Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN PERUBAHAN

“Berbagai Perubahan yang Timbul dalam Budaya Suatu Organisasi”


Dosen Pengampu : Prof. Dr. I Wayan Gede Supartha, S.E., S.U.

Kode Mata Kuliah : EKM432 A

Disusun Oleh Kelompok 5

(20) Agus Yudi Indrawan Seraya 1907521189


(21) I Putu Andika Prawira Wikan 1907521194
(22) Ni Wayan Diah Widnyasari 1907521204
(23) Bremaba Tuahta S Meliala 1907521205

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Anugrah Nya
kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Manajemen Perubahan dengan judul
“Berbagai Perubahan yang Timbul dalam Budaya Suatu Organisasi” dengan tepat pada
waktunya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi para pembaca. Kami mengetahui masih banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini sehingga kedepannya
lebih baik.

Denpasar, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………..………………………………………….…i
DAFTAR ISI………..……………………………………………………………………...…ii
BAB 1 PENDAHULUAN………...…………………….……………………………………1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………....1
1.3 Tujuan………………………………………………………………………..…….1
BAB II PEMBAHASAN………………...…………………………………………………...3
2.1 Budaya Organisasi…………………………………………………………………3
2.2 Mengubah Budaya Organisasi……………………………………………….……5
2.3 Budaya Berprestasi………………………………………………………...………8
2.4 Menciptakan Budaya Perubahan…………………..………………………………9
2.5 Mengubah Pola Pikir………………………………………………………..……10
2.6 Memelihara Kepercayaan…………………………………………...……………13
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………..…..17
3.1 Kesimpulan……………………………………………………….………………17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………..………………………...……18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budaya Organisasi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
berorganisasi, budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berperilaku dan harus
menjadi patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil.
Hal ini terkait tentang bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi dan bagaimana suatu
budaya itu dapat dikelola oleh organisasi. Suatu budaya organisasi yang kuat dan telah berakar
akan dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi anggota organisasi dalam hal
pemahaman yang jelas dan lugas tentang suatu persoalan yang diselesaikan. Budaya organisasi
juga memiliki pengaruh yang berarti pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi.
Dalam era globalisasi seperti sekarang yang sangat sarat dengan perubahan, dimana
perubahan sering begitu cepat dan sangat sulit diprediksi namun sangat besar dampaknya bagi
masa depan organisasi, kehadiran budaya organisasi yang fleksibel menjadi semakin relevan.
Strategi dalam mengantisipasi perubahan yang akan dilakukan oleh suatu organisasi juga perlu
mempertimbangkan aspek budaya yang telah ada selama ini, apakah strategi yang didesain
tersebut cocok dengan nilai-nilai yang ada, atau justru nilai-nilai yang ada justru itu menjadi
kontra produktif bagi organisasi dalam perjalanannya ke depan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu budaya organisasi?
2. Bagaimanakah mengubah budaya organisasi?
3. Apa itu budaya berprestasi?
4. Bagaimakah menciptakan budaya perubahan?
5. Bagaimanakah mengubah pola pikir?
6. Bagaimanakah memelihara kepercayaan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahu budaya organisasi
2. Untuk mengetahui cara mengubah budaya organisasi
3. Untuk mengetahui budaya berprestasi
4. untuk mengetahui cara menciptakan budaya perubahan

1
5. Untuk mengetahui cara mengubah pola pikit
6. Untuk mengetahui cara memelihara kepercayaan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Budaya Organisasi


Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu
kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Budaya organisasi menjadi acuan bersama di
antara manusia dalam melakukan interaksi dalam organisasi. Budaya organisasi bersifat
berbeda antara saty dan lain organisasi, masing-masing mempunyai ciri spesifik yang
membedakan. Namun, budaya organisasi tidak selalu tetap, dan perlu disesuaikan dengan
perkembangan lingkungan. Perubahan budaya organisasi diperlukan agar organisasi dapat
tetap survive, mengembangkan budaya berprestasi, mengubah pola pikir dan memelihara
kepercayaan dalam organisasi. Budaya organisasi mempunyai peran penting dalam
menentukan pertumbuhan organisasi. Organisasi dapat tumbuh dan berkembang karena
budaya organisasi yang terdapat di dalamnya mampu merangsang semangat kerja sumber daya
manusia di dalamnya sehingga kinerja organisasi meningkat. Namun, tidak jarang pula
organisasi yang hancur karena tidak mampu memelihara budaya organisasi yang produktif.

2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi


Budaya organisasi adalah cara orang melakukan sesuatu dalam organisasi. Budaya
organisasi merupakan satuan norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, core values, dan pola
perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi (Tan, 2002:18). Keyakinan bersama, core
values dan pola perilaku memengaruhi kinerja organisasi. Keyakinan adalah semua asumsi dan
persepsi tentang sesuatu, orang dan organisasi secara keseluruhan, dan diterima sebagai sesuatu
yang benar dan sah. Core values adalah nilai-nilai dominan yang diterima di seluruh organisasi,
sedangkan pola perilaku adalah cara orang bertindak terhadap orang lainnya. Suatu organisasi
dengan keyakinan atas potensi orangnya dan core values atas penghargaan akan mempunyai
pola perilaku yang diinginkan dalam memperlakukan orang dengan baik.

2.1.2 Karakteristik Budaya Organisasi


Budaya organisasi menunjukkan suatu karakteristik tertentu. Victor Tan (2002:20)
mengemukakan bahwa karakteristik suatu budaya organisasi adalah sebagai berikut:
a. Individual Initiate, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan kemerdekaan yang
dimiliki individu.

3
b. Risk Tolerance, yaitu suatu tingkatan di mana pekerja didorong mengambil resiko,
menjadi agresif dan inovatif.
c. Direction, yaitu kemampuan organisasi menciptakan tujuan yang jelas dan
menetapkan harapan kinerja.
d. Integration, yaitu tingkatan di mana unit dalam organisasi didorong untuk beroperasi
dengan cara terkoordinasi.
e. Management support, yaitu tingkatan di mana manajer mengusahakan komunikasi
yang jelas, bantuan dan dukungan pada bawahannya.
f. Control, yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang dipergunakan untuk
melihat dan mengawasi perilaku pekerja.
g. Identity, yaitu tingkatan di mana anggota mengidentifikasi bersama organisasi secara
keseluruhan daripada dengan kelompok kerja atau bidang keahlian professional
tertentu.
h. Reward system, yaitu suatu tingkatan di mana alokasi reward, kenaikan gaji atau
promosi, didasarkan pada kriteria kinerja pekerja, dan bukan pada senioritas atau
favoritisme.
i. Conflivt tolerance, yaitu suatu tingkatan di mana pekerja didorong menyampaikan
konflik dan kritik secara terbuka.
j. Communication patterns, yaitu suatu tingkatan di mana komunikasi organisasional
dibatasi pada kewenangan hierarki formal.

2.1.3 Manfaat Budaya Organisasi


Budaya organisasi membantu mengarahkan sumber daya manusis pada pencapaian visi,
misi, dan tujuan organisasi. Di samping itu, budaya organisasi akan meningkatkan kekompakan
tim antar berbagai departemen, divisi atau unit dalam organisasi, sehingga mampu menjadi
perekat yang mengikat orang dalam organisasi bersama-sama.
Dengan budaya organisasi, kita dapat memperbaiki perilaku dan motivasi sumber daya
manusia sehingga meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Namun, budaya organisasi harus dikembangkan
sesuai dengan perkembangan lingkungan. Budaya organisasi yang statis suatu saat akan
menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersifat dinamis sebagai respons
terhadap perubahan lingkungan.

2.1.4 Dampak Pada Kinerja Organisasi

4
Budaya organisasi berdampak pada kinerja jangka panjang organisasi, bahkan mungkin
merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi.
Meskipun tidak mudah untuk berubah, budaya organisasi dapat meningkatkan kinerja,
sehingga produktivitas organisasi meningkat. (Tan, 2002:21). Organisasi dengan budaya yang
kuat dan positif akan memungkinkan orang merasa termotivasi untuk berkembang, belajar dan
memperbaiki diri. Jika orang bekerja dalam organisasi yang dikelola dengan baik akan
mempunyai motivasi dan kepuasan lebih tinggi.

2.2 Mengubah Budaya Organisasi


2.2.1 Kapan Dilakukan Perubahan
Budaya suatu organisasi sudah saatnya dilakukan perubahan apabila terdapat dua
organisasi atau lebih yang mempunyai latar belakang berbeda bergabung dan timbul konflik
berkepanjangan di antara kelompok yang berbeda mulai merusak kinerja. Atau ketika
organisasi dalam cara kerjanya telah menghalangi kesempatan untuk berubah dan melakukan
persaingan. Penelusuran kebutuhan akan perubahan budaya organisasi harus dilakukan sejak
awal karena proses perubahan budaya perlu waktu lama untuk menghasilkan. Semakin lama
menunggu untuk melakukan proses, akan semakin sulit tugasnya.
Implikasi penundaan perubahan budaya organisasi dapat bervariasi, di antaranya adalah:
rendahnya moral staff, pergantian staff tinggi, meningkatnya keluhan pelanggan, kehilangan
bisnis dan peluang, rendahnya produktivitas, lambatnya respons terhadap perubahan, rusaknya
kinerja perusahaan, dan perilaku dan praktik tidak sehat di temapt kerja. (Tan, 2002:24). Untuk
itu diperlukan langkah-langkah berikut untuk menuju perubahan organisasi.
a. Visi yang jelas dan arah strategis. Peran pertama pemimpin dalam organisasi adalah
menetapkan visi yang jelas dan arah strategis bagi organisasi.
b. Pengukuran kinerja yang jelas. Langkah mengembangkan budaya berorientasi
prestasi dimulai dengan mendapatkan pemimpin dan departemen mendiskusikan
secara terbuka hasil yang diharapkan dengan satuan yang dapat diukur.
c. Tindak lanjut pencapaian tujuan. Menindaklanjuti pencapaian tujuan merupakan satu
cara mengurangi perasaan puas terhadap dirinya sendiri di tempat pekerjaan.
d. Menghargai kinerja secara adil. Memberi penghargaan yang sama pada semua staf,
terlepas dari kinerja atau jasa yang telah diberikan adalah merupakan tindakan
ketidakadilan.

