Anda di halaman 1dari 40

2.2.2.

Pekerjaan Survey dan Penyelidikan Geologi Teknik

1. Maksud dan Tujuan


Survei dan investigasi geologi di dalam studi kelayakan Embung
Kedunggogor terutama bertujuan untuk mengkaji dan mengklarifikasi
kondisi geologi pada lokasi calon bendungan, kolam embung dan
sekitarnya, termasuk lokasi borrow area dan quarry area.
Klarifikasi kondisi geologi ini dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran dan data teknis yang diperlukan dalam rangka mengevaluasi
calon lokasi bendungan berikut kolam waduknya guna menunjang
penyusunan desain bendungan yang layak serta memadai, baik teknis
maupun ekonomis.
Lingkup Kegiatan
Dalam rangka merealisasikan maksud dan tujuan di atas, survey dan
investigasi geologi pekerjaan ini mencakup pekerjaan sebagai berikut :
(1)

Pekerjaan Lapangan
a. Sumuran Uji :
Sumuran uji harus digali dengan ukuran panjang 2 m,lebar 1,5
m dan kedalaman sampai 3 m dibuat sebanyak 2 lokasi. Setiap
perubahan yang terjadi pada sumuran uji harus dicatat yaitu berupa
uraian jenis tanah,sifat-sifatnya serta kedalaman. Pengambilan
contoh tanah tergantung pada setiap sumur uji setidak-tidaknya 50
kg, Contoh tanah tersebut agar dijaga terhadap pengaruh panas
maupun air hujan, dan di beri label sesuai dengan nomor sumuran
uji, dan kemudian dikirim ke laboratorium untuk diadakan pengujian.
Apabila muka air tanah dijumpai atau batuan yang keras dan
sumuran uji tidak dapat mencapai kedalaman yang diinginkan maka
penggalian dapat di akhiri, dan kedalaman permukaan air tanah
dicatat. Selama penggalian sumuran uji penyedia jasa harus
menjaga supaya tidak longsor dan membahayakan pekerja. Setelah
selesai pengambilan contoh maupun pencatatan, sumuran uji harus

ditimbun kembali dengan material hasil penggalian.Sumuran uji ini


dilasanakan pada daerah borrow area yang sudah ditentukan oleh
pemberi kerja.
Penyedia Jasa diharuskan mengambil sampling material pasir dan
gravel pada lokasi material timbunan masing-masing pada lokasi
calon embung untuk dilakukan pengujian laboratorium.

Gambar Sumuran Uji


b. Pemboran :
Pemboran inti dilakukan di 4 titik. Lokasi titik bor akan
ditentukan dilapangan bersama dengan PPTK pekerjaan.

Gambar Aktifitas Pemboran


c. Pengujian Permeabilitas
Pengujian

Permeabilitas

sebanyak

test,

pengujian

permeabilitas pada lubang bor. Untuk batuan dan tanah yang tidak
mudah runtuh pengujian permeabilitas harus dilaksanakan dengan

metode water Pressure Test,sedangkan untuk tanah yang mudah


runtuh pelaksanaan tes permeabilitas menggunakan metode Open
End Test.
(2)

Test Laboratorium untuk material tanah.


a. Natural Water Content
Natural Water Content harus dilaksanakan untuk mengetahui
b.

kadar berat air dengan mengacu pada ASTM.D.2216-71.


Specific Gravity.
Specific Gravity harus dilaksanakan dengan mengacu pada

c.

ASTM.D.854-58.
Grain size Analysis
Grain size Analysis harus dilaksanakan untu uji kelolosan
butiran

d.

mengacu

pada

ASTM.D.136-46

dan

ASTM.D.422-72
Atterberg Limit
Atterberg Limit harus diaksanakan untu uji batas kelembaban/
liquid

e.

dengan

dengan

mengacu

pada

ASTM.D.423-66

dan

ASTM.D.4242-74.
Compaction Test
Untuk mendapatkan kepadatan yang maximum dan optimum
moisture content, maka compaction harus pada ASTM.D.698-

f.

70.
Triaxial Test CU pada contoh yang sudah dipadatkan
Pengujian Triaxial CU harus dilaksanakan plastisitas pada tanah
yang sudah dipadatkan dengan mengacu pada ASTM.D.4767-

g.

87.
Permeability Test pada contoh yang sudah dipadatkan.
Pengujian permeability untuk medapatkan nilai kelulusan air
pada tanah yang sudah dipadatkan dengan mengacu pada

h.

ASTM.D.2434-68.
Consolidation Test pada tanah yang sudah dipadatkan
Pengujian ini dilaksanakan pada tanah yang sudah dipadatkan
untuk mencari karakter volume penurunan pada proses saturasi
yang disebabkan oleh tekanan vertikal dan harus mengacu
pada ASTM.D.2435-70.

(3)

Test Laboratorium untuk material pasir dan gravel

a.

Water Absorption
Pengujian ini untuk mendapatkan prosentase dari penyerapan
air pada mterial terhadap berat kering material dengan

b.

mengacu pada ASTM.C.127-68 dan ASTM.C128-68.


Soundness of Agregate
Pengujian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran reaksi
kimia dari sodium sulfat terhadap material tersebut dengan

c.

mengacu pada ASTM.C.88 atau Concrete Manual D-19.


Clay Content
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan
lempung pada material yang akan dipakai sebagai bahan

d.

concrete sesuai dengan Concrete Manual D-14


Organic Impurities
Testini bertujuan untuk mengetahui berapa persen kandungan
organic pada pasir yang akan digunakan untuk concrete, dan

e.

harus sesuai dengan ASTM C.40-66T.


AAR & ASR
AAR (Alkaline Aggregate Reaction) dan ASR (Alkaline Silica
Reaction) tes dimaksudkan untuk mengetahui potensial reaksi
alkaline dan silika dari batu dan pasir sesuai dengan ASTM C
1260.

No

Jenis Pengujian

A. Index Test
1
Natural Water Content
2
Specific Gravity
3
Grain Size Analysis
4
Atterberg Limit
5
Compaction Test
B. Engineering Properties
1
Pemadatan standard
2
Triaksial UU
3
Konsolidasi
4
Permeability

2. Metode Pelaksanaan

Satuan

Volume

sample
sample
sample
sample
sample

10
10
10
10
10

sample
sample
sample
sample

10
10
10
10

Ket

2.1. Updating Peta Geologi Permukaan


Pada kegiatan ini yang akan dilakukan adalah updating peta
geologi lokasi bendungan dan kolam embung yang telah dilakukan
pada studi sebelumnya. Updating bertujuan untuk memetakan kondisi
terkini dari antara lain kelongsoran, endapan alluvial, dll. Pemetaan
akan dilakukan dengan menggunakan Peta Topografi sebagai peta
dasar.

Peta situasi skala 1: 500 (pemetaan lokasi alternatif lokasi as


bendungan dan kolam waduk). Pemetaan tersebut akan dilakukan
dengan mengikuti prosedur SNI 03- 2849-1992 dengan penjelasan
ringkas sebagai berikut :

Pengamatan visual terhadap jenis tanah dan singkapan batuan


Pemerian (deskripsi) tanah dan batuan yang tersingkap
Deskripsi tanah akan mengikuti prosedur ASTM D-2488 dengan
perhatian utama pada :
- Jenis tanah

- Bentuk butir

- Warna

- Plastisitas

- Rentang ukuran butir

- Kadar air

- Ukuran butir maksimum - Kadar bahan organis


Deskripsi batuan akan menggunakan prosedur ISRM (1982),
dengan perhatian utama pada :
- Nama batuan
- Warna
- Tekstur
- Ukuran butir
- Sementasi
- Tebal lapisan
- Spasi kekar
- Tingkat pelapukan
- Kekuatan/kekerasan
Pengukuran jurus dan kemiringan lapisan

Pengamatan struktur geologi (terutama sesar)


- jenis sesar
- arah jurus dan kemiringan sesar
- produk sesar (zone kekar, zone hancur)
- lebar zone sesar
- analisa kekar (diagram roset, wulf net, schmidt net)
- aktivitas sesar (tidak aktif, potensial aktif, aktif)
Pengamatan air tanah dan mata air
Pemetaan longsoran
Pengamatan dan pembahasan stratigrafi
Pengamatan dan pembahasan geomorfologi

berdasarkan

peta

topografi dan peta geologi.


Pembuatan penampang geologi teknik baik memanjang maupun
melintang. Pembuatan penampang-penampang tersebut dilakukan
dengan memanfaatkan data pemboran inti, SPT dan in-situ
permeability sehingga dapat dilakukan rekonstruksi geologi bawah
permukaan.
Disamping hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan pembahasan
tentang kegempaan dengan mengacu pada Peta Zonasi Gempa yang
diterbitkan oleh Pusat Litbang Sumber Daya Air (2000). Pekerjaan ini
akan dilakukan oleh Tenaga Ahli Geologi Teknik.
2.2. Studi Kegempaan
a.

Analisis Bahaya Gempa


Analisis bahaya gempa merupakan proses penentuan parameter

desain goncangan di permukaan tanah atau batuan, yang akan


digunakan dalam analisis gempa umumnya mencakup langkahlangkah sebagai berikut :
1) Identifikasi daerah sumber gempa dengan goncangan gempa
kuat di permukaan tanah pada lokasi proyek;

2) Evaluasi potensi gempa untuk setiap sumber yang berpotensi;


3) Evaluasi intensitas goncangan gempa desain pada lokasi
proyek.
Identifikasi sumber gempa yang terdiri dari penentuan tipe sesar
dan lokasi geografi, kedalaman, ukuran, dan orientasi, meliputi
spesifikasi sumber gempa random untuk mengakomodasi gempa
yang tidak bersamaan dengan sesar yang diketahui. Evaluasi potensi
gempa dari sumber yang ditentukan mencakup evaluasi magnitudo
gempa (rentang magnitudo), yang dapat menimbulkan laju kejadian
magnitudo yang diperkirakan.
Identifikasi kemampuan sumber gempa bersama-sama dengan
evaluasi potensi gempa dari sumber yang berpotensi disebut
karakterisasi sumber gempa. Sekali sumber gempa ditentukan, maka
intensitas goncangan gempa di permukaan tanah dari sumbersumber ini harus ditentukan. Tiga cara yang biasa digunakan untuk
menentukan intensitas goncangan di permukaan tanah, sesuai tingkat
kompleksitasnya

yaitu:

(1)

gunakan

peraturan

dan

standar

bangunan/gedung setempat; (2) evaluasi bahaya gempa secara


deterministik; dan (3) evaluasi bahaya gempa secara probabilistik.
Pendekatan khusus yang ditentukan tergantung pada kepentingan
dan kompleksitas proyek, serta ditentukan oleh suatu badan yang
berwenang.
b.

Karakterisasi Sumber Gempa


Karakterisasi sumber gempa merupakan dasar dari evaluasi
potensi goncangan di permukaan tanah untuk analisis desain.
Walaupun parameter desain goncangan di permukaan tanah
dapat diperoleh dari peta-peta yang dipublikasi, namun masih
diperlukan untuk melakukan karakterisasi sumber gempa untuk
analisis geoteknik secara umum dan menentukan magnitudo

gempa desain. Karakterisasi sumber gempa sebaiknya dilakukan


sebagai bagian dari evaluasi geologi dan seismologi yang
komprehensif, yang mencakup kajian ulang terhadap literatur
terkait, interpretasi foto udara, studi kelayakan geologi lapangan,
pemetaan geologi, dan evaluasi kegempaan mikro.
Studi kegempaan mikro (studi data gempa dari instrumentasi
yang umumnya tidak dapat dirasakan dan tidak menyebabkan
kegagalan pada bangunan) dengan menggunakan data jaringan
pemantauan gempa setempat atau regional, dapat digunakan
dalam evaluasi potensi sesar yang tidak muncul di sekitar proyek.
Proses karakterisasi sumber gempa dapat dilihat Gambar E2.3.

Pengumpulan Data Kejadian Gempa


Radius 300 km dari Lokasi Proyek

Sumber Gempa Subduksi

Sumber Gempa Sesar Aktif


(Intraplate Eq)

(Interplate Eq)

Data Kejadian Gempa :

Pengumpulan Data Sesar Aktif:

Episentrum, kedalaman dan Mw


Dari NEIC-USGS Golden Colorado, BMG,
Puslitbang Geologi, Newcomb & McCann,
1985, Pacheco & Sykes, Catalog, 1987,
Engdal, et al. Dan Catalog 2000

Peta Geologi Regional, Lokal, literatur


Telusuri dan identifikasi bentuk
geomorfologi yang menunjukan
penyesaran.
Interpretasi foto udara
Simpulkan apakah sesar aktif

Penyelidiklan rinci :

Ya

Identifikasi dengan metoda

Penentuan Daerah Sumber Gempa


1) Daerah sumber gempa

geofisika a.l resistivitas, refraksi


atau refleksi seismik, survai
magnetik.

Sesar
aktif ?

Subduksi

2) Daerah sumber gempa

Penggalian parit melintang sesar

sesar aktif
Pemboran vertikal dan miring
Tentukan pergerakan sesar
mm/thn

Tidak

Selesai

Gambar E1.3 Karakteristik Daerah Sumber Gempa


c.

Penentuan Potensi Pergerakan Sesar


(Faults)

Jika kajian informasi geoteknik, seismologi dan studi


rekonesan menunjukkan potensi adanya sesar aktif pada lokasi
proyek,

maka

diperlukan

penyelidikan

geologi

rinci

untuk

menentukan lokasi sesar dan pergerakan sesar baru di sekitar


lokasi proyek. Studi kelayakan permukaan geologi terperinci dapat
digunakan untuk identifikasi lokasi sesar dan memprediksi
magnitudo dan arah dari pergerakan sesar yang terjadi. Studi
kelayakan rinci dapat ditambahkan dengan penyelidikan lapangan
bawah permukaan, yang meliputi :
a) Gunakan metoda geofisik, seperti resistivitas, refraksi seismik,
refleksi

seismik,

atau

metoda

survai

magnetik

untuk

mengidentifikasi lokasi potensi sesar.


b) Penggalian parit eksplorasi melintang sesar yang potensial dan
melalui bekas dasar alur dari strata geologi, untuk melakukan
pengamatan pada dinding parit apakah ada atau tidak ada
tanda-tanda alihan akibat dampak gempa dan pengambilan
material untuk melakukan uji penanggalan umur stratigrafi.
c) Gunakan pengeboran vertikal dan miring, untuk menentukan
lokasi zona sesar dan pengambilan material untuk uji
penanggalan umur stratigrafi.
d.

Penentuan

Intensitas

Desain

Goncangan Gempa Permukaan


Bila sumber gempa berpotensi mengalami goncangan kuat
susulan di permukaan tanah pada lokasi proyek yang telah
diidentifikasi dan ditentukan, intensitas goncangan pada lokasi itu
dapat dievaluasi untuk desain dengan tiga cara berbeda (lihat
Gambar E2.4), yaitu:
1) dari analisis bahaya gempa deterministik;
2) dari analisis bahaya gempa probabilistik;
3) dari pendekatan dengan peta zona gempa Indonesia.

e.

Pendekatan Deterministik
Analisis bahaya gempa deterministik digunakan untuk
mengevaluasi magnitudo dari parameter goncangan gempa
(biasanya percepatan puncak di permukaan tanah dan respon
spektrum percepatan) pada suatu lokasi terhadap pengaruh
Mulai aktif yang berpotensi menimbulkan
semua sumber gempa

goncangan kuat di permukaan tanah. Bila berada pada perlapisan


tanah lunak yang mampu menimbulkan amplifikasi goncangan
gempa di

Pendekatan Deterministik
(MDE )
mencakup

Intensitas Puncak Di
Permukaan
Tanah/Batuan
permukaan tanah,
maka analisis
Di Suatu Lokasi (Koordinat)

bahaya gempa dapat

Pendekatan Probabilistik

MDE)
sumber yang berada lebih dari 100 km (OBE
dari dan
lokasi
yang

ditinjau.

Karakterisasi sumber gempa


(Bagan Alir Gambar 4.1)

Peta Zona Gempa Indonesia :


T = 10, 20, 50, 100, 200, 500,
1000, 2000, 5000, 10000 tahun

Tentukan daerah Sumber


Gempa
Subduksi berbentuk persegi dan
tentukan Mw maksimum dan jarak
R
Sesar aktif berupa garis atau persegi
dan tentukan Mwmaks, dan jarak

Pemilihan Fungsi Atenuasi


Sumber Gempa :
Subduksi
Sesar Aktifi

Penentuan Z, ac dan v :
Nilai Z (koef zona)
ac pada T=100, 5000, 10000 thn
Koreksi tanah v (batuan 0,8)

Karakterisasi sumber gempa


(Bagan Alir Gambar 4.1)

Tentukan daerah Sumber


Gempa :
Subduksi berbentuk persegi dan
tentukan Mw maksimum dan
jarak R
Sesar aktif berupa garis atau
persegi dan tentukan Mwmaks,
dan jarak

Hitung Percepatan Gempa Puncak


di Permukaan Tanah :
ad = Z x ac x v
Lakukan analisis ststistik
kejadian Gempa :
Untuk memperoleh nilai a dan b
dari setiap daerah sumber gempa

Hitung Intensitas Puncak


(Percepatan Puncak)

Pemilihan Fungsi Atenuasi


Sumber Gempa :
Subduksi
Sesar Aktif

Hitung Intensitas Puncak :


Program Seisrisk III, Eqrisk atau
EZ-Frisk pada berbagai perioda
ulang

Selesai

Gambar E1.4 Bagan Alir Penentuan Intensitas Puncak di Permukaan Tanah/batuan


Dalam analisis bahaya gempa deterministik, mula-mula
engineer atau geologis harus melakukan analisis dengan cara
mengidentifikasi sumber gempa berpotensi dan menentukan
magnitudo maksimum pada setiap sumber. Kemudian, intensitas
goncangan pada lokasi dari setiap sumber aktif dihitung dan
gempa desainnya diidentifikasi berdasarkan sumber aktif yang
menyebabkan tingkat kerusakan terbesar. Langkah-langkah dalam
analisis bahaya gempa deterministik adalah sebagai berikut (lihat
Gambar E2.5) :
1) Langkah 1: Tentukan lokasi dan karakteristik (misal pola
penyesaran)

dari

sumber

gempa

yang

potensial

mempengaruhi lokasi (lihat bagan alir Gambar E2.3). Untuk


setiap sumber, tentukan magnitudo gempa yang yang
signifikan (maksimum).
2) Langkah 2 : Tentukan jarak hiposentrum atau jarak terdekat
R.

3) Langkah 3: Pilih hubungan atenuasi yang memadai dan


estimasi parameter goncangan di permukaan tanah setempat
dari setiap sesar aktif sebagai fungsi dari magnitudo gempa,
mekanisme sesar, jarak lokasi ke sumber gempa, dan kondisi
lokasi.
4) Langkah 4: Pilih sesar aktif berdasarkan magnitudo gempa
dan intensitas goncangan di permukaan tanah setempat untuk
menentukan sumber yang diinginkan.

Gambar E1.5 Langkah-langkah Analisis dengan Pendekatan


Deterministik
f.

Pendekatan Probabilistik
Dalam analisis bahaya gempa probabilistik diperhitungkan
kemungkinan keruntuhan sesar dan distribusi magnitudo gempa
secara probabilistik sesuai keruntuhan sesar untuk menentukan
intensitas

desain

goncangan

gempa

di

permukaan

tanah

setempat. Tujuan analisis bahaya gempa probabilistik adalah


menghitung parameter goncangan gempa di permukaan tanah

untuk berbagai perioda ulang. Parameter ini dapat berupa nilai


puncak (misal percepatan puncak di permukaan tanah) ataupun
ordinat respon spektrum berhubungan dengan goncangan gempa
kuat di permukaan tanah. Nilai probabilistik dari parameter desain
telah dipertimbangkan terhadap ke dua sifat ketidakpastian dari
fungsi atenuasi goncangan kuat di permukaan tanah dan kejadian
gempa. Analisis bahaya gempa probabilistik biasanya meliputi
langkah-langkah berikut (lihat bagan alir Gambar F.4) :

Gambar E1.6 Langkah-langkah Analisis dengan Pendekatan


Probabilistik
1) Langkah 1: Identifikasi sumber gempa aktif yang menyebabkan
goncangan kuat di permukaan tanah pada lokasi proyek (bagan
alir Gambar 6.2) .
2) Langkah 2: Tentukan magnitudo gempa minimum dan maksimum
untuk setiap sumber. Walaupun magnitudo gempa maksimum
adalah parameter fisik yang berkaitan dengan dimensi sesar,
namun magnitudo gempa minimum mungkin berkaitan dengan

kedua sifat fisik sesar maupun keterbatasan dari analisis


numerik. Penggunaan magnitudo minimum < 4 tidak disarankan,
walaupun sumber gempa aktif dapat menimbulkan kejadian
gempa dengan magnitudo lebih kecil, karena penggunaan
magnitudo kecil berisiko dengan nilai respon yang tinggi untuk
probabilitas ekstrim (rendah) yang dilampaui.
3) Untuk setiap sumber, tentukan frekuensi distribusi kejadian
gempa terhadap rentang magnitudo yang ditetapkan
4) Untuk setiap sumber, tentukan fungsi atenuasi berdasarkan
ragam sesar. Ketidakpastian dari fungsi atenuasi ditentukan
menurut analisis statistik untuk gempa yang telah terjadi.
5) Hitung probabilitas terlampaui dari parameter goncangan di
permukaan tanah, khusus untuk interval waktu tertentu dengan
integrasi grafik fungsi atenuasi melebihi distribusi magnitudo
untuk setiap sumber dan hasilnya dijumlahkan.

g.

Pendekatan

dengan

Peta

Zona

Gempa Indonesia
Langkah-langkah

dengan

pendekatan

Peta

Zona

Gempa

Indonesia adalah sebagai berikut :


1)

Peta zona gempa pada Gambar F.5 terbagi atas 6 zona


gempa (A, B, C, D, E, dan F) dengan rincian seperti terlihat
pada peta, beserta garis-garis kontur koefisien zona gempa.

2)

Percepatan gempa desain di suatu proyek dapat diperoleh


dengan terlebih dahulu menentukan koordinatnya pada peta,
untuk mendapatkan koefisien zona gempa (Z). Z dapat
diperoleh langsung dari kontur koefisien zona gempa atau
ditentukan dari kisaran (nilai rata-rata atau maksimum)

koefisien zona gempa yang tertera pada tabel koefisien zona


pada peta.
3)

Tentukan

nilai

percepatan

gempa

dasar

ac

(g)

yang

disesuaikan dengan periode ulang T (tahun) menurut kriteria


desain.
4)

Percepatan gempa puncak di permukaan tanah harus


dikoreksi

terhadap

pengaruh

jenis

tanah

setempat

berdasarkan :
)a Perioda predominan dari perlapisan tanah, yang dibagi
dalam 4 kelompok yang diperlihatkan pada Tabel F.7.
)b Nilai perioda predominan dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
Ts =

1,25 Tp

.....

..(4.11)
Tp = ni=1 (

4 Hi
)
Vsi

...(4.12)
dengan Vs dihitung menggunakan persamaan 4.8 atau 4.9,
atau diuji di laboratorium menggunakan uji kolom resonansi
(resonant column test), atau diuji di lapangan dengan uji
lubang silang (cross hole test).
Vs = 100 N1/3; untuk tanah kohesif

...

.(4.13)
Vs = 80 N1/3 ; untuk tanah nonkohesif .
......(4.14)
dengan :
Ts = Perioda predominan perlapisan tanah dengan regangan
besar waktu terjadi gempa (detik),

Tp =

Perioda

predominan

perlapisan

tanah

dengan

regangan kecil (detik),


Hi = Tebal perlapisan ke i (m),
Vsi =

Cepat rambat gelombang geser pada lapisan tanah

ke i (m/detik),
NSPT

= Nilai uji penetrasi standar (SPT),

Vs

= Cepat rambat gelombang geser (m/detik),

= Jumlah lapisan.

Batuan dasar yang merupakan batas terdalam harus ditentukan sebagai


lapisan yang mempunyai nilai Vs lebih besar dari 350 m/detik.
Tabel E2.1 Faktor Koreksi Pengaruh Jenis Tanah Setempat
Perioda
Kelompok

Jenis Tanah

predominan
Ts(detik)

Batuan :
a) Massa

batuan

Koreksi
Fukushima dkk
Gambar 5.11

Ts 0,25

(v)
0,80

0,25 < Ts

1,00

terbentuk

sebelum Kuarter.
b) Lapisan

diluvial

di

atas

massa batuan 1a) dengan


2

tebal kurang dari 10 m


Diluvium :
a) Lapisan

diluvial

di

atas

0,50

lapisan batuan dengan tebal


lebih dari 10 m
b) Lapisan

diluvial

di

atas

lapisan batuan dengan tebal


3

kurang dari 10 m.
Aluvium :
a) Lapisan

aluvial

0,50 < Ts
di

atas

lapisan batuan dengan tebal

0,75

1,10

kurang dari 25 m
b) Lapisan

aluvial

di

atas

lapisan batuan dengan tebal


kurang dari 25 m dan lapisan
4

aluvial lunak kurang dari 5 m.


Aluvium lunak :

Ts > 0,75

1,20

a) Lapisan tanah pasiran jenuh


air dengan tebal kurang dari
10 m dari permukaan dengan
NSPT

10 pkl/ 30 cm

penetrasi.
b) Lapisan tanah kohesif atau
lanauan

lunak

ditemukan

mulai pada kedalaman 3 m


dari permukaan dengan nilai
cu 0,25 kg/cm2 dari uji
lapangan.
5) Hitung percepatan gempa terkoreksi ad dengan rumus ad = Z x ac x v,
sedangkan koefisien gempa k = ad/g (g= percepatan gravitasi).

Gambar F.6 Peta zona gempa Indonesia dengan menggunakan


persamaan atenuasi Fukushima& Tanaka (1990)

Pemboran Inti (Core Drilling)


Pekerjaan pemboran tanah dimaksudkan untuk mengetahui strata
tanah di masing-masing lokasi as bendungan dan mendapatkan
gambaran umum tentang kondisi geologi setempat. Lokasi titik
pengeboran akan ditentukan di lapangan dengan persetujuan Direksi.
Pemboran inti bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih
teliti mengenai jenis tanah, penyebaran lapisan tanah baik secara
vertikal maupun horisontal dan sifat-sifat tanahnya.
Alat yang dipergunakan adalah mesin bor putar (rotary type
drilling machine) yang operasinya dilakukan secara hidrolis. Bor yang
akan dipergunakan adalah bor ukuran NX berdasarkan DCDMA
(Diamond Core Drilling Manufactures Association) dengan : diameter
teras NQ (core) 54,7 mm dan diameter lubang 75.5 mm. Mata bor
yang dipakai tergantung keadaan bantuannya, tetapi umumnya akan
dipakai mata bor tungsten atau mata bor intan. Prosedur pemboran
mengikuti petunjuk standar ASTM D-420-87.
Pembuatan lubang bor dilakukan dengan pemboran inti bermesin
untuk memperoleh contoh dan inti. Pusaran ir lumpur tidak boleh
terjadi selama pemboran berlangsung guna mencegah agar dinding
lubang bor tidak runtuh, dipakai pipa lindungan (casing).
Pelaksanaan pekerjaan harus memuat catatan pembiran dalam
buku lapangan dengan format seperti yang telah disetujui oleh
Pengawas Pekerjaan. Catatan tersebut akan menunjukkan antara lain
tipe dan ukuran mata bor, tabung penginti dan alat pengambil contoh,
air tanah, elevasi dimana dijumpai air dengan tekanan sangat besar,
tebal lapisan, kedalaman pemboran pengujian yang dilakukan.
Pada waktu memberi formasi batuan, harus dipakai reaining shell
guna mencegah menyempitnya diameter lubang. Untuk lapisan
endapan, harus dipakai pipa pelindung baja guna mencegah agar

dinding lubang tidak runtuh.


Hanya bahan yang doambil dari tabung penginti saja yang boleh
dianggap sebagai contoh inti. Bahan-bahan lain seperti lendir (slime),
potongan-potongan tanah atau bahan yang jatuh dari dinidng lubang
tidak boleh dianggap sebagai contoh. Untuk mengatasi hal ini, harus
digunakan metoda pemboran kering. Pada formasi batuan harus
diambil contoh menerus (continues core).
Pelaksanaan

pekerjaan

harus

berusaha

keras

untuk

memperbanyak ratio perolehan inti. Setiap kali pemboran selesai,


lubang bor harus ditandai dan tanda ini harus diplot pada gambar.
Lokasi dan elevasi lubang bor yang telah selesai harus diukur oleh
Pelaksanaan Pekerjaan. Bench Mark dan koordinat-koordinat serta
elevasinya akan dotunjukkan oleh Pengawas Pekerjaan.
Hasil

pengeboran

berupa

inti

berbentuk

batang

(core),

diisyaratkan menggunakan tabung penginti rangkap (double tube core


barrel) atau, untuk hal-hal khusus dapat dipergunakan tabung penginti
rangkap tinggi (triple tube core barrel). Dimasukkan ke dalam peti
kayu serta disusun sesuai dengan urutan kemajuan pemboran.
Contoh tanah diambil untuk keseluruhan kedalaman yang
ditentukan. Diskripsi inti pemboran (core) dilaksanakan setelah core
dikeluarkan dari tabung core barrel berdasarkan pengamatan visual
sesuai kedalaman pengambilan contoh tanah yang bersangkutan.
Hasil pemboran inti (core) ditempatkan dalam peti kayu (core box).
Selanjutnya, inti bor akan disimpan di dalam kotak contoh (core
box) yang terbuat dari papan kayu dengan kapasitas simpan 5 x 1 m
untuk setiap kotak contoh. Kemudian inti bor di diskripsi oleh tenaga
ahli geologi teknik sesuai prosedur ASTM D-2488 (contoh tanah) dan
ISRM 1982 (untuk contoh batuan). Hasil pemboran ini akan disajikan
dalam format Log Pemboran Inti. Pada setiap kotak contoh (core box)
akan diberi tutup dan label minimal sebagai berikut :

Nama Proyek
Nomor Lubang Bor
kedalaman Inti Bor

Gambar E1.7 Skema Mesin Bor Putar Untuk Penyelidikan


Geologi

2.3. Standard Penetration Test (SPT)


SPT akan dilaksanakan dengan mengikuti prosedur ASTM D-1586
atau SNI 03-4153-1996 dengan penjelasan sebagai berikut :
o Peralatan yang dipakai terdiri dari :
o Pengujian

dilakukan

dengan

menjatuhkan

drive

hammer

dengan tinggi jatuh 75 cm hingga menumbuk knocking block.


o Agar

diperoleh

hasil

yang

teliti maka pencatatan jumlah

tumbukan dilakukan setiap kemajuan penetrasi 5 cm.


o Penumbukan

dihentikan

apabila

penetrasi

split

barrel

sampler mencapai 45 cm. Dalam hal ini, jumlah tumbukan pada


penetrasi 15 cm pertama diabaikan (tidak diperhitungkan)
o Pengujian ini dinyatakan selesai apabila :
2.4. Uji Permabilitas Lapangan (In Situ Test)
Uji permeabilitas akan dilakukan dengan 3 (tiga) metode sesuai
dengan kondisi lapangan, yaitu :

Constant Head Test


Falling Head Test (Variable Head Test)
Packer Test
1) Metode Constant Head
Metode ini akan dipilih apabila ruas uji berupa tanah atau
material lepas. Pengujian akan mengikuti prosedur prosedur
USBR E - 18, dengan cara memasukan memasukan air ke dalam
pipa casing dengan debit konstan. Pencatatan
terhadap

debit dan

dilakukan

waktu pembacaan debit tersebut.

Selanjutnya dibuat grafik antara q (cm/menit) dengan

waktu t.

Besarnya q dapat diperoleh dari grafik tersebut yaitu q pada t =


0. Kemudian lakukan

perhitung dengan cara Gibson (1963)

sebagai berikut :
k = q/Fhe
Dengan penjelasan :
K

Koefisien permeabilitas

debit

factor intake

He

tinggi konstan

Pengukuran muka air

tanah di dalam lubang bor akan

dilakukan sebelum pengujian dimulai.


2) Metode Falling Head
Metode ini dipilih apabila ruas uji berupa tanah atau material lepas
berbutir halus. Pengujian akan mengikuti prosedur USBR E-18
dengan cara mengisi lubang bor dengan air bersih melalui pipa
casing. Pengamatan/pencatatan dilakukan terhadap penurunan
muka air

di dalam pipa casing pada interval waktu tertentu.

Selanjutnya dilakukan perhitungan koefisien permeabilitas dengan


cara Hvorslev (1951) yang dikenal dengan time lag analysis
sebagai berikut :

k=

A
A
H1
atauk
1n
FT
F (t 2 t 2) H 2

Dengan penjelasan :
K = koefisien permeabilitas tanah (cm/det)
A = luas penampang pipa casing
F = factor intake
T = basic time log
H1

pengukuran tinggi air pada waktu t1

H2

pengukuran tinggi air pada waktu t2

1n

H1
H2

dan (t2 t1) diperoleh dari kurva waktu t terhadap

head
ratio dalam kertas semilog.
Sebelum pengujian, akan dilakukan pengukuran kedalaman muka
air tanah di dalam lubang bor.
3) Metode Packer
Cara ini digunakan apabila ruas uji berupa formasi batuan.
Pengujian akan mengikuti prosedur SNI 03-2411-1991. Pengujian
dilakukan pada lubang bor dengan kedalaman yang telah
ditentukan. Panjang ruas uji bervariasi antara 1-5 m tergantung
pada kondisi batuan pada ruas uji.
Peralatan yang dipakai terdiri dari :
- Pompa air yang mampu menghasilkan debit tertentu secara
konstan pada tekanan yang dikehendaki.
- Meteran air yang telah dikalibrasi
- Manometer tekanan yang telah dikalibrasi
- Single packer atau double packer, jenis air pacher
Mechanical Pacher
- Selang udara atau tabung gas nitrogen bertekanan tinggi
- Stopwatch
Pengujian dilakukan dengan cara :

atau

- Mengukur dan mencatat muka air tanah pada lubang bor


- Mengembangkan karet packer pada kedalaman yang telah
ditentukan sehingga menyekat lubang bor dan terbentuklah ruas
uji
- Memompakan air ke dalam ruas uji melalui stang bor
- Mencatat tekanan, pembacaan volume air dan menghitung
debit air sebagai berikut :
Tekanan

Pembaca volume air

(kg/cm )

Liter/menit

debit rata-rata
L/det

P1

q1 q2 q3 q4 q5

q1

P2

q1 q2 q3 q4 q5

q2

Pmax

q1 q2 q3 q4 q5

q3

P2

q1 q2 q3 q4 q5

q4

P1

q1 q2 q3 q4 q5

q5

Lamanya pengujian pada setiap tekanan = 5 menit sehingga total


waktu yang diperlukan untuk 5 variasi tekanan adalah 25 menit.
Perhitungan koefisien permeabilitas dilakukan dengan rumus
sebagai berikut :
K=

Q
L
1n
2 I .H 2r

K=

Q
L
sinh
2 1.H
2r

(untuk L 10 r)

( untuk r > L > 10 r)

Dengan penjelasan :
K

koefisien permeabilitas (cm/det)

debit air (l/det)

panjang ruas uji (cm)

tinggi tekanan air pada ruas uji

jari-jari lubang uji

Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai Lugeon (Lu) sebagai


berikut :
Lu =

10q
LH

Dengan penjelasan :
Lu

nilai Lugeon (lt/menit/m)

debit (lt/menit)

tekanan total pengujian (kg/cm)

10

konstanta

2.5. Pengambilan Contoh Tanah Tak Terganggu


Pada pekerjaan pemboran inti dan dilakukan pengambilan
undisturbed sample memakai tabung baja berukuran NX (NX size
Shelby tube) dengan mengikuti prosedur ASTM D-1587. Sebelum
dipakai, tabung baja bagian dalam diolesi pelumas dengan maksud
untuk mengurangi gesekan antara dinding tabung dengan contoh
tanah. Segera setelah pengambilan contoh tanah, kedua ujung tabung
disegel/ditutup dengan paraffin cair dan ditunggu hingga mengeras.
Kemudian tabung diberi label dan disimpan ditempat yang terlindungi
dari sinar matahari maupun dari perubahan temperature yang radikal.
2.6. Sumuran Uji (Test Pit)
Material konstruksi yang diperlukan dalam proyek ini terdiri dari :
Tanah (untuk tubuh bendungan)
Pasir (untuk filter dan agregat beton)
Krikil/split (untuk agrgat kasar beton)
Bongkah batu (untuk rip rap dan pondasi)
Untuk

memenuhi

survey/pencarian

kebutuhan
material

akan

konstruksi

material
akan

ketentuan sebagai berikut :


Jarak sedekat mungkin ke tubuh bendungan

tersebut

dilakukan

maka
dengan

Transportasinya mudah
Kualitas baik
Volume mencukupi kebutuhan
Oleh karena itu sumuran uji (test pit) akan diprioritaskan sedekat
mungkin ke tubuh bendungan (terutama direncana daerah genangan).
Penggalian sumuran uji akan dilakukan secara manual (tenaga
manusia) dengan menggunakan peralatan cangkul, linggis, singkup,
keranjang serta meteran. Kedalaman galian dapat mencapai 3 (tiga)
meter atau, 5 (lima) meter bila dipandang memungkinkan.
Pekerjaan ini dianggap selesai apabila :
Mencapai batuan keras
Mencapai 0,5 m di bawah muka air tanah setempat
Runtuhan dinding galian tidak dapat diatasi
Dimensi sumuran uji yang diusulkan oleh Konsultan adalah 1,5 m x
1,5 m x D (D = kedalaman galian, m)
Dinding sumuran uji akan diobservasi dan dideskripsi oleh tenaga ahli
geologi teknik sesuai prosedur ASTM D-2488. Selanjutnya akan
dilakukan pengambilan contoh tanah terganggu (disturbed sample)
sebanyak 25 kg dengan cara mengikis dinding galian, memakai
cangkul atau singkup. Contoh tanah akan dimasukkan ke dalam
karung plastic dan diberi label :
Lokasi
Nomor test pit
Kedalaman contoh
Contoh tanah akan dibawa ke laboratorium untuk diuji sifat fisik dan
sifat teknisnya. Contoh pasir/kerikil akan diambil secara acak sesuai
kondisi lapangan dan diperlakukan sama seperti halnya contoh tanah.
Hasil pekerjaan sumuran uji/tes pit akan disajikan dalam format log
sumuran uji. Untuk contoh batu akan diambil dari quarry berupa
bongkah batu guna pengujian mekanika batuan/bahan.
2.7. Pengujian Laboratorium Mekanika Tanah & Batuan

Seluruh contoh tanah (undisturbed sample dan disturbed sample)


serta contoh batu akan diuji di laboratorium. Untuk material timbunan
akan dilakukan pengujian mengikuti prosedur seperti tersebut di dalam
1) Natural Moisture Content
Merupakan perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering
yang dinyatakan dalam persen.
Tempatkan sejumlah tanah ke dalam cawan alumunium yang
beratnya W1 telah diketahui sebelumnya.
Timbang berat cawan + tanah = W2
Masukkan ke dalam oven pada temperature 105C selama 24 jam
Keluarkan cawan + tanah dari oven kemudian timbang = W3
Kadar air ditentukan dengan cara sebagai berikut :
Kadar air tanah asli dapat dihitung sbb:
Wn =

W 2 W 3
x100%
W 3 W 1

2) Unit Weight
Pengujian yang dilakukan terhadap contoh tanah tak terganggu
(undorturbed sample) dengan cara sebagai berikut :
Persiapkan tabung (cincin) baja dan timbang beratnya = W1
Hitung volume ruang cincin baja tersebut = V
Tekan tabung (cincin) baja hingga masuk penuh ke dalam tanah
asli, kemudian diratakan kedua ujungnya
Timbang berat cincin tanah asli = W2
Unit Weight dapat dihitung sebagai berikut :

W 2 W1

gr/cm atau t/m


V
3) Berat Jenis (Specific Gravity)
Pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Bersihkan, keringkan dan timbang piknometer = W1

Keringkan sejumlah tanah dalam oven, kemudian

masukan ke dalam piknometer dan timbangan = W2


Tambahkan air suling hingga piknometer setengah

penuh

Piknometer diputar-putar (dikocok) diatas api Bunsen


agar udara dalam tanah dapat keluar, kemudian piknometer
divakum 10 menit

Selanjutnya, isi piknometer dengan air suling hingga


penuh dan ditimbang = W3

Aid dan tanah dikeluarkan dari piknometer dan botol


piknometer dibersihkan, kemudian diisi air suling sampai penuh
dan ditimbang = W4
Berat jenis dapat dihitung sesuai prosedur SNI 03-1964-1990.

4) Grainsize Analysis
Pengujian

ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi butiran

tanah. Pengujian dilakukan dengan cara mengayak tanah dengan


suatu seri ayakan dengan variasi bukaan tertentu. Untuk material
berbutir kasar dipakai analisa ayakan, sedangkan untuk yang
berbutir halus dipakai cara hydrometer.
5) Analisa Ayakan
Material tanah diayak dengan memakai suatu seri ayakan. Berat
butiran yang tertahan pada setiap ayakan ditimbang dan dihitung
komulatif persen beratnya, kemudian dihitung komulatif persen
butiran yang lolos dari masing-masing ayakan tersebut.
Selanjutnya dibuat grafik antara ukuran butir (dalam skala logaritma)
dengan komulatif persen lolos saringan (dalam skala normal). Dari
grafik tersebut dapat diperoleh besarnya D10, D30 dan D60
sehingga dapat dihitung besarnya koefisien keseragaman (Cu) dan
koefisien lengkungan (Cc) sebagai berikut :

Cu =

D60
D30
danCc
D10
D10 xD 60

6) Hidrometer
Untuk butiran halus yang lolos saringan no.200 (diameter butiran <
0,075) maka dipakai cara hydrometer untuk mengetahui distribusi
butirannya, dengan menggunakan hokum STOKE. Pada cara ini
tanah berbutir halus (butiran < 0,075mm) dicampur dengan air
sehingga terebentuk suspensi. Selanjutnya kecepatan pengendapan
butiran diamati dengan menggunakan hydrometerjar.
D=

18
Zr
ys yw t

Dengan penjelasan :
D=

diameter butiran efektif

viskositas air pada temperature pengujian

y=

berat volume butiran tanah

yw

Zr =

jarak

berat volume air pada temperatur pengujian


dari

permukaan

suspensi

ke

titik

pusat

volume/gelembung hydrometer
t

selang waktu total

Persentase material halus dapat dihitung sebagai berikut :


N=

GsV
ye(r rw) x100%
Gs 1Ws

Dengan penjelasan :
N

persentase butiran halus

Gs

berat jenis butiran

volume suspensi (1000 cc)

Ye

berat

volume

air

pada

temperature

kalibrasi

hydrometer
R

pembacaan hydrometer dalam suspensi

rw

pembacaan hydrometer dalam air pada temperature

yang
sama dengan suspensi
Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk grafik gradasi (satu
kesatuan dengan kurva gradasi butiran kasar).
7) Atterberg Limits
Tanah berbutir halus dijumpai dalam berbagai kondisi dan hal ini
tergantung pada jumlah air di dalam tanah tersebut. Perilaku tanah
berbutir halus sangat dipengaruhi oleh jumlah air di dalam tanah
tersebut. Atterberg menentukan batas-batas perilaku tanah tersebut
dan dikenal sebagai Atterberg Limits. Penentuan batas-batas

Atterberg dilakukan terhadap tanah yang lolos ayakan no. 40.

Batas Cair (liquid limit)


Batas cair adalah kadar air pada batas antara keadaan cair
dengan keadaan plastis. Cara penentuannya memakai alat batas
cair (liquid limit device)
Tanah yang telah dicampur air ditempatkan dalam cawan
memakai spatula dan selanjutnya dibuat alur menggunakan
grooving tool.
Kemudian engkol diputar hingga cawan terangkat dan jatuh
secara berulang-ulang sampai alu berhimpit. Batas cair adalah
kadar air pada 25 ketukan.

Batas Plastis (plastic limit)


Batas plastis adalah kadar air dimana tanah mulai menggumpal
getas apabila digiling-giling pada ukuran tertentu.
Kadar air ditentukan dengan menggiling tanah diatas pelat kaca
sehingga terbentuk batang tanah berdiameter 3,2 mm, relative
getas dan tidak patah.

Indeks Plastisitas (plasticity index)


Indeks plastisitas adalah selisih antara kadar air pada batas cair
denan kadar air pada batas plastis. ( PI= LL PL )

8) Pemadatan (Compaction)
Dalam suatu proyek pengairan pemadatan tanah diperlukan untuk 3
(tiga) alasan :

Menurunkan potensi settlement

Menaikkan kekuatan geser

Menurunkan permeabilitas

Maksud dari pemadatan di laboratorium adalah untuk menentukan


jumlah air yang tepat yang harus dicampurkan dengan tanah apabila
tanah tersebut akan dipadatkan. Dengan demikian dapat diperoleh
derajat kepadatan pada kadar air optimum.
Cara yang dipakai dalam pemadatan dilaboratorium adalah standart
proctor dengan menggunakan peralatan sebagai berikut:

Compaction mold + extention colar


diameter 10,5 cm

Hammer 2,5 kg

Timbangan

Oven listrik

Gelas ukur

Dalam percobaan ini tanah dipadatkan secara berlapis (3 lapis)

dengan kadar air yang berbeda-beda. Hasil pemadatan disajikan


dalam bentuk kurva yang menggambarkan hubungan antara berat isi
tanah dengan kadar air. Dari kurva diperoleh informasi :
berat isi tanah kering
kadar air optimum

9) Triaksial
Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh kekuatan geser tanah.
Peralatan yang dipakai terdiri dari :
mesin pembebanan
panel tekanan
proving ring
stopwatch / arloji
Prosedur pengujian secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Untuk Triaksial UU

o
-

Benda uji ditempatkan di dalam sel triaksial

Katup drainase ditutup

Rangkaian sel triaksial dengan panel tekanan

Berikan tekanan sel sesuai dengan yang dikehendaki

Tempatkan sel triaksial pada mesin pembebanan

Pasang

proving

ring

dan berikan

beban

dengan

kecepatan 0,2 mm/menit sampai terjadi keruntuhan benda uji.


-

Catat pembacaan proving ring dengan selang waktu tertentu

Ulangi proses

ini untuk

benda uji kedua dan benda uji

ketiga dengan tekanan sel yang berbeda .


-

Gambarkan lingkaran mohr

Tarik garis singgung melalui lingkaran mohr, sehingga


diperoleh nilai kohesi dan sudut geser dalam pada kondisi
tegangan total.
Untuk Triaksial CUBP

o
-

Tempatkan benda uji pada triaksial sel, rangkaian sel


tersebut dengan panel tekanan dan tempatkan pada mesin
pembebanan

Buka katup drainase

laksanakan penjenuhan dengan back pressure hingga


Skempton value B > 0,95

Laksanakan konsolidasi dengan cara memberikan tekanan


sel yang dikehendaki dan mencatat ekses tekanan pori
terhadap waktu hinggakonsolidasi selesai.

Lakukan pembebanan aksial dengan kecepatan 0,01 mm /


menit, catat pembacaan proving ring dan pembacaan tekanan
pori hingga terjadi keruntuhan.

Ulangi prosedur tersebut untuk benda uji kedua dan ketiga

Gambar lingkaran mohr pada kondisi total (tekanan por5i


diabaikan) dan kondisi efektif (tekanan pori diperhitungkan)

Tarik garis-garis lurus yang menyinggung tiga lingkaran


mohr untuk masing-masing kondisi tersebut sehingga diperoleh
kohesi dan sudut geser dalm tegangan efektif.

10) Konsolidasi (Consolidation)


Pengujian

ini

dimaksudkan

untuk

mengetahui

sifat-sifat

kompretibilas tanah yang dinyatakan dengan parameter :


Cc (compression index)
Cv (coefficient of sonsolidation)
e (void ratio)
Parameter tersebut diperoleh dengan cara memberikan beban
pada contoh tanah (benda uji) yang ditempatkan pada sel

oedometer. Pembebanan diberikan secara bertahap

dengan

selang waktu 24 jam. Adapun prosedurnya secara ringkas adalah


sebagai berikut :

Contoh tanah (benda uji ) dimasukan ke dalam cincin baja dan


diberi batu berpori dibagian atas an bagian bawah

Cincin dan benda uji ditempatkan

di dalam sel oedometer,

kemudian diisi air sampai terendam seluruhnya.

Pasang arloji ukur dan catat pembacaan awal

Berikan beban dan catat penurunannya hingga penurunan


berhenti ( 24 jam )

Berikan tambahan beban setiap 24 jam dengan tegangan 0,25


0,50 -1,00 2,00 4,00 8,00 kg/cm

Setelah mencapai 8 kg/cm beban dikurangi secara bertahap


sampai 1,00 kg/cm sehingga terbentuk rebound curve

Pada setiap pembebanan arloji ukur dibaca dengan interval


waktu tertentu.

Hitung 150, 190, Cc, Cv dan eo.

11) Direct Shear CD


Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh parameter kekuatan
geser tanah (kohesi dan sudut geser dalam) dengan cara
memberikan beban normal dan beban horizontal (geser) terhadap
contoh tanah.
Prosedur pengujian secara garis besarnya adalah sebagai
berikut :

Contoh tanah ditempatkan dalam sel baja persegi empat,


direndam air dan diberi tegangan normal yang konstan

Amati dan catat penurunan hingga berhenti

Contoh diberi tegangan geser dengan kecepatan 0,02 mm/menit


hingga terjadi keruntuhan

Proses tersebut diulangi untuk contoh tanah kedua dan ketiga


dengan tegangan normal yang berbeda

Plot tegangan normal dengan tegangan geser maksimum


(tegangan geser pada saat terjadi keruntuhan) sehingga
diperoleh 3 (tiga) titik.

Tarik garis lurus melalui ketiga titik tersebut sehingga diperoleh


nilai kohesi sudut geser dalam () pada tegangan efektif.

12) Double Hydrometer


Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dispersive
contoh tanah.
Prosedur dilakukan seperti uji hydrometer yaitu :

Ambil contoh tanah dan dibagi dua menjadi contoh A


dan contoh B

Lakukan standar hydrometer untuk contoh B

Lakukan uji hydrometer memakai air suling saja untuk


contoh A tanpa dikocok

Hitung persentase butiran lempung (diameter <


0,002mm)

Besarnya persen disperse adalah perbandingan


antara lempung A dengan lempung B
Dispersi =

%lempungA
x100%
%lempungB

13) Permeability Test


Pengujian

ini

dimaksudkan

untuk

mengetahui

keofisien

permeabilitas contoh tanah. Pengujian dapat dilakukan dengan 2


cara, yaitu :

Constant head test untuk tanah berbutir kasar

Falling head test untuk tanah berbutir halus

Peralatan yang dipakai terdiri dari :

Permeameter

Reservoir air

Pipa air berskala (terbuat dari kaca/gelas)

Gelas ukur

Arloji / stopwatch untuk mengukur waktu

Perhitungan dilakukan sebagai berikut :

Untuk Constant Head Test :


K=

QL
cm / det
tHA

Dengan penjelasan :
K =

koefisien permeabilitas

Q =

volume air selama waktu t

L =

panjang contoh tanah

A =

luas permeameter

H =

tinggi tekanan air

Untuk Falling Head Test :


K=

aL
h0
In
A(t1 t 0 h1

Dengan penjelasan :
a

luas penampang pipa air

panjang contoh tanah

luas penampang permeameter

to

waktu dimana tinggi air pada hp

t1

waktu dimana tinggi air pada hs

ho,h1

tinggi tekanan air

14) Uji Kuat Tekan Batuan/Beton


Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kuat tekan contoh
batu.Contoh batu berbentuk silinder dengan perbandingan panjang
terhadap diameter L/D = 2:1.
Pada prinsipnya contoh batu diberi beban aksial F hingga terjadi
keruntuhan.
Besarnya kuat tekan dapat dihutng sebagai berikut :
c =

F
kg / cm
A

Dengan penjelasan :
c =

kuat tekan

beban runtuh

luas penampang contoh batu

15) Specific Gravity & Water Absorption Batuan/beton

Bulk specific gravity

Apparent specific gravity

Saturated surface dry (SSD) specific gravity

Water absorption

Data tersebut diperlukan untuk membuat mix design beton,


terutama untuk menghitung proporsi semen dan agregat serta
untuk menentukan jumlah volume air yang diperlukan untuk
campuran beton.
16) Grainsize Analysis Batuan/Beton
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi ukuran
agregat beton, baik agregat halus maupun agregat kasar. Adapun
ukuran saringan yang dipakai adalah sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai