Anda di halaman 1dari 16

[Type here]

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena di dalam
rumah sakit terdapat banyak institusi yang padat karya dengan berbagai sifat, ciri
serta fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa mdis dan mempunyai
berbagai kelompok profesi dalam elayanan rumah sakit (Boekitwetan, 1997).
Berbagai kelompok profesi ini akan meghasilkan perilaku individu dan perilaku
kelompok yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006)
Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap organisasi, sebab
tanpa sumber daya manusia tujuan dan sasaran organisasi tidak akan tercapai sesuai
yang direncanakan. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia sangat penting
dalam setiap organisasi.
Pentingnya peranan sumber daya manusia bagi setiap organisasi diharapkan
dapat meningkatkan kinerja karyawan, untuk itu sumber daya manusia perlu
memiliki skill atau keterampilan yang handal dalam menangani setiap pekerjaan,
sebab dengan adanya skill yang handal maka secara langsung dapat meningkatkan
kinerja karyawan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dalam suatu
perusahaan adalah budaya kerja, dimana faktor tersebut sangat erat kaitannya
dalam meningkatkan kinerja karyawan, sebab dengan terciptanya budaya kerja
yang baik dan ditunjang oleh kerja sama dengan sesama karyawan, maka
akan tercapai hasil yang dapat meningkatkan kinerja kerja karyawan. (Tika,
2008 : 120)

2
[Type here]

Budaya kerja pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat


difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat
diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan.
Dengan membakukan budaya kerja, sebagai suatu acuan bagi ketentuan atau
peraturan yang berlaku, maka para pemimpin dan karyawan secara tidak langsung
akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku sesuai dengan visi dan
misi serta strategi perusahaan. Proses pembentukan tersebut pada akhirnya akan
menghasilkan pemimpin dan karyawan professional yang mempunyai integritas yang
tinggi.

1.2 Masalah Pokok

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengemukakan masalah pokok


sebagai berikut : Apakah budaya kerja yang terdiri dari inisiatif individual, toleransi
risiko dan dukungan manajemen berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
pada Rumah Sakit

3
[Type here]

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia memiliki arti penting sebagai salah satu
fungsi manajemen selain fungsi manajemen pemasaran, keuangan, dan produksi, di
mana manajemen sumber daya manusia meliputi usaha-usaha/aktivitas-aktivitas suatu
organisasi dalam mengelola sumber daya manusia yang dimilikinya secara umum
dimulai dari proses pengadaan karyawan, penempatan, pengelolaan, pemeliharaan,
pemutusan hubungan kerja, hingga hubungan industrial. Departemen sumber daya
manusia yang ada dalam suatu organisasi membantu karyawan dan organisasi
mencapai tujuan mereka.
Diantara para ahli mempunyai pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan
Manajemen Sumber Daya Manusia. Namun demikian, secara umum intisari
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli memiliki kesamaan tujuan.
Yuniarsih dan Suwatno (2008 : 3) mengemukakan bahwa manajemen sumber
daya manusia adalah serangkaian kegiatan pengelolaan sumber daya manusia yang
memusatkan kepada praktek dan kebijakan, serta fungsi-fungsi manajemen untuk
mencapai tujuan organisasi .
2.2 Pengertian Budaya Kerja

Budaya kerja menurut Mangkunegara (2005 : 113) yang dikutip dari Edgar
H. Schein mendefinisikan bahwa : Budaya kerja adalah seperangkat asumsi atau
sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang
dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Budaya kerja mempunyai dua tingkatan yaitu pada tingkatan yang lebih dalam
dan kurang terlihat, budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang
dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu. Pengertian ini mencakup

4
[Type here]

tentang apa yang penting dalam kehidupan dan sangat bervariasi dalam perusahaan
yang berbeda. Pada tingkatan yang lebih terlihat, budaya menggambarkan pola atau
gaya perilaku suatu perusahaan, sehingga pegawai-pegawai baru secara otomatis
terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya.
Sedangkan menurut Mc Kenna dan Nic Beech (2000 : 62) mengemukakan
bahwa budaya kerja atau perusahaan sebagai pola asumsi-asumsi yang mendasar di
mana kelompok yang ada menciptakan, menemukan atau berkembang dalam proses
belajar untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan adaptasi eksternal dan integrasi
internal.
Unsur-unsur yang terkandung dalam budaya kerja menurut Tika (2008 : 5)
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Asumsi dasar
2. Keyakinan yang dianut
3. Pimpinan atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya kerja.
4. Pedoman mengatasi masalah
5. Berbagai nilai (sharing of value)
6. Pewarisan (learning process)
7. Penyesuaian (adaptasi)
2.3 Jenis-Jenis Budaya Kerja
Sedangkan jenis-jenis budaya kerja berdasarkan proses informasi dan
tujuannya menurut Tika (2008 : 7) adalah :
1. Berdasarkan Proses Informasi
Robert E. Quinn dan R. McGrath (dalam buku Arie Indra Chandra) membagi
budaya organisasi berdasarkan proses informasi terdiri dari :
a) Budaya rasional
b) Budaya ideologis
c) Budaya konsensus
d) Budaya hierarkis
2. Berdasarkan Tujuannya

5
[Type here]

Talizuduhu Ndraha membagi budaya kerja berdasarkan tujuannya, yaitu :


a) Budaya organisasi perusahaan,
b) Budaya organisasi publik
c) Budaya organisasi sosial.
2.4 Fungsi Budaya Kerja
Adapun fungsi utama budaya kerja adalah sebagai berikut :
a. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun
kelompok lain.
Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu
perusahaan atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.
b. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu perusahaan
Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga
sebagai seorang pegawai/karyawan suatu perusahaan. Para karyawan mempunyai
rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggungjawab atas kemajuan perusahaannya.
c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
Hal ini tergambarkan di mana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung dan
konflik serta perubahan diatur secara efektif.
d. Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap
serta perilaku karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol,
didatarkannya struktur, diperkenalkannya dan diberi kuasanya karyawan oleh
perusahaan, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat
memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama.
e. Sebagai integrator
Budaya kerja dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub budaya baru.
Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar di
mana setiap unit terdapat para anggota perusahaan yang terdiri dari sekumpulan
individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.
f. Membentuk perilaku bagi karyawan

6
[Type here]

Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para karyawan dapat memahami bagaimana
mencapai tujuan perusahaan.
g. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok
perusahaan. Masalah utama yang sering dihadapi perusahaan adalah masalah
adaptasi terhadap lingkungan eskternal dan masalah integrasi internal. Budaya
kerja diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.
h. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan.
Fungsi budaya kerja adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan
pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai
perusahaan tersebut.
i. Sebagai alat komunikasi
Budaya kerja dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan
atau sebaliknya, serta antara anggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi
tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu
bersifat material dan perilaku. Kata-kata mencerminkan kegiatan dan politik
organisasi. Material merupakan indikator dari status dan kekuasaan, sedangkan
perilaku merupakan tindakan-tindakan realistis yang pada dasarnya dapat
dirasakan oleh semua insan yang ada dalam perusahaan.
j. Sebagai penghambat berinovasi
Budaya kerja dapat juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi
apabila budaya kerja tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut
lingkungan eksternal dan integrasi internal. Perubahan-perubahan terhadap
lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi. Demikian
pula pimpinan organisasi masih berorientasi pada kebesaran masa lalu.
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Kerja
Faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan budaya kerja adalah
kebersamaan dan intensitas.
1. Kebersamaan

7
[Type here]

Kebersamaan adalah sejauh mana anggota organisasi mempunyai nilai-nilai inti


yang dianut secara bersama.
Derajat kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi dan imbalan. Orientasi
dimaksudkan pembinaan kepada anggota-anggota organisasi khususnya anggota
baru maupun melalui program-program latihan. Melalui program orientasi,
anggota-anggota baru organisasi diberi nilai-nilai budaya yang perlu dianut secara
bersama oleh anggota-anggota organisasi. Di samping orientasi kebersamaan,
juga dipengaruhi oleh imbalan dapat berupa kenaikan gaji, jabatan (promosi),
hadiah-hadiah, tindakan-tindakan lainnya yang membantu memperkuat komitmen
nilai-nilai inti budaya kerja.
2. Intensitas
Intensitas adalah derajat komitmen dari anggota-anggota perusahaan kepada nilai-
nilai inti budaya kerja. Derajat intensitas bisa merupakan suatu hasil dari struktur
imbalan. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan perlu memperhatikan dan
mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada anggota-anggota perusahaan
guna menanamkan nilai-nilai budaya kerja.
Menurut Stepen P. Robbins dalam buku Tika (2008 : 10) menyatakan adalah
10 karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan, akan menjadi budaya kerja.
Kesepuluh karateristik budaya organsisasi tersebut sebagai berikut :
1. Inisiatif Individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, keberadaan
atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat.
Inisiatif tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu perusahaan
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan.
2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko
Dalam budaya kerja perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan
untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu budaya kerja
dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/para pegawai
untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan

8
[Type here]

organisasi/perusahaan serta berani mengambil risiko terhadap apa yang


dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/perusahaan dapat
menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan
harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan perusahaan. Kondisi
ini dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
4. Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu perusahaan dapat mendorong unit-unit
perusahaan untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit
perusahaan dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang
dihasilkan.
5. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan
komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan.
Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran
kinerja suatu perusahaan.
6. Kontrol
Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma
yang berlaku dalam suatu perusahaan. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan
dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk mengawasi
dan mengendalikan perilaku pegawai/karyawan dalam suatu perusahaan.
7. Identitas
Identitas dimaksudkan sejauh mana para anggota/karyawan suatu perusahaan
dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan
bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu.
Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu
manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan.

9
[Type here]

8. Sistem Imbalan
Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji,
promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan sebaliknya
didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. Sistem imbalan yang
didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai/karyawan suatu
perusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovatif dan mencari prestasi kerja
yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.
Sebaliknya, sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih kasih, akan
berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan keahlian dapat berlaku pasif
dan frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja perusahaan menjadi
terhambat.
9. Toleransi terhadap konflik
Sejauh mana para pegawai/karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan
kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering
terjadi dalam suatu perusahaan. Namun, perbedaan pendapat atau kritik yang
terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan
strategi untuk mencapai tujuan suatu perusahaan.
10. Pola Komunikasi
Sejauh mana komunikasi dapat dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola
komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.
Untuk dapat menentukan karakteristik budaya kerja yang dapat meningkatkan
kinerja perusahaan, diperlukan kriteria ukuran. Kriteria ukuran budaya kerja juga
bermanfaat untuk memetakan sejauh mana karakteristik tipe budaya kerja tepat atau
relevan dengan kepentingan suatu organisasi karena setiap perusahaan memiliki
spesifikasi tujuan dan karakter sumber daya yang berlainan. Karakteristik perusahaan
yang berbeda akan membawa perbedaan dalam karakteristik tipe budaya kerja.
2.6 Hubungan Budaya Kerja dengan Kinerja Karyawan

10
[Type here]

Manajemen budaya kadangkala memfokuskan diri pada pengembangan nilai


bersama dan mendapat komitmen untuk nilai bersama tersebut. Nilai ini berkaitan
dengan jenis perilaku yang dipercaya manajemen sesuai kepentingan perusahaan.
Nilai inti dari bisnis mengekspresikan keyakinan tentang apa yang dianggap penting
oleh manajemen mengenai bagaimana fungsi perusahaan dan bagaimana orang-orang
seharusnya berperilaku. Tujuannya untuk memastikan bahwa keyakinan ini juga
dimiliki dan dilaksanakan karyawan. Strategi manajemen budaya seharusnya
menganalisis perilaku yang sesuai dan kemudian dibawa ke dalam proses, seperti
manajemen kinerja, yang akan mendorong pengembangan perilaku tersebut.
Menurut Denison dalam buku Tika (2008 :136) berpendapat bahwa ada empat
prinsip integratif mengenai hubungan timbal balik antara budaya perusahaan dan
efektivitas kinerja perusahaan. Keempat prinsip ini diberi nama empat sifat utama
(main cultural traits) yang mencakup, yaitu : "1. Keterlibatan (involvement),
2. Konsistensi, 3. Adaptabilitas, 4. Misi."
Selanjutnya penjelasan mengenai hubungan keempat sifat utama tersebut di
atas dengan efektivitas kinerja perusahaan dapat dijelaskan secara ringkas sebagai
berikut :
1. Keterlibatan (Involvement)
Keterlibatan merupakan faktor kunci dalam budaya organisasi. Penelitian tentang
keterlibatan perusahaan yang tinggi oleh Walton maupun Lawler mengemukakan
bahwa keterlibatan merupakan strategi manajemen bagi kinerja perusahaan yang
efektif dan strategi karyawan untuk lingkungan kerja yang baik. Mereka juga
lebih memfokuskan pada struktur-struktur dan strategi aktual dalam membentuk,
mempertahankan sistem keterlibatan yang tinggi.
Organisasi dengan keterlibatan tinggi memiliki karakteristik dari sebuah suku
(clan) daripada sebuah birokrasi formal. Transaksi-transaksi organisasi suku
terutama dipengaruhi oleh nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma, dan
tradisi-tradisi. Organisasi dengan tingkat keikutsertaan, keterlibatan, dan

11
[Type here]

partisipasi yang tinggi bergantung pada sistem manajemen yang terbentuk


berdasarkan.
2. Konsistensi
Teori konsistensi menekankan adanya dampak positif budaya kuat pada efektivitas
organisasi dan bahwa sistem keyakinan, nilai dan simbol yang dihayati serta
dipahami secara luas oleh para anggota organisasi memiliki dampak positif pada
kemampuan mereka dalam mencapai konsensus dan melakukan tindakan-tindakan
yang terkoordinasi. Konsep fundamentalnya adalah sistem kontrol implisit, yang
berdasarkan nilai-nilai yang diinternalisasi merupakan cara yang efektif dalam
tercapainya koordinasi daripada sistem kontrol eksternal yang bergantung pada
peraturan-peraturan eksplisit.
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa konsistensi menyangkut keyakinan,
nilai-nilai, simbol, dan peraturan-peraturan mempunyai pengaruh terhadap kinerja
perusahaan khususnya menyangkut, metode melakukan bisnis, perilaku karyawan
dan tindakan-tindakan bisnis lainnya.
3. Adaptabilitas
Untuk memformulasikan teori budaya yang lebih proaktif tentang adaptabilitas
organisasi, seseorang harus menjabarkan sistem norma-norma dan keyakinan-
keyakinan yang dapat mendukung kapasitas suatu perusahaan agar bisa menerima,
menafsirkan dan menerjemahkan tanda-tanda yang berasal dari lingkungan supaya
terjadi perubahan-perubahan perilaku internal untuk bisa tetap bertahan hidup,
tumbuh dan berkembang.
4. Misi
Penghayatan misi memberi dua pengaruh besar pada fungsi perusahaan, yaitu :
a. Menentukan manfaat dan makna dengan cara mendefinisikan peran sosial dan
sasaran eksternal bagi institusi serta mendefinisikan peran individu berkenaan
dengan peran institusi. Melalui proses ini perilaku diberi makna intrinsik atau
bahkan spiritual yang melampui peran birokrasi secara fungsional.

12
[Type here]

b. Memberikan kejelasan dan arah/aturan. Kesadaran akan misi memberikan


arah dan sasaran yang jelas yang berfungsi untuk mendefinisikan serangkaian
tindakan yang tepat bagi organisasi dan anggota-anggotanya. Pada tingkat
individu ada bukti yang meyakinkan bahwa kesuksesan kemungkinan besar
terjadi ketika individu mempunyai tujuan terarah. Pada tingkat organisasi
walaupun sasaran organisasi sering kali post hoc reconstruction, proses yang
berkaitan akan terjadi.
Kedua faktor tersebut memiliki efek positif pada kinerja perusahaan.

13
[Type here]

BAB III

PEMBAHASAN

Permasalahan yang sering terjadi di rumah sakit adalah keterlambatan


kehadiran petugas-petugas di rumah sakit. Hal ini sangat berpengaruh untuk kinerja
rumah sakit. Oleh karena itu pimpinan harus berusaha menciptakan kondisi budaya
kerja yang kondusif dan dapat mendukung terciptanya kinerja yang baik. Hal inilah
yang merupakan sasaran bagi pimpinan rumah sakit dalam menciptakan budaya kerja
yang diinginkan atau budaya yang kuat maka upaya yang ingin dicapai adalah untuk
menciptakan budaya kerja yang baik, sehingga dapat meningkatkan kinerja para
karyawan di lingkungan rumah sakit.
Hal ini dapat dilihat pada penerapan budaya kerja pada beberapa rumah sakit
belum optimal, dimana masih ada karyawan yang belum mentaati disiplin kerja
seperti : jam kerja, mereka masuk kerja setelah jam 08.00 WIB dan pulang sebelum
jam 17.00 WIB, disamping itu sikap karyawan yang tidak memegang teguh amanah
dalam melaksanakan tugas pokok dan kewajibannya sebagai karyawan. Tindakan-
tindakan seperti tersebut di atas dapat berakibat pada kurangnya pelayanan kepada
masyarakat.

14
[Type here]

Ada tiga aspek adaptabilitas yang mempunyai dampak pada efektivitas


perusahaan, yaitu sebagai berikut :
a. Kemampuan untuk menyadari dan bereaksi pada lingkungan eksternal. Salah
satu ciri khas perusahaan Jepang yang berhasil adalah obsesi dari pelanggan
dan kompetitor.
b. Kemampuan untuk bereaksi pada pelanggan internal. Kepicikan dalam
memperlakukan departemen, divisi, dan distrik lain dalam perusahaan yang
sama menunjukkan kurangnya adaptasi dan mempunyai dampak langsung
pada kinerja perusahaan yang efektif.
c. Kemampuan untuk bereaksi terhadap pelanggan internal maupun eksternal
membutuhkan kemampuan untuk mengatur kembali dan melembagakan
kembali sejumlah perilaku dan proses yang mengizinkan perusahaan untuk
beradaptasi.
Ketiga aspek di atas merupakan hasil perkembangan dari asumsi-asumsi, nilai-
nilai, dan norma-norma dasar yang memberikan struktur dan arah bagi
organisasi.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan budaya kerja yang baik
diantaranya adalah pimpinan memberikan contoh secara langsung kepada staf-

15
[Type here]

stafnya contohnya adalah hadir lebih pagi dibanding staf lainnya. Kemudian
melakukan pendekatan langsung kepada staf-staf nya, contohnya memimpin
langsung briefing mingguan staf, sehingga dapan berkomunikasi langsung dengan
staf mengenai permasalahan atau pencapaian apa yang telah terjadi. Membuat
forum diskusi untuk antar departemen juga berpengaruh baik terhadap budaya
kerja, hal ini dikarenakan hubungan yang baik antar departemen di rumah sakit
juga dapat berpengaruh besar terhadap budaya kerja di rumah sakit. Selain itu
pelatihan service excelent untuk staf juga berfungsi untuk meningkatkan
pelayanan yang baik terhadap pasien.

BAB IV
KESIMPULAN & SARAN

Untuk itu kesadaran karyawan akan pentingnya budaya kerja masih perlu
disosialisasikan. Hal ini berhubungan dengan pengimplementasian budaya kerja
terhadap kinerja karyawan yang sangat kompleks, karena mereka mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Kemampuan karyawan masih terbatas, sikap dan
perilaku masih perlu ditingkatkan disamping itu perlu ada motivasi dari pimpinan,
yang terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain : inisiatif
individual, toleransi risiko, dan dukungan manajemen. Ketiga faktor tersebut
mempunyai hubungan terhadap peningkatan kinerja karyawan.

16
[Type here]

DAFTAR PUSTAKA

Eugene McKenna dan Nie Beech, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi
pertama, cetakan pertama, Penerbit : ANDI, Yogyakarta.

Hasibuan, H. Malayu S.P. 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta :


Bumi Aksara.

Malthis, Robert L. & John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Terjemahan oleh Jimmy Sadeli & Bayu Prawira Hie. Jakarta Salemba Empat.

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005, Perilaku dan Budaya Organisasi, cetakan


pertama, Penerbit : Remaja Rosda Karya, Malang

Moeljono, Djokosantoso, 2005, Budaya Organisasi dalam Tantangan, Penerbit :


Elex Media Komputindo, Jakarta.

Moh. Pabundu Tika, 2008, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja


Perusahaan, cetakan kedua, Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta.

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2008, Perencanaan dan Pengembangan Sumber


Daya Manusia, edisi kedua, cetakan ketiga, Penerbit : Refika Aditama,
Bandung

Rachmawati, Nuraini Eka, 2004, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya


Manusia sebagai Basis Meraih Keunggulan Kompetitif, edisi pertama,
cetakan pertama, Penerbit : Ekonisia, Yogyakarta.

Rivai, Veithzal, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan,


edisi kedua, cetakan kedua, RajaGrafindo Persada, Jakarta

Ruky S. Achmad, 2006, Sumber Daya Berkualitas, Mengubah Visi Menjadi


Realita, cetakan kedua, Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Sutrisno, Edy, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan
pertama, Penerbit : Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Sofyandi, Herman, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama,


cetakan pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta

T. Hani Handoko dan Rahmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi
cetakan kedua, Penerbit : BPFE, Yogyakarta

Yuniarsih Tjutju, dan Suwatno, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan
pertama, Penerbit : Alfabeta, Bandung

17

Anda mungkin juga menyukai