Oleh
KELOMPOK 4
NAMA NIM
Albert A. Veween 20150611044036
Aprilia F.Manalu 20150611044041
Anselmus Gobai 201506110440
Ismail Yigibalom 20170611044001
Mizpa H. Z. Purba 20140611044025
Maria Amsor 201506110440
Sabinus Tebai 20150611044087
Zacha Z. Dodop 20150611044031
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Di setujui
Dosen Pengampu Mata Kuliah
Ekonomi Mineral dan Batubara
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh
karena pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat
waktu.
Penulis menyadari laporan ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan ke depan.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan ilmu bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Kelompok 3
iii
DAFTAR ISI
3.1. Batubara.................................................................................................... 3
iv
2.5.2. Satuan Morfologi Dataran Bergelombang Tinggi........................... 12
4.1. Hasil........................................................................................................ 19
v
4.2.2. BESR II ........................................................................................... 32
5.1. kesimpulan.............................................................................................. 47
LAMPIRAN .......................................................................................................... 49
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan yang kami lakukan adalah untuk memperoleh
data awal tentang keberadaan endapan batubara. Informasi yang berkembang di
mayarakat sekitar tentang singkapan batubara yang telah kami jumpai.
1
Adapun tujuan dilakukan kegiatan ini antara lain :
2
BAB II DASAR TEORI
3.1. Batubara
Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas unsur karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Dalam proses pembentukannya, batubara
diselipi batuan yang mengandung mineral. Bersama dengan moisture, mineral ini
merupakan pengotor batubara sehingga dalam pemanfaatannya, kandungan kedua
materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga jenis pemanfaatan batubara, yaitu
sebagai pembuat kokas, bahan bakar, dan batubara konversi, pengotor ini harus
diperhitungkan karena semakin tinggi kandungan pengotor, maka semakin rendah
kandungan karbon, sehingga semakin rendah pula nilai panas batubara tersebut.
Batubara indonesia berada pada perbatasan antara batubara subbitumen
dan batubara bitumen, tetapi hampir 59% adalah lignit. Menurut hasil eksplorasi
pada tahun 1999 akhir, sumber daya batubara indonesia jumlahnya sekitar 38,8
miliar ton, dan sampai tahun 2003 sekitar 57,85 miliar ton.
Kemajuan pesat teknologi industri khususnya sejak akhir tahun 1950-an
membuat konsumsi energi meningkat sangat pesat. Hal ini membuat pemakaian
bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan batubara) secara besar-besaran
tidak terhindarkan. Bahan bakar fosil yang mudah di eksplorasi dan dapat
diperoleh dalam jumlah besar adalah batubara dengan biaya yang tidak terlalu
tinggi menjadi sumber energi utama dunia selama berpuluh-pulu tahun.Tetapi
pemakain bahan bakar batubara secara besar-besaran juga membawa dampak
yang sangat serius terhadap lingkungan terutama isu global warming dan hujan
asam.
Hal ini menyebabkan pengeluaran CO2 dari batubara juga jauh lebih
banyak. Demikian juga dengan kandungan sulfur (S) dn nitrogen (N) nya yang
bila keluar ke udara bebas bisa menjadi H2SO4 dan HNO3 yang merupakan
penyebab hujan asam.
5
Tabel 3. 1. Tahap – Tahap Pembentukan Batubara
Volatile Calorivic
Nama Karbon Moisture
Matter Value
1. air yang terikat secara fisika, dapat dihilangkan pada suhu sampai 105 0C,
disebut moisture.
2. senyawa batubara atau coal substance atau coal matter, yaitu senyawa
organik yang terutama terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, sulfur,
dan nitrogen.
3. zat mineral atau mineral matter, yaitu suatu senyawa anorganik.
6
a) Moisture
Dalam batubara moisture paling sedikit terdiri atas satu senyawa kimia
tunggal. Wujudnya dapat berbentuk air yang dapat mengalir dengan cepat dari
dalam sampel batubara, senyawa teradsorpsi, atau sebagai senyawa yang terikat
secara kimia. Sebagian moisture merupakan komponen zat mineral yang tidak
terikat pada batubara.
b) Zat mineral
c) Senyawa batubara
Senyawa batubara terdiri atas zat organik yang mudah menguap dan fixed
carbon. Zat organik yang mudah menguap kebanyakan tersusun atas (1) gas-gas
8
yang dapat terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan, (2) uap yang
dapat mengembun, seperti tar dengan sedikit kandungan gas yang dapat terbakar,
dan (3) uap seperti karbon dioksida dan air, yang terbentuk dari penguraian
senyawa karbon secara termis. Kandungan volatile matter (gabungan zat organik
dan anorganik yang mudah menguap) berkaitan sekali dengan peringkat batubara
dan merupakan parameter yang penting dalam mengklasifikasikan batubara.
Fixed carbon merupakan residu yang tersisa setelah moisture dan volatile
matter dihilangkan. Senyawa ini yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen,
oksigen, sulfur, dan nitrogen, dapat dibakar.
9
cara penambangan terbuka, kecuali di beberapa tambang, seperti Ombilin di
Sawahlunto, Sumatera Barat, selain menggunakan cara penambangan terbuka juga
menggunakan cara penambangan bawah tanah.
10
2.3.1. Pengambilan Sampel Batubara Eksplorasi
Menurut keadaan batubara, yakni batubara yang masih ada di dalam perut
bumi batubara yang telah ditambang, dan batubara yang telah ditumpuk berupa
stockpile, maka cara-cara pengambilan sampel dapat dibagi menjadi pengambilan
sampel batubara eksplorasi dan pengembangan, serta pengambilan sampel
batubara produksi.
Dari sekian banyak cara pengambilan sampel batubara eksplorasi , hanya
dua cara yang akan dibahas yaitu pengambilan sampel inti bor (core sampling)
dan channel sampling.
b) Channel sampling
Jumlah channel sampel relative banyak, mewakili keseluruhan lapisan
batubara pada titik lokasi dimana sampel diambil. Channel sampel dapat diambil
baik secara manual maupun mekanis menggunakan peralatan penambangan. Suatu
channel sampel diambil dengan mengerat channel vertical dari cross-section mulai
dari atas ke bawah setinggi lapisan, yakni dari roof sampai floor.
2.4. Topografi
Wilayah pengambilan sampel memiliki keadaan topografi dari dataran
rendah, dataran tinggi, daerah perbukitan serta pegunungan dan lereng umumnya
relatif landai. Kemiringan lereng Distrik Nimboran di mulai pada dataran dengan
luas 6,21m² hingga kemiringan yang sangat curam seluas 79,77m Sedangkan
ketinggian mencapai 1000m dpl. Pada dasarnya Distrik Nimboran memiliki
topografi datar bergelombang.
11
2.5. Geomorfologi
Satuan morfologi ini dicirikan oleh elevasi yang cukup tinggi dan
merupakan daerah tertinggi di wilayah daerah pengambilan sampel dengan
puncak tertinggi 1600m, sedangkan ketinggian satuan ini berkisar antara 400m
sampai dengan 1600m. satuan ini mempunyai kemiringan lereng yang cukup
tinggi dimana dalam peta topografi dicirikan dengan adanya pola kontur yang
cukup rapat. Secara litologi satuan ini ditempati oleh batuan beku dan sedimen
yang merupakan batuan dari Formasi Aurimi, Formasi Nubai dan batuan
ultramafik. Struktur yang berpengaruh pada satuan ini adalah sesar geser dan sesar
normal. Pelamparan satuan ini menempati bagian sebelah Utara dan Selatan
daerah peta dengan luas penyebaran 40% dari keseluruhan luas daerah.
12
Bentuk daratan aluvial ini hampir rata. Secara geologi satuan ini umumnya
ditempati oleh endapan aluvial berumur kuarter yang terdiri dari litologi pasir
lepas, lempung dan kerakal yang merupakan endapan aluvial sungai. Struktur
geologi pada satuan ini kurang berpengaruh. Pola aliran sungainya menunjukan
pola denritic yang merupakan pola khas untuk morfologi yang ditempati oleh
batuan dengan kemiringan rendah.
Masa material padat (Batu dan Tanah) di alam dapat dikelompokkan atas
berbagai unit (Satuan) berdasarkan ciri-ciri fisik (Kandungan mineral, Kandungan
fosil, dan Karakteristik perlapisan). Hirarki pengelompakan adalah: "Group",
"Formasi", "Anggotan dan "Lapisan" (untuk batuan yang berlapis). Setiap unit
batuan diberi nama dan lazimnya nama unit itu adalah nama desa atau sungai
dimana unit batuan itu tersingkap paling jelas. Untuk perbandingan dan kolerasi
lapisan-lapisan batuansedimen yang membawa (mengandung) batubara, biasa
diterapkan konsep "Coal Bearing Formation" (Formasi Pembawa Batubara =
FPB). Di Jayapura, Provinsi Papua terdapat 6 formasi pembawa batubara, adalah
sebagai berikut :
14
litoral. Formasi ini berlapis baik dan terlipat kuat, setempat lapisan terbalik tebal
sekitar 1500m menjemari dengan bagian atas Formasi Auwewa.
𝑨−𝑩
=𝑫
𝑪
A : biaya penambangansecarah bawah tanah / ton bijih
B : Biaya secara tambang Terbuka / ton Bijih
C : ongkos pengupasan tanah penutup / ton waste
Artinya hanya bagian endapan yang mempunyai BESR < D yang dapat
ditambangan secara terbuka ( Menguntungkan )
15
2.7.2. BESR ( Economic Stripping Ratio )
Berapa besar keuntungan yang akan diperoleh bila endapan bijih di
tambang secara terbuka
𝑬−𝑭
𝑩𝑬𝑺𝑹 =
𝑮
2.7.3. BESR
Bila keuntungan minimal di masukan dalam perhitungan
𝑩𝑬𝑺𝑹 = 𝑬 − (𝑭 + 𝑯)/𝑮
16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
17
3.3. Diagram Alir
PERSIAPAN
Surat-Menyurat
PENGAMBILAN DATA
KOMPAS
GPS
Strike/Dip
Data Koordinat PengukuranArah
Arah Penggambaran
PENGOLAHAN DATA
SURFER 12 BESR II
HASIL
KESIMPULAN
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
X Y Z
403616 9710142 268
403610 9710143 271
403609 9710135 272
403606 9710120 275
403622 9710112 274
403627 9710115 274
403624 9710125 275
403636 9710137 272
403648 9710139 271
403654 9710141 268
403657 9710142 266
403656 9710154 265
403644 9710153 265
403635 9710137 267
403636 9710140 267
403625 9710142 270
403624 9710144 270
403619 9710138 270
19
403613 9710132 270
403624 9710139 270
403612 9710136 270
403613 9710138 272
403618 9710142 270
403639 9710145 265
403638 9710143 265
403627 9710144 268
403624 9710147 277
403632 9710138 270
Strike Dip
N 1920 E 110
N 1570E 200
20
4.1.3. Peta Topografi.
Berikut tampilan Peta Topografi pada lokasi pengambilan data di
Kampung Ombrob , Genyem, Kabupaten Jayapura.
21
4.1.4. Peta Sebaran Batubara
Berikut tampilan Peta Potensi dan Formasi Pembawa Batubara Di
Kabupaten Jayapura beserta Lokasi pengambilan data di Kampung Ombrob,
Genyem, Kabupaten Jayapura.
