Anda di halaman 1dari 11

MODEL PERBEDAAN KULTURAL OLEH G.

HOFSTEDE
Mata Kuliah: Konseling Lintas Budaya
Dosen Pengampu : Andi Wahyu Irawan, S.Pd, M.Pd

Oleh :
Kelompok 3 BK B 2018
1. Ansyaria Dwi Rukmana (1805095057)
2. Lutfiana Devi Nur Arifah (1805095059)
3. Afifah Azzahrah (1805095063)
4. Rini Lestari (1805095072)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah “Model Perbedaan
Kultural Oleh G. Hofstede” dengan lancar. Adapun maksud penyusunan makalah ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah Konseling Lintas Budaya. Rasa terimakasih
kepada yang terhormat Bapak Andi Wahyu Irawan. S.Pd, M.Pd selaku dosen mata
kuliah Konseling Lintas Budaya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dengan
keterbatasan yang kami miliki. Kritik dan saran dari pembaca akan kami terima
dengan tangan terbuka demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Samarinda, Februari 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Budaya Menurut Hofdtede ................................................ 3
B. Perbedaan Kekuasaan........................................................................... 3
C. Pengelakan Terhadap Ketidakpastian................................................... 4
D. Individualism........................................................................................ 5
E. Masculinity........................................................................................... 6
F. Long and Short – Term Orientation...................................................... 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 7
B. Saran..................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 8

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hofstede menurunkan konsep budaya dari program mental yang
dibedakan dalam tiga tingkatan (Hofstede 1980: 15). Pertama, tingkat
universal, yaitu program mental yang dimiliki oleh seluruh manusia. Pada
tingkatan ini program mental seluruhnya melekat pada diri manusia. Kedua,
tingkat collective, yaitu program mental yang dimiliki oleh beberapa individu,
tidak seluruh manusia. Ketiga, tingkat individual, yaitu program mental yang
unik yang dimiliki oleh hanya seorang, dua orang tidak akan memiliki
program mental yang persis sama.
Dengan mengacu pada tingkatan program mental tersebut, Hofstede
menurunkan budaya dari tingkatan yang kedua (collective) sehingga budaya
adalah sesuatu yang dapat dipelajari bukan merupakan suatu gen tetapi dapat
disebabkan dari lingkungan sosial, organisasi ataupun kelompok lain. Budaya
ini dibedakan antara sifat manusia dan dari kepribadian individu. Sifat
manusia adalah segala yang dimiliki oleh manusia misalnya sifat cinta, sedih,
sifat membutuhkan orang lain, dan sebagainya. Sedangkan kepribadian
(personality) seorang individu adalah seperangkat program mental personal
yang unik yang tidak dapat dibagikan dengan orang lain.
Selain itu, sampai saat ini diakui juga pengukuran cultural distance
dan national culture model menggunakan dimensi budaya Hofstede yang telah
mengalami serangkaian kritikan karena model yang dikembangkan oleh
Hofstede terlalu samar, kontradiktif, dan kurang memiliki landasan teori yang
kuat (Cray & Mallory 1998). Beberapa dimensi budaya menurut Hofstede
yaitu: (1) Power distance, (2) Uncertainty avoidance, (3) Individualism

1
(collectivism), (4) Masculinity (Femininity), (5) Long- and Short-Term
Orientation.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian budaya menurut Hofstede?
2. Apa yang dimaksud dengan dimensi budaya Power Distance?
3. Apa yang dimaksud dengan dimensi budaya Uncertainty avoidance?
4. Apa yang dimaksud dengan dimensi budaya Individualism?
5. Apa yang dimaksud dengan dimensi budaya Masculinity?
6. Apa yang dimaksud dengan dimensi budaya Long- and Short-Term
Orientation?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian budaya menurut Hofstede.
2. Untuk mengetahui dimensi budaya Power Distance.
3. Untuk mengetahui dimensi budaya Uncertainty avoidance.
4. Untuk mengetahui dimensi budaya Individualism.
5. Untuk mengetahui dimensi budaya Masculinity.
6. Untuk mengetahui dimensi budaya Long- and Short-Term Orientation.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya Menurut Hofstede


Budaya merupakan pola sikap, perilaku, dan symbol dari suatu
kelompok masyarakat tertentu (Hofstede & Hofstede, 2005). Hal tersebut
tercermin dalam kehidupan sehari-hari individu, karena budaya
mempengaruhi tingkah laku manusia. Hofstede (1994) juga mendefinisikan
budaya sebagai pikiran, perasaan, dan tindakan manusia. Menurutnya, budaya
adalah piranti lunak jiwa manusia (software of the mind). Analogi dari
Hofstede sangat menarik. Ia memakai perumpamaan computer untuk
menjelaskan peran budaya bagi kehidupan manusia. Peran piranti lunak
adalah penentu dari bekerjanya sebuah computer tanpanya computer menjadi
tidak berguna, dengan kata lain piranti lunak-lah yang menentukan kerja
sebuah computer. Hosftede ingin menegaskan betapa pentingnya budaya
dengan menganalogikan budaya sebagai “software of the mind”. Budaya
adalah penggerak manusia. Tanpanya, manusia sekedar makhluk tanpa makna.

B. Perbedaan Kekuasaan (Power Distance)


Dimensi budaya ini menunjukan adanya ketidak sejajaran (inequality)
bagi anggota yang tidak memiliki kekuatan dalam suatu kelompok atau
institusi (keluaga, sekolah, dan masyarakat) atau organisasi. Perbedaan
kekuasaan dibedakan sesuaikan dengan tingkatan sosial, jabatan, dan tingkat
pendidikan. Ketidak sejajaran ini dapat terjadi dalam masyarakat karena
adanya perbedaan dalam karakteristik mental dan phisik, status sosial,
kesejahteraan, kekuasaan, aturan, hukun, dan hak. Norma Perbedaan
Kekuasaan

3
Norma perbedaan kekuasaan ini sangat berikatan dengan tingkat ketidak
sejajaran yang diinginkan atau tidak di inginkan dan tingkat ketergantungan
dan saling tergantungan dalam masyarakat. Nilai akan ketidak sejajaran
melekat pada nilai kekuasaan yang diaplikasikan dalam masyarakat, dengan
perbedaan nilai tersebut menyebabkan perbedaan dalam memandang sesuatu
yang ada dan adanya perbedaan kekuasaan mempunyai konsekuensi pada
sistem politik, kehidupan beragama, ideologi, dan pada organisasi. Hosftede
mengukur tingkatan perbedaan kekuasaan dengan ukuran-ukuran sebagai
berkut:
1. Besarnya populasi, semakin besar makin tinggi tingkatan perbedaan
kekuasaan
2. Luasnya geografis, semakin luas makin rendah tingkat perbedaan
kekuasaan
3. Kesejahteraan, semakin sejahtera makin rendah tingkat perbedaan
kekuasaan. Tingginya kesejahteraan diwakili dengan ukuran: teknologi
modern, sistem pendidikan lebih baik, mobilitas sosial lebih banyak,
lebih banyak masyarakat menengah.

C. Pengelakan Terhadap Ketidakpastian (Uncertainty Avoidance)


Dimensi budaya ini menunjukan sifat masyarakat yang menghadapi
lingkungan budaya yang tidak beraturan, tidak jelas, dan tidak dapat
diramalkan. Dalam melakukan pengelakan terhadap ketidak pastian,
masyarakat dapat menggunakan teknologi, agama, dan hukum. Teknologi
digunakan untuk membantu dalam mempertahankan diri yang disebabkab
oleh sifat alam, agama digunakan untuk menerima ketidakpastian yang tidak
dapat dipertahankan oleh diri manusia sendiri, hukum digunakan membantu
diri dalam ketidak pastian yang diperilakukan orang lain.

4
Dalam organisasi ketidak pastian berkaitan dengan konsep dari
lingkungan yang berkaitan dengan sesuatu yang diluar kendali perusahaan.
Teori-teori yang berkaitan, yaitu:
a. Teori pengambilan keputusan dalam kondisi ketidakpastian
b. Teori kontijensi

c. Teori perilaku strategis


Organisasi pengelakan ketidak pastian dilakukan dengan teknologi,
digunakan untuk menciptakan prediksi jangka pendek sebagai
perencanaan serta dengan aturan dan tata cara digunakan untuk
mengurangi ketidak pastian akibat tidak dapat diperkirakannya perilaku
dari anggota organisasi. Untuk mengukur tingkat pengelakan ketidak
pastian, yakni :
1) Orientasi aturan
2) Stabilitas pekerja
3) Stress

D. Individualism (Collectivism)
Merupakan dimensi kebudayaan yang menunjukkan adanya sikap yang
memandang kepentingan kepribadian pribadi dan keluarga sebagai
kepentingan yang utama atau sebagai kepentingan bersama dalam sebuah
kelompok. dimensi ini terdapat di dalam masyarakat dan organisasi. dalam
organisasi yang masyarakatnya mempunyai dimensi collectivism memerlukan
ketergantungan emosional yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat
yang memiliki dimensi individualism (Hofstede 1980; 217). Beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat individualism diantaranya ialah: tingkat
pendidikan, sejarah organisasi, besarnya organisasi, teknologi yang di
gunakan dalam organisasi, dan subkultur yang dianut oleh organisasi yang
bersangkutan.

E. Masculinity

5
Merupakan dimensi kebudayaan yang menunjukkan bahwa dalam setiap
masyarakat terdapat peran yang berbeda-beda tergantung dengan perbedaan
jenis para anggotanya. dalam masyarakat masculinity, menganggap pria harus
lebih berambisi, saling bersaing, dan berani berpendapat, serta cenderung
berusaha mencapai keberhasilan material. lebih jauh dijelaskan bahwa
masyarakat dari sudut pandang dimensi masculinity adalah masyarakat yang
lebih menggambarkan kelaki-lakian.

F. Long and Short – Term Orientation


Berhubungan dengan suatu kepentingan yang melekat pada masa depan
versus masa lalu dan masa kini. Dalam masyarakat yang berorientasi jangka
panjang, mereka lebih menghargai sifat pragmatis yang berorientasi kepada
penghargaan terhadap masa depan karena merupakan suatu penghematan,
mereka menghargai ketekunan dan adaptasi terhadap keadaan yang berubah.
Dan pada masyarakat yang berorientasi jangka pendek, mereka lebih
menghargai tradisi, lebih bangga terhdapat negaranya, lebih ingin
melestarikan keasliannya, lebih menghargai kewajiban sosial, serta mereka
lebih senang membalas suatu pemberian dan bantuan dari orang lain
(Hofstede & Bond 1984; Hofstede & Bond 1988; Hofstede 1991; Minkov
2007)

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hofstede (1994) mendefinisikan budaya sebagai pikiran, perasaan, dan


tindakan manusia. Menurutnya, budaya adalah piranti lunak jiwa manusia
(software of the mind). Hofstede yang telah mengalami serangkaian kritikan
karena model yang dikembangkan oleh Hofstede terlalu samar, kontradiktif,
dan kurang memiliki landasan teori yang kuat (Cray & Mallory 1998).
Beberapa dimensi budaya menurut Hofstede yaitu: (1) Power distance, (2)
Uncertainty avoidance, (3) Individualism (collectivism), (4) Masculinity
(Femininity), (5) Long- and Short-Term Orientation.

B. Saran
Kelompok tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kelompok akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca yang akan dijadikan masukan untuk penulisan
makalah selanjutnya.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus Dwi Rini Sovia, dkk. (2018). Potret Budaya Masyarakat

Minangkabau berdasarkan Keenam Dimensi Budaya Hofstede. Sodality: Jurnal


Sosiologi Pedesaan. Volume 6 (2).
2. Chairuman Armia. (2002). Pengaruh Budaya Terhadap Efektivitas Organisasi:
Dimensi Budaya Hofstede. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Volume 6
(1).
3. Sabrina Oktoria Sihombing dan Feriadi D. Pongtuluran. (2013).
Pengidentifikasian Dimensi-Dimensi Budaya Indonesia: Pengembangan Skala
Dan Validasi.
4. Amelia Fauziyah Husna. (2015). Analisis Desain Website Terhadap Budaya
Pendekatan Teori Hofstede. Jurnal Electronics, Informatics, and Vocational
Education (ELINVO). Volume 1 (1).
5. Suryana Sumantri dan Suharmono. Kajian Proposal Hubungan Antara Dimensi
Budaya Nasional Dengan Motivasi Dalam Suatu Organisasi Usaha.
6. Mirwan Surya Perdhana. (2015). Perhitungan Nilai Budaya Dengan
Menggunakan Value Survey Module 2008: Sebuah Telaah Kritis. Jurnal Bisnis
Strategi. Volume 24 (1).

Anda mungkin juga menyukai