5
e. Lingkungan kerja terbukan dan stransparan. Lingkungan kerja yang bersifat terbuka
dimana pekerja dapat membagi informasi dan pengetahuan dengan bebas akan
memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi.
f. Menghapus politik. Politik perusahaan menghalangi pengembangan hubungan saling
memercayai di anttara manusia.
g. Tim spirit yang kuat. Dalam menanamkan budaya kerja produktif, tidak ada pengganti
yang lebih baik dari pada menanamkan tim spirit yang kuat pada manusia.

2.2.2 Menjaga untuk Survive


Pemimpin organisasi mungkin cakap dan ahli dalam menentukan tujuan organisasi melalui
vivi dan rencana strategis, tetapi stafnya mungkin tidak bekerja menuju pada tujuan tersebut.
Hal yang dilakukan staf sering justru merusak kinerja organisasi.
Ada beberapa gejala suatu budaya organisasi yang tidak sehat. Victor Tan (2002:23)
menegarai gejala tersebut tampak dalam bentuk: terdapat perasaan puas diri secara berlebihan
terhadap kinerja organisasi, tidak adanya perasaan urgensi dalam memerhatikan kebutuhan
konsumen, sedikitnya inovasi produk dan jasa dalam melayani konsumen, staf bersikap reaktif,
melaukan sedikit inisiatif dan menunggu atasan, eksekutif cenderung operation driven daripada
business oriented, pemimpin lamban dalam mengambil tindakan terhadap orang yang
kinerjanya tidak memuaskan, pemimpin tidak secara aktif mengimplementasikan perubahan
dan orang menerima dan merasa nyaman dengan kinerja organisasi yang memburuk.

2.2.3 Memperbaiki Budaya Bisnis


Apabila ingin melakukan perubahan, Cartwright (1999:219) memandang perlunya
melakukan perbaikan budaya bisnis. Untuk itu, terdapat tujuh hal yang perlu mendapat
perhatian, yaitu sebagai berikut:
a. Visions as inspiration. Visi memerlukan imajinasi kreatif untuk memvisualisasikan
menjadi sesuatu yang berbeda dan lebih baik dari sekarang.
b. The management of creative change. Perubahan yang kreatif adalah perubahan yang
didukung oleh adanya inovasi, dan inovasi yang berkembang cepat adalah bidang
teknologi.
c. Value based management. Dimaksudkan untuk memastikan bahwa strategi manajer
dan pilihan manajemen memberikan dampak langsung pada kinerja bisnis dan nilai
pasarnya.

6
d. The bottom line. Peningkatan moral, motivasi dan kreativitas pekerja diharapkan
mempunyai pengaruh bermanfaat pada bottom line.
e. Cultural transformation through business excellence. Manajemen nilai-nilai budaya
merupakan arah manajemen untuk keunggulan bisnis.
f. The European business excellence model. Hal ini memberikan kerangka kerja strategis
dan kriteria untuk mengelola organisasi dan mengidentifikasi kesempatan perbaikan
tanpa memandang sifat dan ukuran organisasi.
g. Culture management portofolio. Meliputi, ukuran budaya, nilai pelayanan pelanggan,
nilai pekerja dan tim building, pengembangan personal, budaya kreatif dan inovatif,
budaya partnership, manajemen perubahan dan nilai nilai social.

2.2.4 Menguasai Perubahan Budaya Organisasi


Budaya organisasi dapat dibuat dan diubah. Banyak aspek dan pelajaran dapat diperoleh
dari usaha perubahan budaya organisasi, di antaranya sebagai berikut:
a. Perubahan budaya organisasi yang efektif harus dimulai dengan perubahan pola pikir.
b. Organisasi yang sukses mempunyai budaya organisasi yang sejalan dengan visi, misi,
strategi, tujuan, dan lingkungan.
c. Untuk mencapai kredibilitas dan memperoleh komitmen orang, kebijakan, prosedur,
dan praktik harus konsisten dengan budaya baru.
d. Untuk mendapatkan kembali budaya organisasi yang baik, diperlukan rasionalitas
yang kuat.
e. Untuk memastikan terjadinya asimilasi budaya di seluruh organisasi, program
perubahan budaya harus memanfaatkan berbagai mekanisme transmisi budaya.
f. Untuk mencapai perubahan budaya yang mendalam dan berkelanjutan, diperlukan
pendekatan partisipatif.
g. Komitmen dari pimpinan puncak adalah sangat penting untuk keberhasilan perubahan
budaya.
h. Untuk mempercepat perubahan budaya, perlu melibatkan opinion leader.
i. Perlu diciptakan mimpi yang kuat dari budaya baru.
j. Kenali dan perkuat keberhasilan perubahan lebih dini dan sering.

2.2.5 Kunci Transformasi Kultural


Perubahan budaya organisasi pada dasarnya merupakan transformasi kultural, dan
transformasi kultural harus dilakukan karena adanya perubahan tujuan organisasi yang

7
semakin meningkat dan menantang. Tujuan organisasi ke depan akan lebih memfokus pada
pelanggan dan hasil.

2.3 Budaya Berprestasi


Achievement culture atau budaya berprestasi merupakan tipe budaya yang mendorong dan
menghargai kinerja orang. Pemimpin perlu menyebutkan dan mengomunikasikan dengan jelas
visi dan tujuan organisasi kepada semua tingkatan staf alam organisasi. Organisasi mempunyai
sasaran yang terukur dan menggunakan orang yang akuntabel untuk mencapainya. Mereka
mempunyai sistem penilaian yang transparan dan jujur, terikat erat dengan reward berdasarkan
kinerja. Achievement culture lebih berorientasi pada pekerjaan yang dilakukan daripada peran.
Orang mengabaikan peran untuk mengerjakan pekerjaan dan menukar tanggung jawab jika
diperlukan. Budaya berprestasi memberdayakan orang yang dipercaya untuk mendapatkan
pekerjaan dan bereaksi dengan tepat pada apa yang diperlukan pekerjaan. Tidak ada job
description atau manual tebal yang membatasi apa yang dapat dilakukan orang.
Perubahan menjadi kehidupan kerja, berpikir kreatif dan inovasi menjadi praktik biasa
yang menghasilkan tingkat prestasi semakin tinggi. Nilai-nilai bersama yang mengem-
bangkan achievement culture yang kuat dikemukakan oleh Tan (2002: 30) sebagai: (1)
berorientasi pada hasil; (2) pelayanan kepada pelanggan tinggi; (3) inovasi; (4) kejujuran; (5)
penghargaan; (6) respons terhadap perubahan; (7) akuntabilitas; dan (8) keinginan besar.
Nilai-nilai bersama budaya berprestasi dalam organisasi tersebut digambarkan oleh Victor
Tan, seperti tampak pada gambar berikut ini.
a. Result Oriented (Berorientasi pada Hasil). Nilai bersama organisasi yang paling
berbeda yang mempraktikkan budaya berprestasi terletak pada fokusnya yang kuat
pada hasil.
b. Superior Customer Service (Pelayanan Pelanggan Unggul). Perusahaan yang
mempraktikkan budaya berprestasi mengetahui bagaimana mengintegrasikan
teknologi, proses, strategi dan orang sehingga pelanggan menghargai jasa dan
produknya tinggi dan akan membayar untuk itu,
c. Innovation (Inovasi). Nilai bersama berupa inovasi dapat melebihi cakupan suatu
departemen. Suatu pola pikir bahwa setiap orang dalam organisasi harus
mempraktikkan inovasi, di mana saja, setiap saat dan pada setiap hal secara
berkelanjutan. Inovasi mengalihkan impian dan gagasan ke dalam kenyataan. Inovasi
adalah tentang menciptakan sesuatu yang belum pernah dilihat dunia sebelumnya.

8
d. Fairness (Kejujuran). Orang dalam organisasi tidak akan melanjutkan bekerja keras
melakukan yang terbaik jika mereka merasa tidak ada kejujuran di tempat kerja. Di
sini kejujuran dimaksudkan memperlakukan orang dengan adil. Seharusnya tidak
terjadi favoritisme, tidak ada kelicikan, tidak ada pemerasan, dan tidak ada
penyalahgunaan di antara mereka.
e. Respect (Penghargaan). Respek adalah menghargai orang. Kenyataannya, kurangnya
respek disebabkan oleh banyaknya perilaku yang tidak di- inginkan di tempat kerja,
seperti meneriaki seseorang, suka terlambat menghadiri rapat dan janji, menghasilkan
pekerjaan buruk, tidak menyampaikan apa yang dijanjikan dan menghina satu sama
lain.
f. Change Responssive ( Merespons terhadap Perubahan). Ini merupakan nilai bersama
yang sangat kritis karena menentukan masa depan organisasi. Kemampuan organisasi
menyelaraskan perubahan internal pada kekuatan perubahan eksternal, seperti
meningkatnya persaingan, teknologi baru, perubahan peraturan industri dan
persyaratan pelanggan merupakan kunci untuk selamat dari tantangan lingkungan
semakin meningkat.
g. Accountability (Akuntabilitas). Akuntabilitas adalah tentang menerima masalah dan
memastikan bahwa masalah tersebut terselesaikan. Dengan menjadi akuntabel, pekerja
menambahkan nilai bagi organisasi dan dirinya sendiri. Prestasi merupakan hasil dari
menjadi akuntabel.
h. Passion (Keinginan Besar). Banyak organisasi menjadi besar karena keinginan besar
dari pemimpin di belakangnya. Pemimpin mengomunikasikan dan menerjemahkan
visinya ke dalam besaran yang dapat diidentifikasi staf dan bekerja menuju ke arahnya.

2.4 Menciptakan Budaya Perubahan


Setiap orang dapat saja melakukan suatu perubahan tertentu, namun persoalannya menjadi
berbeda apabila harus menciptakan budaya perubahan. Budaya perubahan adalah suatu suasana
di mana inovasi menjadi pekerjaan rutin sehari-hari. Untuk itu, perlu dikenal tehnik apa yang
dapat dipergunakan untuk menciptakan nilai kultural baru dalam organisasi. Jellison (2006:
198) mengemukakan bahwa prinsip dasar yang harus dianut dalam menciptakan budaya
perubahan adalah repetisi. Repetisi mengandung makna menyampaikan informasi secara
berulang-ulang, sampai diikuti oleh orang lain dari budaya yang berbeda. Untuk memulai

9
menciptakan budaya perubahan di tempat pekerjaan, dapat dipergunakan prinsip dasar sebagai
berikut:
1. Melingkupi Orang dengan Informasi. Pekerja harus selalu diberi informasi lengkap
tentang apa yang terjadi di dalam organisasi maupun tentang apa yang terjadi di luar,
namun dapat memengaruhi organisasi. Untuk itu dalam setiap rapat tim, perlu dimulai
dengan diskusi tentang inovasi. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan perubahan
penting terhadap implementasi yang ada.
2. Kreativitas Praktis. Kreativitas praktis sering menyangkut pemindahan gagasan dari
bidang yang satu ke bidang lainnya. Suatu gagasan, proses tau prosedur yang telah
dilakukan di bidang bisnis kemudian diterapkan pada bidang lainnya.
3. Setiap Orang Dapat Memberikan Kontribusi. Inovasi mampu mentransfer solusi yang
ada yang dapat dorong kemajuan bisnis. Hal ini berarti bahwa terbuka kesempatan bagi
setiap rang dapat secara potensial member kontribusi.
4. Percobaan dan Evolusi. Kebanyakan gagasan besar dimulai dari kecil, seperti dialami
oleh Michael Dell yang memulai usahanya dari sebuah kamar asrama, Howard Schultz
membuka sebuah gerai di Seattle, dan McDonald mulai dengan satu kios hamburger.
5. Menghargai Inovasi. Pengakuan publik sangat penting untuk menunju kkan apresiasi
seseorang. Penghargaan informal dapat ditunjang dengan penghargaan uang yang
sangat membantu pentingnya setiap kontribusi individual.
6. Memindahkan Halangan. Hanya pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk
menghalangi individu tertentu yang kuat dari penggerusan atau sabotase terhadap
inisiatif baru. Menawarkan perlindungan pada juara perubahan yang sedang tumbuh
merupakan sifat penting pemimpin yang menciptakan budaya perubahan.
7. Memublikasikan Keberhasilan. Untuk menciptakan budaya perubahan, diperlukan
pemimpin yang bersedia melingkupi pekerja dengan informasi tentang semua
perubahan positif yang terjadi.
8. Menciptakan Dunia Kecil. Menanamkan nilai perubahan merupakan jalan panjang
dalam budaya organisasi, dan memerlukan komitmen penuh. Pemimpin harus
mengatakan hal positif yang sama secara berulang-ulang.

2.5 Mengubah Pola Pikir


Tantangan dalam bisnis dewasa ini adalah meningkatkan daya saing melalui cost
effectiveness, kualitas produk dan jasa, inovasi produk dan jasa, dan kecepatan produksi dan

10
pengian. Sekadar mengetahui apa yang harus diperbaiki saja tidak cukup. Tantangan yang lebih
besar adalah mendapatkan orang yang ingin memperbaiki daya saing organisasi dan
produktivitas pekerjaan. Pekerja sekarang ini terbelenggu oleh cara mereka bekerja.
Mereka membangun hambatan yang mencegah perubahan dan perbaikan. Mereka
beralasan sebenarnya ingin berubah, tetapi tidak bisa. Mereka terikat dengan isu lain, seperti
keterbatasan sumber daya, atau kurangnya staf yang memiliki komitmen dan kompeten.
Mereka juga berargumen bahwa manajemen puncak tidak setuju dengan perubahan dan ada
masalah dan hambatan yang berada di luar kontrol mereka. Mereka terpenjara oleh
perbuatannya sendiri. Oleh karena itu, perubahan pola pikir dimulai dari memecahkan penjara
pola pikir. Untuk itu, diperlukan upaya untuk mengubah pola pikir orang. Banyak orang yang
cenderung menyamakan mindset atau pola pikir dengan sikap individu. Sikap hanyalah satu
komponen yang membentuk pola pikir individu. Mindset adalah keadaan pikiran yang
memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa dan bertindak dalam setiap situasi. Mindset
(Tan, 2002: 43) adalah paradigma mental yang dipengaruhi oleh lima komponen, yaitu blind
spots, assumptions, complacency, habits, dan attitude.

2.5.1 Blind Spots (Noda Gelap)


Blind spots adalah suatu bidang di mana seseorang tidak dapat melihat dengan baik dan
jelas karena ada sesuatu yang menghalangi di hadapannya. Di tempat kerja juga dapat terjadi
blind spots di mana pemimpin gagal melihat kelemahan di dalam departemen, organisasi atau
dirinya. Terdapat pula pemimpin yang gagal melihat pada produk dan jasa mereka, sehingga
secara rasional pelanggan sulit dan tidak beralasan untuk menyampaikan keluhannya. Ada dua
macam blind spots, yaitu sebagai berikut.
1) Natural Blind Spots. Natural blind spots timbul karena orang tidak memiliki informasi
yang perlu untuk mengukur situasi dan tidak peduli pada masalah senyatanya atau isu
yang ada. Seorang product engineer yang biasa bekerja terisolasi dapat membuat blind
spots dalam memandang kebutuhan konsumen.
2) Acquire Blind Spots. Acquire blind spots merupakan hasil dari hambatan informasi
secara terus-menerus atau gagasan yang membantu memberi gambaran yang benar dari
masalah yang dihadapi. Seseorang mungkin memilih untuk mengabaikan sinyal dan
terus menentang apa yang disarankan karena bangga atau arogan. Akibatnya timbullah
blind spots yang menyebabkan benturan di masa depan.

2.5.2 Assumptions (Asumsi)

11
Asumsi adalah suatu pandangan yang dilihat sebagai suatu kebenaran, tetapi belum
dibuktikan. Dalam membuat keputusan bisnis, banyak asumsi harus dibuat karena tidak
mungkin memiliki semua informasi. Organisasi membuat asumsi tentang pesaing, pelanggan,
pemasok, teknologi, peraturan, kondisi ekonomi, dan aturan main dalam industri. Organisasi
juga membuat asumsi tentang dirinya, kekuatan produk dan jasanya, dan kompetensinya.
Beberapa asumsi dibuat berdasarkan analisis informasi yang dimiliki, sebagian lainnya
berdasar pandangan kelompok, dan lainnya pada pandangan pemimpin. Akan tetapi, walaupun
analisis dilakukan oleh analis profesional dan kebiasaan, dapat saja salah karena lingkungan
berubah. Apa yang terbukti valid di waktu yang lalu, mungkin tidak valid sekarang atau besok.
Bahaya dari membuat keputusan berdasar asumsi yang mungkin berjalan baik di waktu
yang lalu adalah menyebabkan orang tidak mempertanyakan lagi, padahal kondisi lingkungan
mungkin saja sudah berubah atau tidak sama dengan kondisi lingkungan sebelumnya.

2.5.3 Complacency (Puas dengan Dirinya Sendiri)


Complacency atau perasaan puas dengan dirinya sendiri
merupakan perasaan aman yang dimiliki seseorang pada prestasinya, seperti tidak perlu
khawatir atau melakukan sesuatu tentang situasi yang dihadapi. Complacency berlawanan
dengan satisfaction. Complacency berakibat pada mengecilkan prestasi, sedangkan satisfaction
dapat meningkatkan prestasi.
Orang yang mendapatkan kepuasan karena mencapai target yang ditetapkan manajer
mungkin lebih termotivasi untuk melakukan target berikutnya. Namun, orang yang merasa
puasdengan kinerjanya cenderung menganggap ringan sehingga mencapai hasil lebih rendah
dari sebelumnya. Lingkungan yang melahirkan complacency akan menghilangkan perasaan
urgensi akan perlunya perubahan dan perbaikan. Orang akan mengembangkan perasaan
nyaman dengan status quo karena merasakan sukses organisasi. Sukses sering melahirkan
complacency dan complacency merupakan titik awal kejatuhan.

2.5.4 Habits (Kebiasaan)


Habits atau kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan oleh orang dan dilakukan berulang
tanpa berpikir. Kebiasaan yang dikembangkan bertahun-tahun menjadi berakar dalam perilaku
seseorang. Orang dengan kebiasaan tidak lagi mengukur tujuan dan manfaat dari tindakannya.
Mereka akan terus melakukan sesuatu dengan cara yang sama tanpa bertanya. Sebenarnya
mereka telah mengganti perlunya berpikir dengan kebiasaan yang dikembangkannya.

12
Banyak eksekutif melakukan tindakan berulang-ulang selama bertahun-tahun sehingga
lupa dengan tujuan sebenarnya. Mereka melanjutkan melakukan sesuatu dengan cara lama dan
tidak produktif sebagai kebiasaan akan mencegah mereka untuk melakukan perubahan.

2.5.5 Attitude (Sikap)


Attitude atau sikap adalah persepsi yang dimiliki seseorang tentang sesuatu dan hal itu
memengaruhi cara seseorang berperilaku. Seseorang dapat memiliki sikap positif atau negatif
terhadap sesuatu, isu, masalah atau perubahan yang dibutuhkan.
Sikap merupakan komponen penting dalam mindset atau pola pikir individu. Seseorang
dengan sikap positif lebih mampu mencapai perubahan produktif dan keberhasilan
dibandingkan dengan mereka yang bersikap negatif. Seseorang yang bersikap negatif akan
menemukan alasan mengapa mereka tidak berubah dan hal ini akan menghindarkan mereka
mencapai hasil produktif dan positif dalam pekerjaannya. Penjelasan tersebut menunjukkan
bahwa tidak ada yang mampu mengalahkan Anda, kecuali diri Anda sendiri. Penjelasan
tersebut juga menunjukkan betapa pentingnya untuk mengubah pola pikir, menuju pada
semangat membawa pembaruan.
Langkah yang dapat dilakukan untuk mengubah pola pikir seseorang adalah dengan
menghilangkan blind spots, melawan asumsi yang kurang benar, mengurangi perasaan puas
pada diri sendiri, mematahkan kebiasaan yang tidak produktif, dan menanamkan sikap positif.

2.6 Memelihara Kepercayaan


Banyak manajemen puncak organisasi menghadapi masalah internal organisasi berupa
kurangnya trust atau kepercayaan dari bawahan. Pertama, orang di kantor cabang merasa tidak
nyaman dengan perubahan kebijakan usaha promosi pinjaman bank. Kedua, orang di kantor
pusat secara tetap memanggil kantor cabang untuk informasi tentang operasi, kadang-kadang
memotong kantor cabang dengan langsung menghubungi staf counter. Kurangnya kepercayaan
tidak hanya memengaruhi moral staf, tetapi juga menurunkan efisiensi staf dan meningkatkan
biaya karena duplikasi yang tidak perlu, komunikasi yang buruk dan kurangnya kerja sama.
Kurangnya kepercayaan juga dapat mematikan loyalitas dan berakibat pada keluarnya staf.

2.6.1 Definisi Kepercayaan


Kepercayaan atau trust merupakan nilai yang paling dihargai dalam hubungan
antarmianusia dan mungkin merupakan konsep yang kurang dimengerti di tempat pekerjaan.

13
Trust adalah rasa percaya yang dimiliki orang terhadap orang lain. Kepercayaan ini didasarkan
pada integritas, reliabilitas dan perhatian (Victor Tan, 2002: 59). Cara suatu organisasi
mengembangkan kepcrcayaan adalah sebagai berikut.
a. Mendorong Moral Staf. Moral staf mengikuti sikap umum individu terhadap tempat
pekerjaan. Orang dengan moral tinggi mempunyai sikap positif terhadap pekerjaan,
atasan atau sistem, sedangkan sebaliknya terjadi apabila moral rendah.
b. Mendorong Sharing. Organisasi dengan tingkat kepercayaan tinggi memiliki
karakteristik bahwa orangnya terbuka dalam cara melakukan sesuatu. Pemimpin yang
jujur dan tulus dapat membawa bawahannya dalam rasa percaya diri mereka.
c. Memperbaiki Komunikasi. Organisasi yang mengembangkan tingkat kepercayaan
tinggi ditandai oleh adanya orang yang mampu berkomunikasi secara terbuka. dari atas
sampai ke bawah dan sebaliknya.
d. Menurunkan Stres. Banyak energi akan menjadi lemah karena stres. Produktivitas
menurun dan kinerja organisasi terpengaruh. Sebaliknya, organisasi dengan
kepercayaan tinggi akan menurunkan stres di tempat kerja dan memungkinkan orang
mewujudkan kinerja terbaiknya.
e. Memperkuat Team Work. Organisasi dengan tingkat kepercayaan tinggi
memungkinkan orang datang bersama, bekerja sama dan mencapai sinergi dalam
pekerjaannya.
f. Meningkatkan Loyalitas. Staf yang loyal akan menjaga citra baik perusahaan mereka.
Mereka tidak akan menjual informasi rahasia yang mungkin membahayakan kinerja
organisasi.
g. Menekan Biaya. Kepercayaan meningkatkan moral, mendorong sharing, memperbaiki
komunikasi, menurunkan stress, memperkuat teamwork, dan meningkatkan loyalitas.
Pada gilirannya, hal ini akan mengurangi biaya operasi.

2.6.2 Tipe Kepercayaan


Stephen P. Robbins (2003: 339) mengklasifkasi adanya tiga macam tipe kepercayaan yang
dinamakan sebagai.
a. Deterrence - based trust. Kepercayaan yang didasarkan pada ketakutan akan
pembalasan ika kepercayaan ini dilanggar. Individu dalam tipe hubungan ini
melakukan apa yang mereka katakan karena takut akan konsckuensi apabila tidak
memenuhi kewajibannya.

14
b. Knowledge - based trust. Kepercayaan yang didasarkan pada prediksi perilaku yang
berasal dari sejarah interaksi. Hal ini akan terjadi apabila mempunyai cukup informasi
tentang seseorang untuk memahani dengan cukup baik untuk dapat memprediksi
perilakunya secara akurat.
c. Identification - based trust. Kepercayaan yang didasarkan pada saling pengertian
masing-masing tujuan dan apresiasi keinginan serta hasrat orang lain. Saling pengertian
dikembangkan sampai masing-masing dapat bertindak secara efektif untuk orang
lainnya.

2.6.3 Membangun Kepercayaan dalam Organisasi


Ada tujuh core values yang dapat dikembangkan organisasi untuk mengembangkan
kepercayaan di tempat kerja (Tan, 2002:64), yaitu sebagai berikut.
1) Mendorong Keterbukaan. Orang hanya dapat saling percaya apabila menjalankan
keterbukaan satu sama lain. Kerahasiaan dan kurangnya transparansi dalam
menjalankan sesuatu akan mengganggu trust-building.
2) Meningkatkan Kompetensi. Cara untuk meningkatkan kompetensi adalah dengan
mendapatkan lebih banyak pengetahuan, keterampilan pengalaman di bidang tertentu.
Mereka mendapatkan banyak pengetahuan tentang perubahan dalam 15ensitiv dan
dampaknya bagi perusahaan.
3) Melatih Kejujuran. Bagi pekerja, kesenangan terbesar adalah persepsinya tentang
kejujuran. Kepentingan mereka adalah tentang bagaimana keputusan dibuat dan apakah
mengarah pada keadilan atau tidak. Terdapat dua macam keadilan, yaitu process-
oriented justice dan resulr-oriented justice.
4) Jangan Kompromi tentang Integritas. Integritas merupakan kualitas untuk menjadi jujur
dan memiliki dasar moral yang kuat. Integritas merupakan tanda yang paling
membedakan individu. Orang dengan integritas tinggi mempunyai sikap yang tulus dan
peduli pada orang lain.
5) Menjaga Akuntabilitas. Ironi yang terjadi di cempat kerja adalah bahwa pemimpin
ingin dipercayai, tetapi mereka sulit untuk memercayai bawahnnya. Memercayai orang
lain menyangkut mengambil resiko kemungkinan dijatuhkan bawahan.
6) Mempraktikkan Sharing. Sharing merupakan elemen penting dalam membangun
kepercayaan. Organisasi harus mendorong sharing informasi, keterampilan,
pengalaman dan keahlian di antara staf.

15
7) Menghargai Individu. Seseorang harus memberikan penghormatan kepada setiap
individu, terlepas dari status atau kualifikasi. Kepercayaan hanya dapat dikembangkan
jika seseorang 16ensitive terhadap perasaan orang lain.

Ketujuh core values tersebut di atas membentuk adanya trust atau kepercayaan dalam
organisasi, yang pada gilirannya berpengaruh pada semakin banyaknya komunikasi,
memperbaiki rasa percaya diri dan kredibilitas, selalu mengatakan sebenarnya, keterandalan,
kerja sama, memerhatikan orang lain, harga diri yang baik dan sangat menghargai terhadap
orang lain. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins (2003: 336), kepercayaan mempunyai lima
dimensi, yaitu:
1) Integrity, menunjukkan kejujuran dan keadaan sebenarnya. Dimensi ini paling kritis
apabila seseorang menilai kepercayaan orang lain.
2) Competence, mencakup pengetahuan dan keterampilan teknis dan hubungan
interpersonal individu.
3) Consistancy, menghubungkan reliabilitas, prediktabilitas dan keputusan baik individu
dalam mengendalikan ketidakkonsistenan antara kata dan tindakan menurunkan
kepercayaan.
4) Loyalty, adalah keinginan menjaga dan menyimpan muka bagi orang lain. Kepercayaan
memerlukan bahwa dapat tergantung pada seseorang yang tidak bertindak oportunistik.
5) Openness, adalah dasar kepercayaan dengan menyandarkan pada kejujuran orang lain.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perubahan pada budaya organisasi menunjukkan bahwa perubahan budaya organisasi
perlu dilakukan setiap organisasi untuk merespons perubahan lingkungan yang bergerak
dengan cepat. Dalam suatu organisasi perlu dikembangkan budaya berprestasi bagi seluruh
sumber daya manusia dan berorientasi pada hasil. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan
kesadaran akan pentingnya mengubah pola pikir dan menumbuhkan sikap dan perilaku saling
percaya memercayai di antara sumber daya manusia.

17
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Wibowo, S.E., M.Phil.2006.Manajemen Perubahan Edisi Ketiga.PT Rajagrafindo


Persada.Jakarta:Rajawali Pers 2011

https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Formil/article/view/798/0

https://slideplayer.info/slide/2770488/

18

Anda mungkin juga menyukai