Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi manusia, karena

dalam melakukan aktivitas sehari-hari manusia harus dalam keadaan sehat.

Keberhasilan angka kesehatan di Indonesia juga akan mendukung keberhasilan

pembangunan nasional. Kesehatan merupakan hak semua penduduk, sehingga

ditetapkan target dan sasaran pembangunan kesehatan. Dalam rangka

meningkatkan pembangunan kesehatan diperlukan tenaga kesehatan, sarana dan

prasarana untuk menunjang pembangunan kesehatan. Upaya pembangunan

kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif dapat diperoleh melalui rumah

sakit yang juga berfungsi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan

[ CITATION Kem18 \l 1033 ].

Jumlah rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan disetiap tahunnya.

Hal ini mengindikasikan bahwa sarana dan prasarana kesehatan di Indonesia

berkembang dengan pesat. Salah satu rumah sakit pemerintah yang dimiliki oleh

Tentara Nasional Indonesia adalah Rumah Sakit Tk. II Udayana yang terletak di

Denpasar. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan wilayah Kodam

XI/Udayana yang meliputi Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa

Tenggara Timur. Dengan berkembangnya pembangunan rumah sakit harus

dibarengi dengan kualitas pelayanan yang baik. Rumah Sakit Tk. II Udayana

bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi pegawai dinas dan
2

keluarga, serta masyarakat umum. Keberhasilan pelayanan rumah sakit

bergantung pada SDM yang dimiliki. SDM merupakan penggerak utama pada

perkembangan rumah sakit dalam menggapai tujuan organisasi. Perawat

merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pelayanan rumah sakit. Perawat

dianggap sebagai tenaga kerja utama dalam perlindungan dan peningkatan

kesehatan pasien (Ekici et al., 2017). Tercapai tidaknya tujuan organisasi

tergantung pada perilaku individu dalam organisasi, sehingga perilaku perawat

harus diperhatikan demi keberhasilan tujuan rumah sakit. Katz (1964)

menjelaskan bahwa perilaku dibagi menjadi dua yaitu in-role dan extra-role.

Perilaku in-role merupakan perilaku yang hanya mengerjakan tugas utama

atau tanggung jawabnya. Sedangkan extra-role adalah perilaku yang dilakukan

diluar tugas utama. Perilaku yang tidak termasuk dalam pernyataan kerja atau

terkait dengan peran atau tugas dalam organisasi. Perilaku suka menolong rekan

kerja secara sukarela di luar tanggung jawabnya demi terciptanya tujuan

organisasi. Perilaku ini di sebut dengan Organizational Citizenship Behavior

(OCB). OCB berkontribusi positif terhadap efektivitas organisasi secara

keseluruhan (Prabasari et al., 2018; Yildirim, 2014). Organ (1988)

mengidentifikasi terdapat 5 (lima) dimensi OCB, yaitu: altruism,

conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Kelima dimensi ini

mencakup perilaku organisasi seperti membantu rekan kerja, mengikuti aturan

perusahaan, tidak mengeluh, dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.

OCB sangat diperlukan dirumah sakit terutama untuk perawat. Perawat

memiliki tugas yang padat dan berisiko, sehingga perawat tidak bisa hanya
3

bekerja sendiri. Perawat membutuhkan bantuan perawat lainnya, dimana bantuan

ini dikerjakan secara sukarela dan tidak terdapat pada uraian tugas yang telah

ditetapkan. Perilaku ini nantinya akan meningkatkan fungsi rumah sakit secara

efektif dan efisien.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa perawat, terdapat

beberapa permasalahan di rumah sakit tersebut yang tidak sesuai dengan

penerapan OCB. Pertama, kurangnya inisiatif membantu rekan kerja. Apabila

terdapat rekan kerja yang tidak hadir bekerja, para perawat biasanya tidak inisiatif

sendiri menawarkan bantuan bagi rekan kerjanya. Para perawat akan menunggu

atasan memberikan instruksi baru kemudian membantu mengerjakan pekerjaan

tersebut. Pemasalahan pertama sangat erat kaitannya dengan dimensi OCB yaitu

altruism, dimana dimensi ini menjelaskan mengenai perilaku menolong rekan

kerja secara sukarela, pertolongan ini bukan tanggung jawab dari tugas utama.

Kedua, anggota perawat kurang menerima dengan ikhlas apabila terdapat

perubahan peraturan di lingkungan kerja. Apabila peraturan lama yang sudah

biasa diterapkan, tiba-tiba harus di ganti karena terdapat perubahan sistem atau

pergantian manajemen, membuat anggota perawat mengeluh dan menggerutu atas

perubahan tersebut. Permasalahan kedua ini sangat erat kaitannya dengan dimensi

OCB yaitu sportsmanship, dimana dimensi ini menjelaskan mengenai perilaku

toleransi tanpa mengeluh dalam keadaan lingkungan kerja yang kurang ideal.

Podsakoff et al. (2002) mengidentifikasi 2 (dua) faktor yang menyebabkan

OCB muncul, yaitu faktor internal (karakteristik individu) dan faktor eksternal

(karakteristik tugas, karakteristik kepemimpinan, dan karakteristik organisasi).


4

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa hanya karakteristik organisasi dan

karakteristik individu yang memiliki hubungan dalam menampilkan OCB bagi

para perawat. Hal ini dikuatkan dengan penelitian sebelumnya, bahwa Burton

(2003) mengatakan bahwa salah satu aspek kepemimpinan yaitu super leadership

tidak memiliki hubungan dalam menampilkan OCB dalam organisasi. Penelitian

Thulasi dan Geetha (2015) juga tidak memasukkan karakteristik tugas kedalam

faktor yang menyebabkan OCB muncul. Sehingga pada penelitian ini hanya akan

menggunakan dua karakteristik yaitu karakteristik organisasi dan karakteristik

individu.

Karakteristik organsiasi dapat memunculkan OCB karena adanya hubungan

timbal balik antara karyawan dan organisasi. Dimana hubungan ini sangat erat

kaitannya dengan teori pertukaran sosial. Karyawan yang merasa diperlakukan

adil oleh organisasi akan merespons dengan memberikan perilaku ekstra untuk

organisasi (Karriker dan Williams, 2009). Sehingga dapat dikatakan bahwa OCB

dapat dipengaruhi oleh keadilan organisasional (Yilmaz dan Tasdan, 2009).

Keadilan organisasional menggambarkan persepsi individu dan atau kelompok

tentang keadilan perlakuan yang diterima dari suatu organisasi dan reaksi perilaku

mereka terhadap persepsi tersebut (Silva dan Madhumali, 2014; Gosh et al.,

2014). Keadilan organisasional sangat dibutuhkan untuk mendorong agar setiap

anggota organisasi bersedia menunjukkan perilaku ekstra yang baik.

Sifat dari pengaruh keadilan organisasional terhadap OCB adalah

berhubungan positif yang artinya ketika anggota perawat semakin merasakan

keadilan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit maka anggota perawat tersebut
5

akan melakukan lebih banyak OCB atau bekerja ekstra demi organisasi. Hal ini

dikuatkan dengan penelitian sebelumnya mengenai hubungan dua variabel

tersebut didapatkan bahwa, keadilan organisasional ditemukan sebagai faktor

yang berpengaruh positif terhadap OCB (Iqbal et al., 2012; Choi et al., 2014;

Singh dan Singh, 2018). Dari penelitian sebelumnya didapatkan bahwa keadilan

organisasional mampu mendorong karyawan untuk menunjukkan perilaku OCB.

Keadilan organisasional mampu memengaruhi OCB oleh karena adanya

employee engagement, dimana employee engagement merupakan karakteristik

individu. Employee engagement didefinisikan sebagai sikap positif yang dipegang

karyawan terhadap organisasi (Ariani, 2013; Parker dan Grifin, 2011). Sifat dari

employee engagement adalah keadilan organisasional meningkat dan OCB

meningkat melalui employee engagement. Hal tersebut dapat dilihat dari

penelitian sebelumnya, bahwa keadilan organisasional berpengaruh positif

terhadap employee engagement (Ghosh et al., 2014; Singh dan Choudhary, 2018),

dimana employee engagement berpengaruh positif terhadap OCB (Ariani, 2013;

Shahzad dan Jamal, 2013).

Jika keadilan organisasional mampu memengaruhi employee engagement,

dan employee engagement mampu memengaruhi OCB, serta disisi lain keadilan

organisasional mampu memengaruhi OCB maka dapat dikatakan bahwa employee

engagement memasukan peran mediasi antara keadilan organisasional dan OCB.

Hal ini dikuatkan dengan penelitian sebelumnya bahwa employee engagement

memediasi hubungan antara salah satu dimensi keadilan organisasional yaitu

keadilan distributif dan OCB (Hassan et al., 2014). Hal tersebut menunjukkan
6

bahwa apabila karyawan merasakan keadilan dalam organisasi maka dia akan

cenderung melibatkan diri dengan organisasi dimana keterlibatan ini akan

meningkatkan perilaku OCB karyawan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pengaruh keadilan organisasional terhadap organizational

citizenship behavior?

2) Bagaimanakah pengaruh keadilan organisasional terhadap employee

engagement?

3) Bagaimanakah pengaruh employee engagement terhadap organizational

citizenship behavior?

4) Bagaimanakah peran employee engagement dalam memediasi pengaruh

keadilan organisasional terhadap organizational citizenship behavior?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1) Untuk menjelaskan pengaruh keadilan organisasional terhadap

organizational citizenship behavior.

2) Untuk menjelaskan pengaruh keadilan organisasional terhadap employee

engagement.
7

3) Untuk menjelaskan pengaruh employee engagement terhadap organizational

citizenship behavior.

4) Untuk menjelaskan peran mediasi employee engagement terhadap hubungan

keadilan organisasional dan organizational citizenship behavior.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan dapat

memberi manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:

1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bukti empiris dalam penelitian

selanjutnya dan mampu mengembangkan ilmu manajemen sumber daya

manusia yang terkait dengan keadilan organisasional, organizational

citizenship behavior serta employee engagement sebagai pemediasi pengaruh

keadilan organisasional terhadap organizational citizenship behavior.

2) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan bahan

pertimbangan, serta masukan bagi Rumah Sakit Tk.II Udayana untuk

meningkatkan nilai organizational citizenship behavior individu dengan

melihat faktor employee engagement serta keadilan organisasional.


8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Pertukaran Sosial

Menurut Cropanzano dan Mitchell (2005) teori pertukaran sosial adalah salah

satu paradigma konseptual yang paling berpengaruh untuk memahami perilaku

karyawan di tempat kerja. Pertukaran sosial merupakan hubungan timbal balik

antara karyawan dan organisasi atau atasan, perilaku yang dilakukan karyawan

merupakan hasil dari hubungan timbal balik tersebut (Zeinabadi dan Salehi,

2011). Hubungan timbal balik ini akan menciptakan karyawan akan membalasnya

melalui OCB (Awang dan WanAhmad, 2015). Karyawan yang merasa

diperlakukan adil oleh organisasi atau atasan akan merespons keadilan ini dengan

memberikan perilaku ekstra untuk organisasi, sehingga teori ini menjelaskan

hubungan antara variabel keadilan organisasional dan OCB (Karriker dan

Williams, 2009). Keadilan organisasional akan secara langsung terkait dengan

kualitas pertukaran sosial antara karyawan dan organisasi atau atasan mereka,

sehingga menyebabkan munculnya employee engagement (Biswas et al., 2013).

Teori pertukaran sosial memberikan landasan teori untuk menjelaskan mengapa

karyawan memilih untuk lebih atau kurang terlibat dalam pekerjaan dan

organisasi mereka. Employee engagement telah ditemukan berhubungan positif

terhadap OCB dengan menggunakan teori pertukaran sosial [CITATION Ari13 \l 1033

]. Pada penelitian Hassan et al. (2014) yang menjelaskan mengenai peran mediasi

employee engagement antara hubungan keadilan distributif dan OCB,


9

menggunakan teori pertukaran sosial sebagai landasan teori penelitian mereka.

Dengan demikian penelitian ini juga akan menggunakan teori pertukaran sosial

(social exchange theory) sebagai landasan teori.

2.2 Organizational Citizenship Behavior

2.2.1 Definisi Organizational Citizenship Behavior

Robbins dan Judge (2017) mendefinisikan organizational citizenship

behavior sebagai perilaku yang bukan bagian dari pekerjaan formal pekerja.

Organisasi yang sukses membutuhkan tenaga kerja yang melakukan lebih dari

tanggung jawab pekerjaan mereka, yang memberikan kinerja diatas harapan

organisasi. Menurut Colquitt et al. (2009), organizational citizenship behavior

merupakan kegiatan sukarela karyawan yang berkontribusi pada organisasi

dengan meningkatkan kualitas kerja disebuah organisasi. Organizational

citizenship behavior adalah jenis perilaku kerja yang didefinisikan sebagai

perilaku individu yang bermanfaat bagi organisasi dan bersifat diskresioner, tidak

secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem kerja formal (Kumar et al.,

2009). Perusahaan tidak dapat bersaing secara efektif jika karyawan hanya

melakukan tanggung jawab mereka saja, karyawan juga perlu terlibat dalam OCB

yang diartikan dengan berbagai bentuk kerja sama dan bantuan untuk orang lain

yang mendukung konteks sosial dan psikologis organisasi (McShane dan

VonGlinow, 2010). Smith et al. (1983) pertama kali memperkenalkan istilah

organizational citizenship behavior yang didefinisikan sebagai perilaku diskresi

yang melampaui peran formal seseorang dan dimaksudkan untuk membantu orang
10

lain dalam organisasi atau menunjukkan dukungan terhadap organisasi.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa organizational

citizenship behavior merupakan perilaku sukarela yang dilakukan oleh karyawan

untuk membantu rekan kerja diluar tugas utamanya, dimana perilaku ini akan

memberikan dampak yang baik bagi organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.

2.2.2 Indikator Organizational Citizenship Behavior

Terdapat beberapa penelitian yang mengindentifikasi dimensi yang

menjelaskan organizational citizenship behavior, dimana nantinya dimensi ini

menjelaskan mengenai indikator apa saja yang bisa digunakan untuk mengukur

OCB. Berikut ini beberapa peneliti yang mengindentifikasi dimensi OCB

Tabel 2.1 Dimensi Organizational Citizenship Behavior

Penelitian Organizational Citizenship Behavior


Terdahulu Dimensi Definisi
Perilaku menolong rekan kerja yang
mengalami kesulitan dalam hal kerjaan
Altruism
Organ (1988); atau masalah pribadi, pertolongan ini
Yilmaz dan bukan tanggung jawab dari tugas utama
Tasdan (2009); Conscientiousnes Perilaku kerja keras yang dilakukan
Awang dan s karyawan melebihi harapan organisasi.
Ahmad Perilaku toleransi tanpa mengeluh dalam
(2015); Al- Sportsmanship keadaan lingkungan kerja yang kurang
Quraan dan ideal.
Khasawneh Perilaku sopan santun untuk menjaga
Courtesy
(2017) hubungan antar rekan kerja.
Perilaku yang mendedikasikan dirinya
Civic Virtue
kepada organisasi.
Graham Perilaku dalam bentuk penerimaan atas
(1991); Tsai Obedience peraturan, pekerjaan, dan kebijakan-
dan Tsai kebijakan yang ada dalam perusahaan.
(2017); Kelly Perilaku kesetiaan pada pemimpin dan
et al. (2018) Loyalty organisasi secara keseluruhan melebihi
dari pentingannya sendiri.
Participation Perilaku seseorang untuk mau terlibat dan
11

bertanggung jawab dalam urusan


organisasi.
Williams dan Perilaku yang memberikan manfaat bagi
OCB-Organisasi
Anderson organisasi
(1991);
Perilaku yang secara langsung
Olowookere
memberikan manfaat bagi individu lain
dan Adejuwon OCB-Individu
dan secara tidak langsung juga
(2015); Gupta
memberikan kontribusi bagi organisasi
et al. (2017)

Berdasarkan penjelasan dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai

dimensi OCB, peneliti akan menggunakan dimensi yang diidentifikasi oleh Organ

(1988); Yilmaz dan Tasdan (2009); Awang dan Ahmad (2015); Al-Quraan dan

Khasawneh (2017). Karena dimensi ini lebih mencakup permasalahan yang terjadi

pada penelitian ini, dan dimensi tersebut menjelaskan lebih detail mengenai OCB

dari pada dimensi lainnya. Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan dimensi

altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Indikator

dari masing-masing dimensi OCB, dijelaskan sebagai berikut.

1) Altruism

Indikator dari dimensi altruism ialah, dengan senang hati membantu rekan

kerja tanpa disuruh atasan, dengan sukarela mengganti shift apabila

terdapat rekan kerja yang mendadak tidak bisa hadir kerja, dan dapat

meluangkan waktu untuk membantu rekan kerja yang sedang kesusahan

dalam pekerjaannya.

2) Conscientiousness

Indikator dari dimesi conscientiousness ialah, bekerja keras tanpa

mengharapkan imbalan apapun, tugas yang diberikan akan diselesaikan


12

dengan penuh tanggung jawab, dan berani mengambil risiko apapun untuk

bertanggung jawab dalam pekerjaan.

3) Sportsmanship

Indikator dari dimensi sportsmanship ialah, mudah beradaptasi apabila

terdapat perubahan peraturan dalam organisasi, tidak mengeluh tentang

banyaknya tugas yang diberikan, dan bersikap profesional dalam pekerjaan

apabila terdapat masalah pribadi.

4) Courtesy

Indikator dari dimensi courtesy ialah, memberi toleransi terhadap rekan

kerja untuk menghindari terjadinya perselisihan, berkonsultasi dengan

atasan atau sesama rekan kerja yang mungkin akan terkena dampak pada

keputusan yang dibuat, dan menghargai apapun keputusan atau hak-hak

rekan kerja.

5) Civic Virtue

Indikator dari dimensi civic virtue ialah, selalu berpartisipasi dalam

kegiatan perusahaan diluar jam kerja dalam keadaan apapun, menawarkan

ide-ide inovatif untuk perkembangan organisasi, dan memiliki rasa

tanggung jawab yang besar terhadap organisasi.

2.3 Keadilan Organisasional

2.3.1 Definisi Keadilan Organisasional

Menurut Gibson et al. (2012) keadilan organisasional merupakan sejauh

mana individu merasa diperlakukan secara adil dalam organisasi tempat mereka
13

bekerja. Keadilan organisasional memusatkan perhatian terhadap bagaimana para

pekerja merasa para otoritas dan pengambil keputusan di tempat kerja

memperlakukan mereka (Robbins dan Judge, 2017). Keadilan organisasional

menyediakan suatu bukti yang dirasa karyawan atas tindakan yang dilakukan

atasan (Colquitt et al., 2009). Keadilan organisasional umumnya berfokus pada

persepsi atau evaluasi keadilan yang dirumuskan oleh orang-orang ditempat kerja,

pendekatan ini bersifat subyektif dan memungkinkan perbedaan pendapat tentang

apa yang dirasakan (Cropanzano dan Molina, 2015). Greenberg (1996)

mendefinisikan keadilan organisasional sebagai konsep yang menyatakan persepsi

karyawan tentang sejauh mana mereka diperlakukan secara adil dalam organisasi.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keadilan organisasional adalah

suatu keadaan dimana karyawan merasa diperlakukan adil oleh atasan atau

organisasi tempat dimana mereka bekerja, yang nantinya perlakuan tersebut akan

mendatangkan emosi positif sehingga akan mendorong munculnya organizational

citizenship behavior.

2.3.2 Indikator Keadilan Organisasional

McShane dan VonGlinow (2010) menjelaskan bahwa keadilan organisasional

terdiri dari keadilan distributif dan keadilan prosedural dimana sebuah organisasi

perlu mempertimbangkan tindakan tidak hanya dari distribusi sumber daya tetapi

juga keadilan dalam proses pengambilan keputusan alokasi sumber daya.

Namun lebih lengkap Robbins dan Judge (2017) menyebutkan terdapat 3

(tiga) dimensi yang dimana masing-masing dimensi tersebut akan menjelaskan


14

mengenai indikator yang terdapat dalam keadilan organisasional. Beberapa

penelitian menggunakan dimensi ini untuk mengukur keadilan organisasional,

diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Al-Quraan dan Khasawneh (2017);

Ozer et al. (2017); dan Pieters (2018). Dimensi ini menjelaskan lebih detail

mengenai keadilan organisasional dan mencakup pemasalahan yang terjadi pada

penelitian ini. Sehingga, peneliti akan menggunakan dimensi ini untuk mengukur

keadilan organisasional. Ketiga dimensi tersebut diantaranya.

1) Keadilan Distributif

Keadilan distributif adalah persepsi karyawan terhadap keadilan

pendistribusian hasil, misalnya gaji dan atau imbalan yang diberikan oleh

atasan atau organisasi. Contoh gambaran mengenai keadilan distributif

adalah gaji yang diterima sesuai dengan pekerjaan yang diberikan,

memperoleh kenaikan gaji yang layak, gaji yang diberikan sesuai dengan

hasil kinerja, dan mendapat imbalan apabila kinerja melebihi harapan

organisasi

2) Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural adalah persepsi karyawan terhadap keadilan dari

proses yang digunakan organisasi dalam menentukan dan

mendistribusikan hasil. Contoh gambaran dari keadilan prosedural adalah

tidak ada individu atau kelompok yang diberi perlakuan berbeda, tidak

memihak pada individu atau kelompok apabila sedang dalam pengambilan

keputusan, tidak ada perbedaan kenaikan gaji, dan tidak ada perbedaan

waktu pendistribusian gaji.


15

3) Keadilan Interaksional

Keadilan Interaksional adalah keadilan yang dirasakan karyawan dengan

adanya interaksi dalam organisasi baik dari atasan maupun rekan kerja.

Keadilan interaksional dibagi menjadi 2 (dua) yaitu keadilan informasi dan

keadilan interpersonal. Keadilan informasi adalah keadaan dimana pekerja

diberikan penjelasan yang jujur dari setiap keputusan, sedangkan keadilan

interpersonal adalah keadaan dimana pekerja diperlakukan dengan rasa

hormat dan bermartabat. Contoh gambaran dari keadilan interaksional

adalah atasan memberikan penjelasan yang jelas mengenai perubahan

peraturan, atasan memberikan penjelasan yang jelas mengenai keputusan

yang telah diambil, diperlakukan secara sopan oleh atasan dan atau rekan

kerja, dan diperlakukan secara hormat oleh atasan dan atau rekan kerja.

2.4 Employee Engagement

2.4.1 Definisi Employee Engagement

Employee engagement pertama kali didefinisikan oleh Kahn (1990). Kahn

menyebutnya dengan istilah personal engagement, yang didefinisikan sebagai

keadaan anggota organisasi terhadap pekerjaan mereka, dimana mereka

menggunakan dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional

selama melakukan pekerjaan. Menurut Robbins dan Judge (2017) employee

engagement adalah keterlibatan seorang individu, kepuasan, dan antusiasme

terhadap pekerjaan yang dilakukan. Employee engagement adalah emosional

karyawan dalam , motivasi kognitif, efikasi diri yang dirasakan dari visi
16

organisasi dan peran spesifiknya dalam mewujudkan visi tersebut (McShane dan

VonGlinow, 2010). Menurut Shuck dan Wollard (2010) employee engagement

didefinisikan sebagai keadaan kognitif, emosional, dan perilaku karyawan yang

terkait dengan kinerja karyawan. Menurut Albrecht (2010) employee engagement

adalah keadaan psikologis karyawan yang terkait dengan pekerjaan positif

ditandai dengan kesediaan yang tulus untuk berkontribusi pada keberhasilan

organisasi. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa employee engagement

adalah suatu keadaan dimana karyawan mendedikasikan diri untuk organisasi,

tidak hanya secara fisik, kognitif, namun juga secara emosional untuk bersama

mewujudkan tujuan organisasi.

2.3.2 Indikator Employee Engagement

Terdapat beberapa penelitian yang mengindentifikasi dimensi yang

menjelaskan employee engagement, dimana nantinya dimensi ini menjelaskan

mengenai indikator apa saja yang bisa digunakan untuk mengukur employee

engagement. Berikut ini beberapa peneliti yang mengindentifikasi dimensi

employee engagement.

Tabel 2.2 Dimensi Employee Engagement

Penelitian Employee Engagement


Terdahulu Dimensi Definisi
Schaufel et al. Energi tingkat tinggi dan ketahanan
(2002); mental yang dimiliki karyawan saat
Ahmad dan Vigor bekerja, ketersediaan karyawan dalam
Omar (2015); melakukan usaha yang besar dalam
Abed dan menyelesaikan pekerjaannya
Elewa (2016); Dedication Suatu perasaan karyawan yang penuh
Pieters (2018) makna, antusiasme, dan bangga akan
pekerjaannya.
17

Aspek yang mengacu pada konsentrasi


dan keseriusan dalam bekerja, menikmati
Absorption
pekerjaan sehingga waktu berlalu begitu
cepat.
Sejauh mana seseorang secara intelektual
Soane et al. Intellectual
terlibat dalam pekerjaannya
(2012);
Sejauh mana seseorang terhubung secara
George dan Social
sosial dengan lingkungan kerja
Joseph (2015);
Sejauh mana seseorang mengalami
Phuangthuean
Affective pengaruh positif yang berkaitan dengan
et al. (2018)
peran kerja seseorang
Sejauh mana upaya yang dilakukan
Physical karyawan saat melakukan peran
Rich et al.
pekerjaan mereka
(2010); Basit
Perasaan yang dimiliki karyawan tentang
dan Chauhan Emotional
pekerjaan mereka
(2017)
Perhatian karyawan terhadap pekerjaan
Cognitive
mereka

Berdasarkan penjelasan dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai

dimensi employee engagement, peneliti akan menggunakan dimensi yang

diidentifikasi oleh Schaufel et al. (2002); Ahmad dan Omar (2015); Abed dan

Elewa (2016); Pieters (2018). Karena dimensi ini lebih mencakup permasalahan

yang terjadi pada penelitian ini, selain itu dimensi ini merupakan dimensi yang

paling sering digunakan untuk mengukur employee engagement. Oleh karena itu,

peneliti akan menggunakan dimensi vigor, dedication, dan absorption. Indikator

dari masing-masing dimensi employee engagement, dijelaskan sebagai berikut.

1) Vigor

Indikator dari dimensi vigor ialah, bekerja tidak terasa melelahkan,

mampu bekerja dalam waktu yang lama, bertahan ketika sesuatu pekerjaan

tidak berjalan dengan baik, dan selalu merasa penuh energi positif saat

sedang berada di tempat kerja.


18

2) Dedication

Indikator dari dimesi dedication ialah, merasa pekerjaan merupakan

sesuatu hal yang menantang, merasa pekerjaan yang dilakukan penuh

makna dan tujuan, antusias dalam pekerjaan, dan bangga akan pekerjaan

yang dilakukan.

3) Absorption

Indikator dari dimensi absorption ialah, ketika bekerja lupa akan keadaan

disekitar, waktu terasa begitu cepat saat sedang bekerja, menikmati waktu

disaat sedang bekerja, dan sulit melepaskan diri dari pekerjaan.


19

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir dan Konseptual

Karyawan merupakan penggerak utama pada perkembangan organisasi dalam

menggapai tujuan organisasi. Tercapai tidaknya tujuan organisasi bergantung pada

perilaku karyawan dalam organisasi, sehingga perilaku karyawan harus

diperhatikan demi tercapainya tujuan organisasi. Perusahaan tidak dapat bersaing

secara efektif jika karyawan hanya melakukan tanggung jawab mereka saja,

karyawan juga perlu terlibat dalam organizational citizenship behavior yang

diartikan dengan berbagai bentuk kerja sama dan bantuan untuk orang lain yang

dilakukan secara sukarela (McShane dan VonGlinow, 2010). Salah satu

paradigma konseptual yang paling berpengaruh untuk memahami perilaku

karyawan di tempat kerja ialah teori pertukaran sosial. Dimana teori ini

merupakan hubungan timbal balik antara karyawan dan organisasi atau atasan,

perilaku yang dilakukan karyawan merupakan hasil dari hubungan timbal balik

tersebut (Zeinabadi dan Salehi, 2011). Podsakoff et al. (2002) mengidentifikasi 2

(dua) faktor yang menyebabkan OCB muncul, yaitu faktor internal (karakteristik

individu) dan faktor eksternal (karakteristik tugas, karakteristik kepemimpinan,

dan karakteristik organisasi). Namun Burton (2003) mengatakan bahwa salah satu

aspek kepemimpinan yaitu super leadership tidak memiliki hubungan dalam

menampilkan OCB dalam organisasi. Dan Thulasi dan Geetha (2015) juga tidak
20

memasukkan karakteristik tugas kedalam faktor yang menyebabkan OCB muncul.

Sehingga pada penelitian ini hanya akan menggunakan dua karakteristik yaitu

karakteristik organisasi dan karakteristik individu.

Dalam karakteristik organisasi, karyawan yang merasa diperlakukan adil oleh

organisasi akan merespons dengan memberikan perilaku ekstra untuk organisasi

(Karriker dan Williams, 2009). Sehingga dalam memunculkan nilai OCB didalam

diri karyawan, bergantung pada keadilan organisasional yang dirasakan karyawan.

Keadilan organisasional memusatkan perhatian kepada para pekerja, bagaimana

mereka merasa para otoritas dan pengambil keputusan ditempat kerja

memperlakukan mereka (Robbins dan Judge, 2017).

Jika karyawan merasa diperlakukan adil oleh organisasi atau atasan, maka

secara langsung karyawan akan melakukan timbal balik dengan mendedikasikan

diri untuk organisasi, tidak hanya secara fisik, kognitif, namun juga secara

emosional. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan sebuah konsep yang

dinamakan employee engagement. Keadilan organisasional akan secara langsung

terkait dengan teori pertukaran sosial, sehingga menyebabkan munculnya

employee engagement (Biswas et al., 2013). Dengan munculnya employee

engagement, maka karyawan akan antusias untuk bekerja lebih banyak dan lebih

baik. Karyawan akan bersukarela melakukan pekerjaan ekstra di luar tanggung

jawabnya, dengan ini employee engagement merupakan faktor karakteristik

individu yang memengaruhi OCB. Dari uraian diatas, maka kerangka konseptual

penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.


21

Employee Engagement
M

H2 H3

H4
Organizational
Keadilan Organisasional
Citizenship Behavior
X H1
Y

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

3.2 Hipotesis Penelitian

3.2.1 Pengaruh Keadilan Organisasional Terhadap Organizational

Citizenship Behavior

Keadilan Organisasional adalah salah satu faktor penunjang munculnya

organizational citizenship behavior. Ada hubungan positif antara OCB dan

keadilan organisasional, persepsi keadilan organisasional yang positif dapat

meningkatkan persepsi OCB yang positif (Yilmaz dan Tasdan, 2009). Karriker

dan Williams (2009) lebih mengeksplorasi hubungan keadilan interaksional dan

OCB dengan berfokus pada keadilan interpersonal, dan menyatakan bahwa

keadilan interpersonal berpengaruh langsung terhadap OCB. Keadilan prosedural

memiliki pengaruh yang kuat dalam memunculkan perilaku peran ekstra

karyawan tanpa imbalan apapun, keadilan distributif juga memiliki hubungan

yang positif terhadap OCB, namun pengaruh yang dihasilkan hanya sedikit

apabila dibandingkan dengan keadilan prosedural (Iqbal et al., 2012). Persepsi

keadilan berperan penting dalam memunculkan OCB karyawan, manajer harus

memberi perhatian besar bagaimana memperlakukan karyawan mereka karena


22

dengan ini akan dapat memengaruhi terjadinya OCB (Silva dan Madhumali,

2014). Penelitian Awang dan WanAhmad (2015) menunjukkan bahwa ketika

organisasi memperlakukan karyawan dengan baik dan adil, maka mereka akan

membalasnya dengan OCB.

Persepsi keadilan secara positif telah menumbuhkan perilaku yang dikenal

dengan nama OCB atau perilaku melampaui tugas formal karyawan (Al-Quraan

dan Khasawneh, 2017). Keadilan organisasional di tempat kerja memengaruhi

karyawan untuk menampilkan perilaku kerja diskresi yang diinginkan oleh

organisasi, dimana perilaku tersebut adalah OCB (Singh dan Singh, 2018).

Temuan Choi et al. (2013) mengatakan bahwa keadilan distributif dan keadilan

interaksional memiliki efek tidak langsung terhadap OCB melalui identifikasi

organisasi. Sedangkan penelitian Zeinabadi dan Salehi (2011) lebih berfokus pada

dimensi keadilan organisasional lainnya yaitu keadilan prosedural, dimana

keadilan prosedural memiliki pengaruh tidak langsung terhadap munculnya OCB

melalui kepercayaan yang diterima karyawan. Namun pada penelitian Syaifuddin

et al. (2015) menemukan bahwa keadilan organisasional tidak berpengaruh

signifikan terhadap OCB, tetapi melalui mediasi pertukaran pemimpin anggota

keadilan organisasional berpengaruh secara tidak langsung terhadap OCB.

Dengan adanya perbedaan temuan, maka peneliti akan meneliti kembali keadilan

organisasional dan OCB dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Keadilan organisasional berpengaruh positif terhadap organizational

citizenship behavior.
23

3.2.2 Pengaruh Keadilan Organisasional Terhadap Employee Engagement

Employee engagement merupakan salah satu aspek penting dalam mencapai

tujuan organisasi. Employee engagement muncul apabila didalam organisasi

menerapkan keadilan bagi karyawannya. Penelitian yang dilakukan Hassan dan

Jubari (2010) menemukan bahwa keadilan interaksional berkontribusi pada

employee engagement, namun keadilan prosedural dan distributif tidak

menghasilkan dampak signifikan terhadap employee engagement. Sama halnya

dengan penelitian yang dilakukan Pieters (2018) menyatakan bahwa keadilan

prosedural tidak ditemukan sebagai prediktor signifikan dari employee

engagement. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Karatepe

(2011) yang mengatakan bahwa keadilan prosedural berpengaruh signifikan

terhadap employee engagement. Penemuan lain didapatkan dari penelitian Gosh

et al. (2014) yang menunjukkan bahwa dalam menentukan employee engagement,

keadilan distributif merupakan peran yang paling penting diikuti oleh keadilan

prosedural dan interaksional. Penelitian yang dilakukan Ozer et al. (2017) juga

sependapat dengan penelitian tersebut.

Alvi dan Abbasi (2012) menunjukkan bahwa keadilan organisasional

memainkan peran penting dalam memunculkan employee engagement. Hal serupa

juga ditemukan dalam penelitian Singh dan Choudhary (2018) yang menunjukkan

hubungan positif antara keadilan organisasional dan employee engagement.

Keadilan prosedural memiliki dampak secara tidak langsung terhadap employee

engagement (He et al., 2012). Sama halnya dengan penelitian sebelumnya, Biswas
24

et al. (2013) menambahkan keadilan distributif dalam penelitiannya, dimana

keadilan distributif dan keadilan prosedural memiliki hubungan secara tidak

langsung terhadap employee engagement melalui persepsi dukungan organisasi

dan kontrak psikologis. Hal ini serupa dengan penelitian Strom et al. (2014)

yang mengatakan bahwa dua dimensi keadilan organisasional tersebut memiliki

hubungan secara tidak langsung terhadap employee engagement melalui

kepemimpinan transaksional. Dengan adanya perbedaan temuan, maka peneliti

akan meneliti kembali keadilan organisasional dan employee engagement dengan

merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Keadilan organisasional berpengaruh positif terhadap employee engagement.

3.2.3 Pengaruh Employee Engagement Terhadap Organizational Citizenship

Behavior

Employee engagement merupakan faktor organizational citizenship behavior.

Penelitian Rurkkhum dan Bartlett (2012) menunjukkan dukungan bahwa terdapat

hubungan positif antara employee engagement dan OCB. Hal serupa juga

ditemukan pada penelitian Shahzad dan Jamal (2013) yang menyebutkan bahwa

employee engagement bersama dengan keadilan organisasional berpengaruh

signifikan terhadap OCB. Karyawan yang merasa engaged menganggap semua

aspek pekerjaan sebagai bagian dari domain mereka, dan kemudian akan keluar

dari peran kerja mereka untuk bekerja mewujudkan tujuan mereka (Ariani, 2013).

Terdapat hubungan yang signifikan antara employee engagement dan OCB,

meskipun OCB tidak dapat secara langsung memengaruhi hasil bisnis, namun
25

perilaku ini sangat dihargai untuk dapat memfasilitasi kinerja organisasi (Sridhar

dan Thiruvenkadam, 2014). Sama seperti penelitian yang sudah disebutkan,

penelitian yang dilakukan Abed dan Elewa (2016) juga mendapatkan hasil yang

sama yaitu employee engagement dan OCB berkorelasi positif.

George dan Joseph (2015) menjelaskan bahwa karyawan yang merasa

engaged, mereka akan bersedia untuk bekerja lebih keras. Employee engagement

memiliki pengaruh langsung terhadap OCB, namun hubungan ini lebih besar

terjadi pada karyawan tetap dari pada karyawan kontrak (Fatoni et al., 2018).

Penelitian yang dilakukan Ahmad dan Omar (2015) menemukan bahwa employee

engagement secara signifikan berpengaruh positif terhadap OCB. Babcock-

Roberson dan Stricklan (2010) sebelumnya menjelaskan bahwa karyawan yang

terlibat dalam pekerjaan dan berpartisipasi dalam perilaku ekstra pada akhirnya

akan mengarah pada karyawan yang lebih produktif dan organisasi yang berfungsi

dengan baik. Gupta et al. (2017) menegaskan bahwa karyawan yang menampilkan

perilaku kerja sukarela terhadap organisasi hanya ketika mereka merasa terlibat

dalam pekerjaan mereka. Berdasarkan bukti empiris tersebut maka dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Employee engagement berpengaruh positif terhadap organizational

citizenship behavior

3.2.4 Peran Employee Engagement Dalam Memediasi Keadilan

Organisasional Terhadap Organizational Citizenship Behavior


26

Keadilan organisasional dan employee engagement merupakan faktor penting

dalam memunculkan peran ekstra dalam diri karyawan (Shahzad dan Jamal,

2013). Hal ini didasari dengan teori pertukaran sosial, dimana hubungan timbal

balik tersebut akan memunculkan perilaku yang bermanfaat kedepannya bagi

organisasi. Penelitian Hassan et al. (2014) memiliki tujuan penelitian yaitu untuk

memeriksa peran mediasi dari employee engagement pada hubungan antara

keadilan distributif dan OCB, dimana keadilan distributif merupakan salah satu

dimensi dari keadilan organisasional. Penelitian tersebut menunjukkan terdapat

hubungan positif antara keadilan distributif dan employee engagement, serta

terdapat hubungan positif antara employee engagement dan OCB. Ketika

karyawan merasa bahwa mereka diperlakukan dengan adil, mereka akan

menunjukkan employee engagement dimana mereka terikat erat dalam hubungan

dengan organisasi yang pada akhirnya melibatkan mereka dalam OCB. Sehingga

employee engagement merupakan peran mediasi pada hubungan keadilan

distributif dan OCB. Seperti yang dijelaskan oleh Hassan et al. (2014), bahwa

penelitian tentang peran employee engagement sebagai variabel mediasi antara

keadilan organisasional dan OCB merupakan penelitian baru, maka belum

terdapat penelitian lain yang menunjang penelitian ini. Seperti yang dijelaskan

pada hipotesis sebelumnya, dimana keadilan organisasional mampu memengaruhi

employee engagement, dan employee engagement mampu memengaruhi OCB,

serta disisi lain keadilan organisasional mampu memengaruhi OCB, maka dapat

dikatakan bahwa employee engagement memasukkan peran mediasi antara


27

keadilan organisasional dan OCB. Berdasarkan paparan tersebut maka dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Employee engagement memediasi pengaruh keadilan organisasional

terhadap organizational citizenship behavior.


28

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian

4.1.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kausalitas

(sebab-akibat), di mana pendekatan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimana pengaruh keadilan organisasional terhadap organizational

citizenship behavior dengan dimediasi oleh employee engagement, dimana

keadilan organisasional sebagai variabel independen, organizational citizenship

behavior sebagai variabel dependen, dan employee engagement sebagai variabel

mediasi. Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang akan diteliti

dalam penelitian ini ialah menggunakan alat bantu kuesioner, di mana responden

memilih salah satu jawaban yang telah disediakan.

4.1.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah

perawat Rumah Sakit Tk. II Udayana Denpasar sebagai responden. Adapun lokasi

ini dipilih sebagai ruang lingkup penelitian karena kemudahan akses oleh peneliti

dalam melakukan penelitian. Selain itu variabel organizational citizenship

behavior belum pernah diteliti disana.


29

4.2 Variabel Penelitian

4.2.1 Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel perlu dilakukan untuk memberikan gambaran dan acuan

dalam penelitian. Berdasarkan pokok masalah dan hipotesis yang diajukan,

variabel-variabel dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi, terikat, tergantung

pada variabel lain yaitu variabel bebas. Variabel ini umumnya menjadi

perhatian utama oleh para peneliti (Juliandi et al., 2014). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah organizational citizenship behavior

(Y).

2) Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi variabel

dependen, dengan kata lain variabel independen adalah sesuatu yang

menjadi sebab terjadinya perubahan nilai pada variabel dependen (Juliandi

et al., 2014). Variabel independen dalam penelitian ini adalah keadilan

organisasional (X).

3) Variabel mediasi adalah variabel yang menjadi perantara hubungan

variabel independen dan variabel dependen (Juliandi et al., 2014).

Variabel mediasi dalam penelitian ini adalah employee engagement (M).

4.2.2 Definisi Operasional Variabel

4.2.2.1 Organizational Citizenship Behavior

Organizational citizenship behavior (Y) merupakan perilaku sukarela yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu rekan kerja diluar tugas utamanya,
30

dimana perilaku ini akan memberikan dampak yang baik bagi organisasi dalam

mencapai tujuan organisasi. Pada penelitian ini menggunakan 5 (lima) dimensi

yang diidentifikasi oleh Organ (1988). Ringkasan operasional variabel OCB,

dimensi, dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel

4.1

Tabel 4.1 Dimensi dan Indikator Organizational Citizenship Behavior

Variabel Indikator Item


1. Dengan senang hati
membantu rekan kerja tanpa
disuruh atasan
Altruism (Y1) 2. Dengan sukarela mengganti
shift
3. Meluangkan waktu untuk
membantu rekan kerja
1. Bekerja keras tanpa
mengharapkan imbalan
Conscientiousnes 2. Menyelesaikan tugas dengan
s (Y2) penuh tanggung jawab
3. Berani mengambil risiko
apapun
1. Mudah beradaptasi bila
Organizational terdapat perubahan peraturan
Citizenship Behavior Sportsmanship 2. Tidak mengeluh tentang
(Y) (Y3) tugas
3. Professional apabila terdapat
masalah pribadi
1. Memberi toleransi terhadap
rekan kerja
2. Berkonsultasi dengan atasan
Courtesy (Y4) atau rekan kerja mengenai
keputusan yang dibuat
3. Menghargai keputusan rekan
kerja
1. Berpartisipasi dalam kegiatan
rumah sakit
Civic Virtue (Y5) 2. Menawarkan ide-ide inovatif
3. Memiliki rasa tanggung
jawab yang besar
31

4.2.2.2 Keadilan Organisasional

Keadilan Organisasional (X) adalah suatu keadaan dimana perawat merasa

diperlakukan adil oleh pihak rumah sakit, yang nantinya perlakuan tersebut akan

mendatangkan emosi positif sehingga akan mendorong munculnya organizational

citizenship behavior. Robbins dan Judge (2017) menyebutkan terdapat 3 (tiga)

dimensi dalam keadilan organisasional. Ringkasan operasional variabel keadilan

organisasional, dimensi, dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini

disajikan pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Dimensi dan Indikator Keadilan Organisasional

Variabel Indikator Item


Keadilan 1. Gaji yang diterima sesuai
Organisasional (X) pekerjaan
2. Kenaikan gaji yang layak
Keadilan
3. Gaji sesuai dengan kinerja
Distributif (X1)
4. Mendapat imbalan apabila
kinerja melebihi harapan
rumah sakit
1. Tidak ada individu atau
kelompok mendapat
perlakuan berbeda
2. Tidak memihak pada
Keadilan
individu atau kelompok
Prosedural (X2)
3. Tidak ada perbedaan
kenaikan gaji
4. Tidak ada perbedaan waktu
pendistribusian gaji
Keadilan 1. Atasan memberikan
Interaksional (X3) penjelasan yang jelas
mengenai perubahan
peraturan
2. Atasan memberikan
penjelasan yang jelas
mengenai keputusan yang
32

diambil
3. Diperlakukan secara sopan
4. Diperlakukan secara hormat

4.2.2.3 Employee Engagement

Employee engagement (M) adalah suatu keadaan dimana perawat

mendedikasikan diri untuk rumah sakit, tidak hanya secara fisik, kognitif, namun

juga secara emosional untuk bersama mewujudkan tujuan rumah sakit. Schaufel

et al. (2002) menyebutkan terdapat 3 (tiga) dimensi dalam employee engagement.

Ringkasan operasional variabel employee engagement, dimensi, dan indikator

yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Dimensi dan Indikator Employee Engagement

Variabel Indikator Item


Employee Engagement 1. Bekerja tidak terasa
(M) melelahkan
2. Mampu bekerja dalam waktu
yang lama
3. Bertahan ketika sesuatu
Vigor (M1)
pekerjaan tidak berjalan
dengan baik
4. Selalu merasa penuh energi
positif saat sedang berada di
tempat kerja
1. Merasa pekerjaan merupakan
sesuatu hal yang menantang
2. Merasa pekerjaan yang
dilakukan penuh makna dan
Dedication (M2)
tujuan
3. Antusias dalam pekerjaan
4. Bangga akan pekerjaan yang
dilakukan
Absorption (M3) 1. Ketika bekerja lupa akan
keadaan disekitar
2. Waktu terasa begitu cepat
saat sedang bekerja
3. Menikmati waktu disaat
sedang bekerja
33

4. Sulit melepaskan diri dari


pekerjaan

4.3 Prosedur Pengumpulan Data

4.3.1 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan

kualitatif.

1) Data kuantitatif adalah data-data yang berwujud angka, yang dapat

dioperasikan secara matematis. Dalam penelitian ini data kuantitatif yang

diperoleh seperti data dari skor total masing-masing variabel.

2) Data kualitatif merupakan data informasi yang berbentuk kalimat verbal.

Data kualitatif dalam penelitian ini adalah profil organisasi, dan hasil riset

awal yang dilakukan melalui wawancara.

4.3.2 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari sumber primer.

Sumber primer adalah data yang diambil oleh peneliti sendiri dari sumber utama

guna kepentingan penelitiannya, dan data tersebut sebelumnya tidak ada (Juliandi

et al., 2014). Data primer dalam penelitian ini berasal dari perawat Rumah Sakit

Tk. II Udayana Denpasar dengan mengisi kuesioner untuk mengetahui persepsi

mereka terkait variabel yang diteliti.

4.3.3 Metode Pengumpulan Data


34

Untuk memperoleh data yang akan diteliti, peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner tertutup, dimana pilihan

jawaban yang sudah disediakan peneliti dengan menggunakan skala likert untuk

mengukur sikap, pendapat serta persepsi responden terhadap organizational

citizenship behavior, keadilan organisasional, dan employee engagement. Dalam

penelitian ini skala likert disusun dalam bentuk pernyataan, dimana setiap item

instrumen pernyataan memiliki gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif

(Juliandi et al., 2014).

4.3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan total dari seluruh unsur yang ada dalam sebuah

penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perawat rawat

inap dan perawat rawat jalan Rumah Sakit Tk.II Udayana Denpasar. Jumlah

perawat dirumah sakit tersebut adalah 214 orang. Metode pengambilan sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Simple

random sampling digunakan apabila karakteristik atau ciri dari anggota adalah

populasi yang sama, dimana penelitian ini menggunakan populasi perawat.

Penentuan jumlah sampel dapat dilakukan dengan cara perhitungan statistik

yaitu dengan menggunakan rumus slovin, dengan rumus sebagai berikut:

N
n= (1)
1+N α 2

Keterangan:

n : ukuran sampel

N : ukuran populasi
35

α : tingkat signifikansi

Berdasarkan rumus slovin, maka besarnya jumlah sampel penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini dengan tingkat signifikansi 5% adalah sebagai

berikut:

214
¿
1+ 214(0, 05 )2

¿ 139,4 ≈ 139

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka sampel yang digunakan dalam

penelitian ini berjumlah 139 perawat. Pembagian sampel untuk perawat rawat

inap dan rawat jalan dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Populasi dan Sampel

Bagian Jumlah Sampel


Rawat Inap 136 88
Rawat Jalan 78 51
Jumlah 214 139

4.4 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yaitu kuesioner. Skala yang

digunakan adalah skala likert, dengan disusun dalam bentuk pernyataan. Skor

yang diberikan adalah 5,4,3,2,1. Dimana skor 5 adalah sangat setuju (SS), skor 4

adalah setuju (S), skor 3 adalah netral (N), skor 2 adalah tidak setuju (TS), dan

skor 1 adalah sangat tidak setuju (STS). Instrumen penelitian yang telah dirancang

perlu diuji validitas dan reliabilitasnya agar data yang akan dianailisis layak

digunakan sebagai sumber data.


36

4.4.1 Uji Validitas Instrumen

Uji validitas terhadap instrumen penelitian berarti menguji sejauh mana

ketepatan atau kebenaran suatu instrumen sebagai alat ukur variabel penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode analisis korelasi Pearson untuk menguji

validitas, yaitu dengan menghitung korelasi antara skor item pertanyaan dengan

skor total. Dengan taraf signifikan 5%, item akan dikatakan valid jika memiliki

koefisien korelasi lebih besar dari 0,30 atau (r)>0,30 (Latan dan Ghozali, 2015).

4.4.2 Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas bertujuan untuk melihat sejauh mana instrument penelitian

konsisten dalam alat ukur yang digunakan. Sehingga item instrumen tersebut

dapat dipercaya sebagai alat ukur variabel penelitian. Untuk menguji tingkat

reliabilitas menggunakan croanbach’s coeficient alpha. Penarikan kesimpulan uji

ini adalah jika nilai croanbach’s coeficient alpha ≥ 0,6 maka instrumen memiliki

reliabilitas yang baik atau terpercaya (Juliandi et al., 2014).

4.5 Metode Analisis Data

4.5.1 Analisis Deskriptif

Penyajian data ke dalam tabel dan grafik dapat membuat kumpulan data lebih

bermakna. Penyajian data dapat dilakukan dengan menggunakan statistik

deskriptif, sebagai ukuran numerik yang menggambarkan distribusi jawaban dari


37

responden. Statistik deskriptif berkaitan dengan deskripsi numerik kelompok

tertentu yang diamati, melihat adanya kesamaan atau perbedaan yang tidak dapat

diterima begitu saja oleh individu dalam kelompok tersebut. Statistik deskriptif

yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel frekuensi dan grafik statistik.

Tabel frekuensi digunakan untuk merepresentasikan data dimana data yang

dikelompokkan ditampilkan bersama dengan frekuensi yang sesuai. Grafik

statistik adalah alat penyajian data yang berupa gambar, sehingga lebih efektif

pembaca memahami pendistribusian jawaban dari responden (Beintema dan

Casper, 2013).

4.5.2 Statistik Inferensial

Statistik inferensial atau sering disebut statistik probabilitas adalah teknik

statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya

diberlakukan untuk populasi. Statistik ini disebut statistik probabilitas, karena

kesimpulan yang diberlakukan untuk populasi berdasarkan data sampel itu

kebenarannya bersifat peluang (Sugiyono, 2017). Analisis ini digunakan untuk

menguji hipotesis hubungan antar variabel. Penelitian ini menggunakan teknik

analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan pendekatan Partial Least

Square (PLS). PLS merupakan metode analisis yang kuat karena tidak

mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, jumlah sampel

kecil, dapat digunakan untuk mengonfirmasi teori, dan membantu untuk

mendapatkan variabel laten untuk tujuan prediksi (Ghozali, 2011). Berikut ini

adalah langkah-langkah analisis data menggunakan PLS.


38

a. Pengukuran model (outer model)

Outer model merupakan pengujian terhadap pengukuran dari masing-

masing variabel laten atau pengukuran indikator dari masing-masing

variabel keadilan organisasional, employee engagement, dan

organizational citizenship behavior. Dalam pengukuran ini juga

menentukan apakah indikator refleksi atau indikator formatif berdasarkan

definisi operasional variabel.

b. Model struktural (inner model)

Pengujian inner model atau model structural dilakukan untuk menganalisis

hubungan antara variabel independen (keadilan organisasional), variabel

dependen (organizational citizenship behavior) dan variabel mediasi

(employee engagement) berdasarkan rumusan masalah, kerangka

konseptual dan hipotesis penelitian. Model structural dievaluasi dengan

menggunakan R-square untuk konstruk dependen dan uji t serta

signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural.

c. Ilustrasi Model

Berdasarkan data yang dilakukan dapat dilihat bahwa model struktural

yang yang terbentuk sesuai dengan tujuan PLS yaitu untuk memprediksi

model. Berikut merupakan model struktural penelitian ini.


39

Gambar 4.1 Diagram Alur

d. Uji Model

Uji model dilakukan melalui outer model dan inner model. Outer model

atau model pengukuran, pada prinsipnya adalah menguji indikator

terhadap variabel laten, atau dengan kata lain mengukur seberapa jauh

indikator itu dapat menjelaskan variabel latennya. Pada penelitian ini

semua variabel laten (keadilan organisasional, employee engagement,

organizational citizenship behavior) memiliki indikator yang bersifat

reflektif. Indikator yang bersifat reflektif dapat di uji dengan convergent

validity, discriminant validity atau dengan average variance extracted

(AVE), dan composite reliability. Inner model atau model struktural pada

prinsipnya adalah menguji pengaruh antara satu variabel laten dengan

variabel laten lainnya baik independen maupun dependen. Pengujian

dilakukan dengan melihat persentase varian yang dijelaskan yaitu R2 untuk

variabel dependen yang dimodelkan mendapat pengaruh dari variabel

independen. Stabilitas dari estimasi ini diuji dengan menggunakan uji t-

statistik atau p-value yang diperoleh lewat prosedur bootstrapping.


40

Kriteria uji model yang akan digunakan pada penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.5 Kriteria Penilaian PLS

Uji
Output Kriteria
Model
Goodnes a. Convergent Validity - Nilai loading factor 0,50 sampai 0,60

s of fit- sudah dianggap cukup

outer b. Discriminant Validity - Nilai korelasi cross loading dengan

model variabel latennya harus lebih besar

dibandingkan dengan korelasi terhadap

variabel laten lain.

- Nilai AVE harus diatas 0,50 dan dan

nilai √ AVE untuk setiap konstruk lebih

tinggi dibandingkan dengan korelasi

antar konstruk lainnya.

c. Composite Reliability - Nilai composite reliability yang baik

apabila memiliki nilai ≥ 0,70


Goodnes a. R2 untuk variabel laten -Interpretasi R-square variabel laten

s of fit- dependen dependen sama dengan regresi.


41

Uji
Output Kriteria
Model
inner -Nilai Q-square > 0 menunjukkan model

model memiliki predictive relavance,

sebaliknya jika nilai Q-square < 0

menunjukkan model kurang memiliki

predictive relevance.

Sumber: Wiyono (2011)

4.6 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dalam proses analisis SEM-PLS dengan

menggunakan probability (p-value). Apabila diperoleh p-value ˂ 0,05 (alpha 5%),

maka pengujian tersebut menandakan terdapat pengaruh yang bermakna antara

variabel laten yaitu laten keadilan organisasional, employee engagement, terhadap

OCB.

4.7 Pengujian Variabel Mediasi

Pendekatan Hair et al. (2013) dalam model mediasi SEM-PLS adalah sebagai

berikut:

1. Pengaruh langsung keadilan organisasional (X) terhadap organizational

citizenship behavior (Y) harus signifikan saat variabel pemediasi

employee engagement (M) belum dimasukkan ke dalam model.


42

2. Setelah variabel pemediasi employee engagement (M) dimasukkan ke

dalam model , maka pengaruh tidak langsung keadilan organisasional (X)

terhadap employee engagement (M) dan employee engagement (M)

terhadap organizational citizenship behavior (Y) harus signifikan. Setiap

jalur harus signifikan untuk memenuhi kondisi ini. Jika ternyata pengaruh

tidak langsung signifikan maka hal ini menunjukkan bahwa variabel

pemediasi mampu menyerap atau mengurangi pengaruh langsung pada

pengujian pertama.

3. Menghitung Variance Accounted For (VAF) :

VAF merupakan ukuran seberapa besar variabel pemediasi mampu

menyerap pengaruh langsung yang sebelumnya signifikan dari model

tanpa pemediasi. Gambar 4.1, VAF dihitung dengan perhitungan yang

merupakan pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel

dependen sebelum variabel pemediasi dimasukkan ke dalam model. Nilai

VAF dihitung dengan rumus sebagai berikut

Indirect Effect
VAF = × 100% (2)
Total Effect

Jika nilai VAF di atas 80%, maka menunjukkan peran employee

engagement sebagai pemediasi penuh (full mediation). Jika VAF bernilai

di antara 20% - 80%, maka dapat dikategorikan sebagai pemediasi parsial

(partial mediation), jika kurang dari 20%, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa hampir tidak ada efek mediasi.


43

DAFTAR PUSTAKA
Abed, F., & Elewa, A. H. (2016). The Relationship Between Organizational
Support, Work Engagement and Organizational Citizenship Behavior as
Perceived by Staff at Nurses at Different Hospitals. Journal of Nursing
and Health Science, 113-123.
Ahmad, A., & Omar, Z. (2015). Improving Organizational CItizenship Behavior
Through Spirituality and Work Engagement. American Journal of Applied
Sciences, 200-207.
Albrecht, S. L. (2010). Handbook of Employee Engagement: Perspectives, Issues,
Rearch and Practice. UK: Edward Elgar Publishing.
Al-Quraan, A., & Khasawneh, H. I. (2017). Impact of Organizational Justice on
Organizational Citizenship Behavior: Case Study at Jordan National
Electric Power Company. European Journal of Business and
Management, 215-229.
Alvi, A. K., & Abbasi, A. S. (2012). Impact of Organizational Justice on
Employee Engagement in Banking Sector of Pakistan. Middle-East
Journal of Scientific Research, 643-649.
Ariani, D. W. (2013). The Rationship Between Employee Engagement,
Organizational Citizenship Behavior, and Counterproductive Work
Behavior. International Journal of Business Administration, 46-56.
Awang, R., & WanAhmad, W. R. (2015). The Impact of Organizational Justice on
Organizational Citizenship Behavior in Malaysian Higher Education.
Mediterranean Journal of Social Sciences, 674-678.
Basit, A. A., & Chauhan, M. A. (2017). Psychometric Properties of the Job
Engagement Scale: A Cross-Country Analysis. Journal of Management
and Research, 1-18.
Beintema, M., & Casper, N. (2013). Introductory Statistics. USA: College of Lake
County.
Biswas, S., Varma, A., & Ramaswami, A. (2013). Linking Distributive and
Procedural Justice to Employee Engagement Through Social Exchange: A
Field Study in India. The International Journal of Human Resource
Management, 1570-1587.
Bobcock-Roberson, M. E., & Strickland, O. J. (2010). The Relationship Between
Charismatic Leadership, Woek Engagement, and Organizational
Citizenship Behavior. The Journal of Psychology: Interdisciplinary and
Applied, 313-326.
Burton, C. H. (2003). An Empirical Investigation o f the Interrelationships o f
Organizational Culture, Managerial Values, and Organizational
44

Citizenship Behaviors. PhD Dissertation. Washington, D.C, U.S: George


Washington University.
Choi, B. K., Moon, H. K., Ko, W., & Kim, K. M. (2014). A Cross-Sectional Study
of The Relationships Between Organizational Justices and OCB.
Leadership & Organization Development Journal, 530-554.
Colquitt, J. A., Lepine, J. A., & Wesson, M. J. (2009). Organizational Behavior
Improving Performance and Commitment in the Workplace Fourth
Edition. New York: McGraw-Hill .
Cropanzano, R., & Mitchell, M. S. (2005). Social Exchange Theory: An
Interdisciplinary Review. Journal of Management, 874-900.
Cropanzano, R., & Molina, A. (2015). Organizational Justice. International
Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciencess, 379-384.
Ekici, D., Cerit, K., & Mert, T. (2017). Factors That Influence Nurses’ Work-
Family Conflict, Job Satisfaction, and Intention to Leave in a Private
Hospital in Turkey. Hospital Practices and Research, 102-108.
George, G., & Joseph, B. (2015). A Study on the Relationship Between Employee
Engagement and Organizational CItizenship with Reference to Employees
Working in Travel Organizations. Journal of Tourism Studies, 33-44.
Ghosh, P., Rai, A., & Sinha, A. (2014). Organizational Justice and Employee
Engagement Exploring The Linkage in Public Sector Banks in India.
Personnel Review, 628-652.
Ghozali, I. (2011). Structural Equation Modeling Metode Alternatif Dengan
Partial Least Square (PLS) Edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., Donnelly, Jr, J. H., & Konopaske, R. (2012).
Organizations Behavior, Structure, Process. New York: McGraw-Hill.
Graham, J. W. (1991). An Essay on Organizational Citizenship Behavior.
Employee Responsibilities and Rights Journal, 249-270.
Greenberg, J. (1996). The Quest for Justice on the Job. Sage Thousand Oaks: CA.
Gupta, M., Shaheen, M., & Reddy, P. K. (2017). Impact of Psychological Capital
on Organizational Citizenship Behavior: Mediation by Work Engagement.
Journal of Management Development, 973-983.
Hair, J. F., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2013). Partial Least Square Structural
Equation Modeling: Rigorous Applications, Better Results and Higher
Acceptance. Long Range Planning, 1-12.
Hassan, A., & Jubari, I. A. (2010). Organizational Justice and Employee Work
Engagement: LMX as mediator. International Business and
Entreprnuershp Development, 167-178.
45

Hassan, Z., Khattak, D. A., Saleem, Z., & Rajput, A. A. (2014). The Mediating
Role of Employee Engagement Between the Relationship of Distributive
Justice and Organizational Citizenship Behavior: Empirical Evidence from
Aviation Sector of Pakistan. International Journal of Management
Sciences, 494-500.
He, H., Zhu, W., & Zheng, X. (2013). Procedural Justice and Employee
Engagement: Roles of Organizational Identification and Moral Identity
Centrality. Journal of Business Ethics.
Iqbal, H. K., Aziz, U., & Tasawar, A. (2012). Impact of Organizational Justice on
Organizational Citizenship Behavior: An Empirical Evidence from
Pakistan. World Applied Sciences Journal, 1348-1354.
Juliandi, A., Irfan, & Manurung, S. (2014). Metodologi Penelitian Bisnis Konsep
& Aplikasi. Medan: UMSU PRESS.
Karatepe, O. M. (2011). Procedural Justice, Work Engagement, and Job
Outcomes: Evidence from Nigeria. Journal of Hospitality Marketing &
Management, 855-878.
Karriker, J. H., & Williams, M. L. (2009). Organizational Justice and
Organizational CItizenship Behavior: A MEdiated Multifoci Model.
Journal of Management, 112-135.
Kataria, A., Garg, P., & Rastogi, R. (2013). Employee Engagement and
Organizational Effectiveness: The Role of Organizational Citizenship
Behavior. International Journal of Business Insights and Transformation,
102-113.
Katz, D. (1964). The Motivational Basis of Organizational Behavior. Behavioral
Scienxe, 131-146.
Kelly, S., Graham, L., MacDonald, P., & Goke, R. (2018). Organizational
Citizenship Behaviors as Influenced by Supervisor Communication: The
Role of Solidarity and Immediate Behaviors. Business Communication
Research and Practice, 61-69.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kumar, K., Bakhshi, A., & Rani, E. (2009). Linking the "Big Five" Personality
Domains to Organizational Citizenship Behavior. International Journal of
Psychological Studies, 73-81.
Latan, H., & Ghozali, I. (2015). Partial Least Square. Konsep, Teknik, dan
Aplikasi SmartPLS 2.0 M3. Semarang: Badan Penerbit Universitas
DIponegoro.
46

McShane, S. L., & VonGlinow, M. A. (2010). Organizational Behavior emerging


knowledge and practice for the real world fifth edition. New York:
McGraw-Hill.
Olowookere, E. I., & Adejuwon, G. A. (2015). Development and Validation of
Organizational CItizenship Behaviors Scale (OCBS) for the NIgerian
Context. Psychology, 533-539.
Organ, D. W. (1988). Organizational Citizenship Behavior: The Good Soldier
Syndrome . Lexington: Lexington MA.
Ozer, O., Ugurluoglu, O., & Saygili, M. (2017). Effect of Organizational Justice
on Work Engagement in Healthcare Sector of Turkey. Journal of Health
Management, 73-83.
Parker, S. K., & Griffin, M. A. (2011). Understanding Active Psychological
Sattes: Embedding Engagement in a Wider Nomological Net and Closer
Atention to Performance. European Journal of Work and Organizational
Psychology, 60-67.
Phuangthuean, P., Kulachai, W., Benchakhan, K., & Borriraksuntikul, T. (2018).
Employee Engagement: Validating The ISA Engagement Scale.
Conference of the International Journal of Arts & Sciences, 99-108.
Pieters, W. R. (2018). Assessing Organisational Justice as a Predictor of Job
Satisfaction and Employee Engagement in Windhoek. Journal of Human
Resource Management, 1683-7584.
Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B., Paine, J. B., & Bachrach, D. G. (2000).
Organization Citizenship Behaviors: a Critical Review of The Theoretical
and Empirical Literature and Suggestions for Future Research. Journal of
Management, 513-563.
Prabasari, I. M., Martini, L. B., & Suardika, N. (2018). The Effect of
Communication and Employee Engagement on Organizational Citizenship
Behavior and Employee Performance in Employees Pt. Pln (Persero)
Distribution of Bali. International Journal of Contemporary Research and
Review, 21014-21025.
Rich, B. L., Lepine, J. A., & Crawford, E. R. (2010). Job Engagement:
Antecedents and Effects on Job Performance. Academy of Management
Journal, 617-635.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Perilaku Organisasi Terjermahan Edisi 16.
Jakarta: Salemba Empat.
Rurkkhum, S., & Bartlett, K. R. (2012). The Relationship Between Employee
Engagement and Organizational Citizenship Behavior in Thailand. Human
Resource Development International, 157-174.
47

Schaufeli, W. B., Salanova, M., Gonjales-Roma, V., & Bakker, A. B. (2002). The
Measurement of Engagement and Burnout: A Two Sample Confirmatory
Factor Analytic Approach. Journal of Hapiness Studies, 71-92.
Shahzad, S., & Jamal, W. (2013). Impact of Organizational Justice and Employee
Engagement on Organizational CItizenship Behavior: A Case of Private
Sector Universities in Peshawar. Business & Economic Review, 55-64.
Shuck, B., & Wollard, K. (2010). Employee Engagement and HRD: A Seminal
Review of the Foundations. Human Resource Development Review, 89-
110.
Silva, M. S., & Madhumali, K. W. (2014). Organizational Justice and
Organizational CItizenship Behavior: A Study of Public Sector
Organizations in Western Province, Sri Lanka. Kelaniya Journal of
Human Resource Management, 1-14.
Singh, S. K., & Singh, A. P. (2018). Interplay of Organizational Justice,
Psychological Empowerment, Organizational Citizenship Behavior, and
Job Satisfaction in The Context of Circular Economy. Circular Economy,
1-16.
Singh, T., & Choudhary, S. (2018). Organisational Justice, Experiencing
Interpersonal Conflict and Employee Engagement: A Moderated
Mediation Analysis. Journal of Organisation & Human Behaviour, 1-10.
Smith, C. A., Organ, D. W., & Near, J. P. (1983). Organizational Citizenship
Behavior: Its Nature and Antecedents. Journal of Applied Psychology,
653-663.
Soane, E., Truss, C., Alfes, K., Shantz, A., Rees, C., & Gatenby, M. (2012).
Development and Application of a New Measure of Employee
Engagement: The ISA Engagament Scale. Human Resource Development
International, 529-547.
Sridhar, A., & Thiruvenkadam, D. (2014). Impact of Employee Engagement on
Organization Citizenship Behavior. BVIMSR's Journal of Management
Research, 147-155.
Strom, D. L., Sears, L. K., & Kelly, K. M. (2014). Work Engagement: The Role
of Organizational Justice and Leadership Style in Predicting Engagement
Among Employees. Journal of Leadership & Organizational Studies, 71-
82.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Bisnis Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Kombinasi, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Syaifuddin, D. T., Kamaluddin, M., Ansir, & Mahrani, S. W. (2015).
Organizational Justice and Organizational Citizenship Behavior: The
Mediating Effect of Leader Member Exchange. Proceeding International
Conference on Accounting, Business & Economic, 652-662.
48

Thulasi, T. S., & Geetha, D. (2015). A Study Factors Influece on Organisation


Citizenship Behavior in Corporate Sector. Journal of Business and
Management, 6-9.
Tsai, M.-S., & Tsai, M.-C. (2017). The Influence of Loyalty, Participation and
Obedience on Organizational Citizenship Behavior. International Journal
of Business and Economic Affairs, 67-76.
Williams, L. J., & Anderson, S. E. (1991). Job Satisfaction and Organizational
Commitment as Predictors of Organizational CItizenship and In-Role
Behaviors. Journal of Management, 601-617.
Wiyono, G. (2011). Merancang Penelitian Bisnis dengan Alat Analisis SPSS 17.0
dan Smart PLS 2.0. Yogyakarta: STIM YKPN.
Yildirim, O. (2014). The Impact of Organizational Communication on
Organizational Citizenship Behavior: Research Findings. Social and
Behavioral Sciences, PP. 1095-1100.
Yilmaz, K., & Tasdan, M. (2009). Organizational Citizenship and Organizational
Justice in Turkish Primary Schools. Journal of Educational
Administration, Vol. 47, No. 1, PP. 108-126.
Zeinabadi, H., & Salehi, K. (2011). Role of Procedural Justice, Trust, Job
Satisfaction, and Organizational Commitment in Organizational
Citizenship Behavior (OCB) of Theacher: Proposing a Modified Social
Exchange Model. International Conference on Education and Educational
Psychology, PP. 1472-1481.
49

Lampiran 1 Kuesioner Organizational Citizenship Behavior

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM PASCASARJANA

Kepada Yth. Perawat Rumah Sakit Tk. II Udayana


di – tempat

Dengan hormat,
Bersama ini saya mohon dengan hormat kesediaan Saudara untuk mengisi
kuesioner yang berkaitan dengan tesis saya yang berjudul “PERAN EMPLOYEE
ENGAGEMENT DALAM MEMEDIASI HUBUNGAN ANTARA KEADILAN
ORGANISASIONAL DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR
PERAWAT”. Kuesioner ini merupakan sarana pengumpulan data untuk
penyusunan Tesis Program Magister (S-2) pada Program Studi Magister
Manajemen Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana.
Dalam pengisian kuesioner ini, jawaban yang Saudara berikan dijamin
kerahasiaannya karena informasi tersebut hanya untuk kepentingan ilmiah semata.
Untuk itu diharapkan kesediaan Saudara memberikan jawaban yang benar
sehingga mencerminkan realita yang ada.
Atas waktu dan jawaban yang diberikan, saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
50

Ni Putu Dera Yanthi


NIM 1780611024
KUESIONER PENELITIAN

Identitas Responden

Nama Responden :

Jenis Kelamin : (_____) 1. Laki-laki 2. Perempuan

Usia : ______ tahun

Status : (_____) 1. Menikah 2. Belum menikah

Status Kerja : (_____) 1. PNS 2. TKS

Lama Bekerja : ______ tahun

Unit Kerja :

Petunjuk pengisian kuesioner

Jawablah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda centang ( √ ) pada salah

satu jawaban yang menurut Saudara benar dan sesuai kenyataan yang ada.

Adapun kategori pilihan tersebut, yaitu:

STS : Sangat Tidak Setuju

TS : Tidak Setuju

N : Netral

S : Setuju

SS : Sangat Setuju
51

Kategori Pilihan
N Pernyataan
ST
o Organizational Citizenship Behavior TS N S SS
S

Altruism

Saya dengan senang hati membantu rekan kerja tanpa disuruh


1
atasan

Saya dengan sukarela mengganti shift apabila terdapat rekan


2
kerja yang mendadak tidak bisa hadir kerja

Saya dapat meluangkan waktu untuk membantu rekan kerja


3
yang sedang kesusahan dalam pekerjaannya

Conscientiousness

4 Saya bekerja keras tanpa mengharapkan imbalan apapun

Saya akan menyelesaikan tugas yang diberikan dengan penuh


5
tanggung jawab

Saya berani mengambil risiko apapun untuk bertanggung


6
jawab dalam pekerjaan yang diberikan

Sportsmanship

Saya mudah beradaptasi apabila terdapat perubahan peraturan


7
di Rumah Sakit Tk. II Udayana

8 Saya tidak mengeluh tentang banyaknya tugas yang diberikan

Saya bersikap profesional dalam pekerjaan apabila terdapat


9
masalah pribadi

Courtesy

10 Saya memberi toleransi terhadap rekan kerja untuk


52

menghindari terjadinya perselisihan

Saya berkonsultasi dengan sesama rekan kerja yang mungkin


11
akan terkena dampak pada keputusan yang saya buat

12 Saya menghargai apapun keputusan rekan kerja

Civic Virtue

Saya selalu berpartisipasi dalam kegiatan perusahaan diluar


13
jam kerja dalam keadaan apapun

Saya selalu menawarkan ide-ide inovatif untuk perkembangan


14
Rumah Sakit Tk. II Udayana

Saya memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap


15
Rumah Sakit Tk. II Udayana

Kategori Pilihan
N Pernyataan
o Keadilan Organisasional ST
TS N S SS
S

Keadilan Distributif

1 Gaji yang Saya terima sesuai dengan pekerjaan yang diberikan

2 Saya memperoleh kenaikan gaji yang layak

3 Gaji yang diberikan sesuai dengan hasil kinerja Saya

Saya mendapat imbalan apabila kinerja melebihi harapan


4
Rumah Sakit Tk. II Udayana

Keadilan Prosedural

5 Tidak ada individu yang diberi perlakuan berbeda oleh Atasan

Atasan tidak memihak pada individu apabila sedang dalam


6
pengambilan keputusan

7 Tidak ada perbedaan kenaikan gaji yang diberikan oleh Atasan

Tidak ada perbedaan waktu dalam pendistribusian gaji antara


8
PNS dan Tenaga Kerja Sukarela oleh Atasan

Keadilan Interaksional

Atasan memberikan penjelasan yang jelas mengenai perubahan


9
peraturan
53

Atasan memberikan penjelasan yang jelas mengenai keputusan


10
yang telah diambil

11 Diperlakukan secara sopan oleh Atasan

12 Diperlakukan secara hormat oleh Atasan

Kategori Pilihan
N Pernyataan
o Employee Engagement ST
TS N S SS
S

Vigor

1 Bekerja tidak terasa melelahkan

2 Saya mampu bekerja dalam waktu yang lama

Saya bertahan ketika sesuatu pekerjaan tidak berjalan dengan


3
baik

Saya selalu merasa penuh energi positif saat sedang berada di


4
tempat kerja

Dedication

5 Saya merasa pekerjaan merupakan sesuatu hal yang menantang

6 Saya merasa pekerjaan yang dilakukan penuh makna

7 Saya sangat antusias dalam pekerjaan

8 Saya bangga akan pekerjaan yang Saya lakukan

Absorption

9 Ketika bekerja, Saya lupa keadaan disekitar

10 Waktu terasa begitu cepat saat Saya sedang bekerja

11 Saya menikmati waktu disaat sedang bekerja

12 Saya sulit melepaskan diri dari pekerjaan Saya

Anda mungkin juga menyukai