Anda di halaman 1dari 4

Review Jurnal : Mengelola Perubahan Organisasi : Strategi Agen Perubahan Dan Teknik

Untuk Mengatur Dinamika Stabilitas Dan Perubahan Di Organisasi Dengan Sukses

14 JUNI 2017 ~ NAZHALITSNAEN

REVIEW JURNAL :
MANAGING ORGANIZATIONAL CHANGE: CHANGE AGENT STRATEGIES AND
TECHNIQUES TO SUCCESSFULLY MANAGING THE DYNAMICS OF STABILITY
AND CHANGE IN ORGANIZATIONS
(MENGELOLA PERUBAHAN ORGANISASI : STRATEGI AGEN PERUBAHAN
DAN TEKNIK UNTUK MENGATUR DINAMIKA STABILITAS DAN PERUBAHAN
DI ORGANISASI DENGAN SUKSES)
Jurnal Disusun oleh : Jonathan H. Westover, Utah Valley University, UT
Robbins dan Coulter menyebutkan dalam bukunya Management (2012) bahwa perubahan
dalam organisasi seringkali membutuhkan suatu pihak yang berfungsi sebagai katalis atau
pemercepat dan penanggung jawab atas pengelolaan proses perubahan. Pihak tersebut
diistilahkan dengan agen perubahan. Agen perubahan dapat diperankan oleh manajer di
dalam organisasi, tetapi bisa juga diambil dari kalangan luar manajerial, contohnya dapat
mengambil dari spesialis perubahan dari departemen personalia (SDM) atau konsultan luar.
Pada jurnal yang berjudul “Mengelola Perubahan Organisasi : Strategi Agen Perubahan Dan
Teknik Untuk Mengatur Dinamika Stabilitas Dan Perubahan Di Organisasi dengan Sukses”
yang disusun oleh Jonathan H. Westover, Universitas Utah Valley membahas lebih lanjut
mengenai agen perubahan dalam proses perubahan organisasi.
Jurnal ini memberikan gambaran singkat dari sejarah teori perubahan, diikuti dengan
pembahasan tentang agen perubahan yang mempunyai perbedaan strategi dan teknik untuk
mengelola perubahan dan stabilitas dalam organisasi, termasuk meningkatnya peran agen
perubahan, pembahasan tentang implikasi bagi agen perubahan atau stabilitas, dan bahasan
tentang pentingnya mengantisipasi bagaimana orang dapat terpengaruhi oleh perubahan.
Lebih spesifik lagi, pada jurnal ini dibahas mengenai hal-hal yang diperlukan oleh agen
perubahan dan membahas bagaimana menjadi agen perubahan yang efektif dalam organisasi.

Bagian awal dari jurnal membahas mengenai perkembangan teori perubahan dan sejarah
yang mengikutinya. Seperti yang dijelaskan Robbins dan Coulter (2012) mengenai
bagaimana proses perubahan terjadi, terdapat satu pandangan yang dijelaskan lebih lanjut
yaitu metafora air tenang (calm water metaphor). Pandangan inilah yang menjadi bagian dari
sejarah perkembangan teori perubahan yang dicetuskan oleh Kurt Lewin (1947) bahwa
pandangan ini membagi proses perubahan dalam tiga fase : pencairan (unfreezing), berubah
(changing), dan terakhir adalah pembekuan ulang (refreezing). Seiring dengan perkembangan
zaman, pandangan ini mengalami penyesuaian oleh beberapa kalangan akademisi lainnya.
Bennis, Benne, & Chin (1969) menjelaskan mengenai strategi untuk mengatasi resistensi
terhadap perubahan dan upaya untuk menciptakan proses perubahan dalam berbagai
organisasi. Noel Tichy (1982) mengkategorikan kekuatan yang mengerahkan tekanan untuk
perubahan di organisasi pada tiga bidang manajemen: teknis, politik dan budaya. Lewin
(1947) menambahkan dalam perkembangan proses perubahan, terdapat kecenderungan untuk
organisasi kembali lagi pada tingkatan semula setelah mengalami perubahan dengan periode
cepat dan lebih mempertimbangkan upaya stabilisasi sebagai bagian dari proses perubahan.
Setelah dijelaskan mengenai sejarah perkembangan teori mengenai perubahan, pembahasan
selanjutnya mengetengahkan mengenai strategi dan teknik agen perubahan. Seiring dengan
perkembangan teori mengenai perubahan, semakin lebih disoroti mengenai meningkatnya
peranan agen perubahan dalam proses perubahan yang membutuhkan keahlian tertentu,
utamanya untuk kondisi saat sistem tidak dapat menyesuaikan dengan perubahan lingkungan
yang terjadi. Peran agen perubahan jelas mempunyai implikasi dalam stabilitas organisasi.
Stabilitas organisasi adalah hal yang tetap diharapkan tercapai walaupun organisasi terus
menerus dituntut dengan berbagai macam perubahan menyesuaikan lingkungan sekitar.
Dengan demikian, perlu dipahami oleh agen perubahan bahwa perubahan yang terjadi harus
mempertimbangkan adanya basis stabilitas yang masih tetap dapat dipertahankan. Hal ini
dilakukan mengingat variabel kritis kesuksesan dari organisasi adalah kemampuan pimpinan
dalam menstabilkan dan mempertahankan pengaturan setelah terjadinya perubahan atau
sederhananya adanya proses restabilitasi atau stabilisasi ulang.