22
4.2. Pembahasan
Skala 1: 400
Ik 0.2
23
SAYATAN 1
Gambar 4. 1. Sayatan A – A’
SAYATAN 2
Gambar 4. 2. Sayatan B – B’
24
SAYATAN 3
Gambar 4. 3. Sayatan C – C’
SAYATAN 4
Gambar 4. 4. Sayatan D – D’
25
SAYATAN 5
Gambar 4. 5. Sayatan E – E’
SAYATAN 6
Gambar 4. 6. Sayatan F – F’
26
SAYATAN 7
Gambar 4. 7. Sayatan G – G’
SAYATAN 8
Gambar 4. 8. Sayatan H – H’
27
SAYATAN 9
Gambar 4. 9. Sayatan I – I’
SAYATAN 10
28
2. Volume Sayatan
181.20 + 160.64
= ×1.7cm
2
= 290.564 m3
160.64 + 184.71
= ×1.7cm
2
= 293.547 m3
184.71 + 186.81
= ×1.7cm
2
= 315.792 m3
186.81 + 226.79
= ×1.7cm
2
= 351.56 m3
226.79 + 280.82
= ×1.7cm
2
29
= 431.468 m3
280.82 + 214.37
= ×1.7cm
2
= 420.911 m3
214.37 + 261.20
= ×1.7cm
2
= 404.2345 m3
261.20 + 246.97
= ×1.7cm
2
= 431.944 m3
246.97 + 221.53
= ×1.7cm
2
= 398.225 m3
30
3. Volume Total
= 290.564+293.547+315.792+351.56+431.468+420.911+ 404.2345
= 2.508.0765+431.944+398.225+342.3205
= 3.680.568 m3
Tabel 4. 3. VolumeTotal
31
4.2.2. Break Even Stripping Ratio (BESR)
32
BESR-1 = Cost penggalian batugamping/ Cost overburden
= 8.04
= 99.000 Rp/ton
BESR II = 3.5
33
SRekonomis = balance – profit / biaya pengupasan ob
= (99.000 Rp/ton – 32.670 Rp/ton) / 28.000Rp/ton
=2.36 BCM/ton
SRekomis tersebut menjelaskan bahwa untuk mendapatkan 1 ton batubara
maka harus mengupas 2.36 BCM/ton lapisan tanah penutup (overburden). Jika
mengupas lapisan tanah penutup lebih dari 2.36 BCM/ton maka tidak ekonomis
untuk di tambang.
4.2.3. BCR
Berdasarkan data yang kita dapati, maka cadangan batu bara adalah
sebagai berikut :
Jika diketahui bahwa dalam 1 ret 3m³ cadangan batu bara maka diperoleh
nilai sebagai berikut :
= 45,010,710 / x 300.000,00
34
= Rp 13,503,213,000,000
= 25ton
2. Investasi = Rp 1,000,000,000
3. Unit biaya investasi = investasi / cadangan yang di tambang
= 1,000,000,000 / 25 ton
= Rp 40,000,000 /ton
= Rp 2,000,000 / 25 ton
= Rp 80,000-/ ton
= Rp 100,825,704,100,000 /ton
= Rp 100,826,704,100,000/ton
=0.31
35
4.2.4. Pemanfaatan Batubara
Dalam penelitian ini dapat dilakukan pemanfaatan batubara pada lokasi
penelitian. Ditinjau dari segi pemanfaatan, batubara pada lokasi penelitian akan
dimanfaatkan menjadi bahan bakar pembuatan Briket. Briket batubara adalah
bahan bakar padat dengan bentuk dan ukuran tertentu , yang tersusun dari butiran
batubara halus yang telah mengalami proses pemampatan dengan daya tekan
tertentu, agar bahan bakar tersebut lebih mudah ditangani dan menghasilkan nilai
tambah dalam pemanfaatan.
Syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak
meninggalkan bekas hitam di tangan . selain itu sebagai bahan bakar, briket juga
harus memenuhi kriteria seperti : Mudah dinyalakan, tidak mengeluarkan asap,
emili gas pembakaran tidak mengandung racun, kedap air, murah, tidak beresiko
meledak, dll. Berdasarkan teknologi pembuatan briket ada tiga jenis briket
batubara yang memiliki komposisi berbeda-beda, yaitu :
36
berasal dari ampas industri agro (seperti bagas tebu, ampas kelapa sawit,
sekam padi, dan lain-lain) atau serbuk gergaj. Bahan baku briket bio-
batubara terdiri dari : batubara, biomassa, bahan pengikat dan kapur.
Komposisi campurannya adalah batubara 50% –80%, biomas 10% –40%,
bahan pengikat 5% –l0%, bahan imbuh (kapur) 0% –5%
37
1. Bahan Baku
Umumnya bahan baku yang digunakan dalam pembuatan briket adalah
batubara, limbah biomassa ataupun campuran antara batubara dengan limbah
biomassa dan lempung yang memungkinkan untuk dijadikan briket. Untuk
melakukan proses pembuatan briket pertama-tama perlu menyiapkan :
a. Batubara
Berasal dari tumbuhan yang telah mati dan tertimbun dalam cekungan
yang berisi air dalam waktu sangat lama, mencapai jutaan tahun. Inilah yang
membedakan batubara dengan minyak bumi, karena minyak bumi berasal dari
sumber hewani. Dalam proses pembentukan batubara, banyak faktor yang
mempengaruhi. Sebagai contoh, besarnya temperatur dan tekanan terhadap
tumbuhan mati akan mempengaruhi kondisi lapisan batubara yang terbentuk,
termasuk pengayaan kandungan karbon di dalam batubara. Timbunan material ini
kemudian mengalami proses pengambutan dan pembatubaraan sehingga menjadi
batubara. Batubara yang dimanfaatkan yaitu batubara pada lokasi penelitian
berjenis lignit (Batubara Biasa)
b. Sekam Padi
39
Adapun karakteristik bahan baku perekatan untuk pembuatan briket adalah
sebagai berikut :
1) Memiliki gaya kohesi yang baik bila dicampur dengan semikokas atau
batu bara.
2) Mudah terbakar dan tidak berasap
3) Mudah didapat dalam jumlah banyak dan murah harganya.
4) Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan tidak berbahaya.
b) Berdasarkan jenis
Jenis bahan baku yang umum dipakai sebagai pengikat untuk pembuatan
briket, yaitu :
1) Pengikat Anorganik
Pengikat anorganik dapat menjaga ketahanan briket selama proses
pembakaran sehingga dasar permeabilitas bahan bakar tidak terganggu.
Pengikat anorganik ini mempunyai kelemahan yaitu adanya tambahan abu
yang berasal dari bahan pengikat sehingga dapat menghambat pembakaran
dan menurunkan nilai kalor. Contoh dari pengikat anorganik antara lain
semen, lempung, natrium silikat.
2) Pengikat Organik
Pengikat organik menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah
pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan perekat yang efektif.
Contoh dari pengikat organik diantaranya kanji, tar, aspal, amilum, molase
dan parafin.
Sifat alamiah bubuk arang cenderungsaling memisah. Dengan bantuan
bahan perekat atau lem, butir-butir arang dapat disatukan dan dibentuk
sesuai dengan kebutuhan. Namun, permasalahannya terletak pada jenis
bahan perekat yang akan dipilih. Penentuan jenis bahan perekat yang
digunakan sangat berpengaruh terhadap kualitas briketketika dinyalakan
dan dibakar. Faktor harga dan ketersediaannya di pasaran harus
dipertimbangkan secara seksama karena setiap bahan perekat memiliki
daya lengket yang berbeda-beda karakteristiknya (Sudrajat, 1983).
40
Menurut Schuchart, dkk. (1996), pembuatan briket dengan
menggunakan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan
tanpa menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatnya nilai kalor
dari bioarang, kekuatan briket arang dari tekanan luar jauh lebih baik
(tidak mudah pecah).
41
4. Pengeringan Briket
Pengeringan adalah pemindahan air keluar dari bahan sesuai dengan yang
diinginkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan antara lain
adalah luas bahan yang dikeringkan, suhu ruang pengeringan, kecepatan aliran
udara, dan tekanan udara dalam ruang pengering (Supriyono, 2003). Kadar air
briket sangat mempengaruhi nilai kalor atau nilai panas yang dihasilkan.
Tingginya kadar air briket akan menyebabkan penurunan nilai kalor. Hal ini
disebabkan karena panas yang tersimpan dalam briket terlebih dahulu digunakan
untuk mengeluarkan air yang ada sebelum kemudian menghasilkanpanas yang
dapat dipergunakan sebagai panas pembakaran (Hendra dan Darmawan, 2000).
Pengeringan dapat dilakukan dengan alat pengering seperti oven, atau
dengan penjemuran. Suhu pengeringan dengan oven umumnya 60 o C dengan
lama pengeringan 24 jam. Jika dilakukan penjemuran, lama penjemuran briket
cukup tiga hari dalam kondisi cuaca yang cerah (Achmad, 1991).Keuntungan
pengeringan dengan matahari adalah tidak membutuhkan alat khusus dan biaya
tambahan untuk pemanas. Kerugiannya adalah membutuhkan waktu pengeringan
yang lebih lama, areal penjemuran yang luas, serta sangat dipengaruhi oleh
kondisi cuaca setempat. Karenanya pengeringan dengan cara ini kurang
memberikan hasil yang optimal.
42
5. Parameter Kualitas Briket
1. Kandungan air
2. Kandungan abu
3. Kandungan zat terbang
4. Kerapatan
5. Kekuatan
6. Nilai kalor
6. Pembakaran Briket
1. Pengeringan (drying)
2. Devolatilisasi (devolatilization)
43
3. Pembakaran arang (char combustion)
Sisa dari pirolisis adalah arang (fixed carbon) dan sedikit abu,
kemudian partikel bahan bakarmengalami tahapan oksidasi arang
yangmemerlukan 70% -80% dari total waktupembakaran.
a. Ukuran partikel
b. Jenis bahan bakar
c. Kecepatan aliran udara
d. Jenis bahan bakar
e. Temperatur udara pembakaran
f. Karakteristik bahan bakar padat
44
memilikiberat jenis yang lebih rendah. Makin tinggi berat jenis
biobriket semakin tinggi pula nilai kalor yang diperolehnya.
46
BAB V
PENUTUP
5.1. kesimpulan
Berdasarkan isi dari laporan ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Jenis tambang yang digunakan pada lokasi penelitian adalah tambang
terbuka dikarenakan posisi singkapan batubara dilapangan tersingkap pada
permukaan.
2. Berdasarkan perhitungan BESR II dapat dikatakan bahwa batubara
tersebut tidak layak untuk ditambang dikarenakan jenis dari batubara
tersebut termaksud batubara berkualitas rendah (Lignit)
3. Untuk memanfaatkan batubara tersebut dapat dimanfaatkan sebagai briket
sebagai pengganti bahan bakar minyak
5.2. Saran
Untuk eksplorasi lanjut dan menghitung jumlah deposit batubara,
disarankan:
1. Menggali parit percobaan pada singkapan batubara, dalam arah tegak lurus
strike.
2. Melakukan pemboran untuk mengetahui secara mendalam susunan
stratigrafi lapisan penyusun forrnasi daerah tersebut serta untuk
mengetahui berapa lapis batubara yang ada.
3. Pemetaan detail topografi untuk mengetahui ketebalan dan penyebaran
batubara dan lapisan penutupnya.
47
DAFTAR PUSTAKA
Suganal, dkk., 2008. Perangkat Pembakaran Batubara Pada Industri Kecil dan
Rumah Tangga dalam Rangka Optimalisasi Energi Nasional, Prosiding
Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2008, Jurusan Teknik
Kimia, Universitas Diponegoro Semarang.
48
LAMPIRAN
49
Gambar. Pengambilan data berupa Marking, Strike, dan Dip dari Singkapan
Batubara Kampung Ombrob.
50
Gambar. Pecahan Batubara pada sepanjang Aliran Sunggai
51