Aquaeous
Tambang
Bawah
Tanah
Swa-sangga (Selfsupported)
METODE
Open pit mining*
Quarrying*
Opencast mining*
Auger mining
Hydraulicking*
Dregding *
Room & Pillar mining*
Stope & Pillar mining*
Underground
gloryhole
BAHAN GALIAN
Metal, non-metal
Non-metal
Batubara, non-metal
Batubara, metal,
non-metal
Metal, non-metal
Metal, non-metal
Batubara, non-metal
Metal, non-metal
Metal, non-metal
Metal, non-metal
Berpenyangga
buatan (Supported)
Ambrukan (Caving)
Gophering
Shrinkage stoping
Sublevel stoping *
Cut & Fill stoping *
Stull stoping
Square set stoping
Longwall mining *
Sublevel caving
Block caving *
Metal, non-metal
Metal, non-metal
Metal
Metal
Metal
Batubara, non metal
Metal
Metal
Inkonvesional
Penggalian cepat
Automasi, Robotik
Gasifikasi bawah
tanah
Novel
Retorting bawah
tanah
Tambang samudera
Tambang nuklir
Tambang luar bumi
*) = Metode penambangan yang lazim diterapkan
Batuan keras
Semua
Batubara, batuan
lunak
Hidrokarbon
Metal
Non-batubara
Metal, non-metal
a.
b.
c.
Orientasi (dip/inklinasi)
d.
nonselektif serta pemilihan system penyanggaan pada system penambangan bawah tanah.
Hidrologi berdampak pada kebutuhan akan penyaliran dan pemompaan, sedangkan aspek
mineralogy akan menentukan syarat-syarat pengolahan.
Air tanah dan hidrologi (kemunculan, debit aliran dan muka air)
3. Sifat-sifat geoteknik (mekanika tanah dan mekanika batuan) untuk bijih dan batuan
sekelilingnya. Hal-hal ini akan mempengaruhi pemilihan peralatan pada system penambangan
terbuka dan pemilihan klas metode dalam system tambang bawah tanah (swasangga,
berpenyangga atau ambrukan)
a.
b.
c.
d.
e.
4. Konsiderasi ekonomi
Faktor-faktor ini akan mempengaruhi hasil, investasi, aliran kas, masa pengembalian dan
keuntungan. Faktor ini meliputi :
tambang/terusannya (pengolahan, peleburan, dll). Yang termasuk dalam faktor teknologi adalah
:
Persyaratan pekerja
Keluwesan ekstraksi
Keputusan terakhir dalam pemilihan metode penambangan akan merefleksikan sifat-sifat mekanik
dari badan bijih dan lingkungannya serta hal-hal teknik praktis lain. Misalnya, non-selective method
seperti block caving tidak akan diterapkan pada cebakan bijih dimana selective recovery diperlukan,
walaupun cebakan tersebut sangat sesuai untuk ditambang dengan metode block caving.
Kadang-kadang
muncul
permasalahan
bahwa
pemilihan
metode
penambangan
dapat
menimbulkan beberapa kesulitan teknis. Kesulitan yang timbul adalah bagaimana menggabungkan
bebarapa faktor yang berpengaruh agar bisa memutuskan metode penambangan yang sesuai
untuk suatu cebakan bijih. Berdasarkan perkembangan filosofi dan sejarah ilmu pertambangan,
metode penambangan dikembangkan untuk dapat mengakomodir dan mengeksploitasi beberapa
kondisi penambangan. Prosedur paling baik yang dapat dikembangkan dalam pemilihan metode
penambangan adalah dengan melibatkan logika berpikir suatu sistem komputer.
Pemilihan metode panambangan sulit diterapkan bila berhadapan dengan badan bijih besar yang
harus ditambang dengan dua metode panambangan yang berbeda, misalnya block caving dan
open stoping. Block caving akan menjadi metode yang lebih disukai karena jumlah tenaga kerja
yang sedikit, biaya per tonne yang rendah dan keuntungan-keuntungan teknis lainnya. Prasyarat
utama yang harus dipenuhi adalah bahwa ambrukan dapat diinisiasi pada badan bijih dan
merambat dengan kecepatan konstan melalui badan bijih sebagai broken ore. Kapan ambrukan
dapat diterapkan pada suatu badan bijih ? Jawabannya bukan hal yang sederhana. Solusi praktis
untuk menjawab pertanyaan ini (mengerti tentang mekanisme ambrukan) dapat ditemukan pada
klasifikasi geomekanik yang dimodifikasi berdasarkan kondisi massa batuan di daerah
penambangan.
Tujuan utama dalam pemilihan suatu metode untuk menambang suatu endapan mineral adalah
dalam rangka merancang suatu sistem eksploitasi yang paling sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Dalam hal ini pengalaman berperan utama dalam pengambilan keputusan, yang memerlukan
banyak pertimbangan berdasarkan evaluasi rekayasa. Evaluasi tersebut dilakukan dalam tiga tahap
seperti pada Gambar 3.1, yaitu studi konseptual, studi rekayasa, dan studi rancangan rinci.
Hasilnya ialah sebuah laporan rekayasa final.
Contoh pedoman untuk penentuan metode penambangan terbuka berdasarkan kekuatan bijih dan
batuan di sekitarnya serta geometri cadangan menurut Hartman (1987) dapat dilihat pada Tabel
3.2.
Resume dari tabel tersebut adalah :
1. Tambang terbuka umumnya lebih serba guna, terutama berkaitan dengan kekuatan bijih dan
batuan samping, dip endapan, dan kadar bijih, tetapi sangat bergantung dengan bentuk dan
ukuran endapan, keseragaman kadar dan kedalaman (keduanya mutlak dan bergantung pada
nisbah kupas/stripping ratio)
2. Penerapan ideal pada endapan yang besar, perlapisan datar (atau massif) dengan sebaran
secara mendatar luas dan tebal dan keterdapatannya dekat permukaan.
3. Kurang cocok untuk endapan yang kecil, tipis, kadar tidak merata, kemiringan besar dan
posisinya dalam.
4. Penambangan dengan ekstraksi mekanis lebih konvensional, banyak diterapkan, mudah dalam
pelaksanaannya dan fleksibel dalam perubahan metode penambangan.
5. Penambangan dengan ekstraksi aqueous lebih murah dan cocok untuk diterapkan pada
endapan kecil dengan kadar yang bervariasi, tetapi sangat terbatas penerapannya pada
endapan yang rentan terhadap terhadap air dan jika pemenuhan kebutuhan air memerlukan
biaya yang mahal.
Sedangkan contoh pedoman untuk penentuan metode penambangan bawah tanah berdasarkan
kekuatan bijih dan batuan di sekitarnya serta geometri cadangan menurut Hartman (1987) dapat
dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.2. Pemilihan Metode Penambangan Terbuka Berdasarkan Kekuatan Bijih Dan Batuan Serta Geometri Cadangan
Tabel 3.3. Pemilihan Metode Penambangan Bawah Tanah Berdasarkan Kekuatan Bijih
Dan Batuan Serta Geometri Cadangan
Kekuatan bijih dan
batuan
Klasifikasi sistem
penambangan
Bijih: Moderat
sampai lemah
Penyangga buatan
Artifically supported
Batuan: Inkompeten
(runtuh jika tidak
disangga)
Bijih : Moderat
sampai lemah
Ambrukan
Caving
Batuan : cavable (dapat
ambruk)
Geometri
cadangan
Metode
Penambangan
Sub-level Stoping
Stull Stoping
Square Set Stoping
Longwall
Sub-level caving
Block Caving
Tidak terlepas dari pedoman di atas, terdapat pedoman umum dalam menentukan apakah akan
menggunakan tambang bawah tanah atau tambang terbuka. Metode tambang bawah tanah
diterapkan jika kedalaman endapan, dan atau nisbah pengupasan (stripping ratio) overburden
terhadap bijih (atau batubara atau mineral berharga lainnnya) menjadi sangat besar untuk
ditambang dengan metode tambang terbuka.
Metode penambangan yang biasa diterapkan didasarkan pada cara penyanggaan (lihat pada
Gambar 3.2). Pada gambar ini ditunjukkan bagaimana perubahan pada perpindahan dan strain
energy di daerah near field.
Natural supported
Room&
pillar
Artificially supported
Sublevel &
longhole
open stoping
Shrink
stoping
Unsupported
Block
caving
Longwall Sublevel
mining
caving
Vertical crater
retreat stoping
(VCR)
Pola Laubscher
merupakan pengembangan asli dari teknik klasifikasi geomekanik lainnya. Penerapan pola
Laubscher dalam pemilihan metode panambangan dan aspek-aspek lain dalam perencanaan
dan perancangan tambang telah dijabarkan oleh Laubscher (1981) seperti ditunjukkan pada
Tabel 3-4.
Klasifikasi Laubscher memberikan perkiraan kuantitatif atau indeks sifat massa batuan (angka
dalam interval 0-100) yang digunakan untuk menentukan urutan kelas (1-5).
Setiap kelas
berada pada interval indeks 20. Kelas 1 massa batuan diartikan kondisi insitu material dengan
kekuatan tinggi, frekuensi kekar yang kecil, kuat gesar kekar yang tinggi, dan tekanan air yang
rendah. Berdasarkan uraian ringkas tentang mekanisme ambrukan yang diberikan pada bagian
awal, jelas bahwa massa batuan dengan urutan kelas yang tinggi tersusun oleh kekar yang
banyak dan bersifat getas, akan sangat sesuai bila dilakukan ambrukan.
Penyelidikan Laubscher dapat menerangkan hubungan langsung antara nomer kelas dengan
faktor kinerja, misalnya kecenderungan massa batuan untuk menahan ambrukan (seperti
cavability), ukuran butiran bijih, keperluan secondary blasting pada drawpoint (yang mempunyai
hubungan terbalik dengan fragmentasi alami) dan kebutuhan dimensi undercut untuk
Tabel 3-4. Unjuk kerja ambrukan untuk berbagai kelas geomekanik dari massa batuan
(Laubscher, 1981).
Kelas
geomekanik
Cavability
Ukuran fragmen
Secondary
blasting
Dimensi undercut
(m)*
Tidak terjadi
-
Buruk
Besar
Tinggi
Sedang
Sedang
Medium
Baik
Kecil
Kecil
Sangat baik
Sangat kecil
sangat kecil
30
30 - 20
20 8
dan pada kondisi bagaimana harus dilakukan perubahan dari open pit ke tambang bawah tanah
atau sebaliknya, sangat menarik bila dipertimbangkan beberapa faktor-faktor umum.
3.3.1. Tambang Terbuka vs Tambang Bawah Tanah
3.3.1.1. Produksi
Tabel 3-5 menunjukkan jumlah material yang ditangani pada penambangan open pit dan
tambang bawah tanah di tahun 1973. Di dunia barat, industri pertambangan dapat menangani
material sebanyak 3 milyar ton bijih/ tahun.
Metode penambangan bervariasi sesuai dengan jenis logamnya. Bijih besi dan tembaga lebih
sering ditambang dengan metode open pit. Untuk emas, nikel, timbal, dan seng lebih sering
ditambang dengan metode bawah tanah.
Tabel 3-5. Jumlah material yang dipindahkan selama penambangan dan pekerjaan
konstruksi tahun 1973 (Committee for Mineral Policy, 1978)
Penambangan
Terbuka
Bawah tanah
Pekerjaan konstruksi
Terbuka
Bawah tanah
106 m3
1550
620
41
17
1450
130
3750
39
3
100
Jumlah penambangan bijih dengan open pit bervariasi untuk setiap negara. Di USA sekitar
85% penambangan bijih logam dilakukan melalui open pit tetapi untuk negara Swedia hanya
30%.
Tabel 3-6 memperlihatkan jumlah penambangan open pit dan bawah tanah di dunia barat yang
menghasilkan 150.000 ton bijih/ tahun (tidak termasuk tambang batubara). Tabel 3-5 dapat
mewakili 90% produksi tambang di seluruh belahan dunia yang meningkat dari 1.900 juta
sampai 3-500 juta ton per tahun selama periode 1968-1977.
Tabel 3-6 menunjukkan bahwa produksi tambang meningkat bukan karena peningkatan jumlah
industri pertambangan, tetapi lebih dikarenakan perluasan daerah penambangan.
Jumlah
industri pertambangan besar meningkat, dan selama periode waktu yang sama, jumlah
tambang kecil dan medium meningkat dengan konstan atau sebaliknya menurun menjadi
semakin kecil.
Tabel 3-6. Tambang bawah tanah vs terbuka di dunia barat (Anon, 1977)
106 m3
Bawah tanah
>3 juta ton/tahun
29
1-3 juta ton/tahun
144
0.5-1 juta ton/tahun
116
0.3-0.5 juta ton/tahun
108
0.15-0.3 juta ton/tahun
166
Subtotal
563
Terbuka
>3 juta ton/tahun
102
1-3 juta ton/tahun
109
0.5-1 juta ton/tahun
81
0.3-0.5 juta ton/tahun
68
0.15-0.3 juta ton/tahun
61
Subtotal
421
Total
984
Tidak termasuk penambangan batubara /tahun
%
56
140
119
121
157
593
138
142
64
53
62
459
1052
sedikit pembatasan untuk bisa mempergunakan mesin-mesin dengan kapasitas yang besar,
berbeda dengan tambang bawah tanah yang dibatasi oleh ruang kerja yang sempit.
Pada studi perbandingan antara tambang terbuka di USA dengan tambang bawah tanah di
Swedia yang telah dilakukan beberapa memperlihatkan bahwa produksi tambang terbuka per
tambang secara berkala lebih menunjukkan peningkatan dibandingkan tambang bawah tanah,
tetapi prosentase peningkatan lebih besar terjadi pada tambang bawah tanah. Sejak awal abad
masehi, untuk tambang terbuka produktivitas meningkat sebanyak 250% dan untuk tambang
bawah tanah 350%, dan produktivitas mulai meningkat akhir-akhir ini pada tambang bawah
tanah besar dibandingkan tambang bawah tanah kecil.