Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ray Gerraldo S Tambunan

ESSAI GERILYA BATCH 4

Kondisi dan Kebijakan Energi Baru Terbarukan (EBT)

Energi memiliki kedudukan penting dalam setiap aspek kehidupan manusia. Apalagi,
saat ini hampir semua aktivitas manusia bergantung pada energi. Saat ini, dunia sedang
menghadapi dua tantangan yang sangat merugikan, yaitu krisis energi dan pencemaran
lingkungan dikarenakan sumber daya energi utama yang paling sering digunakan adalah fosil.
Seperti yang kita ketahui, penggunaan energi fosil merupakan yang terbanyak dibandingkan
dengan energi baru terbarukan. Oleh karena itu, ada banyak alas an mengapa energi baru
terbarukan menjadi pilihan. Energi terbarukan berasal dari unsur alam yang tersedia di bumi
dalam jumlah yang banyak, misalnya matahari, angin, air, tumbuh-tumbuhan, dll.
Energi baru terbarukan adalah seumber energi terbesih di Bumi. Ketersediaan energi
bersih dan terjangkau telah menjadi tujuan pembangunan berkelanjutan di tahun 2030, dimana
keberlanjutan energi merupakan isu global dan membutuhkan komitmen pemerintah untuk
dapat berpartisipasi untuk mencapai tujuan ini. Di Indonesia, kebijakan energi baru terbarukan
tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional.
Dalam dokumen tersebut, energi baru terbarukan ditargetkan mencapai 23% pada tahun 2025,
serta pada tahun 2050 minimum mencapai 31%. Disisi lain, ketergantungan akan minyak bumi
dan batu-bara ditargetkan akan berkurang dengan masing-masing persentase sebesar 20% dan
25%. Di sector kelistrikan, terdapat pula Peraturan Presiden mengenai pemanfaatan energi baru
terbarukan, yaitu Perpres Nomor 4/2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan
Indonesia adalah salah satu negara yang menandatangani Perjanjian Paris dan salah satu
dari 164 negara dan Uni Eropa yang meratifikasinya. Dengan komitmen internasional ini,
Indonesia mengejar tujuan nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada
tahun 2030 dan bisa menjadi 41% apabila mendapatkan dukungan internasional. Komitmen ini
menuntut Indonesia untuk terus mengembangkan energi terbarukan secara konsisten, terutama
di sector ketenagalistrikan. Dari sisi energi, energi terbarukan sebagai modal pembangunan
berperan penting sebagai penggerak system ekonomi hijau, berkelanjutan dan rendah karbon.
Berdasarkan kesadaran yang telah berlangsung lama tersebut, pembangunan telah menjadi tren
pembangunan global yang merespon pertumbuhan penduduk, kebutuhan manusia, dan
aktivitas manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan
Penyediaan energi di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007
tentang Energi. Sedangkan UU No.79 Tahun 2014 merupakan turunan dari UU ini.
Saat ini kesenjangan terkait ketersediaan energi baru terbarukan masih sangat jelas. Hal
ini diakibatkan banyaknya tantangan dalam mengupayakan akses dan pemerataaan energi di
Indonesia dengan menggunakan energi baru terbarukan. Biaya penggarapan lsitrik bersumber
dari pembangkit energi terbarukan masih relative lebih tinggi sehingga dianggap kurang dapat
bersaing dibanding biaya produksi listrik dari pembangkit konvensional. Dalam usaha
pemeliharaan dan perawatan, kapabilitas sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan.
Dalam sejumlah kasus untuk pembangkit listrik dari energi terbarukan yang dibangun otoritas
pusat dan diserahkan pada otoritas daerah, pengoperasian dan pemeliharaan tidak berjalan
dengan baik sehingga pembangkit tersebut akhirnya mangkrak. Kebijakan dalam negeri tempo
ini juga dinilai belum kondusif oleh para penanam modal sehingga mereka kurang bergairah
untuk menanam modal di sector energi baru terbarukan, misalnya minimnya insentif untuk
pengembang dan dinamika perubahan kebijakan yang berubah-ubah.
Akan tetapi, pemerintah tetap berusaha keras untuk menggapai target pengembangan
energi baru terbarukan, pemerintah saat ini memacu pengembangan pembangunan pembangkit
listrik dari tenaga energi baru terbarukan. Beberapa tujuan yang telah dicapai pada tahun 2017
diantaranya adalah pertambahan lebih dari 200 MW kapasitas pembangkit listrik tenaga panas
bumi (PTLP). Pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia memang masih terpusat pada
panas bumi dan tenaga air. Iklim investasi dan kebijakan keuangan ada saat ini belum
mendukung untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Dengan skala yang
kecil dan tesebar, pemerintah dan penyedia layanan ketenagalistrikan juga memikirkan
keterbatasan interkoneksi.
Selain itu, terdapat juga beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi
kesenjangan energi baru terbarukan ini, yaitu dengan mendorong pengembangan proyek energi
baru terbarukan. Adapun upaya pemerintah untuk mendorong proyek pengembangan energi
baru terbarukan adalah dengan memacu dan mendorong skema Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha (KPBU), Penyusunan Paket Insentif Percepatan energi baru terbarukan,
pendayagunaan pendanaan bilateral dan multinasional, meningkatkan program Dana Alokasi
khusus energi baru terbarukan, dan mendorogn BUMN sebagai pengembang. Upaya-upaya ini
juga harus diikuti dengan adanya insentif dan kebijakan keuangan yang mendukung iklim
investasi, sehingga pihak swasta dan komunitas dapat berperan untuk meningkatkan
penggunaan energi baru terbarukan. Pemerintah juga mengupayakan pengembangan industry
dalam negeri di bidang teknologi, manufaktur, dan jasa energi baru terbarukan serta mendorong
institusi pendanaan dan perbankan nasional untuk ikut serta dalam pengembangan energi baru
terbarukan.
DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Muhammad dan Dendy Adam Satriawan. 2018. Implementasi Kebijakan Energi Baru
dan Energi Terbarukan Dalam Rangka Ketahanan Energi Nasional. Jurnal
Administrative Law & Governance. Vol. 1

Fadhilah, Mahyal. 2016. Energi Baru Terbarukan. Kota Bandar Lampung. https://www.acade
mia.edu/41574840/Tugas_Esai_Energi_Baru_Terbaharukan

Setyono, Jawoto Sih, dkk. 2019. Potensi Pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan
di Kota Semarang. Jurnal Riptek. Vol 13

Silitonga, Arridina Susan, dkk. 2020. Buku Ajar Energi Baru dan Terbarukan. Yogyakarta :
CV Budi Utama

Anda mungkin juga menyukai