Toguraci. Terdapat dua jenis Batching Plant yaitu dry dan wet Batching Plant,
dimana pada dry Batching Plant produk yang dihasilkan kering dan pencampuran terjadi di
bowl truk pengangkut. Baik Batching Plant Kencana maupun Toguraci merupakan wet
Batching Plant. Perbedaannya adalah Batching Plant Toguraci menggunakan tempat
penampungan semen (SILO) vertikal sedangkan Batching Plant Kencana mennggunakan
SILO screw. Keuntungan SILO vertikal yaitu produksi lebih cepat namun maintenance SILO
lebih susah dibanding SILO screw.
VI.1.2.8. Supporting

Supporting merupakan proses pemasangan penyanggaan yang terdiri dari bolting


dan meshing yaitu pemasangan rockbolt dan mesh pada face atau backs. Proses pemasangan
penyangga ini menggunakan Jumbo Drill dimana operator Jumbo Drill akan dibantu oleh
offsider Jumbo Drill, kecuali pemasangan cablebolt akan menggunakan Cabolter .

VI.1.2.9. Backfilling

Backfilling adalah proses pengisian rongga pada stoping dengan menggunakan


pasta. Sebelum dilakukan proses pouring, akan dipasang paste wall terlebih dahulu.
Terdapat dua macam paste wall yaitu paste wall yang dipasang manual
dengan menggunakan Jumbo Drill dan paste wall kit.

VI.1.3. Gravity Flow

Istilah sedimen gravity flow untuk menerangkan mekanisme pengangkutan batu


pasir dan sedimen klastik kasar lainnya dalam lingkungan laut dalam melalui pematang
bawah samudra (submarine canyons). Dalam hal ini istilah sedimen graviry flow, digunakan
secara umum untu aliran sedimen atau campuran sedimen fluida dibawah pengaruh gaya
berat. (Middleton dan Hampton, 1973).
Berdasarkan gerakan relatif antar butir dan jaraknya dari sumber, sedimen gravity
flow dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:

1. Aliran turbid (turbidity curret), dimana butir-butir telah lepas sama sekali dan masing-
masing butir didukung oleh fluida (telah terindikasi menjadi turbulen).

2. Aliran sedimen yang difluidakan (fluidizel sedimen flow), butir yang lepas di dukung
oleh cairan yang diperas ke atas antar butir. Butir-butir masih bersentuhan.

3. Aliran butir (grain flow), dimana butir-butir belum lepas dan dalam mengalir masih
sering bersentuhan.

4. Aliran debris (debris flow) campuran, dimana butir-butir kasar masih didukung oleh
matris (masa dasar) campuran sedimen yang lebih halus dan media (Air) dan masih
mempunyai kekuatan, jka butir-butir ini masih mempuyai kekuatan dan relatif
merupakan massa dan terdapat kohesi antara butir, Maka hal ini disebut slump
(lengseran), sehingga amasih bersifat plastis.

Pergerakan material bercampur media (air) pada tambahan bawah tanah dengan
menggunakan sistem metode block caving terlihat pada gambar 3.3 dibawah ini. Material
yang berukuran kecil (kominusi) rata-rata dibawah 5cm dapat membentuk lumpur basah jika
bercampur dengan air yang terdapat dalam cave. Akan keluar mengikutiarus penarikan pada
drawpoint atau akan tertampung jika terjadi isolated drawpoint.

Gambar 6.8. Wetmuck isolate Drawpoint Conditions

VI.1.3.1. Arus Turbid (Turbidity Current)

Turbidit didefinisikan oleh Keunen dan Migliorini (1950) sebagai suatu sedimen
yang diendapkan oleh mekanisme arus turbidit, sedangkan arus turbidit itu sendiri adalah
suatu arus yang memiliki suspense sedimen dan mengalir pada dasar tubuh fluida, kare
mempunyai kerapatan yang lebih besar daripada cairan tersebut.
Endapan turbidit mempunyai karakteristik tertentu yang sekaligus dapat dijadikan
sebagai ciri pengenalnya. Namun perlu dipehatikan bahwa ciri itu bukan hanya berdasarkan
suatu sifat tunggal sehingga tidak bisa secara langsung untuk mengatakan bahwa suatu
endapan adalah turbidit. Hal ini disebabkan banyak struktur sedimen tersebut, yang juga
berkembang pada sedimen yang bukan turbidit.
Merupakan aliran yang cepat pada lereng karena densitas yang besar dalam fluida
akibat kelimpahan materi yang tersuspensi di dalam fluida. Adanya arus turbulensi
menghasilkan turbidity yang membawa gaya pembawa dalam aliran. Turbidity current
umumnya dipicu oleh gempa bumi dan strom di laut. Proses turbidity current sulit diamati
karena berlangsung cepat.
Massa turbulen memiliki bagian-bagian yaitu head, body,dan tail. Head adalah
bagian tertebal dari aliran, body adalah bagian yang memiliki ketebalan uniform dan tail
adalah daerah dimana ketebalan berkurang dan konsentrasi sedimen. Mekanisme turbidity
current: aliran di head cenderung lebih acak dibandingkan dengan aliran yang ada di body,
sehingga sedimen yang tersuspensi di body berpindah ke head, lalu sedimen tersebut teragkat
dan tersapu (upward motion of head) kembali ke body.
Kecepatan head dikontrol oleh ketebalan head, densitas fluida sekitar (ambient
fluida), perbedaan densitas ambient fluida dengan densitas arus turbidit, dan konstanta Froud
(F=0.7). Sedangkan kecepatan pada body lebih cepat dari pada kecepatan di head. Kecepatan
pada body dikontrol oleh kemiringan lereng, koefisien gesek pada base (fb), koefisien gesek
pada puncak aliran (ft). untuk base yang smooth, nilai friksi bergantung pada Reynold
number, sedangkan untuk base yang kasar bergantung pada kekasaran bed.
Sedimen yang lebih kasar akan terkonsentrasi di head dan head juga mengerosi bed
menghasilkan groove dan flute. Kemudian terisi oleh material dari body dan tail yaitu sedimen
yang lebih halus dan menghasilkan graded bed.
VI.1.3.2. Aliran Butir (Graint Flow)
Grain flow adalah aliran sedimen yang loose tanpa pengaruh media transport.
Grain flow dihasilkan oleh oleh tekanan dispersi yang dihasilkan dari collision butir.
Mekanismenya terjadi ketika akumulasi sedimen mengakibatkan peningkatan shear stress.
Pada keadaan aliran steady, shear stress dan tekanan disperse diseimbangkan oleh gaya
normal dan tangensial. Aliran butir cenderung menghasilkan deposisi yang uniform. Grain
flow bukan aliran turbulen atau turbulensinya terbatas, sehingga tidak ada percampuran antara
layer bawah dan layer atas. Ketika butir besar dapat tertransport di puncak aliran yang
dikontrol oleh efek kinetic sieve. Hal tersebut dapat menghasilkan struktur reserve bedding.

VI.1.3.3. Aliran sedimen yang difluidakan (Fluidized Sediment Flow)


Fluidsa flow adalah sedimen akibat upward intergranular flow karena adanya
hambatan akibat viskositas yang tinggi. Fluida ini berusaha untuk ascape. Sedimen berlaku
seperti fluida. Biasanya tedapat pada sedimen alam sebagai struktur dish structures dan pilar.
Gradding lemah sehingga batas atas dan batas bawah menjadi kabur.

VI.1.3.4. Alirab Debris (Debris Flow)


Debris flow atau aliran lumpur adalah pergerakan material sedimen gravitasi yang
dilumasi oleh air di dalam ruangan antar butir. Debris flow terjadi ketika massa sedimen yang
tersortasi buruk, terganggu dan terjenuhkan oleh air, menyeruak menuruni lereng sebagai
respon terhadap gaya gravitasi aliran ini terdiri atas partikel lempung dan pasir halus yang
membentuk lumpur yang memiliki kekentalan yang dapat menangkut material kasar. Fluida
memiliki property fisik yang dijabarkan dalam yield-strength model. Sifat aliran ini adalah
memiliki plug ketika gaya geser rendah; bagian depan mulai dengan rolling (biasanya disebut
sebagai caterpillar motion); deposit terpusatkan di cake dinding samping. Karakteristik
deposit debris flow adalah reverse granding.

VI.1.4. Draw Control Effect

Konsekuensi operasional dari ketidakseragaman dan kemenurasan penarikan


(mucking) diantaranya yaitu signifikan displacement yang dapat memicu kerusakan pada
panel dan berkontribusi juga dalam memburuknya kondisi wet muck yang telah ada
(Widijanto et al, 2013). Dalam paper yang ditulis oleh widijanto et al (2013) memberikan
kesimpulan bahwa signifikan convergence dikontribusi oleh tidak adanya aktifitas mucking
sebesar 41% dan secara keseluruhannya aktifitas mucking memberikan kontribusi sebesar
66% terhadap konvergen. Keseragaman dan kemenerusan drawing adalah hal yang mendasar
untuk mengurangi konvergen ataupun kerusakan drawpoint. Terdapat hubungan berkebalikan
dari displacement rate dan penarikan (Gambar 3.4 ). Jika dilakukan trus menerus (increasing)
maka displacement rate akan berkurang (decreasing).

