Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAMPINGAN TEKNIS

SURVEY GEOLOGI LOKAL


RUNTUHAN BATUAN
RUAS JALAN ENDE – MAUMERE KM 17
NUSA TENGGARA TIMUR

AGUSTUS 2015

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
JL.A.H. Nasution No.264 Kotak Pos 2 Ujung BerungTlp.(022) 7802251 Fax : (022) 7802726 Bdg. 40294 e-mail: info@pusjatan.pu.go.id

1
KATA PENGANTAR

Menindaklanjuti permintaan PJN Nasional wilayah IV Bali, Perihal Permohonan


Narasumber Advis Teknik Penanganan Longsoran Lereng Jalan, Ruas Jalan Ende–Maumere
Km 17 maka tim Puslitbang Jalan dan Jembatan telah melakukan tinjauan lapangan pada
tanggal 13 Maret 2015. Tindak lanjut dari tinjauan lapangan tersebut maka dilakukan
kegiatan lanjutan berupa pendampingan teknis survey geologi lokal pada tanggal 12 Agustus
2015.

Berdasarkan hasil peninjauan lapangan longsoran pada ruas jalan tersebut berupa runtuhan
batuan (Rockfall) yang terjadi lebih disebabkan oleh curamnya lereng batuan, material
batuan yang memiliki bidang kemiringan ke arah jalan, curah hujan yang tinggi serta adanya
gempa yang ikut memicu terjadinya runtuhan batuan tersebut.

Hasil survey geologi lokal memberikan data dalam mempertimbangkan penanganan


permanen yang tepat untuk mengatasi runtuhan batuan agar tidak terulang

Hasil lengkap survey geologi lokal dan alternatif rekomendasi penanganan lereng yang
berpotensi terjadinya runtuhan batuan dibahas dalam laporan ini.

Bandung, Maret 2014


Kepala Balai Geoteknik Jalan
Puslitbang Jalan dan Jembatan

Ir. Rudy Febrijanto, MT


NIP. 197102031997031004

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Sasaran ....................................................................................... 1
1.3 Lingkup kegiatan ....................................................................................... 1
1.4 Lokasi kegiatan ....................................................................................... 2
1.5 Metode Kegiatan ....................................................................................... 2

2. ASPEK GEOLOGI DAN GEOTEKNIK


2.1 Kondisi Geologi .......................................................................................... 4
2.1.1 Stratigrafi dan Geomorfologi .......................................................... 4
2.1.2 Kondisi Geologi Lokal ......................................................................... 5
2.2 Geoteknik .................................................................................................. 8
2.2.1 Pola Keruntuhan Lereng ...................................................................... 8
2.2.2 Alternatif Penanganan Runtuhan batuan ........................................... 11
2.2.2.1 Beton Semprot (Shotcrete) ..................................................... 11
2.2.2.2 Jaring Batuan (Rockfall Netting) .............................................. 12
2.2.2.3 Dinding Penahan (Buffer Wall) ................................................ 13
2.2.2.4 Sistem Daerah Tangkapan Batuan (Catchment Area) ............. 14

3. HASIL TINJAUAN LAPANGAN .............................................................................. 15

4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 19
4.2 Rekomendasi ............................................................................................ 19

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Lokasi Kegiatan ........................................................................... 2


Gambar 2 Metodologi kegiatan .................................................................. 3
Gambar 3 Tagging GPS pada Peta Geologi ............................................... 5
Gambar 4 Material Pembentuk Lereng dari Arah Ende ............................... 6
Gambar 5 Arah Pelapisan Batuan ........................ 6
Gambar 6 Bagan Klasifikasi Pergerakan Massa
Tanah/Batuan (Puslitbang Jalan & Jembatan,2005 ...................... 8
Gambar 7 Beberapa Tipe Pergerakan Gelincir
(Puslitbang Jalan & Jembatan, 2005) ........................................ 9
Gambar 8 Tipe Pergerakan Runtuhan
(Puslitbang Jalan & Jembatan, 2005) ....................................... 10
Gambar 9 Tipe Keruntuhan Lereng Aliran dengan
Bentuk Keruntuhan yang Tidak Berpola
(Puslitbang Jalan & Jembatan, 2005) ...................................... 10
Gambar 10 Foto Contoh Aplikasi Shotcretee pada Lereng ............................. 12
Gambar 11 Foto Contoh Aplikasi Jaring Batuan ........................................... 13
Gambar 12 Foto Contoh Aplikasi Buffer Wall ............................................... 13
Gambar 13 Daerah Tangkapan Batuan (Catchment Area) ............................. 14
Gambar 14 Kondisi lereng setelah dibersihkan dari debris longsoran ............ 15

Gambar 15 Arah Pelapisan Batuan .................................................................. 14


Gambar 16 Kondisi Badan Jalan ......................................................................... 15
Gambar 17 Kondisi drainase ........................................................................... 17
Gambar 18 Kondisi Lereng bawah jalan ......................................................... 18

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis Tanah/Batuan Dan Tipe Gerakan Yang Mungkin Terjadi.................. 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Program Pendampingan Teknis merupakan salah satu dari beberapa program
kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan
Jembatan (Badan Litbang PU-PERA), disamping program penelitian dan kajian
teknologi, Pembinaan SDM dan Peralatan, serta pembuatan Standar Panduan
Manual (SPM).

Berdasarkan permintaan PJN Balai Besar Nasional Wilayah IV Bali, Perihal


Permohonan Narasumber Pendampingan Teknis survey geologi lokal untuk
Penanganan Longsoran Lereng Jalan, Ruas Ende-Maumere, Nusa Tenggara Timur
maka Puslitbang Jalan dan Jembatan telah melakukan tinjauan lapangan pada
Tanggal 12 Agustus 2015.

Hasil peninjauan lapangan ruas jalan Ende – Maumere Km 17 serta rekomendasi


teknis penanganan akan dibahas dalam laporan ini.

1.2 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari kegiatan adalah survey geologi lokal untuk memberikan saran dan
rekomendasi teknis, dalam menentukan kegiatan teknis lanjutan yang diperlukan
untuk menangani permasalahan terjadinya longsoran atau runtuhan batuan.

Sasaran yang akan dicapai dari kegiatan ini adalah menyusun berbagai saran dan
rekomendasi teknis untuk penanganan runtuhan batuan, berdasarkan hasil desk
study dan peninjauan lapangan.

1
1.2 Lingkup Kegiatan
Secara teknis lingkup kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan Pendampingan
teknis ini adalah berupa survey geologi lokal untuk identifikasi kondisi Geologi
dan Geoteknik di area longsoran Runtuhan batuan.

1.4 Lokasi Kegiatan


Lokasi kegiatan di ruas jalan Ende–Maumere Km 17, Nusa Tenggara Timur.

Gambar 1. Lokasi Kegiatan Tinjauan Lapangan

1.5 Metode Kegiatan dalam Advis Teknis

Metode kegiatan yang dilakukan selama di lapangan adalah diawali dengan


melakukan studi meja (desk study) dari data-data sekunder seperti peta topografi,
morfologi, geologi dan peta jaringan jalan serta mempelajari data trase jalan yang
2
akan ditinjau disamping mengumpulkan informasi-informasi data sekunder
lainnya baik mencakup permasalahan maupun rencana desain penanganannya.
Setelah itu melakukan pengamatan secara visual di lapangan tanpa menggunakan
alat uji lapangan.

Survey geologi lokal dilakukan dengan mengamati secara visual dan secara detail
mengenai jenis dan tipe longsoran, warna dan konsistensi tanah serta tingkat
pelapukan dari tanah/batuan, pengamatan kondisi mata air tanah, dan kondisi
vegetasi di sekitar lokasi yang berpengaruh terhadap terjadinya longsoran. Secara
garis besar diagram alur metodologi kegiatan Advis Teknik dapat dilihat pada
Gambar 2.

Validasi

Pengumpulan data
Survei Lapangan Evaluasi dan Diskusi
Sekunder

Pembuatan Laporan

Gambar 2. Metodologi Kegiatan

3
BAB II
ASPEK GEOLOGI dan GEOTEKNIK

2.1 Kondisi Geologi


Ruas Jalan Ende–Maumere melewati jalur terain Pegunungan dan perbukitan
dengan sudat kemiringan lereng terjal hingga sangat terjal atau sangat curam.
berdasarkan Peta Geologi Lembar Ende, NTT (P3G) (Suwarna dkk,1990) adalah
sebagai berikut : lihat Gambar 3.

1.2.1 Stratigrafi dan Geomorfologi


Stratigrafi yang dilewati oleh Ruas Jalan Ende – maumere adalah sebagai berikut :

1. Hasil gunungapi Muda (Qhv) berupa: lava, breksi, aglomerat, tufa dan pasir
gunung api.
2. Formasi Kiro (Tmk) berupa: breksi, lava, tufa pasiran dan batu paisr tufaan.
3. Formasi Nangapanda (Tmn) berupa: batupasir, batugamping, terdapat lensa
dan sisipan napal, setempat sisipan breksi dan batulanau
4. Hasil gunungapi Tua (QTv) berupa: lava, breksi, aglomerat dan tufa pasiran,
berselingan dengan tufa atau breksi batuapung.

Kondisi geomorfologi berupa perbukitan bergelombang menyebabkan banyak


tanjakan dan turunan dengan kemiringan yang cukup besar, sehingga
menyebabkan kondisi jalan menjadi berkelok-kelok. morfologi melewati daerah
perbukitan bergelombang, di beberapa lokasi terdapat titik-titik yang menjadi
puncak utama dari perbukitan bergelombang tersebut dengan kemiringan lereng
alam agak terjal sampai terjal.

Kondisi hidrologi terdapat sungai dibawah lereng badan jalan yang alirannya dari
puncak gunung disekitar lokasi longsoran, vegetasi berupa tanaman perdu hingga
pohon-pohon besar.

4
1.2.2 Kondisi Geologi Lokal
Pada saat Tinjauan lapangan di lokasi longsoran KM 17 Ruas Ende–Maumere
untuk memastikan koordinat lokasi longsoran dilakukan tagging GPS. Data Hasil
Tagging GPS didapatkan koordinat S.08 45 52,7 E.121 41 34.0. Data koordinat
tersebut ini kemudian di masukan ke dalam sofware untuk menentukan koordinat
yang tepat pada peta geologi. Hasil tagging GPS (titik kuning) menunjukan bahwa
lokasi longsoran runtuhan batuan terdapat pada Formasi Kiro (Tmk) berupa
Breksi, Lava, Tufa pasiran dan batupasir tufaan (Gambar 3).

Gambar 3. Tagging GPS pada Peta Geologi

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan yang telah dilakukan, secara umum


kondisi geologi lokal daerah kajian merupakan daerah perbukitan sampai
pegunungan, disusun oleh tanah penutup (top soil), tuf, batupasir dan andesit
yang saling berselingan dengan tingkat pelapukan dari sedang sampai tinggi
(Gambar 4 dan Gambar 5). Lokasi Longsoran runtuhan batuan merupakan daerah
perbukitan dengan vegetasi pepohonan dan semak belukar, sedangkan tata guna
lahan sebagian besar merupakan hutan dan kebun.

5
Gambar 4. Material Pembentuk Lereng

ArahKemiringan Bidang
Lapisan Batuan

Gambar 5. Arah pelapisan Batuan

Proses longsoran yang terjadi pada lereng dan badan jalan diasumsikan karena
material penyusun lereng dan material memiliki kemiringan lapisan batuan ke
arah jalan. Salah satu penyebab terjadinya proses pelapukan pada batuan ini
adalah dipengaruhi oleh infiltrasi air permukaan maupun air tanah secara
berlebihan dengan selang waktu yang tidak beraturan sehingga masuk ke dalam
rongga antar lapisan batuan yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan pelapukan
serta melicinkan pemukaan antar lapisan batuan. Untuk membuktikannya perlu

6
dilakukan pengujian tanah/ batuan di lapangan dan laboratorium Geoteknik dan
Geologi. Selain batuan masif yang ada di lapangan juga terdapat batuan yang
tersisipkan dalam tanah dengan ukuran dari kecil sampai ukuran bongkahan lebih
dari 1.5 m. Untuk mengetahui kondisi lereng batuan secara faktual dan detail
perlu dilakukan penyelidikan lanjutan setelah material debris dibersihkan.

Berdasarkan informasi dari Satker PJN wilayah IV Provinsi NTT, bahwa di sekitar
lokasi longsoran, sebelumnya telah terjadi gempa bumi dengan dengan skala 7,1
SR dan terjadi hujan dengan intensitas yang ekstrim selama 2 (dua) hari berturut-
turut sebelum terjadi longsor.

2.2 Geoteknik
2.2.1 Pola Keruntuhan Lereng

Keruntuhan lereng adalah suatu proses perpindahan atau pergerakan massa


batuan, debris (campuran tanah dan butiran batu), dan tanah kearah lereng
bawah. Perpindahan ini dapat disebabkan oleh kondisi geologi yang kurang
menguntungkan, fenomena geomorfologi gaya-gaya fisik alamiah atau akibat ulah
manusia (man-made), dan umumnya terjadi pada daerah yang cukup luas,
berukuran skala besar.

Bergeraknya material tanah/ batuan dalam bentuk padat atau semi–viscous


disebut sebagai pergerakan massa. Apabila gaya akibat gravitasi (beban bergerak)
melebihi kuat geser penahan lereng, maka material akan bergerak.

Klasifikasi gerakan massa tanah/ batuan dibagi ke dalam dua kelompok


berdasarkan pola pergerakan dan kecepatan pergerakan (Gambar 6).

7
Pergerakan Massa Tanah/
Batuan

Pola Pergerakan Kecepatan Pergerakan

A. Translasi
1. Pergerakan lambat A. Creep
1. Gelincir (Slide) B. Rotasi
(0.3 m / 5 tahun - 1.5 m / tahun) B. Solifluction
C. Kombinasi/Majemuk

A. Nendatan (Slump)
B. Aliran Tanah/Lumpur
(Earth Flow)
A. Jatuh Bebas 2. Pergerakan Sedang C. Longsoran Debris
2. Jatuhan (Fall) B. Rolling (1.5 m / tahun - 0.3 m / menit) (Debris Slide)
C. Jungkiran (Topples) D. Debris Avalanche
E. Aliran Debris
(Debris Flow)

A. Aliran Pada Bedrock 3. Pergerakan Cepat


3. Aliran (Flow) Rock Fall
B. Aliran Pada Tanah ( > 0.3 m / menit )

Gambar 6. Bagan klasifikasi pergerakan massa tanah/batuan (Puslitbang Jalan &


Jembatan, 2005)

Klasifikasi berdasarkan pola pergerakan terbagi dalam tiga jenis, yaitu : Gelincir
(slide), Runtuhan (fall) dan aliran (Flow). Gelincir terjadi jika massa tanah bergerak
pada suatu bidang yang disebut bidang gelincir. Jenis-jenis gelincir berupa
translasi, rotasi atau kombinasi keduanya (Gambar 7.)

8
Gambar 7. Beberapa Tipe Pergerakan Gelincir (Puslitbang Jalan & Jembatan,2005)

runtuhan (fall) termasuk ke dalam kategori ini adalah jatuh bebas (free fall) dan
rolling serta jungkiran. Runtuhan merupakan gerakan tanah yang disebabkan
keruntuhan tarik yang diikuti dengan tipe gerakan jatuh bebas akibat gravitasi.
Pada tipe runtuhan ini massa tanah atau batuan lepas dari suatu lereng atau
tebing curam dengan sedikit atau tanpa terjadinya pergeseran (bidang longsor),
kemudian massa tanah atau batuan tadi meluncur sebagian besar di udara seperti
jatuh bebas, loncat atau mengelinding (Gambar 8).

9
Gambar 8. Tipe Pergerakan Runtuhan (Puslitbang Jalan & Jembatan, 2005)

Runtuhan batuan adalah runtuhnya massa batuan yang lepas dari batuan
induknya. Runtuhan bahan rombakan adalah lepasnya fragmen-fragmen batuan
sebelum runtuh. Termasuk pada tipe runtuhan ini adalah runtuhan kerikil (ukuran
kurang dari 20 mm), runtuhan kerakal (ukuran 20 mm – 200 mm), dan runtuhan
bongkahan (ukuran lebih dari 200 mm)

Runtuhan batuan dapat terjadi antara lain karena adanya perbedaan pelapukan,
tekanan hidrostatis karena masuknya air ke dalam retakan, serta kerena
pelemahan akibat struktur geologi.

Aliran (flow) adalah suatu material lepas (batuan lapuk atau tanah) setelah
mengalami proses penjenuhan akan mengalir seperti sifatnya fluida (Gambar 9).

Gambar 9. Tipe Keruntuhan Lereng Aliran dengan Bentuk Keruntuhan yang


Tidak Berpola (Puslitbang Jalan & Jembatan, 2005)

10
Untuk identifikasi di lapangan, jenis batuan dasar dapat dikorelasikan dengan tipe
gerakan tanah yang mungkin terjadi .

Tabel 1. Jenis Tanah/Batuan Dan Tipe Gerakan Yang Mungkin Terjadi


Geologi Bentuk dan tipe keruntuhan lereng
Massa batuan (beku, - Runtuhan, baji dan jungkiran
sedimen ataupun lava) - Keruntuhan di sepanjang kekar (joint),
rekahan, perlapisan
- Luncuran bongkah (block guide)
Batuan metamorf (filit, slate, Keruntuhan lereng di sepanjang struktur
sekis) foliasi
Batuan sedimen berlapis - Pengaruh derajat pelapukan sangat
 lapisan datar tinggi
 lapisan miring - Rotasi, longsor di sepanjang bidang
lapisan
 serpih dan lempung pantai - Luncuran bidang di sepanjang bidang
perlapisan
- Luncuran bongkah lapisan akibat retakan
- Rotasi
Tanah residual dan koluvial
 lapisan tebal - Rotasi
 lapisan tipis menumpang - Keruntuhan lereng debris, avalanche
di atas lapisan batuan atau rayapan
Tanah alluvial
 non kohesif - Aliran atau rayap
 kohesif - Rotasi dan translasi

2.2.2 Alternatif Penanganan Runtuhan Batuan


2.2.2.1 Shotcrete

Shotcrete merupakan salah satu upaya penanganan dengan menembakan beton


ke permukaan lereng dengan tekanan tertentu. Bertujuan untuk melindungi dan
menutup permukaan lereng dari masuknya air hujan. Selain itu penanganan ini
berfungsi untuk memperlambat pelapukan batuan. Metode shotcrete ini bisa
dikombinasikan dengan jaring kawat untuk mencegah susut beton shotcrete.
Aplikasi penanganan dengan shotcrete pad lereng seperti terlihat pada Gambar
10.

11
Gambar 10. Foto Contoh Aplikasi Shotcrete pada Lereng

2.2.2.2 Jaring batuan (Rockfall Netting)

Jaring batuan merupakan penanganan menahan runtuhan batuan dengan


memasang instalasi jaring kawat baja galvanis pada permukaan lereng batuan.
Gaya untuk menahan jaring batuan serta batuan debris yang jatuh adalah dengan
angkur yang dipasang pada bagian atas jaring batuan pada area yang stabil.
Angkur juga bisa dipasang pada area tertentu untuk menjepit dan menahan jaring
batuan. Apabila lokasi lereng yang dipasang jaring batuan terdapat pelapukan
tinggi sehingga terdapat tanah yang cukup tebal, maka pada permukaan bisa
dikombinasikan dengan rumput vertiver untuk mencegah erosi permukaan.
Aplikasi jaring batuan seperti terlihat pada Gambar 11.

12
Gambar 11. Foto Contoh Aplikasi Jaring Batuan

2.2.2.3 Dinding Penahan (Buffer Wall)

Buffer wall merupakan daerah penahan runtuhan batuan. Konsepnya batuan


dibiarkan runtuh namun ditahan dengan dinding penahan agar batuan tidak
sampai ke badan jalan yang membahayakan pengendara. Buffer wall dapat
dikombinasikan dengan pagar (fence) seperti pada Gambar 12.

Gambar 12. Foto Contoh Aplikasi Buffer Wall

13
2.2.2.4 Sistem Daerah Tangkapan Batuan (Catchment Area System)

Daerah tangkapan batuan seperti halnya buffer wall, batuan dibiarkan jatuh dan
kemudian runtuhan batuan ini diremoval atau dibuang ketempat lain. Metode ini
membutuhkan area yang luas untuk jarak dasar lereng dengan badan jalan.
Aplikasi daerah tangkapan batuan seperti terlihat pada Gambar 13.

Tinggi Lereng

Gambar 13. Daerah Tangkapan Batuan (Catchment Area)

14
BAB III
HASIL TINJAUAN LAPANGAN

Berdasarkan hasil tinjauan lapangan tanggal 11 Agustus 2015area longsoran Ruas


Ende-Maumere KM 17 telah dilakukan pembersihan dari debris longsoran runtuhan
batuan dan jalan bisa berfungsi kembali.

Berdasarkan survey geologi lokal yang dilakukan teridentifikasi Material pembentuk


lereng adalah sebagai berikut :

1. Top soil tebal 0,5 meter s/d 2 meter


2. Batuan andesit tebal variasi 5 cm s/d 2 m
3. Batuan lainnya terdapat sisipan batuan green skiss (metamorf)
4. Terdapat Greentuv (Tuva Hijau)/mudstone
5. Struktur batuan berupa columner joint

Hasil tinjauan dilapangan adalah sebagai berikut :

1. Kondisi lereng Batuan

Kondisi lereng terlihat masih sangat labil sehingga diperlukan penanganan segera.
Dipuncak longsoran terlihat spot batuan besar yang kemiringannya mengarah ke arah
jalan, tanah penutup dengan tebal 50 cm s/d 2 meter menutupi batuan segar yang
berpotensi longsor saat terjadi hujan. Struktur batuan berupa columner joint, terlihat
beberapa spot batuan rekah dan berpotensi jatuh dalam waktu dekat. Kemiringan
pelapisan batuan mengarah ke arah badan jalan. Rekahan tersebut akan menjadi
tempat masuknya air Yang akan mempercepat proses pelapukan pada batuan
sehingga diperlukan penanganan segera untuk menutup rekahan tersebut.

15
Gambar 14. Kondisi lokasi longsoran setelah dibersihan dari debris Runtuhan batuan

Gambar 15. Arah Pelapisan Batuan

16
2. Kondisi Badan Jalan

Badan jalan diarea longsoran terlihat baik namun kemungkinan sebagian badan jalan
tersebut berada diatas debris longsoran yang tidak terpadatkan sehingga berpotensi
terjadi longsoran kembali jika tidak dilakukan penanganan terutama sistem drainase.

Gambar 16. Kondisi badan Jalan


3. Kondisi drainase

Tidak adanya drainase diatas lereng sebabkan air hujan akan meluncur langsung ke
arah lereng berpotensi jenuhkan tanah dan batuan pada lereng. Drainase dibawah
lereng terlihat sudah dibuat namun drainase tersebut masih berupa galian. Sehingga
air berpotensi merembes masuk kebawah badan jalan.

Gambar Drainase berupa Galian Ruas Jalan Ende-Maumere Km 17

Gambar 17. Kondisi Drainase dasar Lereng

17
4. Kondisi lereng badan Jalan

Kondisi lereng badan jalan disekitar area longsoran terlihat tidak stabil, banyak
terdapat rekahan dan apabila tidak segera ditangani berpotensi terjadinya runtuhan
batuan disekitar badan jalan.

Gambar 18. Kondisi Lereng Bawah Badan Jalan

5. Kondisi Hidrologi

Mata air tidak terlihat ada pada lereng, namun dari kondisi tanah penutup terlihat
lembab karenanya kemungkinan ada aliran air yang aktif disekitar lereng.

6. Kondisi vegetasi

Vegetasi disekitar lereng berupa tanaman perdu sampai tanaman besar terutama
berada di sekitar puncak lereng.

18
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan

1. Hasil Tinjauan lapangan pada trase ruas jalan Ende – Maumere menunjukan
bahwa ruas jalan tersebut berada pada terain pegunungan dan perbukitan dengan
sudut kemiringan lereng yang curam, vegetasi di sekitar lereng ditumbuhi
tanaman perdu hingga pohon-pohon besar. Tipe longsoran yang terjadi
merupakan gabungan antara longsoran lapisan tanah penutup dengan Runtuhan
Batuan (rockfall).

2. Kondisi lereng diatas jalan terlihat labil berpotensi kembali terjadi Runtuhan
batuan terutama pada musim hujan.Begitupun kondisi lereng bawah badan jalan
terlihat labil sehingga perlu dilakukan penanganan.

3. Material Pembentuk Lereng pada ruas Ende-Maumere (KM 17) antara lain Top soil
tebal 0,5 meter s/d 2 meter, Batuan andesit tebal variasi 5 cm s/d 2 m, Batuan
lainnya terdapat sisipan batuan green skiss (metamorf), Terdapat Greentuv (Tuva
Hijau)/mudstone Struktur batuan berupa columner joint. Berdasarkan hasil
identifikasi awal di lapangan menunjukan bahwa terjadinya longsoran pada ruas
jalan Ende-Maumere Km 17 lebih disebabkan adanya infiltrasi air pemukaan ke
dalam material pembentuk lereng, baik ke lapisan tanah penutup maupun ke
lapisan batuan, terlebih kemiringan lapisan batuan mengarah ke arah jalan serta
banyaknya kekar (rekahan) pada batuan pembentuk lereng.

4. Proses longsoran di KM 17 (ruas Ende-Maumere) dapat dipicu oleh getaran (baik


akibat gempa dan atau akibat kendaraan lalulintas) serta terjadinya curah hujan
yang ekstrim.

5. Bidang perlapisan batuan yang mengarah ke jalan disertai banyaknya bidang


kekar (rekahan) pada batuan tersebut, sangat rentan terjadinya runtuhan batuan
akibat getaran dan infiltrasi air kedalam rekahan tersebut. Sedangkan curah hujan
yang ekstrim berkontribusi terhadap terjadinya longsoran pada lapisan tanah
penutup akibat penjenuhan tanah pada lereng tersebut.
19
6. Belum adanya sistem drainase pada lereng sebabkan air akan meresap masuk
kedalam lereng batuan dan sebabkan penjenuhan. Drainase dikaki lereng masih
berupa galian sehingga masih bisa meresap ke badan jalan.

4.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil tinjauan lapangan dan diskusi bersama Satker Perencanaan Jalan
Nasional Wilayah IV, Bali, terkait penanganan runtuhan Jatuan Ruas Jalan Ende –
Maumere KM 17 adalah sebagai berikut :

Rekomendasi Penanganan adalah sebagai berikut

a. meruntuhkan batuan yang berpotensi jatuh dalam waktu dekat, baik dengan
metode manual (hand scaling) maupun dengan metode mekanik (mechanical
scaling) menggunakan alat excavator.

b. melakukan penataan aliran mata air (spring water) dan air permukaan (runoff)
di sekitar lereng serta membangun saluran samping jalan (side ditch) kedap
air.

c. Menutup permukaan lereng agar air tidak masuk langsung kepermukaan


lereng

d. Melakukan pemilihan alternatif penanganan yang disesuaikan dengan kondisi


di lapangan, antara lain :

i. Melakukan modifikasi geometri lereng (sistem trap/bencing) dengan


tinggi trap 5-6 meter, lebar trap 1.2m - 1.5m, kemiringan lereng antara
1H:3V - 1H:2H disesuaikan dengan kondisi tingkat pelapukan dan
kemiringan bidang lapisan batuan. Modifikasi geometri lereng ini dapat
dikombinasikan dengan shotcrete atau sistem jaring batuan (netting) atau
dan dengan rockbolt.

ii. Membangun kontruksi dinding penahan runtuhan batuan (buffer wall)


yang didesain terhadap besarnya energi (impact) batuan yang jatuh pada

20
dinding dan bila perlu ditambah pagar penahan (fence) di atas dinding
penahan.

21

Anda mungkin juga menyukai