BUDAYA ORGANISASI
Disusun Oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Atas izin-Nya pulalah kegiatan membuat
makalah dengan judul “Budaya Organisasi ” dapat diselesaikan dengan baik.
Tujuan ditulisnya makalah ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen
Pengajar Mata Kuliah Perilaku Organisasi, makalah ini dibuat berdasarkan informasi yang
penulis dapat dari berbagai literatur buku dan internet. Penulis juga menyadari bahwa makalah
yang dibuat ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami dengan ikhlas dan dengan hati lapang
dada akan menerima saran maupun kritik demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini memberikan manfaat dan pelajaran bagi
kita semua. Amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah......................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1 Pengertian dan Tujuan Budaya Organisasi............................................................................3
2.2 Fungsi Budaya Organisasi.....................................................................................................4
2.3 Ciri-ciri Budaya Organisasi...................................................................................................4
2.4 Tipe Budaya Organisasi.........................................................................................................5
2.5 Pembentukan Budaya Organisasi...........................................................................................7
2. 6 Perubahan Budaya Organisasi..............................................................................................9
BAB III..........................................................................................................................................12
PENUTUP.....................................................................................................................................12
3.1Kesimpulan...........................................................................................................................12
3.2 Saran.....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Terkadang untuk belajar mengenai sesuatu, tidak hanya dengan belajar pada sekitar kita saja.
Namun ada beberapa hal di dunia luar ternyata juta dapat memberikan dampak yang positif.
Dalam hal ini budaya kerja dari negara-negara lain dan untuk dapat mengetahui budaya kerja di
negara-negara lain. Pasalnya, globalisasi menuntut untuk dapat menunjukkan kualiats para
pekerja dari negara-negara lain.
Ada beberapa negara yang memiliki budaya organisasi yang berbeda dengan Budaya
Organisasi yang ada di Indonesia diantaranya adalah Jepang. Jepang merupakan negara yang
terkenal dengan para pekerjanya yang kerja keras dan menjadi suatu negara, bahwa dalam se-
Asia dapat memajukan produktivitasnya. Terlihat bahwa perusahaan di Jepang menjunjung
tinggi budaya tim, bukan Individu. Suatu keberhasilan suatu pendapatan dianggap merupakan
hasil kerja tim.
Bukan hanya di negara Jepang, pekerja di Jerman juga terkenal dengan para pekerjanya yang
sangat ulet dalam bekerja. Bahkan para pekerja di Jerman tapi tidak hanya sekedar produktif
tetapi melainkan juga keefektifan. Hal ini dapat terlihat dari kebiasaan dan pilihan pekerja saat
melakukan pekerjaan. Kebanyakan masyarakat di Jerman selalu memberikan contoh bahwa
jangan membuang waktu. Termasuk soal waktu tempuh ke tempat kerja. Bahkan para pekerja
mencari tempat tinggal yang tidak jauhg dari tempat kerja. Dengan begitu para pekerja dapat
menjangkau tempat bekerja dengan berjalan kaki atau bersepeda. Para pekerja di Jerman sangat
menjunjung waktu dan sangat menghargai waktu. Oleh karena itu, para pekerja selalu efektif
dalam berbagai bidang.
Di Indonesia budaya organisasi yang dijunjung adalah gotong royong. Gotong royong
merupakan salah satu kebudayaan khas bangsa Indonesia. Dengan kita bergotong royong atau
dapat diartikan juga dengan bekerja tim maka pekerjaan yang dikerjakan akan dapat cepat di
selesaikan. Gotong royong ini sendiri juga dapat menimbulkan rasa empati antar rekan kerja
yang tentunya akan memberikan dampak positif sesama tim kerja.
1
Dalam suatu keberadaan budaya adalah organisasi untuk melengkapi semua para anggota
dengan rasa (identitas) organisasi dan menimbulkan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut
organisasi. Nilai-nilai dasar dan keyakinan adalah fondasi dari identitas organisasi. Nilai
merupakan sesuatu yang memaknai jati diri seseorang.sebagai anggota suatu organisasi dalam
segala keadaan. Sedangkan keyakinan adalah suatu yang dipercayai bersama. Kedua hal inilah
yang mengikat dan menjadi dasar bagi komitmen para anggota suatu organisasi. Budaya kerja
dibangun diatas dasar komitmen berupa nilai dan keyakinan untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam setiap organisasi, bekerja menjadi suatu inti dari berfungsinya organisasi. Bahwa kinerja
disimbolkan suatu bentuk tugas-tugas, fungsi, aliran, kegiatan, prosedur, metode, standar yang
harus dipenuhi serta di tentukan oleh factor-faktor lingkungan disekitarnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh
organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus
diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam
mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai
organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan
berperilaku. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya
organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana
hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri. Berdasarkan ketiga pendapat diatas
dapat dikemukakan bahwa budaya organisasi adalah budaya organisasi sistem nilai organisasi
yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku
dari para anggota organisasi.
Secara spesifik, peranan budaya organisasi adalah membantu menciptakan rasa memiliki
terhadap organisasi, menciptakan jati diri anggota organisasi, menciptakan keterikatan emosional
antara organisasi dan karyawan yang terlibat di dalamnya, membantu menciptakan stabilitas
organisasi sebagai sistem sosial dan menemukan pola pedoman perilaku sebagai hasil dari
norma-norma kebiasaan yang terbentuk dalam keseharian. Dengan demikian budaya organisasi
berpengaruh kuat terhadap perilaku para anggotanya.
Tujuan keberadaan budaya organisasi adalah melengkapi para anggotanya dengan rasa
(identitas) organisasi dan menimbulkan komitmen terhadap nilai- nilai yang dianut organisasi.
3
2.2 Fungsi Budaya Organisasi
Menurut pendapat Siagian (1992:153) lima fungsi penting budaya organisasi, yaitu:
1. Sebagai penentu batas-batas perilaku dalam arti menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, apa yang dipandang baik atau tidak baik, menentukan yang benar dan
yang salah.
2. Menumbuhkan jati diri suatu organisasi dan para anggotanya.
3. Menumbuhkan komitmen untuk kepentingan bersama di atas kepentingan individual atau
kelompok sendiri.
4. Sebagai tali pengikat bagi seluruh anggota organisasi.
5. Sebagai alat pengendali perilaku para anggota organisasi yang bersangkutan.
1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri individual seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk
sikap serta perilaku karyawan.
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif
dan mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan,
analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan
proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-
orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya
individu.
6. Keagresifan (Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang – orang (anggota
organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai – santai.
7. Stabilitas (Stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di
pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
4
2.4 Tipe Budaya Organisasi
Tipe budaya organisais berfungsi untuk mengorganisasikan setiap anggota serta
meningkatkan suatu nilai pada organisasi itu sendiri. Dilansir dari Inc, budaya yang terjadi dalam
perusahaan mengacu pada nilai, sikap, standar, serta keyakinan bersama yang menjadi dasar ciri
dari organisasi untuk menentukan sifat.
Menurut Profesor dari University of Michigan di Amerika Serikat, Robert E. Quinn dan
Kim S. Cameron, mereka menjelaskan bahwa budaya organisasi terdiri dari 4 tipe yaitu klan,
adhokrasi, pasar dan hierarki. Berikut penjelasan mengenai 4 tipe budaya organisasi tersebut:
1. Budaya klan
Budaya klan merupakan tipe organizational culture dengan lingkungan kerja yang
bersahabat dan sangat ramah. Seperti pada namanya, seluruh karyawan akan dianggap
sebagai satu klan atau satu keluarga besar.
Budaya klan akan menciptakan lingkungan kerja yang kolaboratif dan terlibat aktif dalam
berbagai kegiatan, menyampaikan pendapat, serta ide untuk perkembangan perusahaan
yang lebih baik.
Kelebihan budaya klan:
Karyawan saling membantu satu sama lain untuk meningkatkan kinerja
Setiap anggota bebas untuk berpendapat tanpa ada tekanan
5
Seluruh anggota memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan inovasi
6
2.5 Pembentukan Budaya Organisasi
Ada beberapa unsur yang berpengaruh terhadap pembentukan budaya organisasi. Deal &
Kennedy dalam bukunya Corporate Culture: The Rolex and Ritual of Corporate membagi lima
unsur pembentukan budaya sebagai berikut:
a. Lingkungan usaha, merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang harus
dilakukan perusahaan agar berhasil.
b. Nilai-Nilai, adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi.
c. Pahlawan, adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaa dalam
kehidupan nyata.
d. Ritual, merupakan tempat di mana perusahaan secara simbolis menghormati pahlawan-
pahlawannya.
e. Jaringan budaya. merupakan jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya
merupakan saluran komunikasi primer.
Robbins (2003:724) membedakan budaya yang kuat dan budaya yang lemah. Budaya
yang kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada prilaku karyawan dan lebih langsung
terkait dengan pengutangan turn-over karyawan. Dalam budaya yang kuat, nilai inti organisasi
dipegang secara mendalam dan dianut bersama secara meluas Makin banyak anggota yang
menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai tersebut, maka
makin kuat budaya tersebut. Budaya yang kuat juga memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di
kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi. Kebulatan maksud tersebut
selanjutnya membina keakraban, kesetiaan, dan komitmen organisasi.
a. Perhatian (attention)
Perhatian para pemimpin berarti para pemimpin di dalam menjalankan kepemimpinannya
akan mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian mereka dengan cara
7
menanyakan, memberi pendapat, memuji, dan menyampaikan kritik. Pemimpin yang
memarahi seorang bawahan karena tidak mengetahui masalah yang terjadi di unit
kerjanya, misalnya, akan memiliki efek yang kuat dalam mengkomunikasikan nilai-nilai
dan perhatian. Pemimpin yang tidak menanggapi sesuatu maka hal ini menyampaikan
pesan bahwa hal itu tidak penting. Sebagai contoh, restoran cepat saji McDonald dikenal
kebersihannya karena secara berulang-ulang pendiri perusahaan menceritakan bagaimana
dia mengejar-ngejar lalat untuk menjaga agar para pelanggan yang sedang menikmati
hidangannya tidak terganggu oleh lalat tersebut. Cerita ini diterjemahkan para pegawai
bahwa perusahaan sangat peduli pada kebersihan dan peduli kepada pelanggannya.
b. Reaksi terhadap Krisis
Reaksi pemimpin dalam menghadapi krisis merupakan potensi bagi para pegawai untuk
mempelajari nilai-nilai dan asumsi asumsi. Misalnya perusahaan yang sedang mengalami
kesulitan keuangan cukup serius tetapi menghindari pemberhentian pegawai (PHK) dan
membuat kebijakan untuk membuat para pegawai bekerja dengan: waktu lebih pendek
dan dengan demikian menerima pemotongan gaji. Pemimpin tersebut
mengkomunikasikan dengan kuat bahwa ia mempertahankan pekerjaan para pegawai,
dan berdasarkan prilakunya tersebut para pegawai meyakini bahwa pemimpinnya
menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
c. Pemodelan Peran
Para pemimpin mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan mereka melalui
tindakan mereka sendiri. Hal tersebut khususnya tindakan-tindakan yang memperlihatkan
kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan pelayanan yang melebihi apa yang ditugaskan.
Seorang pemimpin yang membuat sebuah kebijakan atau prosedur tetapi tidak
memberikan perhatian yang besar terhadap hal tersebut maka dalam hal ini pemimpin
mengkomunikasikan pesan bahwa hal itu tidaklah penting atau tidak diperlukan. Seorang
pemimpin yang bekerja keras dan selalu tepat waktu, misalnya, akan
mengkomunikasikan bahwa bekerja keras dan tepat waktu merupakan hal yang penting
dan dihargai dalam organisasi. Sebaliknya pemimpin yang selalu meminta anak buahnya
untuk disiplin tetapi dia sendiri tidak disiplin maka sekeras apapun dia menyerukan
kedisiplinan, karyawan tetap akan menganggap bahwa kedisiplinan bukanlah hal yang
penting dalam organisasi.
d. Alokasi Imbalan-imbalan
Kriteria-kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan- imbalan
seperti peningkatan upah, atau promosi mengkomunikasikan apa yang dinilai oleh
pemimpin dan organisasi tersebut. Pengakuan formal dan acara-acara seremonial dan
pujian yang tidak formal mengkomunikasikan perhatian serta priontas seorang pemimpin.
Ketiadaan pengakuan terhadap kontribusi dan keberhasilan mengkomunikasikan bahwa
hal tersebut bukan merupakan hal yang penting. Pemberian simbol-simbol terhadap status
orang-orang tertentu juga mengkomunikasikan tentang apa yang penting dalam
perusahaan. Pembedaan status yang terlalu mencolok tentu saja menunjukkan bahwa
organisasi tidak menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Misalnya saja perusahaan-
8
perusahaan di Amerika Serikat relatif menggunakan simbol-simbol perbedaan status
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Jepang Keistimewaan tersebut misalnya
berupa ruang makan dan tempat parkir khusus.
e. Kriteria Menyeleksi dan Memberhentikan Karyawan
Para pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang yang memiliki nilai-
nilai, ketrampilan-ketrampilan, atau ciri-ciri tertentu dan mempromosikan mereka ke
posisi-posisi kekuasaan. Para pelamar yang tidak cocok dapat diskrining dengan
prosedur-prosedur formal dan informal, dan ada juga prosedur prosedur untuk
meningkatkan seleksi diri sendiri, seperu memberi kepada pelamar informasi yang
realistis tentang kriteria dan persyaratan bagi keberhasilan dalam organisasi. Kriteria
serta prosedur prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan atau memberhentikan para
anggota dari sebuah organisasi mengkomunikasikan juga nilai-nilai serta perhatian dari
pemimpinnya.
Untuk memahami perubahan organisasi secara teoretis, ada beberapa definisi dan konsep
para ilmuwan. Michel Beer (2000) menyatakan berubah itu adalah memilih tindakan yang
berbeda dari sebelumnya, perbedaan itulah yang menghasilkan suatu perubahan. Jika pilihan
hasilnya sama dengan yang sebelumnya berarti akan memperkuat status quo yang ada.
Selanjutnya Winardi (2005) menyatakan, bahwa perubahan organisasi adalah tindakan
beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan
datang menurut yang di inginkan guna meningkatkan efektivitasnya.
Sejalan dengan itu Hersey (1998) berpendapat, bahwa perubahan organisasi adalah suatu
tindakan menyusun kembali komponen- komponen organisasi untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas organisasi. Mengingat begitu pentingnya perubahan dalam lingkungan yang bergerak
cepat sudah saatnya organisasi tidak menunda perubahan, penundaan berarti akan menghadapkan
organisasi pada proses kemunduran. Akan tetapi perlu diingat bahwa tidak semua perubahan
yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, sehingga perlu diupayakan agar
perubahan tersebut diarahkan kearah yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi yang
sebelumnya.
Pada dasarnya semua perubahan yang dilakukan mengarah pada peningkatan efektiftas
organisasi dengan tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan
diri terhadap perubahan lingkungan serta perubahan perilaku anggota organisasi (Robbins,
2003). Lebih lanjut Robbins menyatakan perubahan organisasi dapat dilakukan pada struktur
yang mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik dan sumber daya manusia.
9
Sobirin (2005) menyatakan ada dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu
faktor ekstern seperti perubahan teknologi dan semakin terintegrasinya ekonomi internasional
serta faktor intern organisasi yang mencakup dua hal pokok yaitu:
1. Perubahan perangkat keras organisasi (hard system tools) atau yang biasa disebut dengan
perubahan struktural, yang meliputi perubahan strategi, struktur organisasi dan sistem.
2. Perubahan perangkat lunak organisasi (soft system tools) atau perubahan kultural yang
meliputi perubahan perilaku manusia dalam organisasi, kebijakan sumber daya manusia
dan budaya organisasi.
Setiap perubahan tidak bisa hanya memilih salah satu aspek struktural atau cultural saja
sebagai variabel yang harus diubah, tetapi kedua aspek tersebut harus dikelola secara bersama-
sama agar hasilnya optimal. Namun demikian dalam praktik para pengambil keputusan
cenderung hanya memperhatikan perubahan struktural karena hasil perubahannya dapat
diketahui secara langsung, sementara perubahan kultural sering diabaikan karena hasil dari
perubahan tersebut tidak begitu kelihatan. Untuk meraih keberhasilan dalam mengelola
perubahan organisasi harus mengarah pada peningkatan kemampuan dalam menghadapi
tantangan dan peluang yang timbul. Artinya perubahan organisasi harus diarahkan pada
perubahan perilaku manusia dan proses organisasional, sehingga perubahan organisasi yang
dilakukan dapat lebih efektif dalam upaya menciptakan organisasi yang lebih adaptif dan
fleksibel.
Meski telah disadari bahwa budaya organisasi bersifat dinamik dan pluralistic,
perdebatan tentang apakah budaya organisasi dapat diatur dan dikendalikan masih terjadi.
Pandangan pertama yang diwakili oleh Gagliardi menyatakan bahwa budaya organisasi dapat
diatur dan dikendalikan. Argumentasi yang digunakan adalah bahwa budaya organisasi
merupakan komponen illusive yang menyatu dalam diri setiap orang pada dataran yang paling
mendasar (alam bawah sadar), sehingga untuk merubah budaya organisasi membutuhkan
pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana alam bawah sadar terbentuk dan berfungsi serta
memungkinkan akan menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
Pandangan kedua menyatakan bahwa budaya organisasi dapat diatur dan dikendalikan.
Pandangan ini terpecah menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu pendapat bahwa perubahan budaya
organisasi sangat bergantung kemauan para eksekutif dan pendapat yang mengatakan bahwa
perubahan hanya mungkin dilakukan jika memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya kondisi-
kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan budaya organisasi. Sementara ada pandangan
yang lebih moderat dalam mensikapi terjadinya perdebatan ini, yaitu pandangan yang tidak
mempertentangkan apakah budaya organisasi dapat diatur dan dikendalikan ataukah tidak, tetapi
lebih menekankan tentang bagaimana, kapan dan dalam keadaan apa sebaiknya budaya
organisasi dirubah. Diantara kondisi lingkungan yang memerlukan perubahan antara lain
terjadinya krisis organisasi, pergantian kepemimpinan dan pembentukan organisasi baru.
10
Dari uraian tentang perubahan di atas dapat ditarik pengertian bahwa perubahan
organisasi itu merupakan suatu tindakan yang dilakukan terhadap unsur-unsur dalam suatu
organisasi untuk meningkatkan efektivitas organisasi menuju ke arah yang lebih baik daripada
sebelumnya. Perubahan merupakan bagian dari kehidupan manusia, dan dapat juga terjadi pada
organisasi.
11
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Menyadari bahwa tidak semua budaya cocok untuk semua lingkungan organisasi maka
perubahan budaya organisasi dalam era milenial harusnya merupakan hal yang biasa, namun
melihat bervariasinya tanggapan terhadap perubahan budaya organisasi, para pimpinan yang
terlibat dan bertanggung jawab terhadap proses perubahan organisasi harus mengantisipasi
kemungkinan adanya resistensi dari anggota organisasi. Oleh karena itu harus diadakan
sosialisasi untuk mengurangi gejolak yang tidak bisa dihindari. Upaya sosialisasi ini dapat
dilakukan jauh sebelum keputusan perubahan dibuat.
Kaitannya dengan sosialisasi di atas, langkah penting pertama yang harus dilakukan oleh
para pimpinan adalah mengaudit budaya yang sekarang ada, dimulai dengan mengidentifikasi
tantangan strategis yang akan dihadapi organisasi di masa datang setelah realisasi modernisasi.
Identifikasi ini penting karena Identifikasi ini akan menjadi prasyarat bagi pembentukan sistem
nilai dan norma perilaku. Setelah dilakukan audit budaya barulah ditetapkan budaya organisasi
yang diharapkan akan cocok dengan lingkungan yang baru, dan diakhiri dengan sosialisasi
budaya organisasi yang baru ke semua anggota organisasi.
3.2 Saran
Perubahan budaya organisasi dalam era milenial tidak bisa dilakukan secara
serampangan. Ada hal-hal penting yang harus dipertimbangkan, agar proses perubahan tersebut
berjalan sesuai rencana. Pimpinan dituntut kemampuannya untuk menerjemahkan perubahan
dalam lingkungan eksternal maupun lingkungan internal organisasi, menjadi nilai-nilai utama
bagi anggotanya.
Penelaahan budaya suatu organisasi ini perlu dilakukan oleh pimpinan secara periodikal
karena lingkungan selalu berubah, yang diartikan pula bahwa budaya organisasi dalam batas-
batas tertentu harus bisa menyesuaikan diri. Penelaahan ini tentu saja melibatkan semua yang
terlibat dalam organisasi (stakeholder). Keterlibatan dalam membangun dan mengembankan
organisasi, merumuskan nilai-nilai dan sistem sebagai basis budaya yang kuat, serta merumuskan
arah jangka panjang organisasi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Winardi, “Manajemen Perilaku Organisasi”, Edisi Revisi Cetakan Pertama, Prenada Media,
Jakarta, 2004.
Tika, Pabundu. 2014. Budaya Organisas dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
13