Anda di halaman 1dari 19

GENESA MINERAL DAN BATUBARA

DOSEN PENGAMPU :
Nama : Dr. Ir. Waterman Sulistyana Bargawa, MT.

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD TAUFIQUL HAKIM 112180126
YOVAN ADRIEL NATANAEL 112180137

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Hukum
Acara Peradilan Agama dengan judul “GANESA MINERAL BATUBARA”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru
Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.


ABSTRAK

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel
fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara
jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp
0,74/kilo calori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilocalori, (berdasarkan harga
solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini
cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan.
Sayangnya, Indonesia tak mungkin membakar habis batubara dalam bentuk PLTU.
Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini
dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien
jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai
ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi
(pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batubara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan
teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran
yang maksimum, cara-cara direct burning seperti: fixed grate, chain grate, fluidized
bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan
kelemahannya.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier,


yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan
Kalimantan), pada umumnya endapan batubara tersebut tergolong usia muda, yang
dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Tersier Bawah dan Tersier Atas.

Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan


Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun
dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang
telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih
hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilo
calori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilocalori, (berdasarkan harga solar
industri Rp. 6.200/liter).

Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batu bara padat menjadi gas
batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas
ini CO (karbon monoksida), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), methane (CH4),
dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara
dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas,
gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah
terendah.

Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah
sulfur dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke
udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air
(seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk sulfuric dan
nitric acid, disebut sebagai “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk
kotoran yang umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan
membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga
tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang
keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan
rambut manusia.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pebentukan Batubara?


2. Bagaimana Paremeter Kualitas Batubara?
3. Bagaimana Pemanfaatan Batubara dikehidupan sehari-hari?

1.3 Tujuan Pembahasan Masalah

Dari pembahasan ini diharapakan :

1. Agar mengetahui cara-cara pengolahan batubara yang benar.


2. Mengerti jenis-jenis tumbuhan yang bisa dibuat batubara.
3. Memahami manfaat batubara bagi manusia.
4. Memahami pengertian batubara.
5. Agar batubara dapat digunakan secara optimal.
BAB II

LANDASAN TEORI

Teori Tentang Genesa Batubara

Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga
adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang
dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula
empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batu Bara) – dikenal sebagai zaman batu bara pertama –
yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap
endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan,
yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi
lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara
dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya,
batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai
kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah
maturitas organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi batu bara ‘sub-
bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi
lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’.
Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus
berlangsung hingga membentuk antrasit.
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
 Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.
Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.
 Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
 Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk
batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
 Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
 Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi antrasit –
disebut sebagai pengarangan – memiliki hubungan yang penting dan hubungan
tersebut disebut sebagai ‘tingkat mutu’ batu bara. Berdasarkan tingkat proses
pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya
dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang
dari 8%.
Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
 Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
 Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
BAB III

PEMBAHASAN

Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan


pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

 Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.


Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.
 Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
 Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk
batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
 Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
 Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Komposisi batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan,


keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini
dapat dipahami, karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah
mengalami coalification. Pada dasarnya pembentukkan batubara sama dengan cara
manusia membuat arang dari kayu, perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai
hasil rekayasa dan inovasi manusia, selama jangka waktu yang pendek, sedang
batubara terbentuk oleh proses alam, selama jangka waktu ratusan hingga ribuan
tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak parameter yang
berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas parameter yang
berpengaruh makin tinggi mutu batubara yang terbentuk.

1. a. Jenis-jenis BatuBara

Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi antrasit –
disebut sebagai pengarangan – memiliki hubungan yang penting dan hubungan
tersebut disebut sebagai ‘tingkat mutu’ batu bara. Berdasarkan tingkat proses
pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya
dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

 Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan


(luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
 Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
 Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
 Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
 Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.

Secara umum, parameter kualitas batubara yang sering digunakan adalah kalori,
kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar sulfur,
ukuran, dan tingkat ketergerusan, disamping parameter lain seperti analisis unsur
yang terdapat dalam abu (SiO2, Al2O3, P2O5, Fe2O3, dll), analisis komposisi sulfur
(pyritic sulfur, sulfate sulfur, organic sulfur), dan titik leleh abu (ash fusion
temperature).
Pengaruh-pengaruh parameter di atas terhadap peralatan pembangkitan listrik
adalah sebagai berikut:
1. Kalori (Calorific Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg)
CV sangat berpengaruh terhadap pengoperasian pulveriser/mill, pipa batubara,
dan windbox, serta burner. Semakin tinggi CV maka aliran batubara setiap jam-nya
semakin rendah sehingga kecepatan coal feederharus disesuaikan.
batubara dengan kadar kelembaban dan tingkat ketergerusan yang sama,
maka dengan CV yang tinggi menyebabkan pulveriser akan beroperasi di bawah
kapasitas normalnya (menurut desain), atau dengan kata lain operating ratio-nya
menjadi lebih rendah.
2. Kadar kelembaban (Moisture, satuan persen)
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM)
daninherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut dengan total
moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara
primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara primer
lebih banyak untuk mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh
output pulveriser.
3. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan persen)
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api.
Penilaian tersebut didasarkan pada rasio atau perbandingan antara kandungan karbon
(fixed carbon) dengan zat terbang, yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio).
Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah karbon di dalam batubara yang
tidak terbakar juga semakin banyak. Jika perbandingan tersebut nilainya lebih dari
1.2, maka pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan kecepatan
pembakaran menurun.
4. Kadar abu (Ash content, satuan persen)
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar
dan daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80
persen dan abu dasar sebanyak 20 persen. Semakin tinggi kadar abu, secara umum
akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang
dilalui.
5. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan persen)
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah
kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin
bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon dan jumlah zat
terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar, yaitu
berupa nilai fuel ratio sebagaimana dijelaskan di atas.
6. Kadar sulfur (Sulfur content, satuan persen)
Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur,
dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur dalam batubara
dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat
korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu
kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, di samping berpengaruh terhadap
efektivitas penangkapan abu pada peralatanelectrostatic precipitator.
7. Ukuran (Coal size)
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal
ataudust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran
maksimum 3 milimeter, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran 50
milimeter.
8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)
Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu. Untuk HGI
lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula
untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fineness) yang sama
Pembentukan Batubara

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut


dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang
terjadi, yakni:

 Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman


terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang
dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material
organik serta membentuk gambut.
 Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
o Ø Teori berdasarkan Tempat terbentuknya.

Teori Insitu :

Bahan – bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk ditempat dimana


tumbuh – tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumb mati, belum
mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami
proses coalification.

Ciri :
-Penyebaran luas dan merata
-Kualitas lebih baik
Contoh : Muara Enim

Teori Drift:

Bahan bahan pembentuk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda


dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan
yang telah mati mengalami transportasi oleh media air dan terakumulasi disuatu
tempat, tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami coalification.1

Ciri :
-Penyebaran tidak luas tetapi banyak
-kualitas kurang baik (mengandung psr pengotor).
Contoh : pengendapan delta di aliran sungai Mahakam
Bentuk Lapisan-Lapisan Batubara

Berdasarakan lapisan batubara dibagi menjadi 2 yaitu Plies (lapisan utuh) dan
Split (terdapat 2 lapisan atau lebih). Pada awal pembentukan gambut sebagian besar
perlapisan mendatar (tergantung dr topografi cekungan pengendapannya). Setelah
bekerja gaya geologi akan terdapat bermacam – macam bentuk perlapisan Batubara.
Antara lain: Horse Back (tjd post depositional), Pinch (tjd post depositional), Burriea
Hill ( tjd krn adanya intrusi magma), Fault (patahan), dan Lipatan. patahan bukan
hanya terjadi karena gempa namun juga bisa karena lapisan dibawahnya adalah pasir
yang dalam keadaan jenuh bisa berpindah.

Penambangan BatuBara

Proses penambangan batu bara sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan
batu bara. Pada umumnya, terdapat 2 proses penambangan batu bara, yaitu :

1. Tambang bawah tanah/dalam

Ada 2 metode penambangan bawah tanah, yaitu metode room-and-pillar dan


tambang longwall.
Pada tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang dengan
memotong jaringan ‘ruang’ ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan ‘pilar’ batu
bara untuk menyangga atap tambang. Pada metode ini, penambangan batu bara juga
dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining (penambangan mundur),
dimana batu bara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para penambang kembali
ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut
ditinggalkan.
Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari suatu
bagian lapisan atau ‘muka’ dengan menggunakan gunting-gunting mekanis.
Penambangan dengan metode ini, membutuhkan penelitian geologi yang mendukung
serta perencanaan yang hati-hati, sebelum memulai penambangan. Setelah batu bara
diambil dari daerah tersebut, atap tambang kemudian dibiarkan ambruk.
Keuntungan utama dari tambang room–and-pillar daripada tambang longwall
adalah, tambang room-and-pillar dapat mulai memproduksi batu bara jauh lebih
cepat, dengan menggunakan biaya penyediaan peralatan bergerak kurang dari 5 juta
dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai 50 juta dolar).

2. Tambang terbuka/permukaan

Tambang terbuka—juga disebut tambang permukaan—hanya memiliki nilai


ekonomis apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode
tambang terbuka juga memberikan keuntungan yang lebih besar dari tambang bawah
tanah, karena seluruh lapisan batu bara dapat dieksploitasi (90% atau lebih dari batu
bara dapat diambil). Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo
meter persegi dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk dragline (katrol
penarik), yang memindahkan batuan permukaan, power shovel (sekop hidrolik), truk-
truk besar yang mengangkut batuan permukaan dan batu bara, bucket wheel
excavator (mobil penggali serok),dan ban berjalan.
Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali
dengan bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan
menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan batu bara
terlihat, lapisan batu bara tersebut digali dan dipecahkan kemudian ditambang secara
sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar
atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke
tempat dimana batu bara tersebut akan digunakan.

Pengangkutan Batu Bara

Metode pengangkutan batu bara dari tambang menuju tempat penggunaannya,


ditentukan dari jarak yang harus ditempuh dalam penngangkutan tersebut. Untuk
jarak dekat, batu bara umumnya diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau
truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu bara diangkut
dengan menggunakan kereta api atau tongkang. Pada beberapa kasus, batu bara
tersebut diangkut melalui jaringan pipa (sebelumnya dicampur dengan air untuk
membentuk bubur batu).
Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan internasional dalam ukuran
berkisar dari Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000 DWT) sampai
kapal berukuran Capesize (sekitar lebih dari 80,000 DWT). Sekitar 700 juta ton batu
bara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari
jumlah tersebut diangkut melalui laut. DWT– Deadweight Tonnes (Bobot Mati) yang
mengacu ke kapasitas bobot mati suatu kapal, termasuk kargonya, tangki bahan
bakar, air bersih, simpanan dll.

Klasifikasi Batubara

Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batubara padat menjadi
gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian
gas-gas ini CO (karbon monoksida), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan
(CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya
menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water
gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran
padat dan limbah terendah.
Tetapi, batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya
adalah sulfur dan nitrogen, bila batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan
dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung
dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk
asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai “hujan asam” “acid rain”. Disini juga ada
noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batubara,
partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor,
beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama
dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah
sangat kecil setara dengan rambut manusia.

Batubara di Indonesia

Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan


Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan
Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat
dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira
45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun
yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah
gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang
tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-
mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk
lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal
ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara
Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan
batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip
dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera
dan sebagian besar Kalimantan.
Potensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di
Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai
batubara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan
keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel)
yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh
lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp
0,74/kilokalori sedangkan batubara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga
solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini
sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke
depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan
mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan
melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang
memberi nilai tambah tinggi.

Pemanfaatan

1. Sumber Tenaga Pembangkit Listrik


Manfaat batu bara yang yang mungkin sudah banyak diketahui adalah sebagai
tenaga pembangkit listrik. Selain Indonesia, batu bara juga merupakan bahan bakar
utama pada pembangkit listrik di beberapa negara seperti China, India, Australia,
Jepang, Jerman dan beberapa negara lain.
2. Menghasilkan Produk Gas
Batu bara menjadi salah satu energi yang dapat menghasilkan suatu produk
gas. Gas alam yang dapat keluar ini berasal dari batu bara yang masih ada di dalam
tanah. Batu bara yang ada di dalam tanah dapat secara langsung menghasilkan gas
alam. Selanjutnya, gas alami yang dihasilkan oleh batu bara murni tersebut akan
diolah di tempat pertambangan dan bisa menjadi berbagai produk, misalnya untuk
bahan bakar industri, pembangkit listrik tenaga gas, serta produk hidrogen dan solar.
Jadi manfaat batu bara selanjutnya adalah untuk menghasilkan produk gas.
3. Mendukung Produk Industri Alumunium
Manfaat batu bara lainnya adalah salah satu bahan bakar yang mendukung
industri alumunium. Bahan ini dapat kita peroleh sebagai hasil sampingan dari proses
oksidasi besi pada aktivitas industri baja.
Gas dan panas kokas dari batu bara ini dapat memisahkan beberapa produk
baja sehingga dapat menghasilkan produk alumunium yang dipakai untuk berbagai
jenis industri, seperti industri pertanian, peralatan dapur, konstruksi serta industri
lainnya
4. Membantu Industri Produk Baja
Manfaat batu bara selanjutnya adalah membantu industri produk baja. Baja
adalah salah satu bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dari baja, bisa
dihasilkan berbagai macam barang yang bisa membantu kehidupan manusia sehari-
hari seperti peralatan kesehatan, peralatan pertanian, peralatan transportasi, bahkan
juga mesin-mesin yang digunakan dalam rumah tangga.

5. Bahan Bakar yang Berbentuk Cair


Selain itu, manfaat batu bara lainnya adalah sebagai bahan bakar berbentuk
cair. Minyak merupakan salah satu bahan bakar yang dibutuhkan oleh orang banyak
dan persediaannya akan cepat habis apabila digunakan dengan boros.
Batu bara ternyata bisa juga dijadikan bahan bakar berbentuk cair yang bisa
menggantikan bahan bakar minyak. Pada dasarnya pengolahan batu bara menjadi
bahan bakar yang berbentuk cair akan mengubah batu bara bubuk atau bongkahan
yang kemudian dilarutkan dalam suhu yang tinggi.
6. Membantu Industri Produk Semen
Selain itu, manfaat batu bara ternyata juga merupakan bahan hasil bumi atau
galian yang dapat membantu dalam industri produksi semen, bahkan bisa dikatakan
sebagai bahan bakunya. Meskipun bukan sebagai bahan baku dalam hal materialnya,
namun batu bara digunakan dalam proses pembakarannya.
7. Membantu Industri Kertas
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa panas yang dihasilkan oleh
batu bara ini sangat tinggi sehingga banyak digunakan dalam perindustrian. Selain
industri semen dan juga baja, manfaat batu bara juga digunakan dalam industri kertas.
Batu bara sangat mumpuni dalam hal ini karena panas yang dihasilkan batu
bara sangat stabil di dalam satu mesin pengolahan serat yang digunakan untuk
industri bahan baku kertas. Jika kita menggunakan bahan bakar selain batu bara,
mungkin beberapa produk dari kertas tidak akan bisa kita gunakan dalam kehidupan
sehari- hari.
BAB IV

KESIMPULAN

Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga
adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang
dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula
empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batu Bara) – dikenal sebagai zaman batu bara pertama –
yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap
endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan,
yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi
lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara
dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya,
batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai
kecoklat-coklatan.

Teori Insitu :

Bahan – bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk ditempat dimana


tumbuh – tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumb mati, belum
mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami
proses coalification.

Ciri :
-Penyebaran luas dan merata
-Kualitas lebih baik
Contoh : Muara Enim

Teori Drift:

Bahan Bahan pembtk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan
tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang
telah mati mengalami transportasi oleh media air dan terakumulasi disuatu tempat,
tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami coalification.1
Ciri :
-Penyebaran tidak luas tetapi banyak
-kualitas kurang baik (mengandung psr pengotor).
Contoh : pengendapan delta di aliran sungai mahakah
DAFTAR PUSTAKA

– Beaton, A.P., Kaikreuth, W. & MacNeil D., The Geology, Petrology, and
Geochemistry of Coal Seams from St. Rose and Chimney Corner Coalfields, Cape
Breton, Nove Scotia, Canada, International Journal of Coal Geology, Vol. 24, h. 47-
73 (1993).

– Karas, J., et.al., Comparison of Physical and Chemical Properties of Maceral


Groups Separated by Density Gradient Centrifugation, International Journal of Coal
Geology, Vol. 5, Elsevier Science Publishing Co., h. 315-338 (1985).

– Pareek, H.S. & Banani Bardhan, Trace Elements and Their Variation along
Seam Profiles of Certain Coal Seams of Middle and Upper Barakar Formation
(Lower Permian) in East Bakaro Coalfield, District Hazaribagh, Bihar, India,
International Journal of Coal Geology, Vol. 5, Elsevier Science Publishing Co., h.
281-314 (1985).

– Samuel, Luki & Muchsin, S., Stratigraphy and Sedimentation in the Kutai
Basin, Kalimantan, Proceeding of the 4th Anniversary Convention Indonesian
Petroleum Association, June 1975 hal. 27-39.

Anda mungkin juga menyukai