Anda di halaman 1dari 7

TUGAS TUTORIAL KE-1

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Nama Mata Kuliah : Manajemen Perubahan


Kode Mata Kuliah : EKMA4565
Jumlah sks : 2SKS
Nama Pengembang : Sri Prilmayanti Awaluddin, SE., MM
Nama Penelaah : Ni Wayan Marsya, S. Tr.Par.,M.Par
Status Pengembangan : Revisi
Tahun Pengembangan : 2019
Edisi Ke- : 2

No Tugas Tutorial Skor Maksimal Sumber Tugas Tutorial


1 Jelaskan factor- 50 Modul 1, KB 1
faktor yang
menjadi penyebanb
kegagalan dalam
perubahan
organisasi !

2 Gambarkan dan 50 Modul 1, KB 2


analisis Tipologi
Perubahan
Organisasi !

* coret yang tidak sesuai


Nama : Habib Febriansyah

NIM : 031442534

Pertanyaan:

Jelaskan faktor-faktor yang menjadi penyeban kegagalan dalam perubahan organisasi

Jawaban:

Faktor-faktor yang menjadi penyeban kegagalan dalam perubahan organisasi antara lain:

1. Perubahan berlebihan - Excessive change


Tingginya tingkat kegagalan dalam perubahan organisasi disebabkan oleh berbagai faktor. Satu
di antaranya karena perubahan dilakukan secara berlebihan - excessive change (Stensaker, et
al., 2001). Stensaker et al mendefiisikan perubahan berlebihan sebagai berikut:
a. Perubahan berlebihan (excessive change) terjadi manakala sebuah organisasi melakukan
berbagai macam perubahan namun perubahanperubahan tersebut tidak terkait satu sama
lain. Justru sebaliknya perubahan yang beraneka ragam tersebut terkadang saling bertolak
belakang.
b. Perubahan berlebihan terjadi ketika sebuah organisasi menginisiasi dan melakukan usulan
perubahan baru padahal perubahan yang sedang berjalan belum selesai dan belum
dievaluasi secara baik. Sederhananya terjadi tumpang tindih perubahan yang berakibat pada
hilangnya kesempatan bagi organisasi dan orang-orang yang bekerja di dalamnya untuk
hidup secara normal dan menuai hasil.
2. Manajer tidak tahu prinsip-prinsip perubahan organisasi
Kegagalan beberapa program perubahan organisasi disebabkan karena manajer penanggung
jawab implementasi perubahan tidak atau kurang menyadari prinsip-prinsip fundamental dan
pendekatan 'best practice'yang terkait dengan perubahan dan pengembangan organisasi.
Karena ketidaktahuan tersebut, mereka secara membabibuta meluncurkan program perubahan
yang jelas-jelas akan berujung pada kegagalan. Dalam kasus Rekayasa Ulang Bisnis (Business
Process RReengineering - BPR), kebanyakan kasus kegagalan dapat dikaitkan dengan beberapa
penyebab dasar. Hammer, yang dianggap sebagai bapak rekayasa ulang di AS, bersama Stanton;
menunjukkan bahwa penyebab kegagalan adalah semua orang yang terlibat dalam upaya
rekayasa ulang tidak tahu apa yang mereka lakukan; mereka salah paham atau salah mengerti
sifat dasar rekayasa ulang; teknik mereka adalah hasil improvisasi atau acak yang tidak berdasar
pengalaman praktis' (Hammer dan Stanton, 1995). Dalam kasus Inggris, kepuasan diri dan
ketidaktahuan tetap menjadi penghambat terbesar perubahan dan perbaikan kinerja'.
Sementara penghambat terbesar dalam mengimplementasikan perubahan adalah para manajer
sendiri'
3. Mencari solusi cepat dalam perubahan
Walau manajer telah cukup mengetahui teori dan praktek pengembangan dan perubahan
organisasi, mereka kerap tergoda pada ‘solusi mudah’ dan ‘perbaikan cepat’ Godaan itu
mungkin terdorong oleh mendesaknya perubahan, atau mungkin manajernya menganut prinsip
atau pendekatan manajemen yang biasa disebut KISS principle. KISS pada umumnya
diterjemahkan menjadi keep it simple, stupid atau keep it short and simple yang berarti
menekankan pentingnya ha-hal yang bersifat sederhana dan yang penting mencapai tujuan. Jadi
pada dasarnya KISS principle adalah perilaku dan cara berpikir yang berorientasi jangka pendek
short-termism.
Menurut Kotter (1996), pengamatan atas program perubahan organisasi di 100 perusahaan
besar, termasuk Ford, General Motors, British Airways, Easter Airlines dan Bristol Myers Squibb,