Gambar 6.9. Draw Rate Versus Displacemnet dan Kelas Kerusakan


(Widijanto et al, 2013)

Pada awal produksi terkandang dilakukan penarikan yang berlebih pada suatu
jumlah drawpoint dalam tujuan untuk mempercepat cash flow. Sehingga modal capital dapat
segera kembali (Brown, 2000). Namun hal dapat menimbulkan beberapa konsekuensi yaitu:

1. Dapat mengarah pada perkembangan cave back yang tidak merata. Data caving yang
terperangkap pada area tertentu. Sebagai hasilnya akan timbul distribusi stress
imbasan yang tidak merata pada cave back.
2. Pada material yang lemah, jika penarikan dilanjutkan sebuah jalur kecil seperti
cerobong asap sepanjang tubuh bijih akan terbentuk sehingga dilusi dapat terjadi.

3. Jika sekelompok drawpoint berdekatan ditarik secara berlebihan dengan mengingatkan


cave rate atau rambatan cave terperangkap, maka air gap akan terbentuk kelebihan ini
berpotensi untuk ledakan udara yang merusak cave back. Keruntuhan besar dapat
timbul pada cave back.

Dalam pengambil bijih pada caved dan melibatkan banyak drawpoint (Multiple
drawpoint), dilaksanakan tanpa perencanaan dan control yang baik akan mengakibatkan
resiko yang bersifat jangka panjang (Gambar 3.5). Resiko jangka panjang tersebut di
antaranya kegagalan dalam recovery bijih, dilusi yang berlebih, perambatan cave yang tidak
seragam ataupun terperangkap, fragmentasi yang besar, ledakan udara, dan pembebanan
berlebih pada Pillar (Brown, 2000)
Gambar 6.10. Mekanisme Pergerakan Muck Pada Isolated Draw Point (kiri) dan Mekanisme
Pergerakan Muck pada Beberapa Drwapoint (Kanan) (Laubscher, 2000)

Mekanisme pergerakan material caved dipengaruhi oleh penarikan muck pada


drawpoint. Saat hanya sebuah drawpoint yang hanya ditarik , material caved bergerak dengan
membentuk jalur elipsoid/hiperbolik. Jika drawpoint di sebelanya tidak dilakukan penarikan
juga maka terjadi penurunan level caved material yang tidak merata. Akibatnya air gap back
(Gambar 3.10 kiri). Berbeda hanya saat beberapa drawpoint yang berdekatan ditarik secara
bersamaan menyebabkan tinggi material cave dan cave back yang merata pula (Gambar 3.7
Kanan). Hal ini memberikan sebuah kondisi dimana beban material cave yang membebani
pilar merata juga. Sehingga kerusakan panel cenderung dapat diminimalisir.

Pada kebanyakan tambang caving yang besar, orebody mungkin di ekstraksi pada
berbagai seri blok-blok. Dimana kemungkinan pada kasus-kasus ini, blok-blok baru harus
bergeraak mundur (retreated) dari blok-blok yang telah ada. Hal ini untuk mencegah
terjadinya pembebanan yang tinggi pada pillar diantara 2 blok cave (Gambar 3.6) yang dapat
mengarah pada stress-induced failure pada lubang bukaan dan juga daerah sekitarnya. Hal ini
dikemukakan oleh Ferfuson (1997), sebagai contoh pada shabanie mine Zimbawe. Zone-zone
Hight Stress pada gambar terletak pada zona di depan cave line yang disebut abutment stress.
Gambar 6.11 (a) Arah penambangan yang baik (b) arah penambangan yang tidak diharapkan
(After ferguson, 1979)

VI.1.5. Major Collapse

Dalam konteks terbaru, major collapses dapat diilustrasikan dengan kejadian


sebagai berikut (Brown, 2000):
- Runtuhnya yang tidak terkontrol pada crown atau sill pillars terhadap surface atau
pada rongga diatas bagian yang ditambang (Gambar 3.7 tipe 1)
- Jatuhan blok atau volume batuan yang besar dari back undercut atau biasanya cave itu
sendiri (Gambar 3.8 Type 2)
- Runtuhan, bersifat progresif atau selain itu pada bukakan pada atau diatas level
ekstraksi (Gambar 3.9 tipe 3)

Secara umum definisi dari major collapse adalah peristiwa yang menyebabkan
kerusakan pada beberapa konsekuensi pada pada operasi. Pada kasus yang ekstrim, hal ini
dapat menyebabkan kehilangan nyawa, berkurangnya produksi, atau kerusakan ekstensif pada
infrastruktur. Kasus lainnya, dapat menyebabkan waktu delay yang mahal serta pekerjan yang
berulang seperti repair yang berimbas pada meningkatnya biaya produksi (Brown, 2000)

6.12. Major Collapse Tipe 1


Runtuhan pada tipe satu diakibatkan adanya rongga (void) antara cave height anda
cave back. Void ini muncul sebagai akibat penarikan yang teratur dan terencana. Hal ini dapat
menimbulkan ketidak cocokan pada caving rate dan draw rate. Keadaan ijni muncul pada
beberapa kasus dimana perambatan cave tidak sesuai yang direncanakan dan caved ore terus
menerus ditarik untuk menjaga kuantitas produksi. Runtuhan besar pada tipe ini dapat
menimbulkan airblast yang dapat memicu kerusakan pada drawpoint.

Gambar 6.13. Major Collapse Tipe 2)

Runtuhan tipe 2 timbul ketika sebuah balok atau volum batuan yang besar terisolasi
oleh permukaan undercut atau cave back dan ketidak menerusan seperti sesar atau kekar yang
disebabkan oleh induced stress dimana jatuh/luncuran dibawah pengaruh gaya gravitasi. Tipe
ini lebih sering muncul ketika back dari cave berbentuk konveks ke bawah dari pada konkaf.
Runtuhan tipe 3 disekitar level ekstraksi adalah induced stress tetapi, dapat diperburuk
dengan adanya kehadiran sesar atau kekar, Runtuhan tipe ini telah lama di alami pada
tambang caving (Julin 1964, Flores 1993), biasanya pada bagian depan cave sebagian hasil
dari abutment stress. Terkadang beberapa ahli merujuk runtuhn ini sebagai “Weight
Problem”. Flores, Diez and Tobar (2000) menyatakan bahwa tipe ini bersifat progresif
daripada tiba-tiba dan riuh. Mereka selalu melihatkan failure pada pilar yang ditinggalkan dan
diatas level ekstraksi. Runtuhan tipe ini memerlukan beberapa minggu atau bahkan bulan
untuk berkembang dan deformasi dengan penyangga apapun. Dalam kasus yang ekstrim dapat
menyebabkan permanen closure drift atau drawpoint.
Gambar 6.14. Major Collapse Tipe 3 (After Flores, 1993)

Beberapa efek dari major collapse yaitu adanya hang-up drawpoint (Gambar 3.10).
Blok runtuhan serta adanya penarikan yang tidak teratur pada individu drawpoint tertentu
menyebabkan intermixing (Pencampuran material). Blok-blok batuan yang runtuh dan
mengisi void menyebabkan hung up pada drawpoint.

Gambar 6.15. Hang Up Di Dalam dan di atas Drawpoint


VI.1.6. Height Of Draw

Height of draw (HOD) dalah tinggi vertical dari sebuah ore coloum yang dapat
ditarik cecara ekonomis, Sederhananya HOD merupakan batas optimal dari sebuah drawpoint
(Tony Diering, 2008). HOD telah terlewatkan mak kecenderungan dilusi akan terjadi. HOD
dapat digunakan sebagai faktor skala untuk rate penarikan. Hal ini secara intens untuk
memastikan semua drawpoint di dalam sebuah area (panel) memiliki depresi HOD dalam
waktu yang sama. Bagaimana juga jika terdapat perbedaan pada tinggi penarikan, maka
penarikan pada area yang dikerjakan lebih banyak harus dikurangi dan drwapoint tentangga
akan lebih diprioritaskan untuk ditarik (E.T. Brown 1997-2000)
Seiring dengan caving dan drawpoint yang telah dibuat dan siap untuk di mucking
loading diarahkan oleh dispatcher untuk menarik bijih dari drawpoint. Perintah dan arah yang
diberikan oleh dispacther sering disebut draw order. Material caving yang menumpuk pada
area di atas drawpoint yang tidak di mucking dapat menyebakan adanya pembebanan statis
(Load Static Stress). Load static stress dapat diibaratkan sebagai sebuah pembebanan diatas
pillar yang bersifat statis sehingga dapat memicu adanya kerusakan di drawpoint.
Sederhanannya beban material statis tersebut dapat dikalkulasikan sebagai:
LoadStatic = HoD x y x Dimensi Ore Coloumn.............................................(11)
Dimana loadstatic dalam ton, HOD dalam meter, y dalam ton.m3 dan dimensi orea coloumn
dalam m2. Tony Diering dalam makalahnya, memberikan hubungan antara HOD dan drawing
sequence pada block caving system (Gambar 3.11)
Berdasarkan gambar dibawa, hubungan dari kiri kekanan pada sumbu X menunjukkan
peningkatan jumlah drawpoint. HOD untuk drawpoint yang barn mendekati angka nol dan
HOD untuk drawpoint yang tau mendekati nilai maksimum ekonomisnya.

Gambar 6.16 Hubhungan HOD dan Drawing Sequence

Status dari sebuah drawpoint dan tambang akan terus maju secara diagonal dari kiri
ke kanan (Gambar 6.16). Hal ini menunjukkan bahwa nilai HOD akan mencapai maximum
untuk semua drawpoint di akhir penambangan.
Gambar 6.17 Status Drawpoint Ramp Up, Steady State Production, Ramp Down

Sepanjang masa ramp up (a) tidak ada drawpoint yang ditutup dan drawpoint baru
selalu bertambah. Sepanjang ramp down (c) tidak ada drawpoint baru yang dibuat. Namun
sepanjang waktu steady state production, beberapa drawpoint dibuka serta ada juga yang
ditutup dengna ratio yang sama. Waktu total untuk membuka semua drawpoint di
representasikan sebagaimana waktu bergerak dari point P ke Q (Gambar 12). Waktu untuk
menambang drawpoint akhir direpresentasikan melalui pergerakan dari Q ke R.
Ratio ekstraksi atau penarikan material dari drawpoint sangatlah beram sebagimana
dari tingkat kematangan drawpoint, hal ini dapat di ekspresian sebagai Production Rate Curve
(PRC). Untuk mempermudah diasumsikan bahwa semua drawpoint selalu memiliki draw rate
yang sama/ konstan PRC. Jika PRC bertambah, lalu garis diangonal mnejadi lebih curam. Jika
draw rate menurun, maka garis produksi menjadi landau. Gambar 3.13)

Gambar 6.18. Perbedaan Ratio dari Penarikan Vertikal

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi vertical draw rate, umur setiap drawpoint
berkurang dan jumlah drawpoint yang aktif pada waktu tertentu juga menurun. Sebaliknya,
dengan rate yang lebih lambat, banyak drawpoint akan aktif pada suatu waktu dan umur dari
drawpoint juga akan meningkat (Gambar 3.14).
Gambar 6.19 HOD Maksimum Secara Ekonomis

Untuk jenis block caving, HOD maksimum dan ekonomis adalah variabel yang
beruntung pada tingkat tinggi dari kolom bijih diats setiap drwapoint. Hal ini dapat
digambarkan secara skematis (Gambar 3.15). Selain itu nilai HOD dapat menggambar
kualitas mucking dari sutau panel yang memiliki banyak drawpoint.

Gambar 6.20. Skematik Drwaing Sequence untuk Block Caving

Selama masa produksi, perencanaan penarikan sangatlah penting. Dalam bukunya De


Beers Cave Mining Handbook perbedaan tinggi HOD tiap drawpoint menunjukkan kurang
baiknnya control penarikan (Draw control).

VI.1.7. Uniformity Index


Height of draw (HOD) dalah tinggi vertical dari sebuah ore coloum yang dapat
ditarik cecara ekonomis, Sederhananya HOD merupakan batas optimal dari sebuah drawpoint
(Tony Diering, 2008). HOD telah terlewatkan mak kecenderungan dilusi akan terjadi. HOD
dapat digunakan sebagai faktor skala untuk rate penarikan. Hal ini secara intens untuk
memastikan semua drawpoint di dalam sebuah area (panel) memiliki depresi HOD dalam
waktu yang sama. Bagaimana juga jika terdapat perbedaan pada tinggi penarikan, maka
penarikan pada area yang dikerjakan lebih banyak harus dikurangi dan drwapoint tentangga
akan lebih diprioritaskan untuk ditarik (E.T. Brown 1997-2000)
Seiring dengan caving dan drawpoint yang telah dibuat dan siap untuk di mucking
loading diarahkan oleh dispatcher untuk menarik bijih dari drawpoint. Perintah dan arah yang
diberikan oleh dispacther sering disebut draw order. Material caving yang menumpuk pada
area di atas drawpoint yang tidak di mucking dapat menyebakan adanya pembebanan statis
(Load Static Stress). Load static stress dapat diibaratkan sebagai sebuah pembebanan diatas
pillar yang bersifat statis sehingga dapat memicu adanya kerusakan di drawpoint.
Sederhanannya beban material statis tersebut dapat dikalkulasikan sebagai:
LoadStatic = HoD x y x Dimensi Ore Coloumn.............................................(11)
Dimana loadstatic dalam ton, HOD dalam meter, y dalam ton.m3 dan dimensi orea coloumn
dalam m2. Tony Diering dalam makalahnya, memberikan hubungan antara HOD dan drawing
sequence pada block caving system (Gambar 3.11)
Berdasarkan gambar dibawa, hubungan dari kiri kekanan pada sumbu X
menunjukkan peningkatan jumlah drawpoint. HOD untuk drawpoint yang barn mendekati
angka nol dan HOD untuk drawpoint yang tau mendekati nilai maksimum ekonomisnya.

Gambar 6.21 Hubhungan HOD dan Drawing Sequence

Status dari sebuah drawpoint dan tambang akan terus maju secara diagonal dari
kiri ke kanan (Gambar 3.11). Hal ini menunjukkan bahwa nilai HOD akan mencapai
maximum untuk semua drawpoint di akhir penambangan.

Gambar 6212 Status Drawpoint Ramp Up, Steady State Production, Ramp Down

Sepanjang masa ramp up (a) tidak ada drawpoint yang ditutup dan drawpoint baru
selalu bertambah. Sepanjang ramp down (c) tidak ada drawpoint baru yang dibuat. Namun
sepanjang waktu steady state production, beberapa drawpoint dibuka serta ada juga yang
ditutup dengna ratio yang sama. Waktu total untuk membuka semua drawpoint di
representasikan sebagaimana waktu bergerak dari point P ke Q (Gambar 12). Waktu untuk
menambang drawpoint akhir direpresentasikan melalui pergerakan dari Q ke R.
Ratio ekstraksi atau penarikan material dari drawpoint sangatlah beram sebagimana
dari tingkat kematangan drawpoint, hal ini dapat di ekspresian sebagai Production Rate Curve
(PRC). Untuk mempermudah diasumsikan bahwa semua drawpoint selalu memiliki draw rate
yang sama/ konstan PRC. Jika PRC bertambah, lalu garis diangonal mnejadi lebih curam. Jika
draw rate menurun, maka garis produksi menjadi landau. Gambar 3.13)

Gambar 6.23. Perbedaan Ratio dari Penarikan Vertikal

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi vertical draw rate, umur setiap
drawpoint berkurang dan jumlah drawpoint yang aktif pada waktu tertentu juga menurun.
Sebaliknya, dengan rate yang lebih lambat, banyak drawpoint akan aktif pada suatu waktu
dan umur dari drawpoint juga akan meningkat (Gambar 3.14).

Gambar 6.24 HOD Maksimum Secara Ekonomis

Untuk jenis block caving, HOD maksimum dan ekonomis adalah variabel yang
beruntung pada tingkat tinggi dari kolom bijih diats setiap drwapoint. Hal ini dapat
digambarkan secara skematis (Gambar 3.15). Selain itu nilai HOD dapat menggambar
kualitas mucking dari sutau panel yang memiliki banyak drawpoint.
Gambar 6.25. Skematik Drwaing Sequence untuk Block Caving

Selama masa produksi, perencanaan penarikan sangatlah penting. Dalam bukunya


De Beers Cave Mining Handbook perbedaan tinggi HOD tiap drawpoint menunjukkan kurang
baiknnya control penarikan (Draw control).

VI.1.8. Wet muck


Pengertian wet muck menurut Widijanto & Syaifullah 2008, Campuran dari
material halus dan air yang memiliki potensi untuk meluncur secara tiba-tiba dari drawpoint
atau bukaan lubang lainnya di tambang bawah tanah. Arti wet muck oleh UG. Geotechnical &
Hydrology, 2011; Suatu kondisi drawpoint berdasarkan pengamatan (visual) dimana terdapat
kondisi lembab atau basah (dengan adanya indikasi aliran atau rembesan air) dan distribusi
ukuran butir dari muck (kasar atau halus) tergantung mana yang lebih dominan. Proses
terbentuknya wet muck berasal dari material halus dari batuan berbutir halus (clay) atau
material halus yang terbentuk karena proses kominusi (pengecilan) akibat proses
penambangan. Apabila kadar air di dalam drawpoint sudah mencapai > 8,5%, air akan
bercampur dengan material halus dan terbentuklah wet muck (lumpur basah). Kontribusi air
berasal dari badan batuan di sekitar endapan bijih yang di tambang atau air rembesan dari
permukaan. Adanya air gap menjadikan air bisa terkumpul di dalam daerah ambrukan dalam
jumlah signifikan.
DOZ block caving merupakan blok pertambangan bawah tanah yang sudah
memasuki tahap eksploitasi atau tahap produksi. Seiring berjalannya waktu jumlah drawpoint
basah di level produksi DOZ bertambah yang kemudian meningkatkan resiko-resiko
terjadinya bencana luncuran lumpur basah di area ini. Penggantian kelas drawpoint wet muck
dari manual LHD menjadi Automatic LHD (Minegen) adalah usaha penanggulangan untuk
menurunkan resiko jatuhnya korban. Disisi lain penggantian LHD ini menambah
kemungkinan turunnya efisiensi produksi yang ada.
Kecelakaan akibat lumpur basah (wet muck) dikategorikan kedalam sepuluh besar
tingkat kecelakaan yang harus dihindari (ten top risk underground minning of PT. Freeport
Indonesia) dan wet muck menepati urutan pertama pada daftar tersebut sehingga menjadi
permasalahan yang serius pada area tambang bawah tanah di PT. Freeport Indonesia.

VI.1.8.1. Analisa kemungkinan terjadinya wet muck


Lumpur basah terjadi atas tidak stabilnya kondisi batuan dalam drawpoint dengan
adanya potensial energi yang dibawa oleh jenuhnya air tidak dapat terlepaskan atau tersumbat.
Pada kondisi batuan yang memiliki resistensi tinggi dimana tingkat kompaksi batuan kuat dan
tidak rentan akan pelapukan ataupun sulit hancur oleh peristiwa rilling material menghasilkan
hadirnya bongkar batuan yang besar di dalam drawpoint. Kondisi batuan yang besar dengan
massanya cukup berat ini cukup stabil dan mampu menahan energi dari aliran air yang
mengalir dalam drawpoint, selain itu besarnya rongga antar batuan yang tidak tersumbat akan
mengalirkan energi dari aliran air secara kontinu. Suatu kondisi berbahaya pula apabila sudut
step muck lebih 450 atau terdapat batuan terlampau besar lebih dari besaran lubang drawpoint
dan material kondisi menggantung (Hung Up). Energi aliran akan tertahan dan material yang
berada diatas batuan Hung Up tersebut akan tertampung dengan potensial yang semakin
bertambah.
Adanya pengaruh dari lemahnya resistensi batuan dan kondisi air yang mengalir
pada drawpoint yang merupakan faktor pemicu yang bersifat alam atau bergantung pada
kondisi lingkungan sekitar. Dimungkinkan adanya pemicu berupa resiko dari pengelolaan
tambang, dimana pengelolalahan tambang ini menggunakan kondisi kestabilan batuan sekitar.
Faktor pengelolaan ini memberikan efek pemicu (trigger) berupa getaran atau vibrasi dapat
melepaskan energi tertahan dalam drawpoint, baik berasal dari aktivitas produksi atau
mucking dan peledakan walaupun di lain sisi pengaruh vibrasi ini dapat ditimbulkan oleh
peristiwa gempa bumi.
Dari kedua perbedaan (Gambar 6.25) drawpoint dibawah ini yang sangat berpotensi
untuk mengakibatkan fatal activity terhadap alat dan pekerja tambang adalah wet muck spill
out, karena lumpur basah yang keluar dari drawpoint sudah sampai pada area panel dan
masuk dalam kondisi tidak selamat drawpoint wet muck class.

a
b
Gambar 6.26. (a) Luncuran hanya batas drawpoint (wet muck slide)
(b) Luncuran sampai di bukaan panel muck spill out)

VI.2. Data yang diambil atau diperlukan dalam penyusunan Tugas Akhir

A. Data primer
Data penting yang digunakan untuk membahas masalah yang dihadapi antara lain :
- Data Klasifikasi Wet muck
- Sifat fisik mekanika batuan dari massa batuan.
- Karakteristik fragmen hancuran batuan dan tingkat moisture pada batuan

- Struktur geologi
- Data Gravity Flow
- Data Uniformity Index

B. Data sekunder
Data pendukung yang dapat membantu menganalisa permasalahan dan untuk memberi
alternatif penyelesaian antara lain :
- Peta kesampaian daerah penelitian, Peta kondisi geologi, Peta situasi lokasi penelitian
- Data Iklim dan Curah Hujan
- Data literatur sistem Alterasi pada lokasi penelitian
- Data historis kemunculan Wet Muck
- Data Geolistrk Fluida pada lokasi penelitian
- Data historis air tanah pada lokasi penelitian
- Data lithologi pada daerah penelitian
- Stratigrafi daerah
- dan lain-lain

VI.3. Analisis Penyelesaian Masalah


Penyelesaian masalah Tugas Akhir ini adalah dengan membandingkan hasil
pengamatan di lapangan dengan teori serta rumus-rumus yang ada, kemudian menganalisa
hasil dari pengolahan data dan memberikan alternatif solusi bagi perusahaan.
Hasil yang diharapkan adalah dapat mengetahui bagaimana proses terjadinya Wet
Muck pada lokasi penelitian, dan menentukan faktor – faktor yang menjadi pemicu Wet
Muck . Selain itu diharapkan riset ini dapat membantu sebagai bahan pertimbangan untuk
menanggulangi bahaya lumpur basah atau dampak dari Wet Muck itu sendiri pada daerah
pertambangan bawah tanah di PT NHM, serta menjadi pengetahuan baru bagi semua
akademisi terkait Wet Muck.

VI.4. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam pelaksanaan penelitian, penulis menggabungkan antara teori dengan data di


lapangan sehingga di dapat pendekatan penyelesaian masalah. Dan metodologi penelitian
yang dilakukan adalah :

1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang dan
diperoleh dari :
- perpustakaan
- laporan penelitian perusahaan

2. Pengamatan lapangan
Dilakukan dengan melakukan peninjauan lapangan untuk melakukan pengamatan
langsung terhadap semua kegiatan yang akan diambil datanya.
3. Pengambilan data
Dengan jalan melakukan pengukuran, meneliti produksi dan wawancara. Data yang
diambil harus akurat dan relevan dengan permasalahan yang ada.

4. Akuisisi data
Bertujuan untuk :
- mengumpulkan dan mengelompokan data agar lebih mudah di analisa
- mengetahui keakuratan data
- mengolah nilai karakteristik data-data yang mewakili obyek pengamatan

5. Pengolahan data
Yaitu dengan melakukan beberapa perhitungan dan penggambaran. Selanjutnya disajikan
dalam bentuk tabel, grafik dan rangkaian perhitungan dalam suatu proses tertentu.

6. Analisis hasil pengolahan data


Untuk memperoleh kesimpulan sementara dan diolah lebih lanjut pada bagian
pembahasan.

7. Kesimpulan
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang telah dilakukan
dengan permasalahan yang diteliti.
VII. JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

No Kegiatan April 2019 Mei 2019 Juni 2019 Juli 2019

Minggu I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Studi
1
literature

2 Pengamatan

Pengambilan
3
data

Pengolahan
4
data

Penyusunan
5
draft
VIII. RENCANA DAFTAR ISI

RINGKASAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

Bab

I. PENDAHULUAN

II. TINJAUAN UMUM

1.1. Sejarah Singkat PT.Nusa Halmahera Minerals

1.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah

1.3. Iklim dan Curah Hujan

1.4. Keadaan Geologi, Struktur dan Morfologi

1.5. Keadaan Endapan Sumberdaya dan Cadangan

1.6. Kegiatan Pertambangan dan Penambangan

III. DASAR TEORI

1.1. Metode Penambangan Avoca Mining

1.2. Tahapan Penambangan Avoca Mining

1.3. Gravity Flow

1.4. Draw Control Effect

1.5. Major Collapse

1.6. Height Of Draw


1.7. Uniformity Index

1.8. Wet Muck

IV. PEMBAHASAN

1.1. Analisa Kemungkinan Terjadinya Wet Muck

1.2. Batuan dan Tipe Alterasi Daerah Penelitian

1.3. Struktur Batuan Daerah Penelitian

1.4. Sebaran dan Pola Fluida Daerah Penelitian

1.5. Ground Water

1.6. Fakta Pengaruh Bogging

1.7. Fakta Tinggi Tumpukan Material

1.8. Klasifikasi Wet Muck

1.9. Lokasi Terjadinya dan Potensi Wet Muck Pada Daerah Penelitian

1.10. Mitigasi Bencana luncuran Wet Muck

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
IX. DAFTAR PUSTAKA

1. Andrea Susaeta, 2004, Theory of Gravity Flow, MassMin, Santiago Chile.

2. Yanto Indonesianto, 2015, Manajemen Pertambangan, Buku Ajar, Jurusan Teknik


Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional.

3. Kresno, Haswir Thaib S, Nurkhamim, Yanto Indonesianto 2015, Tambang Bawah Tanah
Underground Mining, Buku Ajar, UPN “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta.

4. Dhea Andhia Putrie Suwandi., 2017, Perencanaan Pengeboran Borehole TI DC10-DD01-


BH38 Untuk Sistem Dewatering Tambang Bawah Tanah Toguraci PT. Nusa Halmahera
Minerals. Laporan Kerja Praktik, Jurusan Teknik Pertambangan, FTM, ITB

5. Yoel Magai, 2017 Analisis Terjadinya Wet Muck 1K-Drawpoint 02 West dan Panel 1L
Drawpoint 02 East pada Tambang Bawah Tanah Deep Ore Zone (DOZ) PT. Freeport
Indonesia Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Skripsi, Jurusan Teknik Pertambangan,
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai