DISUSUN OLEH
DEWI LISTIANI (N201310182)
ERWAN SUMARYANTO ( N201310156 )
WIDYA DEA ZULIAN ( N201310042 )
YULITA SARI ( N201310043 )
PENDAHULUAN
Perubahan dapat berkembang di tempat kerja bukan hanya di posisi baru tapi bisa juga di
semua sector dalam semua organisasi. Perubahan diperlukan dalam organisasi masa kini karena
adanya pembaruan dalam waktu dan sistem jaringan informasi di dunia yang semakin lama
semakin berkembang. Teknologi baru dapat memberikan keuntungan bagi mereka yang pertama
kali menerapkannya karena dalam teknologi terdapat banyak informasi yang canggih, ide baru,
tantangan baru. Manager dituntut untuk meningkatkan kemampuan karyawan diseluruh
organisasi untuk mengantisipasi semua kemungkinan yang akan terjadi dan manager harus
membantu individu atau kelompok dalam organisasi untuk melakukan perbaikan dan
pembaharuan dalam lingkungan organisasi. Kondisi ini merupakan tahap proses pembelajaran
organisasi untuk meningkatkan kinerja secara terus-menerus berdasarkan pengalaman masa lalu,
pada tahap proses ini kreatifitas dan inovasi yang dibutuhkan.
Faktor yang mendorong terjadinya perubahan
1. Ketidaksamaan ekonomis
2. Ketakutan atas hal yang tidak diketahui
3. Ancaman pada hubungan sosial
4. Kegagalan kebutuhan untuk berubah
5. Proses informasi selektif
6. ketidakpercayaan
7. Ketakutan akan kegagalan
8. Konflik pribadi
Sejauh ini kita telah menghabiskan waktu untuk mengidentifikasi sebuah bingkai kerja
yang dapat membantu kita untuk menempatkan konteks dari berbagai kontributor yang banyak
literaturnya mempengaruhi manajemen perubahan. Pertanyaan tentang bagaimana
menghubungkan tradisi yang berbeda telah menimbulkan perdebatan terpisah yang berjudul
inconsummerability, dimana hal ini seringkali dianggap tidak memungkinkan untuk bergeser
melampaui batasan paradigma.
2.4 Literatur keunggulan dan manajemen sumber daya manusia
Kompetensi di perlukan untuk mengembangkan produk dan layanan yang baru dan
terfokus pada konsumen. Perubahan seringkali dikendalikan dari luar ke dalam dan kemudian
pertanyaan tentang apakah pekerja memiliki kecakapan yang diperlukan untuk mencapai
keberhasilan menjadi isu yang sangat penting.
Namun, rumusan perusahaan yang unggul sesuai dengan model hubungan manusia yang baru
dan menyeluruh yang berjudul Manajemen sumberdaya manusia. Hal ini menyertakan
pengurangan personil tradisional dan mencoba untuk mengkombinasikannya dengan komitmen
organisasional dari pekerja individual sebagai bagian dari praktik manajemen yang umum.
Namun, jika kita meneliti hasil HR secara terperinci, kita dapat mengamati bahwa daftar faktor
yang diperlukan individu hanyalah merupakan perpanjangan dari faktor produktivitas yang selalu
berusaha dikontrol dan ditingkatkan oleh manajemen:
Seperti yang kita lihat selanjutnya dalam buku ini, telah terdapat usaha terkoordinasi
untuk terfokus pada kualitas dalam pergerakan seperti Manajemen Kualitas Total. Fleksibilitas
merupakan tujuan utama dari politisi dan manajer ketika dihadapkan dengan ketidakfleksibilitas
yang diperkuat oleh serikat yang melindungi pekerjaan atau karya tertentu. Komitmen yang
diperlukan lebih dari sekedar datang bekerja dan memberikan usaha yang wajar selama waktu
kontrak. Ini merupakan internalisasi dari target yang dipersyaratkan oleh organisasi, yang
sekarang berkomitmen untuk mengkomunikasikan apa target ini dan menanamkannya dalam
pikiran semua yang terlibat dalam pekerjaandengan kata lain, integrasi strategis.
2.6 Contoh kasus pertama manajemen perubahan pada era pemerintahan soeharto
dalam dunia usaha
Japan Airlines adalah salah satu maskapai penerbangan dunia yang sudah dikenal reputasinya
yang baik. Baik dalam hal pelayanan di darat maupun di udara. Itulah mengapa, maskapai yang
berdiri sejak 1 agustus 1951 serimg menjadi barometer pelayanan maskapai lain di dunia. Untuk
penerbangan internasional pertamanya, Japan Airlines menempuh Tokyo San Fransisco
menggunakan pesawat Douglas DC 6. Penerbangan ini dilakukan pada tanggal 2 februari 1954.
Dengan kekuatan armada mereka yang cukup kuat, Japan Airlines tidak mengalami kesulitan
manakala pada tahun 1970an, pemerintah Jepang menerapkan deregulasi penerbangan.
Diantaranya melakukan privatisasi Japan Airlines dan membuka kran persaingan di transportasi
udara. Akhirnya dengan kondisi ini masuklah dua pesaing baru yaitu All Nipon Airways dan
Japan Air System.
Perkembangan yang selanjutnya terjadi antara Japan Airlines dan Japan Air System
kemudian mengikat kerjasama. Proses kerjasama ini adalah kesepakatan kedua maskapai untuk
melakukan marger. Bergabungnya dua perusahaan ini terjadi pada tahun 2001 dan selesai pada
tahun 2004. Untuk menjaga potensi pasar yang sudah terbentuk, dan proses marger tersebut
disepakatai bahwa nama Japan Airlines akan dipertahankan sebagai identitas perusahaan
tersebut. Setelah melakukan marger dengan nama Japan Air System terjadi sedikit perubahan
PERMASALAHAN
Japan Airlines mengalami kebangkrutan akibat menjadi buruk selama bertahun-tahun, biaya
tinggi, serta tekanan pemerintah untuk melayani rute tidak menguntungkan di bandara kecil.
Selain itu, Japan Airlines terpuruk akibat krisis global.
Operasi Japan Airlines yang merugi, hutang yang membengkak, kebijakan penerbangan yang
tidak efisien, dan birokrasi yang lambat, membuat kebijakan Bail Out bagai menebar garam di
laut. Masalah mendasar dari Japan Airlines adalah permainan dari segitiga besi (Iron Triangle)
antara perusahaan, penguasa dan politisi dalam operasional Japan Airlines selama ini. Japan
Airlines dianggap sebagai sebuah perusahaan besar kebanggan negeri yang tak boleh bangkrut
( Too Big Too Fail). Oleh karena itu, suntikan likuiditas secara massif diberikan terus menerus
kepada Japan Airlines. Namun di sisi lain, operasi Japan Airlines tidak dibenahi secara serius.
Tekanan dari kekutan politik dan pemerintah pada eksekutif Japan Airlines untuk melayani
ambisi mereka mebuka rute-rute yang tidak menguntungkan, telah menambah beban operasional
Japan Airlines. Hal ini ditambah lagi dengan berbagai masalah birokrasi dan Remunerasi yang
tidak efisien.
Sejak merugi ditahun 2001, lonceng kematian bagi Japan Airlines memang seolah hanya
menunggu waktu. Tragedi 9/11, wabah virus SARS, flu burung, ancaman teroris, disamping
resesi ekonomi, telah memukul Japan Airlines secara bertubi-tubi. Meski melayani lebih dari 217
airport dan 35 negara, Japan Airlines menjadi perusahaan penerbangan yang gemuk dan tidak
efisien. Hutangnya pun membengkak hinggan mencapai sekitar Rp 200 triliun.
PEMBAHASAN
Upaya bangkit yang dilakukan oleh Japan Airlines tentu menyakitkan. Dalam kasus Japan
Airlines misalnya, program restrukturisasi akan memakan banyak korban. Japan Airlines harus
mem-PHK lebih dari 15 ribu karyawannya, memotong fasilitas pensiun dan menutup rute-rute
domestik yang tidak menguntungkan. Lebih parah lagi, Japan Airlines juga harus memotong
banyk kontrak dengan biro perjalanan, hotel dan berbagai jaringan pariwisata yang telah ada
selama ini. Hal itu bisa merugikan kalangan pengusaha, penguasa dan tentu politisi yang punya
kepentingan selama ini.
Dari Japan Airlines kita belajar, bahwa intervensi yang berlebihan dari pemerintah dan
kekuatan politik akan merugikan sebuah perusahaan atau lembaga, baik itu perusahaan
penerbangan, perbankan, bahkan lembaga negara yang independen memerlukan ruang bagi
professional untuk bekerja. Politisi, penguasa dan pengusaha (The Iron Triangle) kadang
memiliki tendensi untuk ikut campur dalam kegiatan usaha ataupun lembaga atas nama rakyat.
SOLUSI
Solusi yang dapat diberikan untuk kasus Japan Airlines adalah pembaharuan Perusahaan.
Platt (2001) membedakan perubahan strategis suatu perusahaan ke dalam tiga kategori yaitu :
Tranformasi Manajemen, Manajemen Turn Around, dam Manajemen Krisis.
Untuk aplikasi pada Japan Airlines, maka yang dilakukan adalah dengan Manajemen Krisis,
dimana Japan Airlines sudah memasuka masa krisis yaitu saat perusahaan sudah mulai kehabisan
dana (Cash Flow), bahkan menimbun banyak hutang dan energi (Reputasi, Motivasi). Langkah
penyelamatan yang diambil adalah langkah penyelamatan strategi ( Stop The Bleeding)/ hentikan
pendarahan dapat berupa Cash Flow (aliran dana segar).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa. Pertama, manajemen dan organisasi saling berkaitan dalam
prosesnya. Suatu organisasi tidak akan tercapai jika dalam pencapainnya tidak melibatkan
manajemen didalamnya. Kedua, bahwa perubahan dalam suatu organisasi dibutuhkan untuk
menjadi lebih baik lagi dalam melaksanakan program kerja yang telah ditentukan sebelumnya.
Ketiga, dalam pencapaian perubahan organisasi menjadi lebih baik pasti akan dihadapkan
dengan masalah atau kendala, biasanya orang-orang yang terjun dalam organisasi itu tidak semua
setuju dengan perubahan yang dilakukan pasti ada yang menolak.