Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

BUDAYA ORGANISASI SYARIAH

TENTANG :
PENGEMBANGAN BUDAYA ORGANISASI
SYRIAH

Oleh :
AGUSTA FITRAH 232042001

DOSEN PENGAMPU :
DR. Himyar Pasrizal, SE., MM

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
1445 H / 2024 M
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah organisasi memiliki budayanya sendiri, yang
membuatnya berbeda dari organisasi lain. Budaya tertentu sesuai
dengan anggota atau karyawan baru, tetapi yang lain tidak; anggota baru
yang tidak sesuai harus menyesuaikan diri jika ingin tinggal di sana.
Suatu organisasi dapat menjadi terkenal dan bertahan lama
karena budayanya. Jadi, ada masalah jika budaya organisasi tertentu
tidak dapat mendukung organisasi lainnya. Organisasi tertentu memiliki
budaya yang tidak sesuai dengan zaman, yang membuatnya tidak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lebih bahaya lagi, organisasi
tersebut tidak mau menyesuaikan budayanya dengan perkembangan
zaman karena merasa paling benar. Dalam situasi seperti ini, karyawan
tidak akan puas dengan pekerjaan mereka. Ada banyak faktor lain yang
menyebabkan karyawan tidak puas dengan pekerjaan mereka, tetapi
budaya organisasi adalah yang paling penting.
Salah satu komponen penting dalam operasi suatu entitas atau
perusahaan adalah budaya organisasinya. Latar belakang budaya
organisasi terdiri dari berbagai faktor, termasuk norma, nilai, keyakinan,
dan praktik yang membentuk identitas organisasi. Faktor-faktor ini
memberikan wawasan tentang bagaimana dan mengapa budaya tersebut
berkembang, serta bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja dan
interaksi di dalam organisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Membangun Budaya Organisasi
2. Membangun Daya Saing dan Keunggulan
3. Membangun Budaya Berpretasi
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan membangun budaya organisasi
2. Untuk menjelaskan daya saing dan keunggulan
3. Untuk menjelaskan membangun budaya berpretasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Membangun Budaya Organisasi
1. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah karakteristik yang ada dan
dipertahankan dalam suatu organisasi atau dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat, yang merupakan bagian integral dari hubungan budaya
yang muncul. Budaya organisasi mengacu pada standar perilaku(Ismail,
2018) dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar aturan organisasi dan
dianut oleh semua anggota. Karena para pendiri memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap budaya awal organisasi, baik ideologi maupun
tradisi, akar budaya organisasi berasal dari para pendirinya. Dalam
budaya tertentu, individu yang tergabung dalam sebuah komunitas
berkomitmen untuk bertindak atau berperilaku dengan cara yang sama
(Rosyidi & Qohar, 2017).
Budaya organisasi sangat memengaruhi bagaimana karyawan
berinteraksi satu sama lain, fungsi organisasi, proses pengambilan
keputusan, dan bagaimana mereka bekerja dengan baik dalam situasi
sulit(Yoel, 2015).
Sebagaimana dinyatakan oleh Lathans dalam (Alisanda, 2018),
budaya organisasi terdiri dari standar dan prinsip yang mengarahkan
bagaimana anggota organisasi bertindak. Secara sederhana, segala
sesuatu di tempat ini termasuk dalam budaya organisasi. Menurut
beberapa ahli, budaya suatu organisasi terdiri dari filosofi, pengalaman,
harapan, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ini tercermin
dalam perilaku karyawan, mulai dari pekerjaan internal hingga
komunikasi dengan lingkungan eksternal.
Schein mengatakan bahwa budaya organisasi adalah pola dari
berbagai asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan, atau dikembangkan
oleh sebuah kelompok dengan tujuan agar organisasi dapat belajar
mengatasi dan menganggulangi masalah yang muncul sebagai hasil dari
adaptasi eksternal dan integrasi internal yang berjalan dengan baik.
Dengan demikian, budaya organisasi harus diajarkan kepada semua
anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan,
dan bekerja dalam organisasi(Habudin, 2020).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi
adalah dasar pendapat, kepercayaan, dan nilai praktik yang dimiliki
oleh seluruh anggota komunitas dalam suatu organisasi. Bagi
perusahaan, penerapan budaya organisasi dianggap penting karena
budaya ini merupakan prinsip bisnis dan kebiasaan yang dianut oleh
seluruh karyawan dan menjadi sumber gerak dan perilaku mereka.
2. Dasar Budaya Organisasi
Keyakinan dan nilai organisasi membentuk budayanya, dan
keduanya sangat mempengaruhi perilaku etis. Lima prinsip utama
ditemukan dalam nilai-nilai(Kreitner, 2015):
a. Nilai adalah ide tentang keyakinan,
b. Mengenai tindakan yang diharapkan,
c. Situasi yang sangat signifikan,
d. Ada aturan untuk memilih atau menilai peristiwa.
Proses yang relatif penting itu diikuti oleh nilai yang didukung,
yang menunjukkan nilai yang jelas dipilih oleh organisasi. Mereka
biasanya didirikan oleh pendiri bisnis baru atau kecil yang tergabung
dalam tim manajemen puncak perusahaan besar(Wahyudin, 2022).
Nilai pendukung adalah prinsip organisasi yang jelas. Dibentuk
biasanya oleh pendiri perusahaan baru atau kecil dan tim manajemen
senior dalam perusahaan yang lebih besar. Nilai pendukung dan nilai
yang diperantarakan sangat penting karena dapat mempengaruhi cara
karyawan berperilaku dan budaya organisasi. Nilai-nilai yang
diperantarakan adalah nilai dan norma yang sebenarnya ditunjukkan
atau dimasukkan ke dalam perilaku karyawan(Habudin, 2020).
3. Pembentukan Budaya Organisasi
Pembentukan budaya organisasi adalah proses yang melibatkan
upaya sadar untuk membentuk dan memelihara norma, nilai, dan
perilaku yang diakui secara bersama dalam suatu organisasi. Budaya
organisasi berfungsi sebagai landasan di mana tindakan, keputusan,
dan interaksi antar anggota organisasi diatur.
Membentuk budaya organisasi yang kuat memerlukan waktu dan
proses. Selama perjalanannya, sebuah organisasi mengalami kemajuan
dan perubahan dalam budayanya. Budaya dapat dilihat sebagai suatu
hal yang direkayasa dan dibentuk dalam kehidupan sehari-hari orang
banyak. Jika lingkup budaya dikurangi ke tingkat organisasi atau
bahkan kelompok yang lebih kecil, akan dapat dilihat bagaimana
budaya terbentuk, ditanamkan, berkembang, dan akhirnya direkayasa,
diatur, dan diubah. Budaya organisasi biasanya dibentuk melalui tiga
tahap:
a. Seseorang (pendiri) memiliki sejumlah ide atau gagasan tentang
membangun sebuah organisasi
b. Pendiri menggabungkan satu atau lebih pemikir penting dan
membentuk kelompok inti yang memiliki visi yang sama
c. Kelompok tersebut memulai tindakan untuk membangun
organisasi. memilih jenis bisnis, lokasi, dan informasi lainnya
yang relevan
d. Langkah terakhir, di mana individu baru dibawa ke dalam
organisasi untuk bekerja sama dengan pendiri dan kelompok inti,
memulai pembentukan sejarah bersama.
Sebuah perusahaan memiliki budaya yang berbeda tergantung
pada nilai-nilai yang dipegang oleh para pimpinannya saat mendirikan
organisasi. Budaya dapat kuat atau lemah, dan ada budaya yang salah
dan sulit diubah, semua tergantung pada seberapa kuat komitmen
yang diinginkan untuk mendirikan organisasi. Pola perilaku di bidang
sangat dipengaruhi oleh budaya perusahaan, yang terdiri dari
a. Nilai-nilai perusahaan (termasuk masalah moral dan etika)
b. Suasana organisasi (termasuk bagaimana orang merasa dan
bertindak)
c. Gaya kepemimpinan (termasuk melaksanakan wewenang)
(Habudin, 2020).
B. Membangun Daya Saing dan Keunggulan
1. Membangun Daya Saing
Dunia berubah dengan cepat. Globalisasi adalah fenomena
yang paling terlihat, yang ditunjukkan oleh pergeseran cepat arus
informasi, teknologi, dan perdagangan di antara negara-negara. Orang-
orang yang tidak merespon perubahan dengan cepat akan semakin
tertinggal. Demikian pula, peran produk dan persaingan pasar selalu
sangat dipengaruhi oleh perubahan dalam hal demografi, ekonomi
global, dan kondisi lingkungan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa derajat persaingan bisnis juga
memiliki dampak yang signifikan. Persaingan sekarang menyebar di
seluruh dunia, bukan hanya di tingkat lokal, regional, dan nasional.
Perusahaan yang akan tampil dalam persaingan global adalah yang
mampu bersaing. Selain harga, persaingan terjadi dalam aspek kualitas
dan layanan pelanggan.
Program pengalihan teknologi atau sumber daya manusia harus
digunakan oleh perusahaan untuk menanggapi perubahan kemampuan
teknis dan manajemen. Dalam lingkungan pasar, inovasi produk baru
semakin meningkat dan persaingan produk berubah lebih cepat.
Perubahan ini dipengaruhi oleh perubahan struktur industri, kebijakan
pemerintah, lingkungan, dan sosial. Seberapa kompetitif suatu
perusahaan seiring berjalannya waktu akan sangat bergantung pada
kemampuan untuk memanfaatkan peluang ekonomi dengan cara yang
tepat. Selain itu, sulit dihindari terjadinya perdagangan ekonomi antara
komponen teknologi, kapital, dan sumber daya manusia.
Perusahaan harus terus meningkatkan untuk meningkatkan
daya saing mereka dengan memperbaiki proses produk, jasa, sumber
daya manusia, dan lingkungan secara terencana dan berkelanjutan.
Investasi yang lebih besar, penelitian dan pengembangan produk,
pengembangan teknologi dan sumber daya manusia, dan perluasan
jaringan pasar internasional semuanya memerlukan pengembangan
terus menerus.
Meningkatkan kualitas secara konsisten dan terencana dengan
baik adalah salah satu cara meningkatkan daya saing. Ini
memungkinkan peningkatan kualitas berlanjut dan mencapai hasil,
seperti menjadi daya tarik bagi pengguna jasa pendidikan dan
membuat siswa bangga(I Putu Ayub Darmawan, 2016).
Michael A. Porter membagi tiga kategori strategi generik untuk
menganalisis strategi persaingan perusahaan: keunggulan biaya
(kepemimpinan biaya), pembedaan produk (perbedaan), dan
fokus(Porter, 2001).
a. Strategi Biaya Rendah (Cost Leadership)
Strategi biaya rendah, yang menekankan pada upaya untuk
mengurangi produk standar dalam segala aspek dengan biaya per
unit yang sangat rendah. Produk dan jasa ini biasanya ditujukan
kepada konsumen yang cukup rentan terhadap pergeseran harga
(harga sensitif) atau yang sering menggunakan harga sebagai
alasan untuk membuat keputusan. Dari perspektif pelaku
pelanggan, strategi jenis ini sangat cocok dengan kebutuhan
pelanggan yang termasuk dalam kategori perilaku yang rendah
keterlibatan. Perilaku seperti ini terjadi ketika pelanggan tidak
terlalu peduli terhadap perbedaan merek, tidak terlalu
membutuhkan perbedaan produk, atau ketika sejumlah besar
pelanggan memiliki kekuatan tawar-menawar yang signifikan.
b. Strategi Pembedaan Produk (Differentiation)
Strategi pembedaan produk, yang mendorong perusahaan
untuk memiliki kemampuan untuk menjadi unik di pasar yang
dituju. Suatu bisnis dapat menarik sebanyak mungkin konsumen
potensial dengan produk (barang atau jasa) yang unik. Meskipun
metode yang digunakan untuk membedakan produk bergantung
pada karakteristik dan fitur fisiknya, serta tingkat kepuasan yang
diberikan kepada penggunanya, baik secara nyata maupun
psikologis. Metode yang digunakan untuk membedakan produk
bergantung pada pasar tertentu. Diferensiasi termasuk berbagai
kemudahan pemeliharaan, fitur tambahan, fleksibilitas,
kenyamanan, dan berbagai fitur lainnya yang sulit ditiru oleh
pesaing. Strategi jenis ini biasanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen potensial yang tidak mengutamakan harga
saat membuat keputusan.
Perlu diperhatikan bahwa ada tingkat diferensiasi yang
berbeda. Diferensiasi tidak menjamin keunggulan kompetitif,
terutama jika produk standar yang beredar sebagian besar
memenuhi persyaratan pelanggan atau jika pesaing atau
kompetitor dapat dengan mudah meniru produk mereka. Produk
yang tahan lama (durable) dan sulit ditiru oleh pesaing adalah
contoh penggunaan strategi ini dengan benar(Muljono, 2012).
c. Strategi Fokus (Focus)
Untuk memperoleh keunggulan bersaing dalam suatu
segmen pasar tertentu, strategi fokus digunakan. Strategi ini
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang jumlahnya
relatif kecil dan harganya hampir tidak memengaruhi keputusan
pembelian mereka. Ini terutama diterapkan pada perusahaan skala
menengah dan besar, dan dikombinasikan dengan salah satu dari
dua strategi generik lainnya: strategi biaya rendah atau strategi
pembedaan karakteristik produk.
Perusahaan yang menggunakan strategi ini biasanya
berkonsentrasi pada suatu kelompok pasar atau wilayah geografis
tertentu, dan harus memiliki besaran pasar yang cukup (market
size), potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu
diperhatikan oleh pesaing untuk mencapai keberhasilan(Muljono,
2012).
2. Keunggulan Daya Saing
Untuk mendapatkan keunggulan bersaing, konsep pemasaran
sangat penting. Pada dasarnya, berdasarkan gagasan pemasaran
sederhana, jika konsumen tidak ingin atau tidak butuh barang yang
Anda pasarkan, mereka tidak akan membeli barang tersebut. Hak-hak
ini tidak rumit, tetapi penting dan rasional, dan merupakan dasar dari
kesuksesan bisnis. Hak ini juga berlaku untuk organisasi nonprofit.
Selain mempengaruhi kepuasan pelanggan, kelemahan dan kekuatan
pesaing memberikan peluang untuk memperoleh keunggulan bersaing.
Sangat penting untuk memeriksa pelanggan dan pesaing Anda.
Pesaing tertentu memiliki dampak positif atau negatif terhadap
pemenuhan keinginan kelompok konsumen tertentu (segmen pasar).
Salah satu cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan adalah
dengan mengetahui apa yang membedakan keinginan pelanggan dari
apa yang ditawarkan pesaing mereka. Selain itu, perusahaan harus
mempelajari barang dagangan pesaing untuk menemukan cara untuk
meningkatkan barang dagangan mereka sendiri(Craven, 1996).
Untuk mendapatkan keuntungan dan memuaskan pelanggan,
beberapa pertimbangan penting adalah:
a) Prosesnya harus berpusat pada pelanggan.
b) Kelompok pembeli (segmen pasar) harus digunakan untuk
melakukan analisis kebutuhan atau keinginan (persyaratan).
c) Potensi untuk memperoleh manfaat, di mana ada perbedaan antara
keinginan pelanggan dan upaya para pesaing untuk memuaskan
mereka
d) Jika permintaan pembeli tidak terpenuhi pada produk atau jasa
tertentu, ada peluang.
e) Analisis kepuasan konsumen harus dapat membantu perusahaan
menemukan cara terbaik untuk menciptakan nilai yang unggul.
Analisis keunggulan bersaing menunjukkan bagaimana sebuah
perusahaan berbeda dari pesaing lainnya dan unik. Keterampilan,
sumber daya, dan kontrol yang lebih baik merupakan sumber
keunggulan kompetitif. Dengan kemampuan yang lebih baik,
perusahaan dapat memilih dan menerapkan strategi yang akan
membedakan mereka dari pesaing. Kemampuan termasuk kemampuan
teknis, manajemen, dan operasional(Craven, 1996).
C. Membangun Budaya Berpretasi
Standar prestasi dapat berupa prestasi masa lalu Anda sendiri,
sasaran yang menantang, ukuran yang objektif melebihi orang lain, atau
sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh orang lain. Oleh karena itu,
pencapaian selalu merujuk pada keinginan untuk bertindak lebih baik dan
efisien untuk melampaui pencapaian dan prestasi sebelumnya. Namun,
masalahnya adalah bagaimana menciptakan budaya kerja yang unggul di
perusahaan kita, Ingatlah bahwa kebutuhan untuk pencapaian tinggi tidak
otomatis menyebar ke orang lain. Namun, jika seseorang yang memiliki
keinginan untuk pencapaian tinggi menjabat sebagai pemimpin, ada
kemungkinan besar bahwa hal itu akan berdampak pada seluruh organisasi.
Saya ingin berbicara tentang hal ini dari sudut pandang seorang
pemimpin dan apa yang harus dilakukan supaya budaya berprestasi ini
berkembang di dalam organisasi.
1) Terpenting, budaya berprestasi hanya dapat berkembang jika para
pemimpin organisasi bertindak sebagai contoh. Leader harus rajin jika
ingin karyawan atau pengikutnya rajin. Leader harus menunjukkan
dankenyamanannya dalam menciptakan lingkungan kompetisi sehat
untuk timnya jika mereka ingin timnya berkompetisi secara sehat di
lingkungan internal. Dia berada di belakang perusahaan yang besar
jika dia ingin pengikutnya mengejar target penjualan perusahaan.
Leader harus menunjukkan perilaku yang sama terpacu-Walk the talk.
Mereka harus benar-benar melakukan apa yang mereka inginkan
terlebih dahulu. Sebaliknya, pemimpin yang tidak peduli dengan
semangat dan tindakan yang berprestasi, tetapi mengharapkan para
pengikutnya melakukannya juga tidak mungkin. Seorang pemimpin
harus menjadi contoh yang baik bagi pengikutnya.
2) Budaya berprestasi harus dibangun dengan tujuan yang jelas, terukur,
dan menantang. Tidak ada suasana berpacumeraih prestasi tanpa
target. Target harus selalu berada di atas pencapaian rata-rata supaya
ada energi besar untuk maju lebih jauh lagi. Jika target hanya sesuai
dengan pencapaian rata-rata, itu bukan namanya, tetapi hasil kerja
biasa. Oleh karena itu, para pemimpin organisasi harus berani
menetapkan tujuan yang menantang, dapat diukur, realistis, dan dapat
dicapai jika mereka ingin meningkatkan lingkungan kerja dan
kecepatan berprestasi. Target yang dibuat terlalu banyak dan tanpa
dukungan data dan informasi yang memadai hanya akan menjadi
kosong.
Saat tujuan tidak terpenuhi karena penetapan yang tidak berbasis
informasi dan data yang memadai, bahkan kegagalan mencapai tujuan
tersebut dapat melemahkan semangat untuk berprestasi.
3) Leader tidak hanya harus menjadi motivator dan inspirator, tetapi juga
harus membuat lingkungan kerja yang berprestasi. Dengan kata lain,
mereka harus aktif membangun lingkungan kerja yang mendukung
setiap karyawan yang ingin berprestasi. Seorang leader yang
menyadari pentingnya budaya berprestasi akan memberi bawahannya
dorongan dan kesempatan yang luas untuk berkontribusi dalam
pemecahan masalah.
Meskipun pemimpin biasanya memiliki preferensi sendiri untuk
solusi, mereka harus tetap memungkinkan orang untuk berpartisipasi.
Bahkan dalam kasus di mana kepercayaan pemecahan masalah harus
diberikan kepada orang-orang yang terkenal rajin, bijak, dan
berdedikasi. Dengan cara ini, bawahan akan lebih termotivasi untuk
berprestasi.
4) Untuk mencapai tujuan mereka, para pemimpin harus menggunakan
bahasa yang dapat dicapai. Semua anggota perusahaan harus memiliki
kesadaran dan pemahaman yang sama, mulai dari pucuk pimpinan
hingga karyawan terbawah. memahami bahwa semua orang memiliki
tanggung jawab untuk memenuhi visi, misi, dan tujuan perusahaan.
Oleh karena itu, pengomunikasian ini sangat penting karena jika
dilakukan dengan benar dan dengan pola yang tepat, itu akan
memungkinkan setiap pekerja untuk internalisasi visi dan misi
perusahaan. Oleh karena itu, tujuan perusahaan akandiraih dengan
tanggung jawab yang besar yang tinggi.
Gairah untuk berprestasi pasti meningkat jika lingkungan kerja
atau suasana kerja sudah terbangun dalam kerangka komunikasi
semacam ini. Untuk melindunginya, para pemimpin harus
meningkatkannya ketika mulai lemah, meningkatkannya ketika mulai
stagnan, dan menjaga stabilitas ketika mereka berada di puncak
prestasi.
5) Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, para pemimpin harus mampu
memastikan bahwa semua orang bekerja sama. Artinya, setiap anggota
tim berkomitmen untuk mencapai target mereka sendiri dan bersama.
Tak seorang pun diizinkan untuk tetap diam atau tidak berpartisipasi
dalam upaya untuk maju. Jika tim lebih kompaksi, ada lebih banyak
motivasi, lebih banyak kinerja, dan lebih banyak peluang untuk
mencapai target.
Kondisi kerja sama harus dipertahankan. Kesalahan harus
diperbaiki, orang yang tidak bergerak harus digerakkan, dan orang
yang melaju kencang harus dijaga agar tetap kencang tanpa melanggar
peraturan.
6) Leader harus terus memotivasi mereka yang dia pimpin untuk
mempertahankan dan mempertahankan prestasi(Gemiralda, 2016).
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Alisanda, M. Y. (2018). Budaya organisasi ekstra kampus dalam mencetak
mahasiswa yang memiliki karakter egaliter: studi kasus PMII Rayon
FISIP Komisariat UIN Sunan Gunung Djati cabang Kota Bandung. UIN
Sunan Gunung Djati Bandung.
Craven, D. W. (1996). Pemasaran Strategis. Erlangga.
Gemiralda, M. (2016). Sales Culture Peran Leader dalam Membangun Budaya
Jualyang Unggu. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Habudin. (2020). Budaya Organisasi. Jurnal Literasi Pendidikan Nusantara,
Vol.1, No.
I Putu Ayub Darmawan, S. (2016). STRATEGI BERSAING UNTUK
MENINGKATKANDAYA SAING SEKOLAH TINGGITEOLOGIA
DIUNGARAN. Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol.3, No.
Ismail, I. (2018). Pengaruh budaya organisasi terhadap kepemimpinan dan
kinerja karyawan Pemerintah KabupatenKabupaten di Madura. Ekuitas
(Jurnal Ekonomi Dan Keuangan), Vol.12 No.
Kreitner, R. (2015). Perilaku Organisasi, Ed. ke-9, Buku 2. Salemba Empat.
Muljono, D. (2012). Buku Pintar Strategi Bisnis Koperasi Simpan Pinjam. CV.
Andi Offset.
Porter, M. A. (2001). Competitive Advantage, Edisi Bahasa Indonesia. PT.
Indeks Kelompok Gramedia.
Rosyidi, H., & Qohar, A. (2017). Kepala Sekolah dalam Mengembangkan
Budaya Organisasi untuk Meningkatkan Kinerja Guru di SD Bungah.
Ummul Qura, Vol.9, No.
Wahyudin, H. (2022). Budaya Organisasi. Multiverse: Open Multidisciplinary
Journal, Vol.1, No.
Yoel, S. (2015). Membina Organisasi Budaya dalam Globalisasi di
Perusahaan yang Menggunakan Alat Pembuka Kesehatan. Sosial dan
Manjadi Ilmu Havioral.

Anda mungkin juga menyukai