Anda di halaman 1dari 18

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

Kerangka Pembangunan Mindset yang Sesuai dengan Lingkungan


Bisnis

Oleh:

Arya Nusantara (125020300111106)

Dimas Bagus Rahmanto (105020300111002)

Sakinah Permatasari (125020302111001)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
RERANGKA KONSEPTUAL PEMBENTUKAN MINDSET

Pada hakikatnya tugas manajer adalah mengelola human asset, bukan financial asset. Dengan
kata lain tugas manajer adalah mengelola sumber daya manusia dalam memanfaatkan sumber daya lain
untuk mewujudkan tujuan organisasi. Oleh karena tindakan manusia sangat ditentukan oleh sikapnya
terhadap sesuatu yang ditentukan oleh pembentukan peta mental (mindset) yang dimiliki orang
tersebut dan pembentukan peta mental sangat penting untuk mengelola sumber daya manusia.
Pendekatan yang digunakan human resource leverage approach dalam pembuatan rerangka konseptual
untuk pembentuakan mindset. Pendekatan ini menggunakan paradigm personel yang mencerminkan
lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan seabagai dasar untuk mendesain sistem pengendalian
manajemen.Pendesainan ini denagn membangun paradigm personel yang mencerminkan kondisi
lingkunagan yang dimasuki oleh organisasi.

KONSEP MINDSET
Sikap mental mapan ( fixed mental attitude ) yamg dibentuk melalui pendidikan, pengalaman, dan
prasangka. Mindset merupakan peta mental yang dipakai sebagai dasar untuk bersikap dan bertindak.
Mindset terdiri dari tiga komponen pokok antara lain :
1. Paradigma adalah cara yang digunakan oleh seseorang didalam memandang sesuatu.
2. Keyakinan dasar adalah kepercayaan yang dilekatkan oleh seseorang terhadap sesuatu.
3. Nilai dasar adalah sikap, sifat, dan karakter yang dijunjung tinggi oleh seseorang, sehingga
berdasarkan tersebut nilai-niali tersebut seseorang dibatasi.
Contoh model bilding blocks yang diguankan untuk membangun rerangka bangun kultur organisai.
Menurut model ini kultur organisasi mempunyai tiga tingakatan antara lain :
1. Tingkat pertama adalah paradigm yang merupakan cara pandang yang digunakan organisasi
terhadap sesuatu.
2. Tingakat kedua adalah keyakinan dasar dan nilai dasar yang bersama-sama dengan paradigm
membentuk mindset organisasi.
3. Tingkat ketiga adalah Perilaku diadalam organisasi yang dirancang melaluisistem
manajemen.
Apa yang terjadi jika mindset personel tidak sesuai dengan mindset yang digunakan untuk mendesain
system manajemen.
Apa yang terjadi jika mindset personel tidak sesuai dengan mindset organisasi ada tiga kemungkinan
atara lain :
1. Personel melaksanakan tindakan setengah hati, bahkan tanpa hati
2. Personel memerlukan pengawasan dari orang alin untuk memastikan bahwa tindakan
dilaksanakan berdasarkan mindset semestinya
3. Personel dapat melakukan sabotase karena ketidaksesuaian antara mindsetnya dengan
mindset semestinya yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan.
Jika personel tidak yakin bahwa kelangsungan hidup oraganisasi ditentukan oleh customer, didalam
melayani customer ia akan memperalkukan customer orang yang membutuhkan produk atau jasa,
bukan perusahaan yangyang membutuhkan customer. Oleh karena itu manajemen puncak harus
mengkomunikasikan customer value, keyakinan dasar, dan nilai organisasi yang berkaitan dengan
paradigm tersebut.
Pengkomunikasian mindset kepada seluruh personel akan berhasil melaui proses internalisa,
paradigma, keyakinan dasar, niali dasra yang dirumuskan oleh organisasi tertanam didalam seluruh
personel organisasi tersebut.
Contoh ketidaksesuaian anatara mindset personel dangan mindset organisasi antara lain, personel
fungsi pembelian memilki keyakinan bahwa pemasok adalah pedagang yang membutuhkan order dari
perusahaan dan diyakini pula oleh personel tersebut bahwa umumnya pemasok mengikat bisnis
denagan perusahaan untuk mencari laba sebesar-besarnya, tanpa menghiraukan kualitas.
Perubahan yang dilakukan manajemen puncak untuk megubah paradigma mengenai pemasok
sebagai berikut :
1. Pemasok adalah mitra bisnis yang menetukan kualitas dan penyerahan waktu masuakn untuk
menyediakan produkyang mengahasilkan value bagi pelanggan.
2. Berdasarkan paradigma tersebut, manajemen puncak mengkomunikasikan keyakianan dasar
bahwa “ perusahaan mata rantai yang menghubungkan pemasok dengan customer”, dan
“pemasok adalah tujuan fungsi pembeliaan”.
RERANGKA KONSEPTUAL PERUMUSAN MINDSET
Langkah pembentukan mindset ada dua antara lain :
1. Perumusan mindset mempunyai empat langkah antara lain :
a. Trenwaching adalah mengamati perubahan yang akan terjadi dimasa deapan , memacu
perubahan adalah globalisasi, tehnologi informasi, strategic quality management dan
revolusi manajemen.
b. Envisioning adalah kemempuan kita untuk menggambarkan dampak perubahan dalam
lingkungan bisnis yang dakibatkan pemacu perubahan yang telah diamati trendwaching.
c. perumusan paradigma adalah menetatapkan suatu paradigm yang berguna bagi oraganisasi
melalui pembentukan mindset yang sama antara personel dan organisasi agar tujuan
organisasi dapat dicapai.
d. perumusan mindset adalah pembentukan mindset yang dikomunikasikan pada seluruh
personel didalam suatu organisasi , terdiri dari tiga komponen antara lain, paradigm,
keyakinan dasar, dan nilai dasar.
2. Pengkomunikasian mindset ada dua cara antara lain :
a. melalui perilaku pribadi (personal behavior) dengan membentuk paradigm, keyakinan dasar,
dan nilai dasar organisasi yang dikomunikasikan kepada seluruh karyawan melalui
penataran sistematik . cara ini ditempuh dengan menanamkan konsep paradigma,
keyakianan dan nilai organisasi. Dan penghayatan paradigm , keyakinan, dan nilai dasar
organisasi kedalam perilaku keseharian mereka melalui actions speak louder than words.
b. melalui perilaku organisasional ( operasional behavior) dengan menerapkan bahwa seluruh
karyawan terlibat dalam pengoperasian sistem dan prosedur, peraturan dan keputusan dan
berjangka waktu panjang selama system, proseur, peraturan dan keputusan yang berlaku.
CUSTOMER VALUE MINDSET

Customer :

Adalah siapa saja yang menggunakan hasil pekerjaan seseorang atau suatu tim.cutomer terbagi menjadi
2 yaitu :

1. internal : customer yang masuk ke dalam rantai customer. artinya dimana barang yang
dihasilkan di proses awal di transfer ke proses berikutnya. proses awal bertindak sebagai
pemasok dan proses berikutnya bertindak sebagai customer

2. eksternal : costomer akhir, dimana produk dan jasa dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar

Pandangan perusahaan terhadap customer :

1. costomer adalah bagian yang penting

2. perusahaan bergantung pada customer

3. costomer adalah tujuan pekerjaan

Peningkatan kedekatan dengan customer :

1. Membentuk organisasi para pemakai produk

2. tim desain produk yang melibatkan customer

3. kelompok customer untuk pemecahan masalah

4. survey kepuasan customer

5. program percontohan untuk menguji pasar produk baru

Konsep customer value

customer value adalah selisih antara manfaat yang diperoleh customer dari produk dan jasa
yang dikonsumsinya dengan pengorbanan yang dilakukan oleh customer untuk memperoleh manfaat
tersebut. Manfaat yang diperoleh dan pengorbanan yang dilakukan oleh customer ditentukan oleh
kualitas hubungan yang dibangun antara produsen dengan pemasok, produsen dengan mitra bisnisnya
dan produsen dengan customernya.
Paradigma customer value strategy

suatu organisasi akan dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan memiliki kesempatan
untuk bertumbuh, jika organisasi tersebut mampu memproduksi dan menyediakan produk dan jasa
yang menghasilkan value bagi customer.

Produk adalah satu ikat jasa

Pada dasarnya produk merupakan satu ikat jasa yang disediakan untuk memuasakan kebutuhan
customer.atribut yang melekat pada produk tidak hanya berasal dari tahap pemakaian atau use namun
berasal dari keseluruhan tahap pemakaian produk, maka jasa yang dihasilkan oleh suatu produk dimulai
sejak saat customer berusaha mencari produk sampai engan saat customer menghentikan pemakaian
produk.

Customer value dalam lingkungan bisnis kompetitif

Perusahaan harus mampu menyediakan more value added bagi customer disetiap tahap proses
pemanfaatan secara menyeluruh produk dan jasa.

Keyakinan dasar untuk mewujudkan paradigma customer value

1. Bisnis merupakan suatu mata rantai yang menghubungkan pemasok dengan customer

2. costomer merupakan tujuan pekerjaan

3. sukses merupakan hasil penilaian terhadap suara customer

Nilai dasar untuk mewujudkan paradigma customer value

1. integritas.

2. kerendahan hati.

3. kesediaan untuk melayani.

Perwujudan customer value mindset kedalam SPM

Customer value mindset diwujudkan kedalam 3 komponen struktur SPM:

1. Struktur organisasi difokuskan kelayanan keppada customer


2. Jejaring informasi difokuskan untuk menyediakan layanan bagi customer

3. sistem penghargaan karyawan didasarkan kepada kinerja organisasi dalam memuaskan


kebutuhan customer

Customer value mindset diwujudkan ke dalam 6 komponen proses SPM :

1. Perumusan strategi ditujukan untuk menghasilkan value bagi customer

2. perencanaan starategi dengan pendekatan balance score card

3. penyusunan program

4. penyusunan anggaran berhasil aktivitas (activity based budgeting)

5. pengimplementasian rencana dengan activity based management

6. pemantauan pelaksanaan rencana dengan activity based cost system


CONTINUOUS IMPROVEMENT MINDSET

1. KONSEP DASAR

Kita sekarang berada dalam jaman smart technology, suatu masa yang di dalamnya teknologi
informasi yang memberikan keleluasaan luar biasa bagi knowledge workers untuk berkreasi.Kreativitas
knowledge workers di dalam menerapkan pengetahuan mereka ke dalam penciptaan produk dan jasa
baru dipacu sangat pesat oleh smart technology.Berbagai macam transakasi bisnis, kemitraan bisnis,
bahkan bisnis baru dapat diciptakan secara brilian melalui pemnafaatan smart technology.Kondisi
demikian mengakibatkan terjadinya perubahan atas perubahan itu sendiri.Perubahan terjadi sekarang
menjadi bersifat konstatn, pesat, radikal, dan pervasif.

Lingkungan bisnis yang memiliki karakteristik perubahan seperti itu menuntut organisasi untuk
fleksibel dalam beradapatasi dengan perubahan agar organisasi tersebut berkemampuan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya.Di samping itu, organisasi juga dituntut untuk mampu
menciptakan perubahan yang diperlukan agar mampu berkembang di dalam lingkungan bisnis yang
turbulen.

2. PARADIGMA IMPROVEMENT BERKELANJUTAN

Improvement dapat dibagi menjadi dua : incremental improvement dan radical improvement.
Incremental improvement berupa improvement berskala kecil dengan tetap mengandung unsur
lama.Radical improvement berupa improvement berskala besar, bersifat mendasar, dan secara total
meninggalkan unsur lama. Paradigma improvement berkelanjutan mencakup kedua macam
improvement ini.

Paradigma improvement berkelanjutan mengerahkan semua energi personel untuk melakukan


improvement secara terus-menerus terhadap proeses dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan
value bagi customer. Oleh karena itu improvement berkelanjutan memerlukan enerji luasr biasa dalam
jangka waktu panjang, manajer harus mampu membangkitkan komitmen personal perusahaan ke usaha
improvement berkelanjutan terhadap proses dan sistem . kegiatan manajer dalam setiap tahap proses
manajemen hanya menambah nilai (value-adding) jika kegiatan tersebut menyebabkan personel
memiliki komitmen tinggi untuk menghasilkan value bagi customer.
Paradigma improvement berkelanjutan menggeser pandangan manajer terhadap terjadinya
improvement, respon terhadap kesalahan, peran manajer, wewenang, fokus perhatian manajer, dan
pengendalian.
Opportunity Mindset Problem Solving Mindset

 Pengertian Problem solving

Problem Solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan
memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang
tepat dan cermat. Problem solving juga dapat diartikan sebagai suatu pendekatan dengan cara problem
identification untuk ke tahap sintesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga
mencapai tahap application selajutnya komprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian
masalah tersebut. Pendapat lain problem solving adalah suatu pendekatan dimana langkah-langkah
berikutnya sampai penyelesaian akhir lebih bersifat kuantitatif yang umum sedangkan langkah-langkah
berikutnya sampai dengan pengelesain akhir lebih bersifat kuantitatif dan spesifik.

Ini berarti oreantasi pembelajaran problem solving merupakan infestigasi dan penemuan yang
pada dasarnya pemecahan nasalah.Apabila solvingng yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana yang
diinginkan berarti telah terjadi di dalam tahap-tahap awal sehingga setiap enginer harus mulai kembali
berfikir dari awal yang bermasalah untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh mengenai masalah
yang sedang dihadapi. Berpikir memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah
kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak
dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-
orang atau kelompok. Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru
bagi seseorang, menciptakan sesuatu, itu mencakup problem solving. Ini berarti informasi fakta dan
konsep-konsep itu tidak penting.Seperti telah kita ketahui, penguasaan informasi itu perlu untuk
memperoleh konsep; keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan dalam problem solving dan
perbuatan kreatif.Begitu pula perkembangan intelektual sangat penting dalam problem solving.
Selanjutnya problem solving merupakan taraf yang harus dipecahkan dengan cara memahami sejumlah
pengetahuan dan ketrampilan kerja dan merupakan hasil yang dicapai individu setelah individu yang
bersangkutan mengalami suatu proses belajar problem solving yang diajarkan suatu pengetahua
tertentu.

 Pengertian Opportunity mindset


Yakni kondisi yang terbuka di masa depan yang belum pernah dialami seseorang atau organisasi
yang berbeda dengan yang pernah dialami sebelumnya dan yang mengandug ketidakpastian. Sistem
pengendalian manajemen juga menyediakan berbagai sistem untuk melaksanakan proses perencanaan
dan implementasi rencana. Melalaui sistem pengendalian manajemen, keseluruhan kegiatan utama
untuk menjadikan perusahaan sebagai institusi pencipta kekayaan dapat dilaksanakan secara
terstruktur, terkoordinasi, terjadwal dan terpadu sehingga menjanjikan tercapainya tujuan perusahaan-
perusahaan bertambahnya kekayaan dalam jumlah yang memadai. Sistem pengendalian manajemen
pada dasarnya suatu sistem yang digunakan oleh manajemen untuk membangun masa depan
organisasi. untuk membangun masa depan organisasi, perlu ditentukan lebih dahulu dalam bisnis apa
organisasi akan berusaha.

 Beda Karakteristik Orang yang Memiliki Problem Solving Mindset dengan karakteristik orang yang
memiliki Opportunity Mindset.

No Butir Perbedaan Karakteristik Orang Karakteristik Orang


Memiliki Problem Memiliki Opportunity
Solving Mindset Mindset

1 Pemicu Tindakan Penyimpangan kondisi Peluang Masa Depan


sekarang dari kondisi
normal
2 Dasar untuk Creating the future Creating the future
membentuk masa from the past from the future
depan
3 Respons terhadap Reaktif Proaktif
pemacu
4 Sikap terhadap Menghindari risiko Menantang risiko
risiko
5 Sikap terhadap Mempertahankan Mendobrak aturan
aturan yang berlaku aturan yang sudah ada yang sudah ada. (rule
(rule keeper) breaker)

Pemicu Tindakan. Untuk orang yang memiliki problem solving mindset kondisi masa lalu akan digunakan
sebagai bahan acuan dalam menilai kelayakan kondisi yang akan dihadapi di masa yang akan datang.
Berbeda hal nya dengan orang yang memiliki opportunity mindset yang pada dasarnya adalah orang
yang memiliki keberanian untuk menjalajahi daerah yang belum pernah dikenalnya sebelumnya.
Sehingga, dia memiliki semangat untuk mengidentifikasi adanya peluang masa depan yang belum
pernah ditemukan.

Dasar untuk membentuk masa depan. Bagi orang yang memiliki problem solving mindset, kondisi masa
depan merupakan hasil proyeksi kondisi tertentu masa lalu ke masa depan. Apa yang telah dikenalnya di
masa lalu diproyeksikan ke masa yang akan datang. Namun, bagi seorang yang mempunyai sifat
opportunity mindset kondisi masa depan hanya dapat diciptakan berdasarkan prakiraan perubahan yang
akan terjadi di masa depan.

Respon terhadap Pemicu. Orang yang memiliki sifat problem solving hanya akan bertindak jika terjadi
penyimpangan keadaan yang dihadapi sekarang dari kondisi normal. Dan kondisi normal adalah kondisi
yang telah dikenal sebelumnya. Dengan demikian selama tidak terjadi kesenjangan antara kondisi yang
dihadapi sekarang dengan kondisi normal, orang yang memiliki problem solving tidak akan melakukan
tindakan apapun. Tetapi sangat berlawanan dengan orang yang memiliki sifat opportunity mindset yang
akan selalu bersikap proaktif terhadap perubahan. Jika ia melihat adanya suatu perubahan di masa
depan dan menyongsongnya sejak sekarang, sebelum perubahan sendiri itu datang. Ia memiliki sifat
yang tidak puas dengan apa yang ada sekarang, sehingga dia akan bersikap kreatif untuk mengubah
ketidakpuasan tersebut menjadi penciptaan perubahan untuk menjadikan hasil yang diproduksi
organisasinya sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi di masa depan.

Sikap terhadap Risiko. Oleh karena orang yang memiliki problem solving hanya bereaksi jika terdapat
penyimpangan terhadap apa yang sebenarnya dipandang normal, maka orang ini akan cenderung
memiliki sifat yang menghindari risiko. Setiap usaha untuk mengajak orang ini memasuki lingkungan
yang belum dikenal sebelumnya, maka akan cenderung ditolak. Bagi orang ini, ketidakpastian harus
cenderung ditolak atau dihindari. Di lain pihak, orang yang memiliki opportunity mindset beranggapan
bahwa ketidakpastian yang terkandung dalam setiap peluang yang dilihatnya merupakan tantangan, dan
berarti ia berani menanggung risiko untuk melakukan eksplorasi ke daerah yang belum pernah
dikenalnya.

Sikap terhadap aturan yang berlaku. Oleh karena orang yang memiliki problem solving menjadikan
kondisi yang telah dikenal sebelumnya sebagai acuan, maka pada dasarnya orang yang bermindset ini
akan cenderung mempertahankan aturan yang berlaku. Di lain pihak, orang yang memiliki opportunity
mindset memandang bahwa setiap apa yang ada sekarang menjadi tua. Apa yang ada sekarang adalah
hasil keputusan yang telah terjadi di masa lalu. Oleh karena itu, opportunity mindset selalu berusaha
mendobrak aturan yang teleh menjadi normal karena normal berarti produk masa lalu dan segera tidak
lagi tepat dengan kondisi masa depan.

 Bagaimana Dampak Kedua Mindset tersebut terhadap Rencana Strategik yang Dihasilkan?

Rencana strategik yang dihasilkan oleh tim penyusun rencana strategik dengan pola pikir problem
solving mindset tersebut akan memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Rencana strategik akan berisi proyeksi ke depan berbagai cara yang dipandang normal di masa
lalu.
2. Rencana strategik akan berisi peluang bisnis di masa lalu, bukan berbagai peluang bisnis yang
terbuka di masa depan.
3. Berbagai alternatif rangkaian tindakan yang dipilih dalam proses penyusun rencana strategik
adalah alternatif tindakan yang berisiko kecil. Dan dalam bisnis, risiko lebih kecil berarti hasil
ekonomi yang kecil pula.

Rencana strategik yang dihasilkan oleh tim penyusun rencana strategik dengan pola pikir opportunity
mindset tersebut akan memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Rencana strategik berisi prakiraan prospek bisnis yang akan terjadi di masa depan, yang sejalan
dengan perubahan lingkungan bisnis yang diperkirakan akan terjadi di masa depan.
2. Rencana strategik berisi berbagai rangkaian tindakan yang dilakukan untuk menyongsong
peluang bisnis masa depan.
3. Rencana strategik berisi rangkaian tindakan berisiko yang diperhitungkan dengan baik sehingga
atas keberanian menganggung risiko tersebut, perusahaan akan memperoleh pengembalian
yang memadai.

Bagaimana membangun Opportunity Mindset dalam diri tim penyusun secara strategik ?

Untuk membangun opportunity mindset dalam diri tim penyusun rencana strategik, langkah-
langkah berikut ini dapat ditempuh :
1. Memahami building blocks untuk membangun opportunity mindset.
2. Mengubah mindset anggota tim ke opportunity mindset.
3. Menanamkan courage dan risk taking melalui pelatihan
4. Melatih kemampuan tim untuk trendwatching
5. Melatih kemampuan anggota tim untuk envisioning.
CROSS-FUNCTIONAL MINDSET

Dunia dan lingkungan bisnis telah mengalami perubahan yang pesat dan radikal. Individualisme telah
melemah dan mulai digantikan dengan kerja tim. Spesialisasi telah tidak sesuai lagi dengan tuntunan
lingkungan kerja dan mulai digantikan dengan generalisasi gaya baru. Garis organisasi yang kaku menjadi
tidak lagi efektif dan mulai digantikan dengan kerjasama yang berubah-ubah.Kekuasaan telah hilang
pengaruhnya dan digantikan oleh pemberdayaan.Organisasi hirarkis telah kehilangan daya
keandalannya dan telah digantikan dengan organisasi jaringan, organisasi yang berkemampuan untuk
merespon dengan cepat perubahan lingkungan bisnis, organisasi informal, dan organisasi horizontal.

Perubahan lingkungan bisnis tersebut menuntut pendekatan baru didalam membagun organisasi.Cross-
functional approach merupakan pendekatan baru untuk membangun struktur cross-functional
organization (organisasi lintas fungsional) yang memungkinkan tim lintas fungsional (cross-functional
team) memenuhi tuntutan lingkungan bisnis global. Untuk menjadikan personel efektif dalam bekerja di
tim lintas fungsional, personel perlu memiliki mindset yang cocok dengan pendekatan lintas fungsional.
Cross-functional mindset adalah sikap mental yang cocok bagi pekerja yang bekerja dalam cross-
functional organization.Di samping itu, Cross-functional mindset merupakan mindset yang cocok dalam
mewujudkan sistem pengendalian manajemen untuk menghadapi lingkungan bisnis global.

MENGAPA DIBUTUHKAN CROSS-FUNCTIONAL TEAM ?

Perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan pada umumnya merupakan penyebab
utama manajemen perlu ditinjau kembali pendekatan yang digunakan untuk mengorganisasi sumber
daya manusia. Ada dua faktor yang menyebabkan dibutuhkan cross-functional team, yaitu:

1. Perlunya Organisasi Berorientasi ke Sistem

Manajemen memerlukan pendekatan baru dalam pengorganisasian sumber daya manusia agar mampu
memfokuskan perhatian seluruh personel organisasi dalam menghasilkan value bagi customers.Melalui
Cross-functional approach, organisasi diorientasikan ke sistem yang digunakan untuk menghasilkan
value bagi customer. Orientasi seperti ini menyebabkan perusahaan radikal dalam cara manajemen
mengorganisasi sumber daya manusia. Sumber daya manusia diorganisasi ke dalam cross-functional
team.Tim ini bekerja melalui sistem untuk pemuasan kebutuhan customer.
2. Pandangan Bahwa Organisasi Sebagai Suatu Tim

Organisasi dapat dipandang dari dua sudut pandang: (1) sebagai kumpulan berbagai fungsi yang
terpisah, atau (2) sebagai suatu sistem. Pandangan sistem menggambarkan organisasi sebagai suatu
sistem terbuka yang berinteraksi dengan lingkungannya melalui arus kerja yang terdiri dari masukan,
konversi, dan keluaran.

Apa yang dimaksud dengan Sistem ?

Sistem versus proses.Sistem terdiri dari kebijakan, motivator, teknologi, proses, dan operasi. Dari
definisi tersebut kebijakan, motivator, teknologi, proses, dan operasi merupakan lima komponen sistem.
Manajer cenderung mengaburkan perbedaan antara sistem dengan proses dan seringkali menggunakan
kedua istilah tersebut, seolah dapat saling menggantikan. Sistem sebenarnya berbeda dengan proses.
Pertama, sistem lebih luas dibandingkan proses. Suatu sistem terdiri dari beragam proses, seperti yang
terdapat dalam pemasaran, produksi, teknik, dan keuangan. Didamping itu, arus kerja tidak hanya
secara sederhana berupa arus berurutan, dari satu proses atau operasi ke proses atau operasi yang lain.

Proses versus operasi.Operasi adalah pekerjaan yang dilaksanakan oleh manusia dan mesin atas bahan
atau informasi. Proses adalah arus produk, bahan, atau informasi dari seorang karyawan atau tempat
kerja satu ke karyawan atau tempat kerja lain. Untuk melakukan improvementterhadap proses,
manajemen tidak boleh hanya meningkatkan operasi pengolahan, atau operasi inspeksi, atau operasi
transport. Oleh karena masing-masing operasi dalam proses terkait satu dengan lainnya, perbaikan di
satu proses akan berpengaruh terhadap kinerja operasi yang lain dalam proses tersebut.
CROSS FUNCTIONAL MINDSET

Tim lintas fungsional hanya akan efektif di dalam menjalankan organisasi lintas fungsional jika mereka
memiliki mindset yang cocok dengan organissai tersebut. Proses untuk menghasilkan produk dan jasa
menembus batas-batas antar fungsi. Dengan demikian manajemen atas aktivitas pembuatan produk dan
jasa penyediaan jasa hanya akan berhasil jika batas-batas antarfungsi ditiadakan, baik secra fisik
maupun secara mental.

Paradigma Lintas Fungsional

Paradigma lintas fungsional memandang organisasi sebagai:

1. Suatu rangkaian system yang digunkan untuk melayani kebutuhan customer


2. Suatu kumpulan shared competencies and resources yang disediakan untuk dimobilisasi guna
memenuhi kebutuhan customer.

Keyakinan Dasar Untuk Mewujudkan Paradigma Lintas Fungsional

Terdapat empat keyakinan dasar yang perlu ditanamkan dalam diri setiap personel tentang cross
functional approach :

1. Produk berkualitas hanya dapat dihasilkan secara konsisten melalui kerja sama lintas fungsional
2. Kerjasama lintas fungsional menghasilkan sinergi
3. Cross functional approach membentuk learning organization
4. Kerjasama lintas fungsional memfokuskan sumber daya organissai ke kepuasan customer.

Nilai Dasar Untuk Mewujudkan Paradigma Lintas Paradigma

Nilai dasar yang melandasi cross functional approach :

1. Kerjasama : Cross functional approach hanya akan terwujud jika anggota organisasi menjunjung
tinggi nilai kerjasama karena kompleksnya kebutuhan customer, usaha individual dan fungsional
tidak akan mampu memenuhi kebutuhan customer
2. Mental berlimpahan : adalah kemampuan jiwa seseoarng dalam menerima keberhasilan,
kelebihan, keberuntungan, penghargaan yang diperoleh orang lain
3. Kerendahan Hati : Kerendahan hati menjadikan orang mampu menerima kehadiran orang lain
dalam bekerja dan mampu membangun kerjasama dengan orang lain dalam mencapai tujuan
bersama.

Anda mungkin juga menyukai