Dalam mengantisipasi tentang bagaimana nantinya orang akan berubah dengan proses yang
dilakukan, pada jurnal ini dijelaskan terlebih dahulu mengenai intensitas respon atas
perubahan. Pondy (1967) menerangkan terdapat lima tingkatan intensitas respon yang terjadi,
yaitu konflik laten, konflik yang dirasakan, konflik yang diwujudkan, kondisi setelah
terjadinya konflik. Pada setiap tingkatan level konflik sebagai bentuk respon perubahan,
manajer perlu memahami bahwa reaksi paling keras terhadap perubahan akan datang dari
orang-orang yang merasa bahwa daerah kendali mereka telah dikacaukan. Manajer harus
merencanakan dan merumuskan strategi untuk menciptakan kondisi terbaik di antara tenaga
kerja dan pemangku kepentingan lainnya agar respon terhadap perubahan tidak bergantung
pada individu atau ada tidaknya kecenderungan untuk berubah.

Pada pembahasan terkait hal-hal yang membantu agen perubahan dalam melaksanakan
fungsinya, dapat diringkas menjadi tiga bagian menurut Tichy (1982). Bagian tersebut adalah
misi dan strategi, struktur organisasi, dan sumber daya manusia. Hal ini serupa dengan kiat
bagaimana caranya untuk memicu dan memelihara munculnya inovasi dalam pembahasan
yang disebutkan oleh Robbins dan Coulter (2012) meliputi variabel kultural, variabel
struktur, dan variabel sumber daya manusia. Perubahan sebagai suatu proses memang
berhubungan erat dengan munculnya inovasi untuk dapat menyukseskan berjalannya proses
perubahan menuju yang diharapkan. Inovasi dalam perubahan menjadi hal yang perlu
dipertimbangkan lebih lanjut oleh agen perubahan dalam melaksanakan tugasnya.

Berkaitan dengan teknik yang perlu dilakukan oleh agen perubahan, jurnal ini menyampaikan
bagaimana caranya untuk melakukan pekerjaan agen perubahan melalui tujuh langkah yang
dicetuskan oleh Ryan (1996) yang meliputi: menetapkan gaya kepemimpinan baru yang lebih
partisipatif, membuat visi bersama untuk hasil yang berkualitas, menetapkan perbaikan
proses pada setiap tim departemen, membina karyawan melalui pelatihan, menentukan
pengukuran untuk mengamati apa saja yang terjadi di dalam sistem, menerapkan
kepemimpinan dan pelatihan keahlian untuk dapat bekerjasama, dan perbaikan terus-menerus
melalui umpan balik yang berkelanjutan dan ulasan dari pihak lain.

Kesimpulan yang disampaikan pada jurnal ini sebelumnya diutarakan dengan pernyataan
bahwa perubahan sering menjadi hal yang menakutkan untuk kebanyakan orang. Ketakutan
akan perubahan menyebabkan munculnya gangguan dalam organisasi ketika perubahan itu
benar-benar dilaksanakan. Jika manajer tidak dapat mengantisipasi atau merencanakan untuk
menanggapi aspirasi dari bawahan mereka untuk usulan perubahan, perubahan mungkin jauh
akan sangat mengganggu. Namun, agen perubahan memiliki kesempatan untuk
mempersiapkan hal yang dibutuhkan dalam gejolak perubahan pada organisasi. Agen
perubahan harus mampu meminimalkan potensi gangguan organisasi dan memanfaatkan
situasi sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang lebih bersaing.
Secara keseluruhan, jurnal ini telah memberikan gambaran mengenai peranan strategis dari
agen perubahan dalam proses perubahan. Perubahan bisa terjadi disebabkan oleh faktor
internal dan juga eksternal. Perubahan juga dapat berlangsung terus menerus dalam periode
yang rapat, sehingga perlu ada peran khusus dalam organisasi yang fokus dalam memastikan
keberhasilan dilangsungkannya perubahan. Agen perubahan memegang peranan ini dan
sebagaimana yang telah dibahas pada jurnal ini banyak hal yang perlu dipahami dan
diperhatikan oleh agen perubahan dalam melaksanakan tugasnya ini agar perubahan bisa
berjalana dengan sukses.

Anda mungkin juga menyukai