Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH HUKUM ETIKA BISNIS

Analisis Kasus Pelanggaran Etika Bisnis pada Perusahaan Alpen Food


Industry (AFI) atau AICE

Dosen Pengampu: Eldes Willy Filatrovi, SE, MM.

Disusun Oleh:
Melcy Enystya Ocky Dewi
11211258

STIE BANK BPD JATENG


2022
PENDAHULUAN
PT Alpen Food Industry adalah sebuah perusahaan penyedia makanan dan minuman yang
terbuat dari susu. Produk yang terkenal dalam perusahaan ini adalah AICE. Harga es krim yang
ditawarkan lebih terjangkau dibandingkan beberapa merek es krim lain. Perusahaan ini telah
berdiri sejak 2013 dengan produksi es krim merek Baronet yang kemudian berganti nama menjadi
es krim AICA pada tahun 2015. Di masa perkembangannya, AICE mengalami beberapa masalah
dalam berbisnis.
PT AFI (Alpen Food Industry) yang memproduksi ice cream pendatang baru yang terkenal
murah, Aice, tersandung masalah tenaga kerja. PT AFI melakukan eksploitasi SDM (tenaga kerja)
yang berlebihan melanggar kode etik bisnis dan UU Ketenagakerjaan. Melakukan pemangkasan
biaya produksi dengan bertindak tidak etis terhadap karyawan. Banyak korban akibat perlakuaan
tidak mengenakaan PT AFI, mulai dari karyawan yang jarinya terpotong, karyawan terkena
penyakit bronkitis saat produksi, hingga gangguan pernafasan akibat kebocoran pipa gas. Selain
karena quality control yang mengecewakan, PT AFI juga bertindak sepihak dalam urusan upah.
Dikabarkan PT AFI membayar gaji karyawan buruh dibawah UMR dan memberikan bonus lembur
tidak sesuai yang dijanjikan. Selain itu, PT AFI juga punya masalah ketenagakerjaan mengenai
kontrak buruh yang harusnya berubah dari buruh kontrak menjadi buruh tetap.
Adanya konflik pada PT. Alpen Food Industry ini bermula pada tahun 2017, dimana PT.
AFI mengubah izin perusahaan menjadi pengolah es krim yang berdampak pada para buruh.
Adapun dampak tersebut berupa pengurangan upah yang sebelumnya sebesar Rp 4.429.815
menjadi Rp 4.146.126. Berlanjut ditahun 2019, sejumlah buruh perempuan di pabrik es krim
"Aice" mengalami keguguran akibat dari shift malam dan mengangkat barang-barang berat bagi
buruh perempuan yang sedang mengandung.
Kasus-kasus nyata ini tetap tidak didengar oleh manajemen pabrik dan tidak pernah
mendapat bantuan. Hal ini diperparah dengan biaya pengobatan buruh yang tidak ditanggung oleh
pihak perusahaan. Sekitar 50% buruh di pabrik ini tidak diikutsertakan dalam program BPJS
Kesehatan. Bahkan masih banyak buruh yang tidak mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan. Pihak
mereka bertindak sewenang wenang terhadap bawahan (buruh) demiterpenuhi target produksi
serta menurunkan biaya produksi. Tindakan yang harus dilakukan PT AFI adalah mendengarkan
jeritan para buruh dan menyelesaikan dengan jantan tuntutan yang dipinta. Pemindahan karyawan
kontrak ke aktif misalnya, gaji yg diatas UMR, dll.
PEMBAHASAN
a. Penurunan Upah
Pada tahun 2014-2016, PT AFI menggunakan KBLI 1520 (makan terbuat dari susu) yang
diubah menjadi KBLI es krim pada tahun 2017, sehingga nilai upah buruh mengalami
penurunan dari upah sektor II menjadi upah minimum kabupaten (UMK). Jika mengacu pada
upah minimum tahun 2019, maka buruh kehilangan upah sebesar Rp280 ribuan. Oleh karena
itu, sejak tahun 2018, buruh telah memperjuangkan agar perusahaan memberikan tambahan
upah, namun setiap tahun perusahaan hanya menaikkan upah sebesar Rp.5.000 saja. Pada
tahun 2019, upah yang berlaku di PT AFI adalah UMK + Rp10.000.
Tambahan upah berupa uang makan (karena perusahaan tidak menyediakan catering)
sebesar Rp.15 ribu per hari dan uang transport sebesar Rp. 5.000 per hari. Tunjangan kehadiran
sebesar Rp.200 ribu per bulan yang hanya dapat diambil apabila tingkat kehadiran mencapai
100 persen tanpa sakit, izin apalagi alpa. Hal ini sangat sulit dicapai oleh buruh operator biasa
yang bekerja di bawah tekanan target, sistem rolling dan kondisi kerja yang tidak memadai.
Peraturan atau Undang – Undang yang dilanggar; Pasal 59 Undang – Undang No 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU ketenagakerjaan). Inti pasal 59 UU No.
13 tahun 2003 ini adalah, bahwa keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No;
Kep.100/MEN/VI/2004 tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu
(Kepmen 100/2004). Serta dengan pasal 10 Kepmen 100/2004, buruh seharusnya diangkat
menjadi karyawan tetap sebagai konsekuensi mempekerjakan buruh harian selama 21 hari atau
lebih dlam tiga bulan berturut-turut. Selama ini buruh dikontrak Selma enam bulan sampai satu
tahun.