menunjukkan bahwa proses perubahan mesti melewati beberapa tahapan dan biasanya makan
waktu cukup lama; bahwa langkah jalan pintas dan melompati tahapan tertentu hanya
menciptakan ilusi kecepatan dan tidak pernah menghasilkan hasil memuaskan, dan kesalahan
(atau penghilangan) penting pada satu tahapan tertentu dapat berdampak telak, yaitu
memperlambat momentum dan mementahkan capaian yang sudah susah payah dicapai.
4. Aspek kepemimpinan dan budaya dalam perubahan
Banyak manajer tak cukup memberi perhatian pada aspek kepemimpinan dan budaya dalam
perubahan. Dari penelitian atas program rekayasa-ulang organisasi, Hammer dan Stanton (1995)
mengamati “......berjalan tanpa kepemimpinan eksekutif yang kuat” dan “......penerapan gaya
yang salah dalam implementasi” sebagai dua dari sepuluh kesalahan utama manajer
penanggung jawab dalam memfasilitasi perubahan. Kesalahan kedua banyak terkait dengan
gaya kepemimpinan, yang merupakan salah satu aspek budaya manajemen.
Warrick (995) menyatakan bahwa ketika pemimpin organisasi gagal memimpin, upaya perbaikan
organisasi akan tercapai atau, sebagaimana kerap terjadi, justru akan memperburuk situasi dan
menambah kekacauan tidak pada situasi yang memang sudah kacau'. Dia meneruskan
pendapatnya bahwa alasan mengapa kepemimpinan sangat penting dalam persaingan yang
makin sengit dan lingkungan perusahaan yang cepat berubah adalah karena pemimpin adalah
satu-satunya faktor tunggal terpenting dalam menentukan sukses dan efektifnya organisasi.
Merekalah pembentuk utama budaya organisasi dan mereka juga dapat memajukan atau
menghancurkan perusahaan melalui cara mereka mengelola organisasi.
5. Aspek manusia dalam perubahan
Dalam bukunya The Human Side of Change (1996), Timothy J. Galpin menyatakan bahwa selama
proses penggabungan perusahaan, penyusutan ukuran perusahaan, maupun restrukturisasi
yang dilakukan perusahaan, kebanyakan para pemimpin lebih memusatkan perhatiannya pada
aspek-aspek teknis, finansial dan operasional, ketimbang aspek manusia. Akibatnya upaya
perubahan yang dicanangkan mengalami kegagalan. Hal ini tampak dalam bentuk terjadinya
masalah perburuhan, keluarnya tokoh-tokoh kunci dan orang-orang berbakat dari perusahaan,
dan sangat sedikit manfaat atau justru tidak diperoleh manfaat apa-apa dari perubahan yang
dilakukan.
Kerap terjadi, manajemen puncak yang punya inisiatif melakukan program perubahan maupun
koalisi manajer, instruktur dan konsultan hanya memberikan perhatian kecil pada hal-hal yang
bersifat manusiawi' (people issues). Hammer dan Stanton menyatakan bahwa kurangnya
perhatian pada kepentingan orang-orang yang terlibat perubahan adalah salah satu dari 10
kesalahan terbesar dalam rekayasa-ulang' Mempelajari hasil riset beberapa peneliti
sebelumnya, Hussey (1996) mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang terkait dengan
manajemen perubahan, yang dia sebut sebagai 'perlakuan tak semestinya terhadap unsur unsur
S.D.M. dalam manajemen strategis, yang umumnya berujung pada kegagalan implementasi
strategi.
Menurut Skilling (1996), aspek manusia adalah dimensi yang paling sering disalahpahami dan
diabaikan dalam upaya perubahan. Mengelola aspek manusia secara efe kt if berarti memberi
perhatian pada proses psikologis yang dijalani orang-orang yang terlibat perubahan, baik itu
terencana ataupun tidak. Menurutnya, bukan perubahan itu sendiri yang menciptakan masalah
namun justru proses transisilah yang menimbulkan kebingungan dan membuat hidup mereka
terganggu. Perubahan terjadi ketika sesuatu (yang baru) dimulai atau sesuatu (yang lama)
berhenti dan hal itu terjadi pada titik waktu tertentu. Transisi merupakan proses psikologis
bertahap di mana orang-orang berupaya mengorientasikan diri sehingga mereka mampu
berfungsi dan bertindak sesuai yang diharapkan dalam situasi perubahan.

Pertanyaan:

Gambarkan dan analisis Tipologi Perubahan Organisasi

Jawaban:

Para teoritis terkadang menggunakan logika berbeda dalam melihat perubahan organisasi dan hasilnya.
Akibat perbedaan tersebut mereka cenderung menjelaskan pemahaman perubahan organisasi dengan
cara berbeda sesuai dengan disiplin, sudut pandang dan pendekatan masing-masing. DiBella (2007)
misalnya mengatakan bahwa berbagai cara dapat digunakan untuk memahami perubahan organisasi, di
antaranya perubahan organisasi bisa dilihat dari (1) skop atau skala perubahan, (2) sebab terjadinya
perubahan, (3) perspektif waktu, dan (4) perspektif peran konsultan.

Perbedaan sudut padang inilah yang ujung-ujungnya menghasilkan pula berbagai macam tipologi
perubahan organisasi. Bartunek & Moch (1987) dan Levy (1986) membedakan perubahan organisasi
dengan mengkontraskan antara first-order change vs second-order change. Sedangkan perubahan
organisasi yang bersifat incremental vs. transformative dikemukakan oleh Nadler (1988) dan Mohrman
(1989). Di sisi lain, Ackerman (1984) dan Burke (1994) mengklasifikasikan perubahan organisasi dengan
menyebut perubahan yang bersifat transformasional, transtitional dan transactional. Selanjutnya,
menurut Weick & Quinn (1999) perubahan organisasi bisa dikontraskan antara perubahan episodic vs.
continuous. Klasifikasi perubahan organisasi seperti tersebut di atas kemudian ditelaah dan diperbaharui
oleh teoritisi lain schingga menghasilkan tipe perubahan yang lebih detail. Gundy (1993) misalnya
mengelompokkan tipologi perubahan ke dalam tiga tipe yaitu (1) smooth incremental change, (2) bumpy
incremental change dan (3) discontinuous change. Sementara itu Falmholz & Randle (1998)
membedakan perubahan transformational menjadi tiga tipe yaitu; (1) Perubahan Transformational
Type , (2) Perubahan Transformational Type 2 dan (3) Perubahan Transformational Type 3. Reger (1994)
menggunakan label mid-range untuk merepresentasikan perubahan yang lebih besar dari incremental
tetapi belum sampai pada tahap perubahan transformasional.
TIPOLOGI PERUAHAN ORGANISASI MENURUT GrUNDY

Menurut Grundy (1993) perubahan organisasi bisa dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu: (1) smooth
incremental change, (2) bumpy incremental change dan (3) discontinuous change. Ketiga jenis
perubahan ini dapat dilihat pada gambar berikut

2.8, 2.9 dan 2.10.


Smooth incremental change. Seperti tampak pada Gambar 2.8, smooth incremental change merupakan
jenis perubahan yang mencakup serangkaian perubahan yang berlangsung pada kecepatan konstan
(ditunjukkan pada garis datar) dan lingkungan eksternal yang relatif stabil. Di mana perubahan terjadi
secara lambat, sistematis dan dapat diprediksikan. Perlu dicatat bahwa, pada Gambar 2.8, sumbu
vertikal mewakili kecepatan perubahan, bukan jumlah perubahan sedangkan sumbu horizontal mewakili
waktu perubahan. Pada perubahan jenis ini mereka yang mengarahkan proses perubahan biasanya
melibatkan orang-orang yang terkena dampak perubahan. Orang-orang yang nantinya terkena dampak
perubahan tidak saja memperoleh dukungan tetapi juga dibimbing dan dilatih sehingga mereka dapat
berkontnibusi dalam proses perubahan dan nyaman dengan hasil perubahan.

