Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA KULIAH ORGANIZATIONAL BEHAVIOR

BUDAYA ORGANISASI

Disusun oleh:
Ratna Ayu Wijayanti
20808141040

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
1. APAKAH YANG DIMAKSUD BUADAYA ORGANISASI
a. Definisi Budaya Organisasi
Budaya organisasi mengacu pada suatu sistem berbagi budaya organisasi Suatu
arti yang dilakukan oleh para anggota yang membedakan organisasi dari organisasi
lainnya. Tujuh karakteristik utama sebagai berikut.
1. Inovasi dan pengambilan risiko. Tingkat para pekerja didorong untuk menjadi
inovatif dan mengambil risiko.
2. Memperhatikan detail. Tingkat para pekerja diharapkan untuk menunjukkan
presisi, analisis, dan memperhatikan detail.
3. Orientasi pada hasil. Tingkat manajemen menitikberatkan pada perolehan atau
hasil dan bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapainya.
4. Orientasi pada orang. Tingkat pengambilan keputusan oleh manajemen dengan
mempertimbangkan efek dari hasil terhadap orang-orang di dalam organisasi.
5. Orientasi pada tim. Tingkat aktivitas kerja diorganisir dalam tim daripada
individu.
6. Keagresifan. Tingkat orang-orang akan menjadi agresif dan kompetitif dan
bukannya santai
7. Stabilitas. Tingkat aktivitas organisasional menekankan pada mempertahankan
status quo yang kontras dengan pertumbuhan.

b. Budaya Merupakan Istilah Deskriptif


Budaya organisasi memperlihatkan bagaimana para pekerja dalam memandang
karakteristik dari budaya organisasi, bukan apakah mereka menyukainya-inilah yang
merupakan istilah yang bersifat deskriptif. Riset pada budaya organisasi telah
berupaya untuk mengukur bagaimana para pekerja memandang organisasi mereka.

c. Organisasi Memiliki Budaya Seragam


Budaya organisasi merepresentasikan persepsi dari para anggota organisasi yang
sama Oleh karenanya, kita akan mengharapkan para individu dengan latar belakang
yang berbeda atau pada level dalam organisasi yang berbeda untuk menggambarkan
budayanya dalam istilah yang sama. Sebagian besar organisasi yang besar memiliki
sebuah budaya yang dominan dan subkultur yang sangat banyak jumlahnya Budaya
yang dominan mengekspresikan nilai luhur yang diberikan oleh mayoritas anggotanya
dan hal itu memberikan organisasi kepribadiannya yang berbeda. Subkultur
cenderung berkembang dalam organisasi yang besar untuk mencerminkan
permasalahan yang umum atau pengalaman yang dihadapi oleh para anggota dalam
departemen atau lokasi yang sama.

d. Budaya yang Kuat Versus Lemah


Semakin banyak anggota yang menerima nilai luhur das semakin besar komitmen
mereka, maka akan semakin kuat budaya dan semakin besar pengaruhnya terhadap
perilaku anggota. Hal ini karena tingkat yang tinggi atas ella dan dibagikan dan
intensitas yang dapat menciptakan iklim pengendalian perilaku yang tinggi. Budaya
yang kuat akan menurunkan tingkat perputaran pekerja karena hal ini memperlihatkan
adanya perjanjian yang tinggi mengenal apa yang direpresentasikan oleh organisasi.
Kebulatan suara bertujuan untuk membangun kekompakan, loyalitas, dan komitmen
organisasi Kualitas ini, pada gilirannya, akan mengurangi kecenderungan par pekerja
untuk mengundurkan diri. Salah satu kajian menemukan bahwa semakin banyak
pekerja yang menyetujui orientasi konsumen dalam sebuah organisasi jasa, maka akan
semakin tinggi profitabilitas dari unit bisnis.

e. Budaya Versus Formalisasi


Kita telah melihat bahwa formalisasi yang tinggi akan menciptakan prediktabilas
ketertiban, dan konsistensi. Suatu budaya yang kuat akan mencapai tujuan akhir yang
sama tanpa kebutuhan akan dokumentasi secara tertulis.

2. YANG DILAKUKAN BUDAYA


a. Fungsi Budaya
Pertama, budaya memiliki peranan untuk mendefinisikan batasan. Kedua,
menyampaikan suatu perasaan akan identitas bagi para anggota organisasi. Ketiga,
budaya akan memfasilitasi. komitmen pada segala sesuatu yang lebih besar daripada
kepentingan diri sendiri perorangan. Keempat, mendorong stabilitas dari sistem sosial.
Terakhir, merupakan pengambilan perasaan dan mekanisme pengendalian yang
membimbing dan membentuk tingkah laku dan perilaku dari para pekerja.
Kecenderungan saat ini menuju pada organisasi yang terdesentralisasi membuat
budaya menjadi semakin penting daripada sebelumnya, tetapi secara ironis juga
membuat penciptaan dari suatu budaya yang kuat menjadi semakin sulit. Ketika
otoritas formal dan sistem kendali dikurangi, maka budaya yang membagikan arti
dapat menunjuk setiap orang dalam arahan yang sama. Namun, para pekerja yang
teroganisasi dalam tim akan memperlihatkan kepatuhan yang semakin besar pada tim
mereka dan nilainya daripada terhadap organisasi sebagai suatu keseluruhan.

b. Budaya Menciptakan Iklim


Aspek budaya ini seperti semangat tim pada level organisasional. Ketika setiap
orang memiliki perasaan umum yang sama mengenai apa yang terpenting atau
seberapa baik bekerjanya suatu hal, maka efek dari tingkah laku ini akan menjadi
semakin besar daripada jumlah dari bagian individu. Salah satu meta-analisis
menemukan bahwa dari puluhan sampel yang berbeda, iklim psikologis akan menjadi
sangat kuat terkait dengan level kepuasan pekerjaan, keterlibatan, komitmen, dan
motivasi dari para individu." Keseluruhan iklim tempat kerja yang positif telah
dikaitkan dengan kepuasan konsumen yang lebih tinggi dan kinerja keuangan pula,"
Seseorang yang menghadapi iklim yang positif bagi kinerja maka akan berpikir
untuk melakukan pekerjaan dengan baik yang lebih sering dan akan meyakini
dukungan dari orang lain bagi keberhasilannya. Seseorang yang menghadapi iklim
yang positif bagi keanekaragaman akan merasakan lebih nyaman berkolaboras dengan
para rekan kerja tanpa memperhatikan latar belakang demografis mereka. Ikim dapat
berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan perilaku.

c. Dimensi Budaya yang Etis


Dari waktu ke waktu, iklim kerja yang beretika (ethical work climate (EWC)),
atau konsep yang tersebar mengenai perilaku yang benar dan salah di dalam tempat
kerja, yang berkembang sebagai bagian dari iklim organisasional Iklim yang beretika
mencerminkan nilai dari organisasi yang sebenarnya dan membentuk pengambilan
keputusan yang etis bagi para anggotanya.
Para peneliti telah mengembangkan teori iklim yang beretika (ethical climate
theory [ECT]) dan indeks iklim yang beretika (the ethical climate index [ECI]) untuk
mengkategorikan dan mengukur dimensi dari budaya organisasi yang beretika." Pada
sembilan kategori iklim yang telah diidentifikasikan, lima ditemukan menjadi sangat
umum dalam organisasi, yaitu instrumental, kepedulian, independensi, hukum dan
kode.
Iklim etis independensi bergantung pada gagasan modal pribadi dari masing
masing individu untuk menentukan perilaku di tempat kerjanya. Iklim organisasi etis
secara kuat memengaruhi cara para anggota individunya dalam merasakan bagaimana
mereka berperilaku, sedemikian rupa sehingga para peneliti dapat memprediksikan
hasil organisasional dari kategori iklimnya. Iklim instrumental secara negatif terkait
dengan kepuasan kerja para pekerja dan komitmen organisasi, meskipun iklim-iklim
tersebut menarik bagi kepentingan diri sendiri.
Hasil kajian-kajian mengenal iklim etis dan tempat kerja menyebutkan bahwa
beberapa kategori iklim mungkin ditemukan dalam organisasi-organisasi tertentu.
Industri industri dengan standar yang menuntut seperti misalnya rekayasa teknik,
akuntansi, dan hukum cenderung untuk memiliki iklim aturan atau hukum dan kode.
Riset sedang menelusuri mengapa organisasi-organisasi cenderung untuk jatuh ke
dalam kategori iklim tertentu oleh industri, terutama organisasi-organisasi yang
berhasil. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa iklim instrumental selalu buruk atau
bahwa iklim kepedulian selalu baik. ECI merupakan salah satu cara terbaru para
peneliti yang berupaya untuk memahami konteks pendorong dalam organisasi yang
etis. Dengan mengukur level sensitivitas moral secara kolektif, pertimbangan,
motivasi, dan karakter dari organisasi kita, maka kita akan dapat menilai kekuatan
yang memengaruhi iklim etis yang dimiliki kita.

d. Budaya dan Inovasi


Sebagian besar perusahaan yang inovatif sering kali ditandai dengan keterbukaan
mereka tidak konvensional, kolaboratif, berbasis visi, budaya mempercepat,"
Perusahaan yang perintis sering kali memiliki budaya yang inovatif karena mereka
biasanya kecil, gesit, dan menitikberatkan pada pemecahan permasalahan agar dapat
bertahan hidup dan berkembang. Pada sisi lain spektrum perintis, misalnya Intuit yang
telah berusia 30 tahun, salah satu dari 100 Perusahaan Paling Inovatif di Dunia versi
Forbes. Para pekerja Intuit menghadir seminar-seminar untuk mengajarkan mereka
bagaimana berpikir secara kreatif dan secara tidak konvensional. Sesi-sesi telah
mengarahkan kepada para manajer berbicara melalui boneka dan mengadakan
penjualan kue untuk menjual prototipe aplikasi dengan cupcake mereka.
e. Budaya Sebagai Suatu Aset
Budaya organisasi dapat menyediakan lingkungan positif yang beretika dan
membantu perkembangan inovasi. Budaya dapat juga secara signifikan memberikan
kontribusi pada dasar dari organisasi dalam banyak cara. ChildNet adalah sebuah
agensi nirlaba kesejahteraan anak di Florida yang memiliki budaya organisasi yang
digambarkan sebagai "kesuraman" ketika salah seorang anak asuhnya menghilang
pada tahun 2000, hingga tahun 2007 ketika CEO dipecat di tengah tuduhan FBI atas
penipuan dan pemalsuan. Diskusi mampu untuk menemukan solusi atas kasus-kasus
para klien yang sulit, menghasilkan penempatan yang lebih baik bagi anak-anak asuh
ke dalam rumah-rumah yang permanen.
Dash Network merupakan sebuah kisah kesuksesan bisnis-merupakan penyedia
TV satelit terbesar kedua di AS, dan telah membuat pendirinya Charlie Ergen menjadi
salah satu orang terkaya di dunia. Namun, Dish baru-baru ini diperingkatkan sebagai
perusahaan di AS yang terburuk sebagai tempat kerja, serta para pekerja mengatakan
bahwa hal int dikarenakan kesalahan dari budaya mengelola hingga sekecil-kecilnya
yang diciptakan dan ditegakkan oleh Ergen. Pada ChildNet, perubahan yang positif
terhadap kinerja organisasional telah secara jelas dikaitkan dengan transformasi pada
budaya organisasinya. Dish, pada sisi lain, telah berhasil meskipun memiliki budaya
seperti itu.

f. Budaya Sebagai Sebuah Kewajiban


Budaya dapat mendorong komitmen organisasional dan meningkatkan
konsistensi perilaku pekerja, serta memberikan manfaat bagi organisasi. Budaya juga
berharga bagi para pekerja, karena menguraikan bagaimana hal-hal dilakukan dan
mana yang penting. Ketika suatu perusahaan mengalami institusionalisasi dan
menjadi dilembagakan-yaitu, hal ini dinilai untuk diri sendiri dan bukan dari barang
atau jasa yang diproduksi-mengambil hidup sendiri, terpisah dari para pendirinya atau
para anggotanya.
Hambatan bagi Perubahan Budaya merupakan sebuah kewajiban ketika nilai yang
berikan tidak sesuai dengan mereka yang memajukan efektivitas organisasi.
Hambatan pada Keanekaragaman Merekrut para pekerja yang baru yang berbeda dari
mayoritas dalam ras, umur, gender, kecacatan, atau karakteristik lainnya yang
menciptakan sebuah paradoks. Oleh karena perilaku yang beranekaragam dan
kekuatan yang unik cenderung untuk berkurang sebagaimana orang-orang berupaya
untuk berasimilasi, maka budaya yang kuat dapat menjadi kewajiban ketika mereka
secara efektif menghilangkan keuntungan-keuntungan ini. Hambatan pada Akuisisi
dan Merger Secara historis, ketika manajemen melihat pada keputusan akuisisi atau
merger. Suatu survei oleh perusahaan konsultasi A.T. Kearney mengungkapkan
bahwa 58% dari merger gagal dalam meraih tujuan keuangan mereka. Benturan
budaya secara umum dinyatakan menjadi salah satu dari penyebab permasalahan dari
AOL Time Warner.

3. MENCIPTAKAN DAN MEPERTAHANKAN BUDAYA


a. Bagaimana Sebuah Budaya Dimulai
Kebiasaan, tradisi, dan cara umum organisasi saat ini dalam melakukan sesuatu
hal sebagian besar sehubungan dengan apakah hal ini telah dilakukan sebelumnya dan
seberapa berhasilkah dahulu dalam melakukannya. Bebas dari kebiasaan atau ideologi
yang lama, para pendiri memiliki sebuah visi mengenai bagaimana organisasi yang
seharusnya, serta ukuran perusahaan yang kecil membuatnya mudah untuk
memaksakan visi tersebut terhadap seluruh anggota.
Penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara Pertama, para pendiri merekrut dan
mempertahankan hanya para pekerja yang berpendapat dan merasakan hal yang sama
dengan yang mereka lakukan. Kedua, mereka menanamkan dan menyosialisasikan
cara mereka dalam berpikir dan merasakan terhadap para pekerja. Terakhir, perilaku
dari para pendiri sendiri mendorong para pekerja untuk mengidentifikasi dengan
mereka dan menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi mereka.

b. Mempertahankan Suatu Budaya Hidup


Proses pemilihan, kriteria evaluasi kineria, aktivitas pelatihan dan pengembangan,
serta prosedur promosi memastikan bahwa mereka yang telah direkrut akan sesuai
dengan budaya, memberikan imbalan kepada mereka yang mendukungnya, dan
memberikan hukuman bagi mereka yang menantangnya. Tiga paksaan ini berperan
dalam bagian yang sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya: praktik
pemilihan, tindakan dari manajemen puncak, dan metode sosialisasi.
Pemilihan Tujuan secara eksplisit dari proses pemilihan adalah untuk
mengidentifikasi dan merekrut para individu dengan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan untuk bekerja dengan berhasil Keputusan final. Manajemen Puncak
Tindakan dari manajemen puncak juga memiliki dampak utama terhadap budaya
organisasi" Melalui kata-kata dan perilaku, para senior eksekutif menetapkan
norma-norma yang menyaring. Sosialisasi Tidak peduli seberapa baiknya suatu
pekerjaan yang dilakukan oleh organisasi dalam merekrut dan menyeleksi, para
pekerja baru memerlukan bantuan dalam menyesuaikan diri dengan budaya yang
berlaku. Sosialisasi sebagai suatu proses dengan tiga tahap sebelum kedatangan,
pertemuan, dan metamorfosis."Proses ini, memiliki dampak terhadap produktivitas
kerja dari pekerja bar komitmen pada tujuan organisasi, dan pada akhirnya keputusan
untuk tetap bertahan dengan organisasi. Tahap sebelum kedatangan mengenali bahwa
masing-masing kedatangan dari individu dengan serangkaian nilai, tingkah laku, dan
ekspektasi mengenai keduanya yaitu kerja dan organisasi.
Pada tahap masuk ke dalam organisasi, anggota yang baru akan memasuki tahap
pertemuan dan mempertentangkan kemungkinan ekspektasi tersebut mengena;i
pekerjaan, para rekan kerja, bos, dan organisasi secara umum-akan berbeda dari
realitas lika ekspektasi cukup akurat, maka tahap pertemuan hanyalah menyatukan
persepsi-persepsi yang lebih awal. Terakhir, untuk memecahkan beberapa
permasalahan yang ditemukan selama tahap pertemuan, anggota baru akan berubah
atau melalui tahap metamorfosis Pilihan yang disajikan. Tiga bagian untuk memasuki
proses sosialisasi akan selesai ketika para anggota telah diinternalisasikan dan
menerima norma-norma dari organisasi dan kelompok kerja mereka, yakin dengan
kompetensi mereka, dan merasa dipercaya serta dinilai oleh para kolega mereka.

4. PEKERJA MEMPELAJARI BUDAYA


a. Cerita
Ketika Henry Ford II merupakan pimpinan dari Ford Motor Company, Anda akan
ditekan dengan keras untuk menemukan seorang manajer yang belum mendengarkan
bagaimana saat dia memperingatkan para eksekutifnya, ketika mereka menjadi terlalu
angkuh. Ketika mereka menceritakan bagaimana salah satu pendiri (dan pelatih lari
Oregon) Bill Bowerman pergi ke ruang kerjanya dan mencampurkan karet ke dalam
sebuah besi wafel untuk menciptakan sepatu olahraga yang lebih baik mereka
berbicara mengenai semangat inovasi dari Nike. Cerita-cerita seperti ini beredar
melalui banyak organisasi, mengaitkan saat in dalam masa lalu dan melegitimasi
praktik-praktik saat ini. Mereka umumnya meliputi naratif mengenai para pendiri
organisasi, pelanggaran aturan, keberhasilan dari orang yang miskin menjadi kaya
raya, penurunan dalam tenaga kerja, relokasi dari para pekerja, reak atas kesalahan
pada masa lalu, dan penanggulangan organisasional.

b. Ritual
Ritual merupakan urutan dari aktivitas secara repetitif yang mengekspresikan das
menegakkan nilai luhur dari organisasi-tujuan apa yang sangat penting dan yang mana
orang yang penting serta yang mana yang dapat dihabiskan.

c. Simbol
Tata ruang dari kantor korporat, tipe automobil dari para eksekutif puncak yang
disediakan dan kehadiran atau ketidakhadiran dari pesawat terbang bagi korporat
beberapa contoh dari simbol-simbol material. Hal yang lainnya meliputi besaran
kantor merupakan keanggunan dari perabot, fasilitas, dan cara dalam berpakaian. Hal
ini mcickat palk para pekerja mengenal siapa yang penting, tingkat egalitarianisme
yang diinginkan oleh manajemen puncak, dan jenis perilaku yang sesuai, seperti
misalnya pengambilan ri konservatif, otoriter, partisipatif, individualistik, atau sosial.

d. Bahasa
Banyak organisasi dan subunit di dalamnya yang menggunakan bahasa untuk
membantu para anggota untuk mengidentifikasikan dengan budaya, membuktikan
penerimaan mereka akan hal tersebut, dan membantu melestarikannya. Istilah yang
unik yang menggambarkan perlengkapan, para petugas, para individu utama, para
pemasok, para konsumen, atau produk yang terkait dengan bisnis.

5. BUDAYA ORGANISASI YANG BERETIKA


Budaya organisasi sangat cenderung membentuk stundar etika yang tinggi di
antara para anggotanya yang tinggi dalam toleransi risikonya, tingkat keagresifan
yang rendah hingga moderat, dan menitikberatkan pada sarana demikian pula hasil.
Para manajer mengikuti prinsip-prinsip berikut ini untuk menciptakan suatu budaya
yang lebih beretika:
1. Menjadi panutan yang terlihat.
2. Mengomunikasikan ekspektasi yang beretika.
3. Menyediakan pelatihan yang beretika. Mengadakan seminar, lokakarya, serta
4. Pemberian imbalan atas tindakan beretika yang tampak dan memberikan
hukuman atas tindakan yang tidak beretika.
5. Menyediakan mekanisme perlindungan.

6. MENCIPTAKAN BUDAYA ORGANISASI YANG POSITIF


Suatu budaya organisasi yang positif menekankan pada membangun kekuatan
pekerja, memberikan imbalan yang lebih sering daripada memberikan hukuman, serta
menekankan pada vitalitas dan pertumbuhan dari individu Mari mempertimbangkan
tiap-tiap dari area tersebut. Membangun Kekuatan Pekerja Meskipun budaya
organisasi yang positif tidak mengabaikan permasalahan, hal ini menekankan untuk
memperlihatkan kepada para pekerja bagaimana mereka dapat mengapitalisasikan
kekuatan mereka.
Memberikan Imbalan yang Lebih Sering daripada Memberikan Hukuman
Meskipun sebagian besar organisasi secara memadai menitikberatkan pada pemberian
imbalan secara ekstrinsik seperti misalnya gaji dan promosi, mereka sering kali lupa
dengan kekuatan dari pemberian yang sederhana seperti misalnya pujian. Bagian dari
penciptaan suatu budaya organisasi yang positif akan melihat para pekerja untuk
melakukan segala sesuatunya dengan benar.
Menekankan pada Vitalitas dan Pertumbuhan Tidak ada organisasi yang akan
memperoleh hasil terbaik dari para pekerja yang melihat mereka sendiri hanyalah
sebagai roda pada mesin. Suatu budaya yang positif akan menghargai perbedaan di
antara pekerjaan dengan karier. Ini mendukung bukan hanya apa yang pekerja berikan
kontribusi bagi efektivitas organisasional tetapi juga bagaimana organisasi dapat
membuat para pekerja menjadi lebih efektif-secara pribadi dan secara profesional.
Batasan dari Budaya yang Positif. Meskipun banyak perusahaan telah merangkul
semua aspek dari budaya organisasi yang positif, hal ini merupakan suatu gagasan
yang cukup baru bagi kita untuk menjadi bimbang mengenai bagaimana dan kapan
akan bekerja dengan sangat baik. Batasan perlu untuk ditekankan oleh industri.
Sebagai contoh, Admiral, perusahaan asuransi di Inggris, telah mendirikan budaya
yang menyenangkan dalam pusat panggilannya untuk mengorganisasi penulisan syair,
foosbal, conker (permainan Inggris yang melibatkan kacang kenart) dan hari
berpakaian kostum, sedangkan perusahaan lainnya dalam industri asuransi telah
mempertahankan budaya yang lebih serius.
7. SPIRITULITAS DAN BUDAYA ORGANISASI
a. Apakah Yang Dimaksud Dengan Spiritualitas
Spiritualitas di tempat kerja bukan mengenai praktik keagamaan yang
diorganisasi. Organisasi-organisasi yang mempromosikan budaya spiritual akan
memahami bahwa orang-orang berupaya untuk menemukan arti dan tujuan dalam
pekerjaan mereka serta keinginan untuk berkoneksi dengan manusia lainnya sebagai
bagian dari komunitas. Dunia Ketiga dengan harga yang wajar (di atas pasar) atas
kopi mereka untuk memfasilitasi pengembangan komunitas-seperti yang dilakukan
oleh Starbucks-sebagaimana yang dilakukan oleh Interstate Batteries-akan mendorong
budaya yang lebih spiritual.

b. Spiritualitas Sekarang
Seperti yang telah kita sampaikan dalam pembahasan kita mengenal emosi pada
mitos dari rasionalitas mengasumsikan bahwa organisasi akan dijalankan dengan baik
akan menghilangkan perasaan. Perhatian mengenai kehidupan batin seorang pekerja
tidak memiliki peranan dalam model yang sangat rasional.

c. Karakteristik dari Suatu Organisasi yang Spiritual


Konsep dari spiritualitas di tempat kerja yang ditarik dari pembahasan kita
sebelumnya mengenai nilai, etika, motivasi, dan kepemimpinan. Meskipun riset masih
berupa pendahuluan, beberapa karakteristik kultural cenderung menjadi bukti dalam
organisasi
1. Kebajikan.
2. Kesadaran akan tujuan yang kuat.
3. Kepercayaan dan penghormatan.
4. Sifat berpandangan terbuka.

d. Mencapai Organisasi yang Spiritual


Banyak organisasi telah meningkat ketertarikannya akan spiritualitas tetapi
memiliki kesulitan dalam menempatkan prinsip-prinsipnya kedalam praktik
pelaksanaan. Beberapa tipe dari pelaksanaan dapat memfasilitasi suatu tempat kerja
yang spiritual. Dalam mendorong para pekerja untuk mempertimbangan bagaimana
pekerjaan mereka memberikan kesadaran mengenai tujuan melalui membangun
komunitas juga dapat membantu mencapai spiritualitas di tempat kerja sering kali hal
ini dilakukan melalui bimbingan kelompok dan pengembangan organisasional.
Sejumlah perusahaan yang bertumbuh, termasuk Taco Bell dan Sturdisteel,
menawarkan kepada para pekerja layanan bimbingan dari pendeta korporat. Banyak
pendeta yang dipekerjakan oleh agensi-agensi, seperti misalnya Marketplace
Chaplains USA, sedangkan beberapa korporasi seperti R. J. Reynolds Tobacco dan
Tyson Foods mempekerjakan pendeta secara langsung.

e. Kritik Atas Spiritualitas


Kritikan atas gerakan spiritualitas di tempat kerja menitikberatkan pada tiga
permasalahan Pertama adalah mempertanyakan mengenai fondasi ilmiah Apakah
sebenarnya yang dimaksud dengan spiritualitas di tempat kerja. Kedua, apakah
organisasi yang spiritual tersebut sah Secara spesifik, apakah organisasi memiliki hak
untuk memaksakan nilai spiritualitas terhadap para pekerjanya. Ketiga, adalah
mempertanyakan mengenai ekonomi apakah spiritualitas dan keuntungan tersebut
sesuai.
Pertama, seperti yang dapat Anda bayangkan, terdapat sedikit riset secara
komparati mengenai spiritualitas di tempat kerja. Pada poin yang kedua, sebuah
penekanan akan spiritualitas dapat secara jelas membuat beberapa para pekerja
menjadi tidak nyaman. Namun, tampaknya kurang mengena ketika tujuan dibatasi
untuk membantu para pekerja menemukan arti dan tujuan dalam kehidupan kerja
mereka. Terakhir, spiritualitas dan keuntungan merupakan sasaran yang sexual tentu
saja relevan bagi para manajer dan para investor dalam bisnis.

8. KRITIK ATAS SPIRITUALITAS


Budaya-budaya organisasi sering kali mencerminkan budaya nasional. Salah satu
dari hal utama yang dapat dilakukan oleh para manajer di AS adalah menjadi peka
terhadap budaya. Amerika Serikat merupakan kekuatan yang dominan dalam bisnis
dan dalam budaya -dan dengan adanya pengaruh tersebut akan mendatangkan reputasi
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh para manajer di AS dengan menjadi peka
terhadap budaya yang meliputi dengan berbicara dalam nada suara yang rendah,
berbicara dengan perlahan-lahan, lebih banyak mendengarkan, serta menghindari
pembahasan mengenal agama dan politik.
Manajemen dari perilaku yang beretika merupakan salah satu area budaya
nasional dapat bersinggungan dengan budaya korporat. Tindakan apa pun yang
menyimpang dari memaksimalkan keuntungan akan mengindikasikan bahwa perilaku
yang tidak tepat atau merusak dapat terjadi. Secara kontras, para manajer dalam
ekonomi yang sedang berkembang lebih cenderung untuk memandang
keputusan-keputusan yang beretika sebagai yang tertanam dalam lingkungan sosial
Itu berarti melakukan suatu kepentingan yang khusus bagi keluarga dan teman-teman
bukan hanya layak tetapi bahkan mungkin sebuah tanggung jawab sosial. Para
manajer dalam banyak negara juga memandang kapitalisme secara skeptis dan
meyakini bahwa kepentingan dari para pekerja harus ditempatkan setara dengan
kepentingan dari para pemegang saham.
Area sensitif lainnya yang berkaitan dengan standar yang berbeda atas praktik
kesejahteraan yang memberikan kontribusi kepada budaya organisasi. Sebagai
organisasi nasional yang berupaya untuk mempekerjakan para pekerja dalam
operasional di luar negeri, maka manajemen harus memutuskan apakah akan
menstandardisasi rencana kesejahteraan dan inisiatif keseimbangan antara kerja
dengan kehidupan yang ditawarkan dalam negara asal atau untuk menyesuaikan
rencana bagi norma-norma kantor satelit.
Para pemilik usaha yang menghargai bahwa rencana kesejahteraan di tempat
kerja dan inisiatif keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan dapat
memberikan kontribusi secara positif terhadap budaya organisasi serta menurunkan
biaya ketidakmampuan. Kualitas dari kepedulian yang tersedia di seluruh dunia juga
telah disabilitas. Kualitas pelayanan yang tersedia di seluruh dunia meningkat.
Dengan sensitivitas, maka perusahaan-perusahaan multinasional dapat menciptakan
budaya organisasi yang unik untuk mendukung para pekerja mereka dan, melalui
mereka, sasaran mereka.
REFERENSI:
Robbins. P. dan Timothy A. 2017. Perilaku Organisasi Edisi 16. Jakarta: Salemba
Empat.

Anda mungkin juga menyukai