Oleh:
Kelompok I
Mengelola Perubahan
Ada dua aspek utama dalam mengelola perubahan yaitu aspek teknis dan aspek
manusianya. Setiap perubahan pada system dan proses dalam organisasi memiliki aspek teknis
dan aspek manusia yang harus dikelola denga baik. Mengelola perubahan pada dasarnya adalah
aspek teknis dan aspek manusia dari organisasi/system agar perubahan dapat terwujud sesuai
1
harapan. Aspek teknis dari perubahan memberi kerangka dasar menerangkan dan menunjukkan
bagaimana organisasi dapat bergeser dari keadaan sekarang menuju keadaan di masa depan
dengan cara merubah system, struktur, proses, peran dan fungsi dalam organisasi. Tujuan dari
aspek teknis dalam mengelola perubahan adalah untuk dapat memanfaatkan sumber daya
organisasi seefektif dan seefisien mungkin secara terstruktur untuk menemukan dan
menerapkan solusi masalah dalam bentuk perubahan pada system, struktur, proses, peran dan
fungsi dalam organisasi
Sedangkan aspek manusia dari perubahan menerangkan dan menunjukkan langkah-
langkah yang diperlukan untuk memberdayakan orang-orang dalam organisasi yang terkena
dampak dari perubahan agar dapat menyesuaikan diri terhadap tugas-tugas barunya yang
diakibatkan oleh perubahan pada sistem, struktur, proses, peran dan fungsi dalam organisasi.
Tujuan dari aspek manusia dalam mengelola perubahan adalah untuk dapat memberdayakan
setiap orang yang terkena dampak dari perubahan organisasi agar dapat menjalani masa transisi
sebaik mungkin sesuai dengan tuntutan dari solusi masalah yang telah disepakati bersama oleh
organisasi. aspek manusia dalam mengelola perubahan dimulai pada tingkat perorangan untuk
kemudian dikembangkan ke tingkat kelompok/tim, selanjutnya ke tingkat unit dan akhirnya
seluruh organisasi.
Setiap perubahan organisasi akan memerlukan Aspek Teknis dan Aspek Manusia dalam
Mengelola Perubahannya. Kedua aspek tersebut harus dikelola secara terpadu dalam proses
perubahan organisasi. Kualitas dan kuantitas dari masingmasing aspek bergantung pada budaya
dan sejarah organisasi serta jenis dan derajat perubahan yang akan diterapkan pada organisasi.
Kegagalan organisasi mewujudkan perubahan bukan sekedar karena komunikasi atau pelatihan
yang tidak memadai. Demikian pula terwujudnya perubahan juga bukan hanya karena
manajemen yang baik, visi atau solusi masalah yang tepat pada dasarnya, keberhasilan
organisasi untuk berubah terletak pada kemampuannya untuk memfasilitasi perubahan pada
satu orang.
2. Model-Model Perubahan
- Model Tiga Langkah dari Lewin
Kurt Lewin menyatakan bahwa keberhasilan perubahan dalam organisasi akan
mengikuti tiga langkah yaitu mencairkan status quo, pergerakan kepada keadaan akhir yang
diinginkan, dan membekukan kembali perubahan baru untuk membuatnya menjadi
permanen. Mencairkan (unfreezing) perubahan untuk mengatasi tekanan baik dari
perlawanan individu dengan kepatuhan kelompok. Pergerakan (movement) suatu proses
2
perubahan yang mentransformasi organisasi dari satuts quo menjadi keadaan akhir yang
diinginkan. Beku kembali (refreezing) menstabilisasi intervensi perubahan dengan
menyeimbangkan antara kekuatan yang mendorong dengan membatasi.
Status quo merupakan sebuah keadaan kesetimbangan. Untuk bergerak dari titik
keseimbangan, untuk mengatasi tekanan dari keduanya baik perlawanan individu maupun
kepatuhan kelompok, pencairan harus terjadi dalam salah satu dari tiga cara.
Kekuatan yang mendorong, yang menjauhkan perilaku dari status quo, dapat
ditingkatkan. Kekuatan yang menahan, yang menghalangi pergerakan menjauh dari titik
keseimbangan, dapat diturunkan. ALternatif ketiga adalah menggabungkan pendekatan
yang pertama dan kedua. Perusahaan yang telah berhasil pada masa lalu cenderung
mengahadapi kekuatang yang menahan karena orang-orang mempertanyakan kebutuhan
untuk perubahan. Sama halnya, riset menunjukkan bahwa perusahaan dengan budaya yang
kuat akan unggul pada perubahaan incremental tetapi mengatasi dengan kekuatan yang
menahan terhadap perubahaan secara radikal.
3
berupaya untuk memprakarsai perubahan. Mereka akan gagal dalam menciptakan perasaan
mendesak mengenai kebutuhan perubahan, untuk menciptakan koalisi dalam mengelola
proses perubahan, memiliki visi bagi perubahan dan mengomunikasikannya secara efektif,
untuk menghapuskan hambatan yang dapat merintangi pencapaian visi, menyediakan tujuan
dalam jangka panjang dan dapat dicapai, dan/atau untuk melabuhkan perubahan ke dalam
budaya organisasi. Mereka juga mendeklarasikan kemenangan yang terllau cepat.
Kotter kemudian menetapkan delapan urutan tahap untuk mengatasi permasalahan
tersebut
Perhatikan empat tahap pertama dari kotter pada dasarnya memperhitungkan tahap
mencairkan dari Lewin. Tahap 5,6, dan 7 merepresentasikan “pergerakan”, dan tahap
terakhir merupakan “membekukan kembali”. Oleh karenanya, kontribusi dari Kotter
terletak pada menyediakan manajer dan agen perubahan panduan yang lebih terperinci untuk
mengimplementasikan perubahan dengan berhasil.
Riset Tindakan
Riset tindakan adalah proses perubahan yang didasarkan pada kumpulan data secara
sistematis dan melakukan seleksi atas tindakan perubahan yang didasarkan pada apa yang
diindikasikan oleh data yang dianalisis. Nilainya adalah menyediakan suatu metodologi yang
ilmiah mengenai mengelola perubahan yang terencana. Riset tindakan terdiri atas lima tahap
diagnosis, analisis, umpan balik, tidakan dan evaluasi.
1. Diagnosis. Agen perubahan, seringkali merupakan konsultan dari pihak luar dalam riset
tidakan, dimulai dengan mengumpulkan informasi mengenai permasalahan, perhatian, dan
4
perubahan yang diperlukan dari anggota organisasi. Diagnosis ini sejalan dengan pencarian
dokter untuk menemukan secara spesifik apakah penyakit yang diderita oleh seorang
pasien. Dalam riset tindakan, agen perubahan akan mengajukan pertanyaan, melakukan
tinjauan atas catatan, dan mewawancarai para karyawan serta mendengarkan apa yang
menjadi kekhawatiran mereka,
2. Analisis. Diagnosis diikuti analisis. Apakah permasalahan yang sedang dialami oleh orang-
orang yang duduk dalam posisi kuncu organisasi? Apakah pola yang tampak diikuti oleh
permasalahan-permasalahan tersebut? Agen perubahan akan menyintesiskan informasi ini
ke dalam perhatian utama, area permasalahan, dan kemungkinan tindakan.
3. Umpan Balik. Riset tindakan mensyaratkan orang-orang yang akan berpartisipasi dalam
program perubahan untuk membantu mengidentifikasi permasalahan dan menetapkan
solusi. Oleh karenanya, tahap ketiga umpan balik memerlukan diskusi dengan karyawan
mengenai apa yang telah ditemukan dari tahap pertama dan kedua. Karyawan, dengan
bantuan dari agen perubahan, akan mengembangkan rencana tinfakan untuk mewujudkan
perubahan yang diperlukan.
4. Tindakan. Sekarang bagian tindakan dari riset tindakan adalah dijalankan. Para karyawan
dan agen perubahan melaksanakan tindakan-tindakan yang spesifik yang telah mereka
identifikasi untuk memperbaiki permasalahan.
5. Evaluasi. Tahap terakhir, konsistem dengan dasar-dasar ilmiah dari riset tindakan, adalah
melakukan evaluasi atas efektivitas dari rencana tindakan, dengan menggunakan data awal
yang dikumpulkan sebagai sebuah patokan.
Riset tindakan menyediakan sedikitnya dua manfaat yang spesifik. Pertama, berfokus
pada permasalahan. Agen perubahan secara objektif akan mencari permasalahan-
permasalahan, dan tipe permasalahan yang menentukan tipe dari tindakan perubahan.
Meskipun hal ini tampaknya secara intuitif jelas, banyak perubahan aktivitas yang tidak
ditangani dengan cara ini. Sebaliknya, hal tersebut berpusat pada solusi. Agen perubahan
memiliki sebuah solusi favorit sebagai contoh, mengimplementasikan jam kerja yang fleksibel,
tim-tim, atau program proses rekayasa teknik dan kemudian mencari-cari permasalahan yang
sesuai dengan solusi.
Kedua, karena riset tindakan melibatkan para karyawan begitu menyeluruh dalam proses,
hal ini dapat menurunkan perlawanan terhadap perubahan. Ketika karyawan secara aktif telah
berperan serta di dalam tahap umpan balik, maka proses perubahan biasanya mengambil
momentum sendiri di bawah tekanan mereka yang terus-menerus untuk melaksanakannya.
5
3. Pengembangan Organisasi
Pengembangan organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektivitas
keorganisasian dengan mengintegrasikan keinginan individu akan pertumbuhan dan
perkembangan dengan tujuan keorganisasian. Pengertian pokok pengembangan organisasi
adalah perubahan yang terencana (planned change). Untuk dapat bertahan, organisasi harus
mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu
memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri
dan pengembangan organisasi. Nilai-nilai yang diterapkan dalam pengembangan organisasi
adalah:
1. Respect for people
2. Trust and support
3. Power equalization
4. Confrontation
5. Participation
5. Manajemen Stres
Stres merupakan kondisi dinamis yaitu individu berkonfrontasi dengan peluang, tuntutan,
atau sumber daya yang terkait dengan apakah yang individu inginkan dan yang mana hasil yang
dipandang menjadi tidak pasti dan penting.
Menurut Robbins ada tiga kategori potensi pemicu stres kerja yaitu:
a. Faktor-faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
- Selain mempengaruhi desain struktur sebuah perusahaan, ketidakpastian lingkungan juga
mempengaruhi tingkat stres para karyawan dalam perusahaan. Perubahan dalam siklus
bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi.
- Ketidakpastian politik juga merupakan pemicu stres diantara karyawan.
- Perubahan teknologi adalah faktor lingkungan ketiga yang dapat menyebabkan stres,
karena inovasi-inovasi baru yang dapat membuat bentuk inovasi teknologi lain yang
serupa merupakan ancaman bagi banyak orang dan membuat mereka stres.
b. Faktor-faktor Perusahaan
Faktor-faktor perusahaan dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
- Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang, meliputi:
desain pekerjaan individual (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi
kerja dan tata letak fisik pekerjaan.
- Tuntutan peran adalah beban peran yang berlebihan dialami ketika karyawan diharapkan
melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada. Ambiguitas peran manakala
ekspektasi peran tidak dipahami secara jelas dan karyawan tidak yakin apa yang harus ia
lakukan.
- Tuntutan antarpribadi yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak adanya
dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat menyebabkan stres.
8
c. Faktor-faktor Pribadi
Faktor-faktor pribadi ini terutama menyangkut masalah keluarga, masalah ekonomi
pribadi serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang. Berbagai
kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan dan kesulitan masalah disiplin
dengan anak-anak merupakan masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan
yang lalu terbawa sampai ketempat kerja. Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih
besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi
karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja mereka.
9
Mengelola Stress Dalam Organisasi
Stress biasanya diungkapkan secara emosional sehingga dapat mengganggu komunikasi
antar sumber daya, baik diantara karyawan maupun karyawan dengan atasan. Oleh karena itu,
organisasi harus punya strategi manajemen stress yang baik dalam perusahaan.
Menurut Robbins, ada dua cara dalam mengelola stress, yaitu:
a. Melakukan Pendekatan Individual
Pendekatan individual sangat menentukan keberhasilan manajemen stress di dalam
organisasi. Beberapa pendekatan individual ini diantaranya:
- Menerapkan manajemen waktu yang baik
- Menambah waktu untuk berolah raga
- Melatih diri untuk relaks/ santai
- Memperluas networking/ bersosialisasi dan dukungan sosial
b. Melakukan Pendekatan Organisasional
Pendekatan organisasional dalam upaya mengelola stress di dalam organisasi biasanya
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah:
- Menciptakan iklim organisasional yang mendukung
- Melakukan seleksi personil dan penempatan kerja yang lebih baik
- Meminimalisir kemungkinan terjadinya konflik dan mengklarifikasi peran
organisasional
- Menetapkan tujuan organisasi secara realistis
- Mengadakan bimbingan konseling pada anggota
- Mendesain ulang pekerjaan para anggota
- Melakukan perbaikan komunikasi dalam organisasi
Daftar Pustaka
Robbins, P. Stephen & Timothy A. Judge. 2015. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
10