Karena perubahannya bersifat minor, pada umumnya orang-orang yang terkena dampak perubahan
mampu mengatasi persoalan perubahan. Mereka bias dikatakan masih dalam situasi yang disebut
"range of stability" yaitu mereka yang terhibat dalam perubahan masih merasa nyaman dalam
pengertian mereka mampu mengatasi persoalan psikologis, emosional dan fisik akibat tuntutan
perubahan. Semua ini disebabkan karena tempo perubahan pada smooth incremental change pada
umumnya relatif sama, tidak bergejolak. Organisasi melakukan perubahan hanya pada satu aspek saja
dengan secara jelas menetapk.an tujuan perubahan dan kemudian ditindaklanjuti dengan proses
implementasi sampai tujuan tersebut benar-benar tercapai. Setelah satu perubahan tercapai baru
menargetkan untuk perubahan pada aspek kehidupan organisasi yang lain. Demikian seterusnya
perubahan dilakukan secara bertahap.

Bumpy incremental change. Jenis perubahan kedua menurut Grundy adalah bumpy incremental
change. Seperti halnya smooth incremental change, perubahan jenis ini ditandai oleh lingkungan
eksternal relatif tenang dan dalam batas-batas tertentu kalaulah ada perubahan, tingkat perubahannya
masih bias diprediksi. Artinya lingkungan yang relative tenang sekali-kali disela percepatan gerak
perubahan baik dalam hal frekuensi, durasi maupun besarannya. Oleh karenanya secara periodik
organisasi juga dituntut untuk melakukan perubahan untuk menghindari terjadinya staus quo. Pemicu
perubahan jenis ini selain mencakup perubahan lingkungan di mana perusahaan beroperasi, juga bisa
saja bersumber :dari perubahan internal seperti tuntutan efisiensi dan perbaikan metode kerja.
Contohnya, reorganisasi yang secara periodik dilakukan perusahaan. Satu cara membedakan dua jenis
perubahan inkremental ini adalah dengan memandangnya scbagai perubahan yang lebih, dikaitkan
scbagai sarana perusahaan dalam mencapai tujuannya, dan bukan pada perubahan sebagai tujuan itu
sendiri. Berbeda dengan smooth incremental change, pada jenis perubahan ini orang-orang yang
terkena dampak perubahan dalam batasbatas tertentu biasanya tidak merasa nyaman. Mereka keluar
dari range of stability. Penyebabnya, karena untuk mencapai tujuan perubahan cara-cara lama dalam
bekerja biasanya dipertanyakan dan untuk itu mereka tidak memiliki cukup waktu untuk
mempersiapkannya.

Discontinuous change. Jenis perubahan ketiga menurut Grundy adalah discontinuous change yang
didefinisikan scbagai perubahan yang ditandai oleh pergeseran-pergeseran cepat strategi, struktur atau
budaya, atau ketiganya sekaligus. Contohnya di negara kita adalah privatisasi sektor strategis yang
dulunya dikuasai negara, misalnya privatisasi sektor telekomunikasi. Contoh lainnya adalah apa yang
disebut Strebel (1996) sebagai 'divergent breakpoint', yaitu perubahan yang digerakkan penemuan
peluang bisnis atas baru dan ia memberikan contoh lahirnya PC Apple pertama, munculnya Macintosh
dan, yang termutakhir, teknologi seluler dan Internet. Peluang yang muncul berkat kemajuan dapat
diaksesnya Internet, tidak saja lewat komputer, namun juga melalui perangkat televisi dan telepon
seluler, kemungkinan besar akan mendorong bentuk -bentuk discontinuous change di banyak
perusahaan. Perubahan yang mencakup strategi, struktur dan (dan hampir selalu dibarengi dengan
perubahan budaya dan dominasi relatif kelompol tertentu) ketika PT. Telkom mengadopsi teknologi
seluler pertengahan 1990 adalah contoh discontinuous schange. Namun, bukan berarti discontinuous
change selalu digerakkan inovasi teknologi.

Sumber Referensi:

Sobirin, Achmad. 2014. Manajemen Perubahan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai