AGUSTUS 2015
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M
1
KATA PENGANTAR
Berdasarkan hasil peninjauan lapangan longsoran pada ruas jalan tersebut berupa runtuhan
batuan (Rockfall) yang terjadi lebih disebabkan oleh curamnya lereng batuan, material
batuan yang memiliki bidang kemiringan ke arah jalan, curah hujan yang tinggi serta adanya
gempa yang ikut memicu terjadinya runtuhan batuan tersebut.
Hasil lengkap survey geologi lokal dan alternatif rekomendasi penanganan lereng yang
berpotensi terjadinya runtuhan batuan dibahas dalam laporan ini.
i
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Sasaran ....................................................................................... 1
1.3 Lingkup kegiatan ....................................................................................... 1
1.4 Lokasi kegiatan ....................................................................................... 2
1.5 Metode Kegiatan ....................................................................................... 2
ii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan dari kegiatan adalah survey geologi lokal untuk memberikan saran dan
rekomendasi teknis, dalam menentukan kegiatan teknis lanjutan yang diperlukan
untuk menangani permasalahan terjadinya longsoran atau runtuhan batuan.
Sasaran yang akan dicapai dari kegiatan ini adalah menyusun berbagai saran dan
rekomendasi teknis untuk penanganan runtuhan batuan, berdasarkan hasil desk
study dan peninjauan lapangan.
1
1.2 Lingkup Kegiatan
Secara teknis lingkup kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan Pendampingan
teknis ini adalah berupa survey geologi lokal untuk identifikasi kondisi Geologi
dan Geoteknik di area longsoran Runtuhan batuan.
Survey geologi lokal dilakukan dengan mengamati secara visual dan secara detail
mengenai jenis dan tipe longsoran, warna dan konsistensi tanah serta tingkat
pelapukan dari tanah/batuan, pengamatan kondisi mata air tanah, dan kondisi
vegetasi di sekitar lokasi yang berpengaruh terhadap terjadinya longsoran. Secara
garis besar diagram alur metodologi kegiatan Advis Teknik dapat dilihat pada
Gambar 2.
Validasi
Pengumpulan data
Survei Lapangan Evaluasi dan Diskusi
Sekunder
Pembuatan Laporan
3
BAB II
ASPEK GEOLOGI dan GEOTEKNIK
1. Hasil gunungapi Muda (Qhv) berupa: lava, breksi, aglomerat, tufa dan pasir
gunung api.
2. Formasi Kiro (Tmk) berupa: breksi, lava, tufa pasiran dan batu paisr tufaan.
3. Formasi Nangapanda (Tmn) berupa: batupasir, batugamping, terdapat lensa
dan sisipan napal, setempat sisipan breksi dan batulanau
4. Hasil gunungapi Tua (QTv) berupa: lava, breksi, aglomerat dan tufa pasiran,
berselingan dengan tufa atau breksi batuapung.
Kondisi hidrologi terdapat sungai dibawah lereng badan jalan yang alirannya dari
puncak gunung disekitar lokasi longsoran, vegetasi berupa tanaman perdu hingga
pohon-pohon besar.
4
1.2.2 Kondisi Geologi Lokal
Pada saat Tinjauan lapangan di lokasi longsoran KM 17 Ruas Ende–Maumere
untuk memastikan koordinat lokasi longsoran dilakukan tagging GPS. Data Hasil
Tagging GPS didapatkan koordinat S.08 45 52,7 E.121 41 34.0. Data koordinat
tersebut ini kemudian di masukan ke dalam sofware untuk menentukan koordinat
yang tepat pada peta geologi. Hasil tagging GPS (titik kuning) menunjukan bahwa
lokasi longsoran runtuhan batuan terdapat pada Formasi Kiro (Tmk) berupa
Breksi, Lava, Tufa pasiran dan batupasir tufaan (Gambar 3).
5
Gambar 4. Material Pembentuk Lereng
ArahKemiringan Bidang
Lapisan Batuan
Proses longsoran yang terjadi pada lereng dan badan jalan diasumsikan karena
material penyusun lereng dan material memiliki kemiringan lapisan batuan ke
arah jalan. Salah satu penyebab terjadinya proses pelapukan pada batuan ini
adalah dipengaruhi oleh infiltrasi air permukaan maupun air tanah secara
berlebihan dengan selang waktu yang tidak beraturan sehingga masuk ke dalam
rongga antar lapisan batuan yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan pelapukan
serta melicinkan pemukaan antar lapisan batuan. Untuk membuktikannya perlu
6
dilakukan pengujian tanah/ batuan di lapangan dan laboratorium Geoteknik dan
Geologi. Selain batuan masif yang ada di lapangan juga terdapat batuan yang
tersisipkan dalam tanah dengan ukuran dari kecil sampai ukuran bongkahan lebih
dari 1.5 m. Untuk mengetahui kondisi lereng batuan secara faktual dan detail
perlu dilakukan penyelidikan lanjutan setelah material debris dibersihkan.
Berdasarkan informasi dari Satker PJN wilayah IV Provinsi NTT, bahwa di sekitar
lokasi longsoran, sebelumnya telah terjadi gempa bumi dengan dengan skala 7,1
SR dan terjadi hujan dengan intensitas yang ekstrim selama 2 (dua) hari berturut-
turut sebelum terjadi longsor.
2.2 Geoteknik
2.2.1 Pola Keruntuhan Lereng
7
Pergerakan Massa Tanah/
Batuan
A. Translasi
1. Pergerakan lambat A. Creep
1. Gelincir (Slide) B. Rotasi
(0.3 m / 5 tahun - 1.5 m / tahun) B. Solifluction
C. Kombinasi/Majemuk
A. Nendatan (Slump)
B. Aliran Tanah/Lumpur
(Earth Flow)
A. Jatuh Bebas 2. Pergerakan Sedang C. Longsoran Debris
2. Jatuhan (Fall) B. Rolling (1.5 m / tahun - 0.3 m / menit) (Debris Slide)
C. Jungkiran (Topples) D. Debris Avalanche
E. Aliran Debris
(Debris Flow)
Klasifikasi berdasarkan pola pergerakan terbagi dalam tiga jenis, yaitu : Gelincir
(slide), Runtuhan (fall) dan aliran (Flow). Gelincir terjadi jika massa tanah bergerak
pada suatu bidang yang disebut bidang gelincir. Jenis-jenis gelincir berupa
translasi, rotasi atau kombinasi keduanya (Gambar 7.)
8
Gambar 7. Beberapa Tipe Pergerakan Gelincir (Puslitbang Jalan & Jembatan,2005)
runtuhan (fall) termasuk ke dalam kategori ini adalah jatuh bebas (free fall) dan
rolling serta jungkiran. Runtuhan merupakan gerakan tanah yang disebabkan
keruntuhan tarik yang diikuti dengan tipe gerakan jatuh bebas akibat gravitasi.
Pada tipe runtuhan ini massa tanah atau batuan lepas dari suatu lereng atau
tebing curam dengan sedikit atau tanpa terjadinya pergeseran (bidang longsor),
kemudian massa tanah atau batuan tadi meluncur sebagian besar di udara seperti
jatuh bebas, loncat atau mengelinding (Gambar 8).
9
Gambar 8. Tipe Pergerakan Runtuhan (Puslitbang Jalan & Jembatan, 2005)
Runtuhan batuan adalah runtuhnya massa batuan yang lepas dari batuan
induknya. Runtuhan bahan rombakan adalah lepasnya fragmen-fragmen batuan
sebelum runtuh. Termasuk pada tipe runtuhan ini adalah runtuhan kerikil (ukuran
kurang dari 20 mm), runtuhan kerakal (ukuran 20 mm – 200 mm), dan runtuhan
bongkahan (ukuran lebih dari 200 mm)
Runtuhan batuan dapat terjadi antara lain karena adanya perbedaan pelapukan,
tekanan hidrostatis karena masuknya air ke dalam retakan, serta kerena
pelemahan akibat struktur geologi.
Aliran (flow) adalah suatu material lepas (batuan lapuk atau tanah) setelah
mengalami proses penjenuhan akan mengalir seperti sifatnya fluida (Gambar 9).
10
Untuk identifikasi di lapangan, jenis batuan dasar dapat dikorelasikan dengan tipe
gerakan tanah yang mungkin terjadi .
11
Gambar 10. Foto Contoh Aplikasi Shotcrete pada Lereng
12
Gambar 11. Foto Contoh Aplikasi Jaring Batuan
13
2.2.2.4 Sistem Daerah Tangkapan Batuan (Catchment Area System)
Daerah tangkapan batuan seperti halnya buffer wall, batuan dibiarkan jatuh dan
kemudian runtuhan batuan ini diremoval atau dibuang ketempat lain. Metode ini
membutuhkan area yang luas untuk jarak dasar lereng dengan badan jalan.
Aplikasi daerah tangkapan batuan seperti terlihat pada Gambar 13.
Tinggi Lereng
14
BAB III
HASIL TINJAUAN LAPANGAN
Kondisi lereng terlihat masih sangat labil sehingga diperlukan penanganan segera.
Dipuncak longsoran terlihat spot batuan besar yang kemiringannya mengarah ke arah
jalan, tanah penutup dengan tebal 50 cm s/d 2 meter menutupi batuan segar yang
berpotensi longsor saat terjadi hujan. Struktur batuan berupa columner joint, terlihat
beberapa spot batuan rekah dan berpotensi jatuh dalam waktu dekat. Kemiringan
pelapisan batuan mengarah ke arah badan jalan. Rekahan tersebut akan menjadi
tempat masuknya air Yang akan mempercepat proses pelapukan pada batuan
sehingga diperlukan penanganan segera untuk menutup rekahan tersebut.
15
Gambar 14. Kondisi lokasi longsoran setelah dibersihan dari debris Runtuhan batuan
16
2. Kondisi Badan Jalan
Badan jalan diarea longsoran terlihat baik namun kemungkinan sebagian badan jalan
tersebut berada diatas debris longsoran yang tidak terpadatkan sehingga berpotensi
terjadi longsoran kembali jika tidak dilakukan penanganan terutama sistem drainase.
Tidak adanya drainase diatas lereng sebabkan air hujan akan meluncur langsung ke
arah lereng berpotensi jenuhkan tanah dan batuan pada lereng. Drainase dibawah
lereng terlihat sudah dibuat namun drainase tersebut masih berupa galian. Sehingga
air berpotensi merembes masuk kebawah badan jalan.
17
4. Kondisi lereng badan Jalan
Kondisi lereng badan jalan disekitar area longsoran terlihat tidak stabil, banyak
terdapat rekahan dan apabila tidak segera ditangani berpotensi terjadinya runtuhan
batuan disekitar badan jalan.
5. Kondisi Hidrologi
Mata air tidak terlihat ada pada lereng, namun dari kondisi tanah penutup terlihat
lembab karenanya kemungkinan ada aliran air yang aktif disekitar lereng.
6. Kondisi vegetasi
Vegetasi disekitar lereng berupa tanaman perdu sampai tanaman besar terutama
berada di sekitar puncak lereng.
18
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
1. Hasil Tinjauan lapangan pada trase ruas jalan Ende – Maumere menunjukan
bahwa ruas jalan tersebut berada pada terain pegunungan dan perbukitan dengan
sudut kemiringan lereng yang curam, vegetasi di sekitar lereng ditumbuhi
tanaman perdu hingga pohon-pohon besar. Tipe longsoran yang terjadi
merupakan gabungan antara longsoran lapisan tanah penutup dengan Runtuhan
Batuan (rockfall).
2. Kondisi lereng diatas jalan terlihat labil berpotensi kembali terjadi Runtuhan
batuan terutama pada musim hujan.Begitupun kondisi lereng bawah badan jalan
terlihat labil sehingga perlu dilakukan penanganan.
3. Material Pembentuk Lereng pada ruas Ende-Maumere (KM 17) antara lain Top soil
tebal 0,5 meter s/d 2 meter, Batuan andesit tebal variasi 5 cm s/d 2 m, Batuan
lainnya terdapat sisipan batuan green skiss (metamorf), Terdapat Greentuv (Tuva
Hijau)/mudstone Struktur batuan berupa columner joint. Berdasarkan hasil
identifikasi awal di lapangan menunjukan bahwa terjadinya longsoran pada ruas
jalan Ende-Maumere Km 17 lebih disebabkan adanya infiltrasi air pemukaan ke
dalam material pembentuk lereng, baik ke lapisan tanah penutup maupun ke
lapisan batuan, terlebih kemiringan lapisan batuan mengarah ke arah jalan serta
banyaknya kekar (rekahan) pada batuan pembentuk lereng.
4.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil tinjauan lapangan dan diskusi bersama Satker Perencanaan Jalan
Nasional Wilayah IV, Bali, terkait penanganan runtuhan Jatuan Ruas Jalan Ende –
Maumere KM 17 adalah sebagai berikut :
a. meruntuhkan batuan yang berpotensi jatuh dalam waktu dekat, baik dengan
metode manual (hand scaling) maupun dengan metode mekanik (mechanical
scaling) menggunakan alat excavator.
b. melakukan penataan aliran mata air (spring water) dan air permukaan (runoff)
di sekitar lereng serta membangun saluran samping jalan (side ditch) kedap
air.
20
dinding dan bila perlu ditambah pagar penahan (fence) di atas dinding
penahan.
21