Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

Change Transformation Management


Perubahan Budaya Unggul PT Pelindo III (Persero)
Menuju Emerging Industry Leader
Dosen : Dian Ekowati, SE., M.Si., M.AppCom (OrgCh)., Ph.D

Oleh :
Hony Fathur Rohman

0414 24353006

ANGKATAN 44 KELAS AKHIR PEKAN


MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA

2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Budaya Organisasi merupakan salah satu aspek penting dalam
kehidupan berorganisasi, Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang
dalam berperilaku dan harus menjadi patokan dalam setiap program
pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini terkait
dengan bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi dan bagaimana
suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi. Budaya organisasi mengacu
pada hubungan yang unik dari norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan
cara berperilaku yang menjadi ciri bagaimana kelompok dan individu dalam
menyelesaikan sesuatu. Eldridge dan Crombie (dalam Nasution 2010).
Dalam menghadapi lingkungan kerja yang semakin dinamis dan selalu
berubah, maka suatu organisasi atau perusahaan dituntut untuk dapat
menyesuaikan diri baik secara internal maupun ekternal. Hal ini merupakan
konsekuensi dari suatu organisasi karena telah memasuki era persaingan
yang ketat dan selalu berubah.

Suatu organisasi dapat dikatakan berhasil jika organisasi tersebut


dapat melakukan perubahan untuk menghadapi persaingan, tangkas dan
cermat, mampu mengembangkan inovasi baru dan selalu siap menghadapi
persaingan baru. Akan tetapi tidak semudah yang dilakukan karena

perubahan-perubahan yang dilakukan oleh organisasi harus dilakukan


dengan melalui berbagai pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.

Perubahan dapat diartikan membuat sesuatu menjadi berbeda di


masa lalu, masa kini, dan masa depan. Untuk merealisasikan perubahan
harus menggunakan rencana yang matang dan penuh perhitungan. Seperti
halnya yang dilakukan di PT. Pelindo III (persero) sebelum melakukan suatu
perubahan, perusahaan ini dengan terencana dan terarah melakukan kegiatan
perubahan yang berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai.

Adapun yang melatarbelakangi suatu perubahan dalam organisasi


adalah bagaiamana kemampuan dari organisasi tersebut dalam bertahan
hidup di dalam persaingan yang tinggi dan selalu dinamis baik dari faktor
internal maupun eksternal.

Dapat dikatakan bahwa jika suatu organisasi tidak melakukan


perubahan, pastinya akan mengalami kesulitan, disorientasi, stress, bahkan
mungkin akan tidak bisa bertahan hidup. Sehingga suatu perubahan sudah
menjadi keharusan bagi setiap organisasi yang termasuk didalamnya adalah
komponen-komponen yang berkompeten dan berhubungan, bukan lagi suatu
pilihan melainkan keharusan atau kewajiban yang harus dilakukan untuk
menumbuhkan daya juang dalam bertahan dalam persaingan busines
kepelabuhanan.

Dalam rangka membangun budaya yang unggul menuju emerging


industry leader PT Pelindo III (Persero) bertekad untuk membentuk budaya
baru agar sesuai dengan visi dan misi perusahaan yang salah satunya yaitu
menjadikan sumber daya manusia yang kompeten, berkinerja, handal dan
berpekerti luhur.

1.2. Tujuan Perubahan Budaya Perusahaan


PT

Pelindo

III

(persero)

melakukan

perubahan

dalam

organisasinya adalah mempunyai beberapa tujuan organisasi yang ingin


dicapai yang berfungsi untuk tetap mampu bersaing. Beberapa tujuan
perubahan budaya ini adalah sebagai berikut :
1. Menggugah kesadaran seluruh komponen organisasi tentang pentingnya
budaya perusahaan dalam memelihara daya tahan dan meningkatkan
daya saing perusahaan;
2. Terbentuknya keselarasan sikap dan perilaku kerja dengan nilai inti yang
dijalankan secara konsisten untuk seluruh anggota organisasi perusahaan
sehingga menjadi identitas kepegawaian yang dapat dirasakan bagi
seluruh pegawai perusahaan;.
3. Terbentuknya keselarasan sikap dan perilaku kerja dengan nilai inti yang
dijalankan secara konsisten untuk seluruh anggota organisasi perusahaan
sehingga menjadi identitas kepegawaian yang dapat dirasakan bagi
seluruh pegawai perusahaan;.
4. Membangun
perusahaan

komitmen
sehingga

bersama

tercipta

pola

untuk

melaksanakan

pengendalian

terpadu

budaya
yang

membentuk semangat, pola pikir serta perilaku pegawai yang lebih baik;

5. Membangun era baru dalam perusahaan untuk meningkatkan daya saing


perusahaan melalui penguatan dan penerapan nilai inti yang dirumuskan
dalam budaya perusahaan;
1.3

Lingkup Perubahan
Ruang lingkup manajemen perubahan budaya perusahaan pada
dasarnya sangat kompleks dan luas, akan tetapi dalam makalah ini akan
dibahas dan dibatasi pada lingkup tertentu. Sesuai data dan penjelasan diatas
maka manajemen di PT Pelindo III (persero) ini akan membahas perubahan
budaya yang digunakan sebagai landasan dan arah transformasi budaya
perusahaan.

1.4

Manfaat Perubahan budaya perusahaan


Adapun manfaat manajemen perubahan budaya perusahaan secara
umum adalah dapat dirasakan oleh PT Pelindo III (persero) apabila semua
lini bisnis saling mendukung perubahan tersebut. Maka visi dan misi
perusahaan dapat tercapai dengan mudah. Berikut manfaat perubahan
budaya perusahaan:
1.

Merupakan identitas bagi setiap pegawai dan pimpinan PT Pelindo III


(Persero);

2.

Membangun komitmen bahwa ada hal yang lebih besar dari pada
sekedar kepentingan pribadi;

3.

Merupakan standar yang jelas tentang apa-apa yang pegawai sebaiknya


katakan dan lakukan;

4.

Membentuk sikap dan perilaku positif pegawai dan pimpinan;

BAB II
MANAJEMEN PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI

2.1

Pengertian dan Tujuan Budaya Organisasi


Menurut Jusi (dalam Nasution, 2010) Budaya Organisasi adalah
norma norma perilaku, sosial dan moral yang mendasari setiap tindakan
dalam organisasi dan di bentuk oleh kepercayaan sikap dan perioritas
anggotanya,merupakan norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, core value
dan pola perilaku dalam organisasi. Core value adalah nilai nilai dominan
yang diterima di seluruh organisasi, sedangkan Pola Perilaku adalah cara
orang bertindak terhadap orang lain. Keyakinan adalah semua asumsi dan
persepsi tentang sesuatu, orang dan organisasi secara keseluruhan dan
diterima sebagai sesuatu yang benar.
Menurut Robbins (Nasution,2001) Pemahaman budaya organisasi
sebagai kesepakatan bersama mengenai nilai-nilai yang mengikat semua
individu dalam sebuah organisasi seharusnya menentukan batas-batas
normatif perilaku angota organisasi. Secara spesifik, peranan budaya
organisasi adalah membantu menciptakan rasa memiliki terhadap organisasi,
menciptakan jati diri anggota organisasi, menciptakan keterikatan emosional
antara organisasi dan karyawan yang terlibat di dalamnya, membantu
menciptakan stabilitas organisasi sebagai sistem sosial dan menemukan pola
pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma kebiasaan yang terbentuk
dalam keseharian. Dengan demikian budaya organisasi berpengaruh kuat
terhadap perilaku para anggotanya. Tujuan Keberadaan budaya organisasi

adalah melengkapi para anggotanya dengan rasa (Identitas ) Organisasi dan


menimbulkan komitmen terhadap nilai nilai yang dianut organisasi.
2.2

Siklus Hidup Organisasi dan Perubahan Budaya Organisasi


Siklus organisasi tidak berhenti sampai organisasi tersebut lahir
dan bisa berjalan, namun sangat diharapkan dapat hidup tanpa batas waktu
meski kita tidak tahu kapan organisasi bisa terus tumbuh dan kapan kita
terpaksa menghentikan kegiatan organisasi. Setiap orang yang mendirikan
organisasi tidak hanya berharap organisasinya hanya sekedar hidup dan
menjalankan kegiatannya, namun juga berharap organisasinya terus tubuh
berkelanjutan (sustainable growth). Tujuan memahami siklus hidup
organisasi adalah agar dapat memahami karakteristik dan budaya pada setiap
tahapan dalam siklus hidup organisasi, karena setiap tahapan mempunyai
perbedaan. Dengan memahami karakteristik ini, maka setiap manajer akan
lebih mudah menetapkan skala prioritas yang berbeda pada setiap tahapan.
Disamping itu tujuan memahami siklus hidup organisasi adalah agar setiap
orang lebih memiliki keterlibatan dalam organisasi, sehingga manajer lebih
mudah menetapkan kapan dan bagaimana perubahan dilakukan untuk
mempertahankan

hidup

organisasi

dan

menjamin

keberlangsungan

organisasi. Siklus hidup organisasi (SHO) bermula dari sebuah organisasi


didirikan (birth stage). Setelah melewati masa kritis, bisa survive dan eksis,
siklus organisasi berlanjut ketingkat berikutnya yaitu tumbuh dan menjadi
besar (growth stage). Pertumbuhan organisasi ini pada titik tertentu akan
berhenti(stagnant karena mengalami kejenuhan (maturity stagnant). Jika
situasi kejenuhan ini bisa diatasi maka organisasi akan bangkit kembali
(revival stage). Namun sebaliknya jika situasi ini terus berlanjut bukan tidak

mungkin siklus akan berlanjut ke tahap penurunan (declining stage) dan


boleh jadi sampai ke tahap kematian (death).
Merubah budaya organisasi bukan perkara mudah, karena sekali
budaya sudah terkristalisasi ke dalam masing-masing anggota organisasi dan
tersistem dalam kehidupan organisasi, maka para anggota organisasi akan
cenderung mempertahankannya tanpa memperhatikan apakah budaya
organisasi tersebut functional atau dysfunctional terhadap kehidupan
organisasi. Dengan kata lain perubahan budaya hampir selalu berhadapan
dengan resistensi para karyawan, sehingga perubahan budaya seringkali
berjalan secara gradual dan membutuhkan waktu yang cukup lama.
a.

Mekanisme perubahan pada tahap berdiri dan pertumbuhan


Pada tahap ini organisasi belum begitu kompleks dan peran
pendiri dan atau keluarganya sangat dominant, sehingga budaya
organisasi merupakan cerminan nilai nilai dan pandangan para pendiri
dan para pekerja yang datang belakangan hanya sekedar mengikuti,
mempelajari dan mengikuti saja seolah-olah tidak mempunyai peran
dalam membangun budaya organisasi. Bagi para pendiri budaya
organisasi lebih berfungsi sebagai alat untuk mengintegrasikan pekerja
dengan organisasi. Ada 4 (empat) mekanisme perubahan yang bisa
digunakan yaitu :
1. Perubahan evolutif yang bersifat natural; Perubahan budaya yang
bersifat natural tanpa adanya rekayasa perencanaan sebelumnya dan
lebih berorientasi internal dalam kerangka memperkokoh nilai-nilai
yang sudah ada.

2. Perubahan evolutif yang dipandu dari dalam organisasi (self guided)


dengan menggunakan terapi organisasi; Perubahan budaya karena
adanya kesadaran akan pentingnya memantau terus kondisi internal
organisasi, melakukan penilaian dan evaluasi sehingga mengetahui
kelemahan dan kelebihan organisasi.
3. Perubahan evolutif dengan hybrids; Perubahan budaya dengan
membiarkan budaya lama tetap eksis namun pada saat yang
bersamaan mulai diperkenalkan budaya baru sampai pada saatnya
nanti budaya baru benar-benar bisa menggantikan budaya yang lama.
Untuk perubahan ini diperlukan bantuan orang dalam yang sudah
lama bergabung dengan perusahan, sehingga keberadaannya dapat
diterima semua pihak.
4. Perubahan revolutif terkendali dengan bantuan pihak luar organisas;
Perubahan ini bisa dikatakan revolusioner karena perubahanya
melibatkan orang luar meski perubahannya masih dalam batas
kendali organisasi (para pendiri).
b. Mekanisme perubahan pada tahap perkembangan
Pada tahap ini tujuan perubahan budaya adalah untuk
melakukan adaptasi eksternal yang dilakukan secara sistematis dan
terencana. Adapun mekanisme yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Perubahan terencana dan pengembangan organisasi (Planned change
and organizational development); Perubahan yang dilakukan secara
terencana untuk menselaraskan budaya dengan perkeambangan
organisasi di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan

perkembangan organisasi tidak sesuai lagi dengan budaya organisasi


yang ada.
2. Perubahan

budaya

dengan

memperkenalkan

teknologi

baru

(technological seduction); Perubahan budaya dikarenakan adanya


perubahan penggunaan teknologi baru. Perubahan teknologi akan
mendorong perubahan perilaku yang merupakan hasil adopsi nilai,
keyakinan dan asumsi baru dalam menjalankan aktifitas perusahaan.
3. Perubahan budaya dengan memaparkan sisi negative dari mitos yang
selama ini berkembang di dalam organisasi; Perubahan dilakukan
dengan mengembangkan asumsi atau mitos lain yang lebih relevan
dalam menjalankan aktifitas perusahaan.
4. Perubahan sedikit demi sedikit tetapi konsisten (Incrementalism);
Perubahan dilakukan dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang
ada dalam upayanya untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat
dalam perusahan sehingga tujuan akhir tercapai.
c.

Mekanisme perubahan pada tahap penurunan


Penurunan biasanya diawali dengan adanya krisis organisasi
yang disebabkan perubahan internal dan eksternal organisasi. Pada
situasi seperti ini biasanya perubahan dilakukan secara structural atau
radikal dengan 2 (dua) opsi yang berkembang yaitu transformasi dan
destruksi. Adapun mekanisme perubahan yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Perubahan yang bersifat persuasi dengan sedikit ancaman (coercive
persuasion); Perubahan dengan memaksa orang membuka pikirannya
agar bisa memotivasi dirinya untuk mencari informasi baru sehingga

10

ia bisa mendefinisikan ulang kedudukan dirinya dan menentukan apa


yang dilakukannya.
2. Perubahan

budaya

melalui

strategi

penyehatan

organisasi

(turnaround): Perubahan ini biasanya dilakukan dengan mulai


memperkenalkan budaya baru dengan cara meng-edukasi dan
coaching para anggota organisasi, merubah struktur dan proses
organisasi, memberi perhatian dan penghargaan, menciptakan slogan
disamping memberikan sedikit ancaman bagi mereka yang tidak mau
berubah.
3. Perubahan budaya melalui reorganisasi dan melahirkan kembali
organisasi baru (reorganization and rebirth); Perubahan ini dimulai
dengan pembubaran organisasi kemudian membentuk organisasi
yang baru baik secara simbolik yaitu dengan cara menata ulang visi,
misi dan tujuan jangka panjang serta pergantian kepemimpinan.
Sedangkan secara riil berupa berbentuk akuisisi dan merger bahkan
joint venture (aliansi strategis).
Manajemen Perubahan dalam implementasinya memerlukan waktu
dan tujuan yang terencana dan strategis sehingga mampu memberikan
manfaat dengan adanya perubahan tersebut. Secara umum, perubahan dalam
suatu organisasi sudah merupakan kewajiban tetapi perubahan yang
dilakukan oleh tiap-tiap organisasi tidak akan sama dan disesuaikan dengan
tujuan dari masing-masing organisasi tersebut.
Dalam beberapa teori Manajemen Perubahan banyak dibahas
mengenai tahapan maupun cara untuk mengimplementasikannya. Adapun

11

salah satu yang membahas mengenai Manajemen Perubahan ini disebutkan


dalam beberapa tahap proses yang diterangkan dan digagas oleh Kurt Lewin.
Teori Kurt Lewin merupakan salah satu model teori Manajemen Perubahan
yang dikemukakan pada tahun 1947. Lewin percaya teorinya berlaku untuk
jangka pendek dalam manajemen perubahan. Dalam referensi oppapers.com
di dalam situs lengkapnya http://www.oppapers.com/essays/Lewins-ModelOrganizational-Change/170004 mengatakan Lewin konsisten dengan 3
langkah utama dalam manajemen perubahan. Langkah-langkah tersebut
adalah :
1. Unfreezing dapat diartikan mencairkan atau melunakan, dimana pada
tahap ini, resistensi dalam perubahan dengan persetujuan dan mampu
melewati atau menghindarkan dari ketakutan orang-orang akan
perubahan sehingga mampu membuka diri atau menghilangkan
ketakutan tersebut. Pemberian informasi-informasi baru diharapakan
dapat mencairkan orang-orang yang masih berstatus quo dan akan
membuat mereka memilih setuju atau tidaknya akan adanya perubahan
yang diberlakukan. Mereka akan melakukan menunjukkan tindakan
yang mengidentifikasikan penilaian mereka.
2.

Changing dapat diartikan merubah, ada yang mengartikan juga dengan


moving dimana pada tahapan ini dilakukan manajemen perubahan
keseluruhan dari organisasi yang dapat meliputi seperti sumber daya
manusia, produk, pelayanan, teknologi informasi, administrasi maupun
politik. Sehingga Merubah atau Menggeser dari situasi yang sudah ada,
ke

situasi

yang

sedang

dikerjakan

atau

diterapkan

dikembangkan lagi untuk situasi yang akan datang.

12

kemudian

3.

Refreezing dapat diartikan merefresh atau memberlakukan perubahan


baru tersebut, dimana dalam tahap yang terakhir ini dilakukan penerapan
dari perubahan yang baru yang berakibat pada kegiatan rutin yang baru
atau menimbulkan kegiatan yang stabil. Lewin megatakan perubahan
baru ini jika tidak diimplementasikan akan tidak berumur panjang atau
tidak digubris dan akhirnya tidak tercapai. Penerapan perubahan secara
umum pada semua lini bisnis dari suatu organisai, dan secara khusus
dibahas oleh Lewin adalah pada orang-orang atau karyawan suatu
organisasi seperti melakukan perubahan pengelolaan sumber daya
manusia dapat dicontohkan seperti melakukan pelatihan, pendidikan
terapan, dan reward fasilitas yang lebih baik.

Gambar 2.1
Pada gambar diatas ditunjukkan bahwa model Lewin dalam "father
of organization development." Diterangkan adanya siklus penjelasan dari
Concrete Experience yang menimnulkan analisa baru sehingga perlu
observasi dan refleksi yang kemudian dilanjutkan pada proses formasi
abstrak dari konsep dan generalisasi. Proses selanjutnya adalah mentesting
implikasi dari konsep dengan situasi yang baru.

13

Menurut

referensi

yang

lain

http://www.jpc-

training.com/change/review.htm dijelaskan dalam penerapan teori Kurt


Lewin mengikuti beberapa elemen dasar dari formula dasar strategi
perubahan organisasi yang disebutkan sebagai berikut :
1. Mendefinisikan keinginan perubahan.
2. Mengembangkan visi.
3. Membangun konsensus.
4. Identifikasi barrier untuk implementasi.
5. berjalan tetap pada pembicaraan.
6. Membuat strategi perubahan menyeluruh.
7. Implementasi dan evaluasi.
Beberapa literatur lain juga ditemukan bahwa Kurt Lewin
menggunakan Force Field Analysis seperti dikutip pada situs yang
mengatakan Analisa dari Lewin ini merupakan teknik manajemen yang
dikembangkan dan merupakan pemrakarsa ilmu sosial untuk diagnosa
situasi. Analisa ini digunakan ketika melihat adanya variable yang terlibat di
dalam perencanaan dan implementasi program perubahan dan tanpa ragu
akan digunakan dalam membangun tim proyek ketika berusaha untuk
menggagalkan perubahan.
Lewin mengasumsikan bahwa dalam situasi apapun kemampuan
pengendali dan

kemampuan menahan diri akan mempengaruhi perubahan

apapun yang terjadi. Untuk lebih jelas pergerakan antara kedua kekuatan
tersebut dapat digambarkan di bawah ini :

14

Gambar 2.2
Force Field Model
Dalam kondisi equilibrium digambarkan bahwa semakin naiknya
kemampuan menahan diri dan semakin turunnya kekuatan pengendali dapat
mengakibatkan kondisi equilibrium dimana akan terjadinya kehadiran yang
rendah tetapi mempunyai nilai produktivitas tinggi. Sehingga berdasar
petunjuk diatas memberikan efketifitas fleksibilitas kinerja yang dapat
menumbuhkan produktivitas kerja.
Hal yang sama dikemukakan dalam literatur yang dikutip pada
situs menjelaskan bahwa Analisa Kurt Lewin melalui Force Field Analysis
ini dapat digunakan dan diterapkan untuk melakukan manajemen perubahan.
Perubahan dapat terjadi atau berhasil jika kedua kekuatan ini mencapai
keseimbangan atau dapat pula terjadi jika kemampuan menahan diri lebih
kuat dibanding kemampuan pengendalian. Jika memungkinkan perubahan
dapat dicapai dengan kekuatan pengendalian yang mampu mengendalikan
atau mengatasi kemampuan menahan diri. Literatur yang lain menurut
Brenda Barker Scott dalam artikel nya di bulan Juni 2009 mengatakan

15

bahwa Model Perubahan Lewin dapat juga diartikan dari prespektif tanpa
pembelajaran dan pembelajaran terus menerus. Perubahan dapat terjadi
melalui beberapa pengalaman, eksprimen, dan efek balik yang mana hal ini
akan dijadikan rujukan/petunjuk dalam mengembangkan organisasi. Dalam
literaturnya juga mengatakan Lewin merupakan pemrakarsa studi sistem
sosial. Dan dikatakan bahwa Lewin adalah orang pertama yang mengadopsi
ide dan teori dari ilme fisik dan biologi untuk menciptakan konsep yang
digunakan untuk mengamati dan mendiagnosis sistem personal manusia.
Dalam

literatur

berupa

jurnal

yang

dikutip

dari

situs

http://jab.sagepub.com/cgi/content/abstract/43/2/213 yang mencantumkan


The Journal of Applied Behavioral Science, Vol. 43, No. 2, 213-231 (2007)
DOI: 10.1177/0021886306297004 digagas oleh Bernard Burnes dimana
dikatakan Studi Manajemen Perubahan dan pengembangan yang pertama di
Harwood terjadi antara tahun 1939 1947 menjelaskan Lewin melakukan
agenda research dan filosofi. Melakukan penelitian terhadap perubahan
perilaku kelompok dan yang pertama kali menggunakan manajemen
partisipasi. Dalam engembangan organisasi dan dilanjutkan dengan
menghubungkan pengembangan-pengembangan organisasi sampai dengan
saat ini. Penerapan manajemen perubahan dengan beberapa teori pendukung
yang

lain

seperti

yang

dikemukakan

oleh

F.W

Taylor

(1929)

sebelumv munculnya teori Kurt Lewin bahwa kecenderungan hampir para


pekerja yang kompeten akan bekerja cenderung lambat sambil meyakinkan
pada atasan bahwa dia sudah bekerja sesuai kecepatan yang ditentukan.
Dikemukakan dalam teorinya bahwa perubahan seremeh apapun yang dia
lakukan terhadap perintah bisa berakibat fatal bagi kesuksesan karirnya.

16

Secara singkat dalam teori Taylor ini terdapat 4 prinsip yaitu hanya ada satu
cara terbaik untuk mengorganisir pekerjaan (manajemen) berdasar metode
rekayasa, pekerja secara ilmiah harus ditempatkan pada tugas-tugas spesifik,
formula manajemen adalah supervisi, imbalan, dan sanksi, serta yang
terkahir tugas manajer adalah merencanakan, mengkoordinasi, dan
mengendalikan. Segala sesuatu yang dikerjakan oleh pekerja adalah sesuai
perintah dan segala sesuatu mengenai manajerial adalah tugas dari manajer.
Seorang pekerja tidak perlu mengerjakan diluar batasnya karena akan dapat
berakibat fatal pada diri pekerja tersebut. Pandangan Taylor mempengaruhi
beberapa pendapat lain seperti Mc Gregor (1960), Peters dan Austin (1985),
Kanter (1984), dan Senge (1992) mengatakan bahwa teori dan praktek yang
mereka ajarkan semuanya didasarkan pada pandangan pribadi mereka
tentang hakikat manusia dan bagaimana manusia semestinya diperlakukan.
Dapat dikatakan bahwa manajemen sumber daya manusia berangkat dari
cara pandang manajer terhadap manusia dalam setting suatu pekerjaan.
Pandangan Taylor yang di implementasikan di dunia barat dalam
membangun

bisnis

suatu

perusahaannya

ditentang

oleh

Konosuke

Matsushita (1990) dengan mengemukakan bahwa esensi manajemen adalah


mengeluarkan gagasan dari kepala bos dan mewujudkannya dengan tangan
pekerja. Dari pernyataan Masushita ini dapat disimpulkan akan terwujud
suatu kreatifitas dan sinergi antara atasan dan bawahan dalam melakukan
perubahan-perubahan untuk mewujudkan tujuan perusahaan.Diantaranya
disebutkan seperti Carl Davidson dan Philip Voss (2003) yang mengatakan
bahwa mengelola knowledge sebenarnya merupakan bagaimana organisasi
mengelola staf. Menurut mereka Knowledge Management adalah bagaimana

17

orang-orang dari berbagai tempat/departemen yang berbeda mulai saling


bicara dan berpendapat. Dan saat ini populer dengan label Learning
Organization. Teori lain tentang knowledge yang disajikan dalam
manajemen perubahan berupa tulisan-tulisan adalah teori yang ditulis oleh
Von Krough, Ichiyo, Nonaka (2000), dan Chun Wei Choo (1998), mereka
meringkas gagasan mereka dalam mendasari pengertian knowledge :
1.

Knowledge merupakan suatu kepercayan yang dapat dipertanggung


jawabkan.

2.

Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan.

3.

Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang


memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut.

4.

Penciptaan inovasi
Teori Nonaka sendiri (2000) dan Takeuchi (1995) mengatakan

bahwa pemahaman knowledge merupakan sumber dari daya saing, harus


dikelola karena harus direncanakan dan diimplementasikan. Dalam
mencapai budaya organisasi yang inovatif perlu dilakukan knowledge
sharing yang pelaku utamanya adalah manusia sendiri.

18

BAB III
PEMBAHASAN

Dalam lingkungan usaha yang semakin kompetitif, sebuah


perusahaan sudah pasti memiliki sistem dan prosedur kerja yang dijalankan
nya dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya hingga
memuaskan. Namun, sistem dan prosedur kerja saja tak cukup tanpa adanya
suatu semangat kerja yang disepakati bersama di dalam perusahaan tersebut
tentang bagaimana menjalankannya secara konsisten sehingga hasil akhir
mencapai yang terbaik dengan perubahan budaya organisasi/perusahaan.
PT Pelindo III (Persero) telah beroperasi dengan cukup lama dan
menunjukkan kinerja yang selalu meningkat . Untuk itulah, melalui proses
yang panjang dan mempertimbangkan secara menyeluruh hal-hal baik yang
selama ini telah ada di perusahaan. Adapun struktur budaya perusahaan
PT Pelindo III (Persero) merupakan prinsip-prinsip dasar yang diayakini
baik dan benar oleh perusahaan.

Gambar 3.1: Nilai-nilai Inti Pelindo III

19

Gambar 3.1 menunjukkan bahwa tiga nilai inti tersebut merupakan


penjabaran dari prinsip-prinsip dasar yang diyakini baik dan benar oleh
perusahaan dalam budaya perusahaan yang merupakan satu kesatuan yang
tak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Bila terus menerus PT Pelindo
III (Persero) bisa memberikan hasil yang handal serta mendapat kepercayaan
dari pihak pelanggan, maka pada akhirnya akan menjadi yang selalu
terdepan. Setelah berhasil menjadi yang selalu terdepan , visi perusahaan
untuk berkomitmen memacu integrasi logistik dengan layanan jasa
pelabuhan yang prima bisa dicapai.
Selalu terdepan ditinjau dari sisi perusahaan dan individu yang
memiliki makna sebagai berikut:
1. Perusahaan sebagai penyedia jasa kepelabuhanan menjadi mitra
terpercaya dalam bisnis dan terdepan dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan dalam menjalankan bidang usahanya.
2. Pegawai sebagai komponen penting dalam dalam perusahaan dapat
menjadi mitra terpercaya dalam bekerja dan terdepan memenuhi
kebutuhan pelanggannya sesuai dengan bidang kerja masing-masing.
Selain itu, menjadi selalu terdepan merupakan outcome yang secara bisnis
memberikan manfaat ganda:
1. Pelanggan yang telah ada akan terus menggunakan jasa PT Pelindo III
(Persero) atau bisa dikatakan repeat business

yang pada akhirnya

semakin meningkatkan reputasi perusahaan.


2. Bila reputasi PT Pelindo III (Persero) terus meningkat, maka akan
mudah digunakan sebagai senjata pemasaran dalam meraih pasar baru.
Dengan pelanggan baru dan mungkin jenis pelayanan baru.

20

Bila manfaat ganda tersebut tercapai, maka selanjutnya lebih


mudah untuk mempertahankan keberlangsungan (suistainbility) dengan
keuntungan usaha semakin meningkat. Secara visual, penyederhanaan dari
kerangka pikir diatas digambarkan dalam sebuah Struktur Budaya Baru
Perusahaan PT Pelindo III (Persero) sebagai berikut:

Gambar 3.2: Strukur Budaya Perusahaan PT Pelindo III (Persero)


Dalam praktek sehari-hari, yang akan langsung bisa dijalankan dan diamati
adalah perilaku utama dan untuk memudahkan mengingat disebut dengan
Melayani Tangguh Peka Sigap Disiplin Tanggung Jawab disingkat
dengan MeTa Pesi Dita. Dalam implementasi budaya perusahaan baru
tersebut adapun beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Budaya Perusahaan (Nilai Inti, Perilaku Utama, Ciri-ciri Pokok).
2. Sosialisasi/Internalisasi.
3. Implementasi.

21

4. Monitoring dan Evaluasi.


5. Apresiasi/ Reward dan Sanksi.
Setelah melalui proses

yang dinamis dalam menggali dan

mewujudkan nilai nilai yang selama ini dijalankan, pada akhirnya terbangunlah
tatanan

budaya

perusahaan

PT Pelindo

III (Persero)

yang

dapat

di

implementasikan pada perusahaan. Proses membangun budaya perusahaan ini


melibatkan beberapa komponen termasuk seluruh jajaran Direksi untuk
memastikan bahwa budaya ini merupakan nilai nilai luhur yang diyakini selama
ini dan telah bersemi dengan baik di segenap insan PT Pelindo III (Persero) yang
dapat membawa perusahaan mencapai visi dan misinya.

Budaya perusahaan

PT Pelindo III (Persero) bertumpu kepada nilai-nilai inti yang merupakan hal
paling mendasar bagi kita untuk beroperasi secara efektif dan berkelanjutan yaitu:
Customer Focus, Care dan Integrity. Nilai nilai inti inilah yang menjadi patokan
bagi pegawai untuk membentuk sikap kerja dan perilaku kerja baru menuju
perbaikan luar biasa sehingga keinginan perusahaan untuk meningkatkan laba
dan asset perusahaan bisa terlaksana sesuai target menuju Emerging Industry
Leaeder.

22

BAB IV
KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang didapat dari pembahasan Perubahan budaya


perusahaan yang dilakukan di PT Pelindo III (Persero) adalah sebagai berikut :
1. Implementasi manajemen perubahan budaya dengan menetapkan budaya
perusahaan baru sebagai landasan dan arah transformasi budaya
perusahaan dalam mencapai tujuan yang diinginkan yaitu visi dan misi
perusahaan.
2. Implementasi

manajemen

perubahan

budaya

perusahaan

dalam

memberikan pemahaman atas konsepsi budaya perusahaan, agar


diperoleh kesamaan persepsi serta keseragaman pola pelaksanaannya.
Hal ini agar perusahaan memperoleh peningkatan laba bersih telah
dilakukan secara bertahap dan berhasil diterapkan secara menyeluruh
melalui implementasi perubahan budaya perusahaan tersebut diatas.
3. Agar setelah proses implementasi perubahan budaya perusahaan dapat
diterapkan secara berkesinambungan sebaiknya ditunjuk Change Agent
dan Change Champions

yang dijadikan (panutan/role model) serta

bertanggung jawab memastikan terimplementasinya budaya perusahaan


dalam ruang lingkup perusahaan.

23

Anda mungkin juga menyukai