Anda di halaman 1dari 4

LOMBA PEMUDA MENULIS

Ketahanan Energi: Tantangan dan Solusi dengan perspektif kepemudaan

(Indonesia milik Indonesia)

oleh :

Nama : Aidah Luthfi Hidayah


NPM : 240110160074

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
Energi adalah kemampuan melakukan kerja, setiap kerja yang dilakukan pasti menggunakan dan
menghasilkan energi yang nilainya akan sama walaupun dalam bentuk berbeda-beda. Energi dapat berasal dari
berbagai sumber, dan manusia biasa memanfaatkan hadirnya energi dari berbagai sumber tersebut untuk
membantu kegiatannya. Setiap harinya, manusia selalu membutuhkan energi baik dari dalam diri sendiri maupun
bantuan tambahan energi untuk kegiatan dan beraktivitas. Energi sangat erat kaitannya dengan penunjang
kegiatan, dan penunjang kegiatan tersebut dibutuhkan dalam pengaplikasian hal-hal yang berkaitan dengan suatu
yang mempermudah kegiatan. Pengaplikasiannya sangat beragam, mulai dari pemanfaatan langsung, sampai
diubah dulu menjadi sumber lain seperti listrik. Pada masa sekarang, kebutuhan energi Indonesia semakin
meningkat dan terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi manusia dan berkembangnya kebutuhan
taraf hidup, sehingga perlu pengembangan potensi-potensi baru agar eksistensi dari pasokan energi dapat terus
berlangsung dan ketahanan energi dapat terjaga. Terlebih Indonesiaku kini mulai kekurangan pasokan energi,
kebutuhan masyarakat semakin menanjak selaras dengan meningkatnya pembangunan. Galaknya program
pemerintah didasarkan pada fakta-fakta yang tak bisa dipungkiri bahwa indonesia masih belum bisa
mengoptimalkan anugrah tuhan yang diberikan kepada bangsa yang dilimpahi dengan berbagai macam sumber
kekuatan untuk mengangkat kesejahterannya ini. Menyikapi hal tersebut, Presiden Indonesia Joko Widodo
mencoba merealisasikan program 35.000 MW. Beberapa langkah untuk merealisasikannya antara lain tertuang
dalam kebijakan pengembangan pembangkit sesuai draft RUKN 2015-2034, antara lain pengembangan PLTU,
PLTG dan PLTA pump storage, PLT-EBT, serta mempertimbangkan PLTN. Sayangnya basis dari pengembangan-
pengembangan tersebut masih cukup didominasi oleh bahan bakar fosil. Dari data Statistik Ketenagalistrikan,
kapasitas terbesar dari pembangkit listrik berasal dari PLTU yang menyumbang keluaran cukup signifikan,
kemudian PLTGU, lalu PLTD, disusul PLTA dan PLTG. Dapat dilihat bahwa kapasitas terbesar dari pembangkit listrik
nasional masih diduduki oleh pembangkit listrik yang berbahan bakar dari energi tak terbarukan. Diperkirakan
mencapai 4.666.981,96 kiloliter minyak, 550.556.446.13 ton batu bara, serta 505124,53 mmscf gas alam yang
dihabiskan untuk pemakaian energi bidang listrik pada tahun 2016. Dapat dikatakan bahwa penggunaan energi
baru dan terbarukan masih kurang mendominasi dibanding sumber energi fosil yang kian hari semakin kritis
karena pembentukan fosil memang memakan waktu cukup lama. Sudah seharusnya energi baru dan terbarukan
menjadi sumber energi utama bukan lagi sebagai sumber energi alternatif.
Berkaitan dengan proyek 35000 MW, nampaknya yang menjadi tantangan pada ketahanan energi bukan
hanya mengenai kurangnya sumber energi, tetapi juga tentang pemerataan dan pendistribusian dari sebuah
sumber menuju ke konsumennya. Dukungan pemerintah sebenarnya sudah cukup baik, yaitu dengan
memfasilitasi pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan atau kelebihan tenaga listrik seperti
yang diatur dalam Permen ESDM 04 2012 untuk bergabung bekerja sama dalam menyuplai pasokan energi dan
itu dibeli oleh PT.PLN (persero) dari pembangkit listrik dengan harga yang cukup bersaing. Hal ini bertujuan untuk
mendorong pengembangan pembangkit tenaga listrik, pemerataan energi untuk pemerataan ekonomi, serta
untuk mengurangi beban yang harus ditanggung oleh PT.PLN jika mengerjakan tugas tersebut sendirian. Masih
berkaitan dengan kebijakan tersebut, pembelian tenaga listrik setiap tahunnya tercatat terus bertambah.
Menurut data Statistik Ketenagalistrikan 2017 menyebutkan bahwa pada tahun 2016 PLN telah melakukan
pembelian tenaga listrik sebesar 64.801,55 GWh, selain dari memproduksi 183.808,97 GWh yang berasal dari
berbagai macam pembangkit listrik. Sehingga PLN memiliki jumlah total sebesar 248.610,52 GWh. Pengoptimalan
