Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MANAJEMEN PERUBAHAN

MENEMUKAN JALAN UNTUK PERUBAHAN

DISUSUN OLEH
DEWI LISTIANI (N201310182)
ERWAN SUMARYANTO ( N201310156 )
WIDYA DEA ZULIAN ( N201310042 )
YULITA SARI ( N201310043 )

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS

Manajemen Perubahan Page 1


BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Manajemen perubahan dapat diartikan sebagai proses yang terus-menerus dapat
memperbaharui organisasi yang berkenaan dengan arah, struktur, dan kemampuan untuk
melayani kebutuhan yang selalu berubah-ubah dari pasar, pelanggan dan para pekerja itu sendiri.
Kegiatan manajemen perubahan harus berlangsung pada tingkat tinggi mengingat laju perubahan
yang dihadapi akan lebih besar dari masa sebelumnya.
Kebanyakan orang telah mendengar tentang Taylor dan manajemen ilmiah. awal abad ke dua
puluh melihat organisasi kerja yang dipelopori oleh Henry Ford, yang menganalisa praktik kerja
optimal di antara pekerja dan mengkombinasikan informasi ini dengan konsep tradisional
pembagian kerja. Kita dapat mengatakan bahwa Taylor berkaitan dengan fungsionalisme
structural, dalam hal dimana karyanya terfokus pada faktor hasil dari produksi dan sebaliknya
mereka memperhatikan tentang regulasi kerja di seluruh faktor produktivitas waktu, kualitas,
kuantitas dan biaya. Hasilnya adalah produksi massal yang menggunakan teknik perakitan yang
dipelopori oleh Ford selama tahun 1920an.
Pada dekade ini perkembangan eksperimen Hawthorne dan Elton Mayo, perubahan yang
tenang dan hati-hati dibuat selama eksperien terhadap lingkungan yang mempengaruhi pekerja
diikuti oleh peningkatan dalam tingkat produktivitas. Kemampuan manajer untuk memodifikasi
ergonomic yang mempengaruhi pekerja dalam usahanya untuk meningkatkan tingkat kepuasan
mereka dan produktivitas mereka. Dapat dikatakan bahwa inisiatif ini memicu perdebatan yang
terus berlangsung dengan asumsi yang mendasari: seberapa jauh manajer dapat memanipulasi
motivasi dengan memodifikasi lingkungan kerja eksternal, termasuk menawarkan insentif dan
hadiah untuk mempengaruhi produktivitas dalam arah yang positif.
Pendekatan hubungan manusia menginspirasi karya Institut Tavistock dan banyak inisiatif
untuk melibatkan pekerja dalam keputusan yang mempengaruhi lingkungan kerja mereka dan
keputusan yang mempengaruhi tantangan dan resiko yang dihadapi oleh mereka dalam
pekerjaannya. Tujuan kami di sini adalah untuk menunjukkan bahwa tradisi ini menggerakkan
focus perdebatan tentang manajemen perubahan menjauh dari faktor structural semata dan ke
dalam wilayah motivasi yang secara tradisional berada dalam bidang psikologi dan sosiologi.

Manajemen Perubahan Page 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mengelola Perubahan

Perubahan dapat berkembang di tempat kerja bukan hanya di posisi baru tapi bisa juga di
semua sector dalam semua organisasi. Perubahan diperlukan dalam organisasi masa kini karena
adanya pembaruan dalam waktu dan sistem jaringan informasi di dunia yang semakin lama
semakin berkembang. Teknologi baru dapat memberikan keuntungan bagi mereka yang pertama
kali menerapkannya karena dalam teknologi terdapat banyak informasi yang canggih, ide baru,
tantangan baru. Manager dituntut untuk meningkatkan kemampuan karyawan diseluruh
organisasi untuk mengantisipasi semua kemungkinan yang akan terjadi dan manager harus
membantu individu atau kelompok dalam organisasi untuk melakukan perbaikan dan
pembaharuan dalam lingkungan organisasi. Kondisi ini merupakan tahap proses pembelajaran
organisasi untuk meningkatkan kinerja secara terus-menerus berdasarkan pengalaman masa lalu,
pada tahap proses ini kreatifitas dan inovasi yang dibutuhkan.
Faktor yang mendorong terjadinya perubahan
1. Ketidaksamaan ekonomis
2. Ketakutan atas hal yang tidak diketahui
3. Ancaman pada hubungan sosial
4. Kegagalan kebutuhan untuk berubah
5. Proses informasi selektif
6. ketidakpercayaan
7. Ketakutan akan kegagalan
8. Konflik pribadi

Faktor yang menghabat terjadinya perubahan manajemen


1. Kelambanan struktural dan kelompok kerja
2. Tantangan keseimbangan kekuatan yang ada
3. Usaha perubahan sebelumnya tidak berhasil
4. Terlalu fokus pada perubahan terbatas
5. Ancaman pada hubungan kekuasaan yang sudah ada

Manajemen Perubahan Page 3


6. Ancaman terhadap alokasi sumber daya yang sudah ada
7. Demografis
8. Persepsi terhadap revolusi informasi
9. Lingkungan dan social.

Yang harus dilakukan dalam mengelola perubahaan


1. Penguraian totalitas tugas seorang manajer.
2. Mempekerjakan seorang karyawan baru (mengubah kelompok kerja).
3. mengubah metode kerja
4. mengubah arus kerja
5. Membawa kembali organisasi kepada keseimbangan yang baru
6. Setiap manajer dalam rangka upaya memanage proses perubahan secara efektif, perlu
memahami atau memiliki pemahaman proses perubahan secara efektif, perlu memahami
atau memiliki pemahaman tentang persoalan motivasi, kepemimpinan, dinamika
kelompok, politik keorganisasian, konflik, determinan-determinan perilaku, dan
komunikasi (Gray, Starke, 1984: 552)

Kesemuanya memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara memanage perubahan secara


efektif.
Tujuan perubahaan
Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis, tidak kekal melainkan tetap
dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi.
Manfaat perubahan
Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya
perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama.

2.2 Keteraturan dan konflik


Burrel dan Morgan mengidentifikasi pembedaan kritis lain dalam asumsi tentang sifat
masyarakat. Mereka mengidentifikasi pandangan masyarakat yang menekankan stabilitas,
integrasi, koordinasi fungsional dan consensus. hal ini mereka jelaskan sebagai pandangan
keteraturan atau integrasionis. Mereka membandingkan pandangan ini dengan pandangan

Manajemen Perubahan Page 4


konflik atau koersi, yang menekankan perubahan, konflik, disintegrasi dan koersi (1979, 13).
Pada akhirnya mereka menamai teori bertentangan ini sebagai regulasi dan perubahan radikal.
Pada pandangan pertama, istilah teori seperti menunjukkan bahwa ini merupakan kutub yang
bertentangan dan akan sulit untuk memegang kedua pandangan ini secara bersamaan. Dan,
mungkin dapat dinyatakan bahwa manajemen itu sendiri merupakan arena pertarungan antara
elemen tersebut yang cenderung pada pandangan organisasi yang stabil atau radikalisme yang
sporadic hampir anarkis. Kita kemudian dapat membandingkan hal ini dengan kecenderungan
pada impulsivitas, ketidakteraturan, kejutan dan reaksi terhadap kejadian, yang dapat menandai
kenyataan dari pelaksanaan harian bisnis.
Burrell dan Morgan mengkombinasikan kedua hal ini untuk membentuk apa yang mereka
sebut sebagai empat paradigma (lihat gambar 1.1).

Gambar 1. Dua dimensi, empat paradigma untuk analisis organisasional


Jika kita mengambil kuadran kanan bawah pertama kali kita dapat melihat bahwa istilah
Fungsionalis diterapkan pada mereka yang mengambil pandangan obyektivis dan regulatif dari
penerapan sosiologi dalam studi organisasi. Burrell dan Morgan mengharapkan sudut pandang
dari pengamat tersebut adalah realis, positivis, determinis dan nomotetis.
Namun, untuk sebagian besar manajer, pengalaman menunjukkan bahwa anggota staf
mungkin lebih tidak menerima arahan dari pada bujukan dan pengaruh. Studi motivasi, yang
mendasari praktik manajemen, akan menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih sukarela lebih
cenderung untuk mengatur orang dengan lebih mudah. Tentu saja, kuadran kiri bawah sekarang
membawa kita pada bidang interpretasi.
Jika kita bergerak menuju kuadran atas pertama kita disuguhi dengan paradigma radikal
humanis. Burrell dan Morgan menyebut paradigma ini sebagai teori anti organisasi dan
mengasosiasikannya dengan teori kritis dan penulis eksistensialisme Perancis. Foucault mungkin
dikenal dalam hal, menyajikan premis yang sangat berbeda bagi kita dari mana komentator ini

Manajemen Perubahan Page 5


memulai perjalanan mereka untuk memahami faktor pengontrol luar yang mempengaruhi
kebebasan individu dan teknik yang digunakan untuk mendapatkan dan mempertahankan kontrol
individu. Kekuasaan/konstruksi pengetahuan ini kemudian mengatur perilaku dan sikap individu
dalam sebuah dunia imposisi dan disiplin yang diatur (Foucault, 1977).
Hal ini membawa kita ke dalam kuadran keempat, paradigma strukturalis radikan. Analisis
Marxian akan kapitalisme sebagai model sosio-politik yang dominan didasarkan pada asumsi
bahwa hubungan pekerja-atasan bersifat eksploitatif. Oleh karenanya hal ini menimbulkan
adanya perlawanan dari pekerja dan pada akhirnya berujung pada pengasingan. Namun revolusi
yang akan mengakhiri perbudakan ini memerlukan penggulingan batasan structural yang
dibangun oleh pemilik modal, tanah dan tenaga kerja, sehingga elemen penting dari organisasi
sosial ini akan direkonstruksi dengan cara yang lebih setara, bebas dan fraternal bagi proletariat.
2.3 konteks untuk literatur perubahan

Sejauh ini kita telah menghabiskan waktu untuk mengidentifikasi sebuah bingkai kerja
yang dapat membantu kita untuk menempatkan konteks dari berbagai kontributor yang banyak
literaturnya mempengaruhi manajemen perubahan. Pertanyaan tentang bagaimana
menghubungkan tradisi yang berbeda telah menimbulkan perdebatan terpisah yang berjudul
inconsummerability, dimana hal ini seringkali dianggap tidak memungkinkan untuk bergeser
melampaui batasan paradigma.
2.4 Literatur keunggulan dan manajemen sumber daya manusia

Kompetensi di perlukan untuk mengembangkan produk dan layanan yang baru dan
terfokus pada konsumen. Perubahan seringkali dikendalikan dari luar ke dalam dan kemudian
pertanyaan tentang apakah pekerja memiliki kecakapan yang diperlukan untuk mencapai
keberhasilan menjadi isu yang sangat penting.

Namun, rumusan perusahaan yang unggul sesuai dengan model hubungan manusia yang baru
dan menyeluruh yang berjudul Manajemen sumberdaya manusia. Hal ini menyertakan
pengurangan personil tradisional dan mencoba untuk mengkombinasikannya dengan komitmen
organisasional dari pekerja individual sebagai bagian dari praktik manajemen yang umum.
Namun, jika kita meneliti hasil HR secara terperinci, kita dapat mengamati bahwa daftar faktor
yang diperlukan individu hanyalah merupakan perpanjangan dari faktor produktivitas yang selalu
berusaha dikontrol dan ditingkatkan oleh manajemen:

Manajemen Perubahan Page 6


kualitas
fleksibilitas
komitmen
integrasi strategis
(Guest, 1989)

Seperti yang kita lihat selanjutnya dalam buku ini, telah terdapat usaha terkoordinasi
untuk terfokus pada kualitas dalam pergerakan seperti Manajemen Kualitas Total. Fleksibilitas
merupakan tujuan utama dari politisi dan manajer ketika dihadapkan dengan ketidakfleksibilitas
yang diperkuat oleh serikat yang melindungi pekerjaan atau karya tertentu. Komitmen yang
diperlukan lebih dari sekedar datang bekerja dan memberikan usaha yang wajar selama waktu
kontrak. Ini merupakan internalisasi dari target yang dipersyaratkan oleh organisasi, yang
sekarang berkomitmen untuk mengkomunikasikan apa target ini dan menanamkannya dalam
pikiran semua yang terlibat dalam pekerjaandengan kata lain, integrasi strategis.

2.5 Pergeseran radikal terhadap interpretasi

Dua kontribusi kemungkinan telah memodifikasi focus structural terhadap pendekatan


yang lebih berpusat pada pelaku. Pertama, Teori ekspektansi (Vroom, 1964) yang, seperti yang
telah dikatakan, membuka pintu terhadap subyektivitas (Hassard dan Parker, 1993). Apa yang
dirasakan oleh individu tentang diri mereka, pekerjaan mereka, manajer mereka. organisasi,
adalah bagian dari identitas mereka sendiri dan selalu berubah dan muncul pada saat yang sama.
Kedua, terdapat pertanyaan penting tentang perubahan yang terjadi (Pettigrew, 1991). Jika kita
menerima bahwa konteks kehidupan kerja sendiri berubah, kemudian mereka yang berada di
dalamnya dapat berubah. Ini merupakan perpanjangan dari perdebatan tentang organisasi sebagai
hal yang terbuka dari pada tertutup atau mekanis. Dilihat dengan cara ini, organisasi tidaklah
statis dan bukanlah struktur yang tetap. Organisasi lebih mengarah pada tidak kekal, dan oleh
karenanya, tidak dapat diatur. manajer dapat menerapkan perubahan structural namun tidak dapat
menjamin efek yang akan dihasilkan dari hal ini terhadap mereka yang dapat
menginterpretasikan perubahan ini dan menginvestasikannya dengan pengertian dan nilai.

2.6 Contoh kasus pertama manajemen perubahan pada era pemerintahan soeharto
dalam dunia usaha

Manajemen Perubahan Page 7


Bidang Perubahan Era Pemerintahan Soeharto Pasca Soeharto

Politik Dikendalikan melalui 3 Kehendak rakyat,


partai besar dan ada single multipartai, koalisi
majorit antar partai
Kekuasaan dikuasai oleh Kekuasaan
eksekutif seimbang eksekutif-
legislatif
Pemerintahan terpusat Pemerintah pusat
membagi kekuasaan
dengan pemerintah
daerah
Ekonomi Anti persaingan Persaingan bebas
Pengendalian jumlah para Pelaku terbuka luas
pelaku pasar
Integrasi vertikal Out sourcing
Dominan peran pemerintah Dominan peran
masyarakat

Contoh Kasus kedua Manajemen Perubahan Japan Airlines

Japan Airlines adalah salah satu maskapai penerbangan dunia yang sudah dikenal reputasinya
yang baik. Baik dalam hal pelayanan di darat maupun di udara. Itulah mengapa, maskapai yang
berdiri sejak 1 agustus 1951 serimg menjadi barometer pelayanan maskapai lain di dunia. Untuk
penerbangan internasional pertamanya, Japan Airlines menempuh Tokyo San Fransisco
menggunakan pesawat Douglas DC 6. Penerbangan ini dilakukan pada tanggal 2 februari 1954.
Dengan kekuatan armada mereka yang cukup kuat, Japan Airlines tidak mengalami kesulitan
manakala pada tahun 1970an, pemerintah Jepang menerapkan deregulasi penerbangan.
Diantaranya melakukan privatisasi Japan Airlines dan membuka kran persaingan di transportasi
udara. Akhirnya dengan kondisi ini masuklah dua pesaing baru yaitu All Nipon Airways dan
Japan Air System.
Perkembangan yang selanjutnya terjadi antara Japan Airlines dan Japan Air System
kemudian mengikat kerjasama. Proses kerjasama ini adalah kesepakatan kedua maskapai untuk
melakukan marger. Bergabungnya dua perusahaan ini terjadi pada tahun 2001 dan selesai pada
tahun 2004. Untuk menjaga potensi pasar yang sudah terbentuk, dan proses marger tersebut
disepakatai bahwa nama Japan Airlines akan dipertahankan sebagai identitas perusahaan
tersebut. Setelah melakukan marger dengan nama Japan Air System terjadi sedikit perubahan

Manajemen Perubahan Page 8


dalam manajemen Japan Airlines. Salah satu yang dilakukan adalah masuk ke dalam aliansi
OneWorld sejak 1 april 2007. Sayangnya, keputusan ini justru tidak diikuti dengan
perkembangan positif dalam transkasi keuangan Japan Airlines.
Salah satu dampak yang terasa adalah kerugian besar yang menimpa Japan Airlines pada
tahun transaksi 2009. Perusahaan ini mengalami goncangan yang sangat dahsyat dan mengancam
stabilitas. Japan Airlines tak kuasa menanggung beban utang korporat sekitas US$25,6 miliar.
Japan Airlines mengajukan perlindungan pailit kepada Pengadilan Distrik di Tokyo. Maskapai
itu juga dibebani dengan pembayaran gaji dan pensiun yang terus membengkak dan rute
domestik nirlaba yang secara politis wajib dipertahankan.
Untuk menyelamatakan perusahaan dari ancaman kebangkrutan, akhirnya pemerintah
memberikan dana talangan sebesar 100 juta yen. Selain itu dibentuk pula kepanitian yang
bertugas menangani penyelesaian masalah keuangan maskapai ini.
Beberapa program pun dirancang demi menghindarkan Japan Airlines dari kebangkrutan. Salah
satunya dilakukan dengan menjual saham mayoritas kepada American Airlines yang juga
anggota dari OneWorld. Selain kepada American Airlines, Japan Airlines sempat menjajaki
kemungkinan menjual saham mereka kepada Delta Airlines.
Namun demikian proses penjualan saham kepada Delta Airlines mengalami hambatan. Hal
ini disebabkan Delta Airlines merupakan anggota Sky Team, aliansi penerbangan seperti
OneWorld. Dengan kondisi ini, Japan Airlines memutuskan tidak melanjutkan proses transaksi
dengan Delta, maka keanggotaan Japan Airlines akan berada di bawah aliansi Sky Team serta
keluar dari OneWorld.
Jika ini terjadi dikhawatirkan akan terjadi kebingungan dikalangan konsumen. Selain itu, Japan
Airlines akan kehilangan kesempatan perlindungan antimonopoli dari agen Amerika Serikat. Hal
ini merupakan salah satu kesepakatan yang didapat dari perjanjian ruang terbuka Jepang dan
Amerika Serikat.
Akhirnya American Airlines menjadi salah satu maskapai yang memiliki kesempatan untuk
membeli saham mayoritas dari Japan Airlines. Meski pada saat yang bersamaan ada beberapa
maskapai besar lain yang sebenarnya juga berminat untuk memiliki saham dari Japan Airlines
seperti Prancis melalui Air France KLM, Britrish Airways dari inggris dan juga Qantas dari
Australia, namun Japan Airlines menolak semua tawaran tersebut.

Manajemen Perubahan Page 9


Namun, meski sudah menjual saham mayoritas mereka masalah keuangan yang melanda
Japan Airlines belum juga selesai. Akhirnya sejak 19 januari 2010. Maskapai dimasukkan ke
dalam program Perlindungan Kebangkrutan Jepang. Dampak dari kondisi ini adalah terjadinya
restrukturisasi atau pengurangan jumlah karyawan mereka. sebelum mengalami masalah
keuangan, Japan Airlines memiliki 47 ribu karyawan. Namun dengan kesulitan finansial yang
melanda, mereka harus menghentikan 15 ribu karyawan. Selain itu, aramda yang dimiliki pun
dikurangi jumlahnya disamping juga mengadakan pembaruan pesawat. Sementara untuk masalah
rute penerbangan internasional, Japan Airlines mengadakan penjadwalan ulang guna
mendapatkan efisiensi.

PERMASALAHAN
Japan Airlines mengalami kebangkrutan akibat menjadi buruk selama bertahun-tahun, biaya
tinggi, serta tekanan pemerintah untuk melayani rute tidak menguntungkan di bandara kecil.
Selain itu, Japan Airlines terpuruk akibat krisis global.
Operasi Japan Airlines yang merugi, hutang yang membengkak, kebijakan penerbangan yang
tidak efisien, dan birokrasi yang lambat, membuat kebijakan Bail Out bagai menebar garam di
laut. Masalah mendasar dari Japan Airlines adalah permainan dari segitiga besi (Iron Triangle)
antara perusahaan, penguasa dan politisi dalam operasional Japan Airlines selama ini. Japan
Airlines dianggap sebagai sebuah perusahaan besar kebanggan negeri yang tak boleh bangkrut
( Too Big Too Fail). Oleh karena itu, suntikan likuiditas secara massif diberikan terus menerus
kepada Japan Airlines. Namun di sisi lain, operasi Japan Airlines tidak dibenahi secara serius.
Tekanan dari kekutan politik dan pemerintah pada eksekutif Japan Airlines untuk melayani
ambisi mereka mebuka rute-rute yang tidak menguntungkan, telah menambah beban operasional
Japan Airlines. Hal ini ditambah lagi dengan berbagai masalah birokrasi dan Remunerasi yang
tidak efisien.
Sejak merugi ditahun 2001, lonceng kematian bagi Japan Airlines memang seolah hanya
menunggu waktu. Tragedi 9/11, wabah virus SARS, flu burung, ancaman teroris, disamping
resesi ekonomi, telah memukul Japan Airlines secara bertubi-tubi. Meski melayani lebih dari 217
airport dan 35 negara, Japan Airlines menjadi perusahaan penerbangan yang gemuk dan tidak
efisien. Hutangnya pun membengkak hinggan mencapai sekitar Rp 200 triliun.

Manajemen Perubahan Page 10


Bangkrutnya Japan Airlines semakin memperkuat adanya maslah serius yang dihadapi oleh
perekonomian jepang. Meski hanya memegang gelar sebagai negara dengan perekonomian
terkuat nomor 2 di dunia, Jepang bagai macan yang terluka. Ekonominya melesu, pengangguran
dan kemiskinan meningkat, dan perusahaan besar berguguran. Bangkrutnya Japan Airlines
adalah kebangkrutan terbesar perusahaan di luar sektor keuangan sejak Perang Dunia ke-II. Oleh
karena itu, upaya serius untuk bangkit dari krisis sedang ditempuh oleh pemerintah Jepang.

PEMBAHASAN
Upaya bangkit yang dilakukan oleh Japan Airlines tentu menyakitkan. Dalam kasus Japan
Airlines misalnya, program restrukturisasi akan memakan banyak korban. Japan Airlines harus
mem-PHK lebih dari 15 ribu karyawannya, memotong fasilitas pensiun dan menutup rute-rute
domestik yang tidak menguntungkan. Lebih parah lagi, Japan Airlines juga harus memotong
banyk kontrak dengan biro perjalanan, hotel dan berbagai jaringan pariwisata yang telah ada
selama ini. Hal itu bisa merugikan kalangan pengusaha, penguasa dan tentu politisi yang punya
kepentingan selama ini.
Dari Japan Airlines kita belajar, bahwa intervensi yang berlebihan dari pemerintah dan
kekuatan politik akan merugikan sebuah perusahaan atau lembaga, baik itu perusahaan
penerbangan, perbankan, bahkan lembaga negara yang independen memerlukan ruang bagi
professional untuk bekerja. Politisi, penguasa dan pengusaha (The Iron Triangle) kadang
memiliki tendensi untuk ikut campur dalam kegiatan usaha ataupun lembaga atas nama rakyat.

SOLUSI
Solusi yang dapat diberikan untuk kasus Japan Airlines adalah pembaharuan Perusahaan.
Platt (2001) membedakan perubahan strategis suatu perusahaan ke dalam tiga kategori yaitu :
Tranformasi Manajemen, Manajemen Turn Around, dam Manajemen Krisis.
Untuk aplikasi pada Japan Airlines, maka yang dilakukan adalah dengan Manajemen Krisis,
dimana Japan Airlines sudah memasuka masa krisis yaitu saat perusahaan sudah mulai kehabisan
dana (Cash Flow), bahkan menimbun banyak hutang dan energi (Reputasi, Motivasi). Langkah
penyelamatan yang diambil adalah langkah penyelamatan strategi ( Stop The Bleeding)/ hentikan
pendarahan dapat berupa Cash Flow (aliran dana segar).

Manajemen Perubahan Page 11


Aplikasi dalam kasus Japan Airlines adalah
a. Mencari Investor yang Tepat
Cara untuk menyelamatkan Japan Airlines mungkin dengan cara mencari investor yang tepat.
Contohnya dengan menawarkan investasi kepada Delta Airlines atau American Airlines yang
merupakan raksasa industri penerbangan di Amerika. Dengan investor semacam ini, Japan
Airlines dapat melunasi hutang-hutangnya dan mendapatkan perubahan yang diperlukan agar
menjadikan Japan Airlines kompetitif dan profitable lagi. Japan Airlines yang memiliki279
pesawat (kebanyakan dari Boeing) dan mempunya rute penerbangan di 220 bandara di 35 negara
merupakan investasi yang menggiurkan bagi perusahaan-perusahaan seperti Delta Airlines atau
American Airlines yang tentunya akan mendapatkan akses bisnis ke Asia melalui akuisisi atau
investasi tersebut.
b. Restrukturisasi dan Revitalisasi
Selain itu, berbagai upaya perampingan seharusnya dilakukan Japan Airlines agar tidak
mengeluarkan biaya terlalu banyak, terutama biaya opeasional, karena itu sudah seharusnya
Japan Airlines melakukan restrukturisasi karyawan dan penguarangan armada. Setelah tercipta
restrukturisasi, maka Japan Airlines dibawah bendera manajemen yang baru harus dapat
melakukan rivitalisasi dan perbaikan manajemen dengan konsep baru, seperti yang dilakukan
Garuda Indonesia agar dapat kembali bersaing dengan industri maskapai dunia

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa. Pertama, manajemen dan organisasi saling berkaitan dalam
prosesnya. Suatu organisasi tidak akan tercapai jika dalam pencapainnya tidak melibatkan
manajemen didalamnya. Kedua, bahwa perubahan dalam suatu organisasi dibutuhkan untuk
menjadi lebih baik lagi dalam melaksanakan program kerja yang telah ditentukan sebelumnya.
Ketiga, dalam pencapaian perubahan organisasi menjadi lebih baik pasti akan dihadapkan
dengan masalah atau kendala, biasanya orang-orang yang terjun dalam organisasi itu tidak semua
setuju dengan perubahan yang dilakukan pasti ada yang menolak.

Manajemen Perubahan Page 12

Anda mungkin juga menyukai