b. Masalah Cuti
Perusahaan mengharuskan buruh mengurus sendiri formulir cuti dengan prosedur
sebagai berikut:
 Mengambil formulir di Office dan menandatangani permohonan cuti.
 Meminta tanda tangan leader atau leader grup.
 Meminta tanda tangan supervisor.
 Meminta tanda tangan manajer produksi atau asisten/penerjemahnya.
 Meminta tanda tangan HRD
 Menyerahkan kembali ke office.
Bisa dibayangkan prosedur ini sangat menyulitkan. Seringkali orang-orang yang harus
dimintai tanda tangan tidak berada satu lokasi dengan pekerja. Ditambah lagi, buruh kerap
dicecar pertanyaan, khususnya saat berhadapan dengan asisten dan translator. Bagi yang dalam
kondisi sakit, tentu lebih sulit. Kondisi baru saja pulih dan masih harus direpotkan dengan
prosedur mengurus cuti sakit.
Selain itu, perusahaan ini tidak memberikan cuti kepada wanita haid, dan hamil.
Peraturan atau Undang – Undang yang dilanggar
1. Pasal 81 Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2. Isi dari ayat 1 adalah
“Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
memberitahukan kepada perusahaan, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua pada waktu haid.” Serta isi dari ayat 2 yaitu “Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana maksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”
2. Pasal 82 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yaitu, “Pekerja/buruh
perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 satu (setengah ) bulan sebelum
saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan atau bidan.” Serta isi ayat 2 yaitu "Pekerja buruh
perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat
1.5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan
atau bidan.”

c. Buruh Perempuan Hamil Dipekerjakan pada Malam Hari


Total kasus keguguran yang kami terdata sebanyak 21 kasus. Bahwa pekerja/buruh
perempuan yang bermaksud untuk meminta cuti haid karena merasakan sakit diharuskan
diperiksa di klinik terlebih dahulu oleh dokter perusahaan dan hanya diberikan obat pereda
nyeri, serta permohonan izin cuti biasanya tidak diberikan oleh pihak pengusaha. Bahwa
pekerja/buruh perempuan hamil masih dikenakan target produksi seperti biasa dan tidak
mendapatkan keringanan atau pembebasan target meskipun kehamilan telah dilaporkan kepada
atasan/pihak pengusaha.
Bahwa pekerja/buruh perempuan hamil masih dikenakan pekerjaan yang tergolong, di
antaranya dengan posisi kerja berdiri dan mengangkat beban berat. Buruh perempuan hamil
juga tidak dapat mengambil kerja non shift karena dipersulit dengan syarat harus ada
keterangan dari dokter spesialis kandungan dan harus ada kelainan kandungan. Sebelum
mengambil cuti melahirkan, buruh dimintai membuat pernyataan ditulis tangan dengan materai
yang salah satu isinya adalah tidak akan menuntut kepada perusahaan di kemudian hari terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan.

d. Bonus Dibayarkan dengan Cek Kosong


Perjanjian bersama pada 4 Januari 2019 yang isinya bonus sebesar Rp.600 juta untuk 600
orang akan dibayarkan dengan cek yang dapat dicairkan setelah satu tahun sebesar Rp300 juta
dan sisanya dicairkan dengan cara dicicil yakni sebesar Rp25 juta per bulan. Ternyata saat
berusaha mencairkan pada 5 Januari 2020, cek tersebut tidak terdaftar resinya dan saat
berusaha mengonfirmasi kepada pihak perusahaan, dia mengatakan perusahaan pembayar
sudah tutup.

e. Pencemaran Lingkungan
Pada 2018, PT. AFI dilaporkan oleh banyak pihak dari persekutuan buruh Indonesia karena
limbah pabriknya disebut mengandung zat kimia berbahaya, beracun dan berbau (B3). Bau
yang tidak sedap merupakan bukti pengelolaan limbah B3 PT. AFI sangat buruk dan juga zat
amonia dari limbah membahayakan karyawan karena bisa menyebabkan gangguan pernafasan
dan kesehatan. Lalu PT. AFI juga dituding telah melanggar UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 87
tentang Kesalamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Sering terjadinya kebocoran gas dalam pipa
pendingin menyebabkan iritasi dan gangguan kesehatan khususnya gangguan pernapasan pada
karyawan pabrik.

f. Pelanggaran Berdasarkan Teori Etika Bisnis


Kasus ini berkaitan dengan teori teleology bagian egoism etis. Teori egoism etis bahwa
tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan
dirinya sendiri. Diri sendiri disini bisa dimaksudkan adalah kepentingan perusahaan.
Perusahaan ingin memproduksi barang sebanyak-banyaknya agar memperoleh keuntungan
sebanyak-banyaknya. Hal inilah yang bisa saja menjadi penyebab adanya kasus mogok kerja
karyawan.
Karyawan merasa kurang dihargai atas kinerja yang telah dilakukannya karena pihak
perusahaan hanya mementingkan keuntungan perusahaan saja tanpa memikirkan karyawan
yang bekerja untuk menghasilkan keuntungan tersebut. Kasus ini tidak memenuhi kriteria yang
ada pada teoriteleology. bagian utilitarianisme ,karena beberapa hal sebagai berikut
1. Pada teori utilitarianisme dijelasican bahwa perbuatan bark haruslah memiliki
manfaat. Berbagai hal yang dilakukan PT Alpen Food Industry (tidak adada cuti haid
dan hamil, tunjangan kesehatan, dll) ini tidak akan dapat memberikan manfaat, baik
kepadapegawai maupun kepada perusahaan Justru hal ini akan memperburuk citra
perusahaan dikarenakan jika masalah ini terkuak kemedia malta kepercayaan dari
masyarakat juga akan hilang.
2. Pada teori utilitarianisme dijelaskan bahwa perbuatan baik tersebut harus memiliki
manfaat bukan hanya kepada satuatau dua orang saja melainkan memberikan manfaat
bagi masyarakat secara keseluruhan (manfaat secara besar dan menyeluruh). Dengan
perlakuan dari pihak PT Alpen Food Industry ini kepada pegawai yang semena-mena
ini dapat menimbulkan kerugian secara menyeluruh atau kerugian besar baik kepada
perusahaan maupun kepada karyawan. Misalnya citra perusahaan akan semakin buruk,
yang berakibat pada kepercayaan masyarakat terhadap produk dan lain sebagainya.
Selain itu, karyawan secara menyeluruh juga akan dirugikan, misalnya jika sewaktu-
waktu terjadi kecelakaan kerja maka tidak ada yang menjamin keselamatan mereka.
3. Kasus ini juga melanggar teori hak, yang mana pada teori hak semua orang dianggap
memiliki martabat yang sama. Pada kasus ini pekerja seolah tidak diberikan haknya
sebagai seorang pekerja yang selayaknya. Padahal aturan atas hak karyawan tersebut
sudah diatur pada Undang-Undang yang telah ditetapkan pemerintah. Karyawan di PT
Alpen Food Industry ini hanya menuntut keadilandan kesejahteraan sebagai
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa tindakan PT AFI sangat menyalahi etika bisnis dan
kode etik. Pihak mereka bert indak sewenang wenang terhadap bawahan (buruh) demi
terpenuhi target produksi serta menurunkan biaya produksi. Tindakan yang harus
dilakukan PT AFI adalah mendengarkan jeritan para buruh dan menyelesaikan dengan
jantan tuntutan yang dipinta. Pemindahan karyawan kontrak ke aktif misalnya, gaji yg
diatas UMR, dll.

B. Saran
Penyelesaian kondisi kerja yang buruk di pabrik es krim AICE dapat diselesaikan
dengan pemenuhan tuntuan sebagai berikut:
1) Pekerjakan Buruh hamil di siang hari (jangan dipekerjakan malam hari, beban kerja
beratnya dikurangi, dan lakukan pemeriksaan atas banyaknya yang keguguran
2) Cuti haid jangan dipersulit dan tanpa syarat
3) Permudah pengobatan dan rujukan Faskes BPJS, jangan ada penolakan dalam
memberikan rujukan, dan bebaskan buruh untuk memilih jalan pengobatannya tanpa
sanksi yang merugikan
4) Batalkan Skorsing dan PHK sewenang-wenang
5) Batalkan Surat Peringatan (SP) sewenang-wenang

Solusi lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan adanya pengawasan ketat dari pihak
pemerintah sebagai pembuat regulator yang harus ditaati karyawan mulai dari lingkungan,
limbah hingga hak karyawan. Tak hanya itu, adanya sanksi tegas dan juga pengawasan
berlanjut untuk perusahaan yang telah melanggar hukum yang berlaku, sehingga ke
depannya memperbaiki diri dan tidak melanggar hukum adalah hal yang tidak kalah
penting. Pemerintah sebagai pihak yang harusnya mensejahterakan rakyat tidak boleh tutup
mata dengan keadaan para warganya yang direbut hak asasi manusianya oleh para pebisnis.

Anda mungkin juga menyukai