produksi diusung karena dari produksi dan pembelian tersebut nampaknya masih kurang mencukupi kebutuhan
penduduk indonesia. Dalam konsumsinya, pengguna energi terbesar adalah sektor rumah tangga, disusul industri,
lalu usaha dan sisanya oleh sosial, pemerintahan, serta penerangan fasilitas umum. Menurut data Direktorat
Jendral Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral yang dikeluarkan pada november 2017
mencatat bahwa jumlah rumah tangga yang ada pada tahun 2016 sebanyak 66.489.409, sementara jumlah
pelanggan listrik rumah tangga berkisar 60.612.009, ini berarti masih ada sekitar 5.877.400 rumah tangga yang
belum dialiri listrik. Atau dapat disebutkan dalam rasio elektrifikasi Indonesia yaitu berkisar di 91,16% pada 2016.
Pada tahun tersebut, Indonesia memiliki 82.190 desa dan baru 79.689 desa yang terlistriki atau sekitar 2.106 desa
lagi yang belum terlistriki. Desa yang belum terlistriki tersebut tersebar di 20 provinsi dengan rasio yang hampir
sama, serta kondisi terparah ada di provinsi papua yang rasio elektrifikasinya hanya 56,76 %. Bila menilik lagi
tentang potensi yang dimiliki, nampaknya sangat ironis jika Indonesia mengalami krisis energi. Hal ini didasarkan
pada kenyataan bahwa Indonesia memiliki sangat banyak potensi untuk dikembangkan terlebih dalam sektor
energi, dan sumber EBT memegang kesempatan yang cukup menjanjikan. Terlebih untuk daerah yang belum
dialiri listrik biasanya adalah daerah yang pembangunannya masih kurang, padahal teknologi yang tak terlalu
canggih sebenarnya sudah bisa menopang peningkatan kebutuhan energi contohnya pengoperasian PLTMH,
penggunaan penyimpanan energi, serta penggerakan strategi pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan
seperti yang pernah dirumuskan antara lain memanfaatkan aliran dan terjunan air, panas bumi, energi angin,
energi sinar matahari, biomassa, sampah, pasang surut air laut, gelombang laut, perbedaan temperatur laut dan
gradasi salinitas yang dikumpulkan dari suatu pembangkit untuk kemudian didistribusikan dengan lebih merata.
Dalam perjalanannya, EBT bukanlah hal baru. Sudah cukup banyak upaya untuk mengembangkannya,
namun tampaknya usaha ini masih memerlukan cara-cara baru untuk mengoptimalkan pemanfaatannya.
Pemasangan panel surya diatap rumah misalnya, tentu dapat mengurangi penggunaan listrik dari PLN, dan bila
kegiatan ini semakin digalakkan maka bukan tidak mungkin rasio elektrifikasi akan menjadi 100% dalam waktu
yang singkat bahkan bisa saja Indonesia menjadi eksportir energi listrik. Hal nyata yang sudah pasti berhasil
didapatkan adalah penghematan bahan bakar fosil secara signifikan serta perawatan terhadap lingkungan dari
efek rumah kaca. Di Tiongkok, panel surya bahkan telah ditanam disepanjang jalan raya di Jinan. Hal yang sama
juga tengah dikembangkan di Belanda dan Perancis. Indonesia dengan posisi geografis yang sangat strategis
sehingga memiliki intensitas cahaya yang cukup besar harusnya bisa mengoptimalkan potensi tersebut. Tak hanya
pemanfaatan dari energi surya, dapat juga mengadopsi cara seperti yang dilakukan antara Institus Bisnis dan
Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) dengan PT. Pertamina Persero yang telah berhasil memungsikan Pembangkit Listrik
Tenaga Skala Mikro (PLTSM) pada tahun 2013 yang bekerja dengan mengandalkan kecepatan angin 2m/s, dimana
setiap turbin mampu menghasilkan 500 Watt. Bila melihat data Statistik Lingkungan Hidup Indonesia untuk tahun
2015 terlihat bahwa sebagian besar wilayah indonesia memiliki kecepatan angin diatas 2 m/s, itu artinya
indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan pembangkit listrik tersebut.
Selaras dengan yang terjadi di daratan, wilayah Indonesia yang terdiri dari kepulauan memiliki garis
pantai yang sangat panjang. Hal ini tentu potensial untuk pengembangan pembangkit yang berhubungan dengan
laut seperti pemanfaatan perbedaan temperatur laut dan gradasi salinitas. Pembangkit listrik tenaga gelombang
laut juga tentu sangat potensial, mereka bekerja dengan cara bergerak naik turun saat tertabrak oleh gelombang
laut. Tak hanya lautan yang luas dan besar, sebuah aliran air yang kecil juga dapat dimanfaatkan untuk
pembangkit bebasis mikro hidro seperti yang dikembangkan oleh CV. Cihanjuang Inti Teknik, Jawa Barat.
Pengembangan biomassa serta biofuel juga tak kalah mnjanjikan. Biomassa salah satunya biogas dapat
diproduksi dari aktifitas anaerobik bahan organik, seperti metana dimana gas tersebut banyak dihasilkan dari
kegiatan berbasis agrisains. Mengingat Indonesia merupakan negara agraris, maka sudah tentu memiliki sumber
penghasil metana yang besar pula, dengan kegiatan peternakan adalah penyumbang gas metan terbesar. Statistik
Lingkungan Hidup Indonesia 2016 menyatakan bahwa total produksi gas metana Indonesia sebesar 39.774,9 ton
pada tahun 2016 dan terus meningkat setiap tahunnya. Pada biofuel, untuk bioetanol dapat dikembangkan
melalui fermentasi bahan yang mengandung pati, gula atau serat selulosa yang diubah menjadi etanol kemudian
difungsikan seperti bensin. Adapula biodiesel yang dikembangkan melalui ekstraksi bahan mengandung lemak
dengan adanya metanol untuk difungsikan seperti solar. Hanya dengan sedikit modifikasi pada bagian
pembakaran, maka efisiensi yang sangat baik tentu dapat kita capai dan menyamai bahkan melebihi bahan bakar
fosil. Bahkan, timbunan sampah yang dianggap tak bergunapun juga bisa dimanfaatkan untuk menyelamatkan
suatu negara dari ancaman krisis energi, baik itu sampah basah yang digunakan untuk biomassa maupun sampah
lain yang digunakan untuk PLTS. Tapi pada perjalanannya potensi-potensi yang Indonesia miliki nampak masih
belum dimanfaatkan secara optimal, hal ini mungkin saja terjadi karena faktor kurang berminatnya investor
dalam pengembangan potensi-potensi tersebut yang memang kebanyakan masih dalam tahap pengembangan
yang mendasar, dapat pula disebabkan oleh kurangnya tenaga ahli dalam penanganan pengembangan tersebut,
dapat pula karena kurang menariknya hasil yang terlihat dan peluang kurang terbaca oleh pengembang dari
indonesia sendiri, sehingga akhirnya proyek-proyek itu banyak yang dipegang oleh perusahaan asing yang berani
membaca peluang dan tentu saja mereka mengambil kesempatan yang cukup menguntungkan. Padahal, apa
salahnya jika pengembangan itu diusahakan satu persatu oleh indonesia sendiri, dan tentu lebih bak Indonesia
tetap berpegang pada kemandirian untuk mengolah kekayaannya sendiri sekalipun menggunakan tenaga asing
sebagai bantuan apabila memang sudah tidak ada lagi solusi yang dapat diajukan. Tetapi itu bukan berarti
menyerahkan sepenuhnya mulai dari perencanaan hingga penyelesaian.
Sudah seharusnya Indonesia menjadi negara yang mandiri, tidak bergantung pada pihak lain karena
Indonesia sebenarnya mampu. Bukan hanya mampu memproduksi, tapi mampu menyejahterakan kehidupan kita
bersama dengan lebih mengenal, menjaga, melestarikan dan memanfaatkan anugrah yang tuhan berikan pada
Indonesia kita ini. Karena Indonesia adalah milik Indonesia. Terkadang, kita perlu keluar dari zona nyaman untuk
mengetahui seberapa kekuatan yang kita miliki. Sudah saatnya Indonesia beralih dari pengguna energi fosil ke
pengguna energi baru dan terbarukan. Tiba saatnya, kita menemukan cara-cara baru yang lebih taktis untuk
melihat potensi guna menciptakan kestabilan serta ketahanan dan memutus ketakutan terhadap krisis yang
berkepanjangan. Bukan hanya krisis pada satu bidang energi saja, karena setiap bidang saling berkaitan serta
setiap bidang saling menguatkan dan memegang peranan penting agar tetap selaras. Sehingga saat salah satunya
terangkat, maka sangat berpotensi untuk mengangkat yang lainnya pula.
Referensi

Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2017. Presentasi
Pengesahan RUPTL. Jakarta : Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral.
Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2016. Statistik
Ketenagalistrikan. Jakarta : Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral
Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2015. Statistik
Ketenagalistrikan. Jakarta : Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral
Badan Pusat Statisik. 2016. Statistik Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2012 Tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT.PLN
(Persero) dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah
atau Kelebihan Tenaga Listrik. Jakarta : Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai