Anda di halaman 1dari 11

Pretest 11

MANAJEMEN ANALISIS RESIKO GEOTEKNIK


PERTAMBANGAN PADA TAMBANG TERBUKA

Disusun Oleh :

Nama : Zulfikri Hakim Akbar

NIM : 11180980000029

Program Studi Teknik Pertambangan

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

2021
MANAJEMEN ANALISIS RESIKO GEOTEKNIK PERTAMBANGAN PADA
TAMBANG TERBUKA

Seorang geotek engineer juga berperan dalam melakukan manajemen bahaya ke


geoteknikan. Hal ini akan berkaitan dengan rekayasa geoteknik, yang dilakukan apabila
terdapat suatu potensi bahaya pada suatu daerah. Rekayasa-rekayasa yang akan
dilakukan ini harus berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti pihak mining
engineer, HSE, hidrogeolgist, dll. sehingga dapat menghasilkan rekomendasi yang
cukup kuat. Dari manajemen analisi resiko ini juga dapat memonitoring dari kondisi
lereng tambang apakah ada rekahan atau tidak sehingga bisa mengatasi atau bakan
mengurangi nilai kecelakaan pada perusahaan tamban itu sendiri. Maka dari itu
manajemen risiko geoteknik sangat diperlukan dalam dunia pertambangan, untuk bisa
mengambil keputusan yang baik. Dikarenakan ini berhubungan terhadap nilai
keselamatan para pekerja serta ekonomi dari perusahaan tambang itu sendiri, yang
dimana telah diatur dalam perundang-undangan Indonesia tentang suatu perusahaan
memiliki tanggung jawab yang besar untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan serta
mencegah lingkungan kerja dari potensi tersebut. Dalam kegiatan pertambangan,
lereng pertambangan tidak selalu aman atauh mempunyai kondisi yang sama seperti
sebelumnya karena dipengaruhi factor-faktor tertentu seperti, tekanan yang diberika
pada alat berat yang melintas diatasnya, factor alam seperti gempa local yang
disebabkan oleh kegiatan blasting (peledakan) maupun gempa yang disebabkan alam
itu sendiri, pelapukan material. Maka dari itu sangat diperlukan adanya monitoring
lereng secara berkala yang dilakukan oleh engginer peledakan itu sendiri.

Tujuan utama perlu dilakukannya analisis risiko adalah sebagai berikut :


1. Memberikan informasi mengenai data lereng yang terbaru yang selanjutnya
dilakukan analisis Kembali untuk perbaikan lereng.
2. Melindungi alat berat yang bekerja serta para pekerja tambang dari
longsoran lereng.
3. Verifikasi Desaindan Evaluasi Parameter DesainYang Kritis
4. Monitoring prilaku fondasi dan bangunan atas pada masa layanan
5. Keamanan (Safety), memberikan peringatan secara dini akan potensi
keruntuhan
6. Mengurang ligitasi – dokumen kinerja untuk menilai kerusakan
7. Meningkatkan kinerja dan meningkatkan pengetahuan prilaku struktur dan
pondasi

gambar 1. Truck yang terkubur tanah dari longsoran lereng

Maka dari itu perusahaan wajib melakukan monitoring secara berkala untuk
melindung alat berat serta para pekerja tambang dari perusahaan tersebut bukan hanya
itu monitoring juga perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan ekonomi dari perusahaan
itu sendiri. Dalam memonitoring lereng untuk dilakukannya analisa kembali diperlukan
peralatan yang diperlukan untuk mengambil data yang dibutuhkan untuk dianalisis
kembali.
Sistem monitoring lereng harus segera dibentuk sesegera mungkin selama
permulaan tahap penambangan dan dipertahankan selama masa operasi tambang
terbuka, dalam banyak kasus sistem pemantauan lereng mungkin diperlukan setelah
penutupan tambang.
Unsur program harus diarahkan pada tujuan dasar berikut:

Tipe Instrumen Geoteknik


1. (Instrumen yang digunakan untukmengukur sifat fisik dan mekanik in-
situ tanah dan batu)
• Soil boring and sampling
• Cone Penetration Testing (CPT)
• Field Vane Shear Test
2. (Instrumen yang digunakan untuk memonitor kinerja lapangan)
• Memberikan peringatan dan Menunjukkan potensi kegagalan
• Mengungkapkan tidak diketahui dan penggunaan bantuan metode
observasional
• Meminimalkan kerusakan struktur yang berdekatan
• Kontrol kualitas atau operasi
• Mengurangi litigasi
• Desain verifikasi
• Keselamatan
3. (Instrumen yang digunakan untuk memonitor kinerja lapangan)
• Pemantauan kinerja dalam masa layan
• Meningkatkan kinerja dan pengetahuan
• Menginformasikan para pemangku kepentingan
• Memberikan peringatan dan mengindikasikan potensi kegagalan

Hari ini di lingkungan tambang perusahaan memiliki moral dan kewajiban


untuk menghilangkan potensi terjadinya kecelakaan dan kewajiban legal untuk
mencegah lingkungan kerja dari potensi tersebut. Kesalahan dalam pendesainan
lereng menyebabkan peningkatan angka probabilitas kelongsoran. Potensi bahaya
terhadap karyawan, alat, ataupun lereng harus sesegera mungkin.
Alat atau Metode monitoring lereng diarea permukaan:
• Inspeksi visual (langsung)
• Crackmeter, baik manual atau dengan extensometer wireline
• Survei pemantauan – RTS
• GPS
• Laser scanning
• Radar, baik darat berbasis satelit dan berbasis (InSaR)
• VIBRATING WIRE PIEZOMETER (air tanah)

Gambar 2. Management Lereng

Pemantauan metode untuk lereng tambang terbuka dapat dibagi menjadi


permukaan dan bawah permukaan, dengan subdivisi lebih lanjut ke sistem
kualitatif dan kuantitatif. semua menjadi lebih spesifik ditambang terbuka dan
sering berhubungan dengan ukuran potensi longsor. Sistem kualitatif dapat
mencakup inspeksi visual pengamatan manusia yang bersifat subyektif tetapi
terbuktikan. Dengan visual inspeksi dapat menjadi gambaran umum untuk
mendeteksi terjadinya ketidakstabilan (retakan, rockfall) atau menjadi bagian dari
aspek keselamatan di area pertambangan yang sulit (spotting ke rock fall).
Monitoring lereng diarea di area permukaan;
• Visual yang inspeksi
• Crackmeter, baik manual atau dengan extensometer wireline
• Survei pemantauan – RTS
• GPS
• Fotogrametri
• Laser scanning
• Radar, baik darat berbasis satelit dan berbasis (InSaR)
• Tiltmeters dan electrolevels
Lereng pada tambang terbuka harus diperhitungkan sebagai "bangunan
geoteknik". Oleh karena itu desain dan implemetasinya harus dilakukan dengan
seluruh pertimbangan termasuk dari segi teknik, ekonomi, lingkungan dan masalah
keselamatan. Tetapi struktur ini dibuat pada kondisi geologi dan geomekanik alami
yang terdapat struktur pada kondisi alami dari batuan yang mengontrol deformasi
batuan dan tipe dari mekanisme longsoran. Sangat penting untuk
mengimplementasikan metodologi yang dirumuskan dengan baik harus dilakukan
berdasarkan fase sebagai berikut;

1. Karakteristik massa batuan yang didapat dari analisis data geologi dan
geomekanik;
2. Menentukan perilaku deformasi dan mekanisme dari longsoran
3. Desain lereng dan perkuatan serta metode pemantauan kestabilan lereng.

Secara umum objek geoteknik yang mana terdapat strukutr geologi, pada
konidisi alami dari massa batuan dan perilaku yang akan mengontrol terjadinya
proses longsoran yang harus dipertimbangkan pada desain lereng. Maka dari itu hal
yang pertama dilakukan adalah mengindentifikasi strukutur geologi untuk
mencapai hasil implementasi yang tepat pada permodelan dan perhitungan.
Mempertimbangkan pentingnya tahap ini, desain lereng pada tambang terbuka
harus berdasarkan metodologi terkontrol, bahwa setiap massa batuan digolongkan
berdasarkan keunikan struktur geologinya, oleh karena itu tidak ada standar yang
baku untuk mencapai solusi tepat dengan pasti. Metodologi ini dapat dibagi
menjadi beberapa fase;1) karakteristik massa batuan yang didapat dari analisis data
geologi dan geomekanik; 2) menentukan potensi dari dari mekanisme deformasi,
longsoran dan model dari longsoran tersebut; 3) desain lereng dan perkuatan serta
metode pemantauan kestabilan lereng. Fase ini dikembangkan oleh Cojean and
Feurisson [1].
a. Karakter Massa Batuan
Fase ini membutuhkan pengetahuan dari ilmu geologi, geomekanik
dan hidrogeologi untuk melakukan observasi dan pengukuran. Hal ini
menggunakan seluruh disiplin ilmu kebumian dan sains mekanika, terutama
disiplin ilmu geologi teknik, geoteknik, mekanika tanah dan
batuan, hidrogeologi dan hidrolika air tanah.
Hal ini juga menyediakan informasi dari keragaman dari paramater
massa batuan. Geologis juga mengidentifikasi strukutur geologi dari massa
batuan yang dapat digunakan unutk menentukan secara tepat hubungan
antara perbedaan material dari massa batuan dan mekanisme deformasi dan
longsoran.
Perhatian khusus harus diberikan pada bidang diskontinuitas yang
memotong massa batuan pada skala yang berbeda beda. Keragaman alami
dari geometri juga pada parameter dari bidang diskontinuitas membutuhkan
pengetahuan statistik untuk melakukan metode sampling yang
ketat. Termasuk beberapa tahap pengukuran lapangan dari bidang
diskontinuitas melalui survey yang sistematis pada singkapan, bidang
ekskavasi atau orientasi inti bor seperti klasifikasi dari orientasi set bidang
diskontinu menggunakan teknik projeksi stereograpis atau klasifikasi
otomatis seperti analisa statistic dari parameter geometri dari setiap set
bidang diskontinu menggunakan histogram dari parameter geometric dan
bidang diskontinu yang akan menghasilkan paramter seperti ; dip
direction, dip angle, kemenerusan, panjang bidang dan isian dari bidang
diskontinu.
b. Menentukan perilaku deformasi dan mekanisme dari longsoran
Analisis dari struktur geologi, parameter geoteknik dari material dan
juga analisis dari tekanan mekanis yang dihasilkan dari penggalian
penambangan akan membantu menggambarkan kondisi paling kritis dan
akan dapat diidentifikasi mekanisme longsoran dan perilaku deformasi
batuan.
Secara umum, penyederhanaan dari mekanisme kritis menggunakan
model homogen dan teknik yang secara umum dibutuhkan untuk
pemodelan dan kemudian dilkukan perhitungan secara numerik yang
memungkinkan untuk perhitungan resiko longsor. Setiap proses
penyederhanaan yang melekat pada setiap model numerik tidak dapat
dianggap remeh dan digunakan dengan pertimbangan. Pada setiap situasi
kita harus dapat memperkirakan perbedaan yang dihasilkan dari pemodelan
dan pada kenyataan di lapangan.

gambar 3. Beberapa proses dari longsoran lereng: (a) longsoran bidang,


(b) longsoran baji, (c) longsoran guling, (d) longsoran busur (Hoek and
Bray).
Sering, permukaan gelincir (secara umum pbentuk convex) yang
dijadikan bidang lemah dari massa batuan, contohnya : bidang diskontinu
yang sudah ada, joints pada stratigrafi atau pada zona perlapukan yang
dalam.
Pada banyak kasus, bidang diskontinu dari massa batuan sama
dengan perilaku mekanik dari material batuan yang berperan penting pada
proses deformasi dan mekanisme longsoran. Pada kasus ini,massa batuan
dalam skala besar mekanisme longsoran yang kompleks dapat terjadi dan
sulit untuk ditandai. Beberapa kasus, model numerik dapat
memperhitungkan ada atau tidaknya bidang diskontinu pada massa batuan
yang dapat menggambarkan kemungkinan proses deformasi secara teoritis.
Implementasi dari model ini membutuhkan pengetahuan yang
komprehensif dari parameter mekanik. Pada tahap awal dari project, sistem
pemantauan dan instrument dapat dipasang untuk memantau perilaku dan
respon dari massa batuan, untuk mencapai model terbaik.

c. Modelling – Deformasi dan perhitungan faktor keamanan.

Seluruh pengumpulan data geologi, hidrogeologi dan mekanik yang


dikumpulkan untuk memungkinkan pembuatan model geomekanik dari
massa batuan yang akan digunakan dari model komputasi numerik yang
disesuaikan untuk mengidentifikasi mekanisme longsor dan deformasi pada
tahap sebelumnya.
Penting untuk diketahui dan mengklarifikasi model dari desain pit,
seperti skala dari geometri bench (kestabilan dari single bench, tiga, empat,
lima atau seluruh pit, 100m, 300m, atau lebih), tipe dari beban mekanis
(stabilitas jangka pendek dan panjang selama fase operasi penambangan,
kestabilan jangka panjang dari desain akhir lereng pit dan setelah proses
rehabilitasi, kondisi kestabilan lereng pada kondisi ekstrim (studi resiko)
yang berhubungan dengan hidrolika seperti muka air tanah yang tinggi
ataupun gempa bumi ; akurasi dari data geologi, hidrogeologi, dan
geoteknik yang dikumpulkan untuk penelitian yang akan memberikan
pengetahuan tentang kondis alami lingkungan. Untuk mengatasi masalah
akurasi pada beberapa dataset, perlu untuk dilakukan parametrik análisis
untuk mempertimbangkan variasi realistik dari data parameter yang buruk/
pencilan dan juga dibandingkan dengan response dari deformasi yang
diharapkan pada tanah ataupun massa batuan.
Setelah diketahui maslah yang ada maka, perhitungan deformasi dan
kestbailan dari parameter dapat dilakukan. Perhitungan faktor keamanan
adalah berdasarkan dari teori Limit Equilibrium. Masalah mekanik di
sederhanakan dan kestabilan lereng ditentukan menggunakan konsep dari
faktor keamanan (FK) yang ditentukan dari perbandingan antara gaya
maksimum dari penahan dan gaya penggerak disepanjang permukaan
dengan potensi longsoran. Dari sisi teori, lereng stabil jaika FK lebih besar
dari 1, tapi dalam kenyataan lapangan, level dari tingkat keamanan harus
disesuaikan untuk mencapai akurasi dari data masukkan. Untuk kestabilan
jangka pendek faktor keamanan 1.2 atau 1.3 dapat diterima, sedangkan
untuk kestabilan jangka panjang 1.4 dan 1.5. Sangat bijakasana untuk
melakukan perhitungan menggunakan nilai rata rata dari dari parameter
mekanik dan juga nilai paling kecil yang wajar. Nilai ini akan diajdikan
acuan untuk proses desain.
Pada beberapa kasus, penyederhanaan dari konsep faktor keamanan
dan dari proses deformasi adalah terlalu berlebihan, dan diperlukan untuk
melakukan perhitungan deformasi yang akan memberikan deformasi dari
tanah dan massa batuan sebagai tanggapan terhadap beban mekanis dan
hidrolis.
Jika memang tidak bisa di rendahkan kemiringan lereng
dikarenakan memakan lahan tempat yang begitu besar maka cara yang perlu
dilakukan yaitu Soil Nailing. Soil nailing adalah suatu metode dalam
perkuatan tanah in-situ/asli dengan memasang sejumlah paku berupa besi
tulangan yang digrout berjarak interval 1.5 sampai dengan 20 meter. Paku
tersebut berupa besi/baja/logam lainnya yang dapat menahan tegangan
tank, tegangan geser dan momen lentur. Agar semua paku bisa bekerja
sebagai satu unit kesatuan, maka segera setelah paku terpasang, permukaan
tanahnya di shotcrete setebal 10 cm dan paku besi tersebut dipaku ke
dinding shotcrete.

gambar 4. Soil Nailing

DAFTAR PUSTAKA

Geotechnical monitoring Adaro dan Wahana


https://www.academia.edu/36166519/Instrumentasi_Geoteknik_Monitoring

Anda mungkin juga menyukai