Anda di halaman 1dari 20

PERILAKU ORGANISASI

Perilaku Individu “Budaya Organisasi”

Nama Kelompok :

M. Faisal Arief 170810201044


Anis Azizah 170810201103
Ampuning Diyas 170810201107
Ahmad Fathi M. 170810201117
Henry Prasetyo D. 170810201130
Fandy Alawai M. 170810201185
Aulia Fahira M. 170810201200
Fada Dzaky N. 170810201211
Rafi’ Ulza M. 170810201226
Eva Lilyana 170810201261

Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jember
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap organisasi mempunyai budayanya masing-masing yang menjadi ciri


khas suatu organisasi. Budaya sebuah organisasi memegang peranan yang cukup
penting dalam organisasi tersebut karena budaya yang baik akan dapat
memberikan kenyamanan yang kemudian menunjang peningkatan kinerja
anggotanya. Sebaliknya, budaya organisasi yang kurang baik atau yang kurang
sesuai dengan pribadi anggotanya akan memicu penurunan kinerja setiap anggota.

Dewasa ini banyak perusahaan yang mengubah budayanya agar dapat


menunjang kemajuan perusahaan tersebut. Hal ini semakin membuktikan bahwa
budaya suatu organisasi dapat sedemikian mempengaruhi sebuah organisasi.
Keberlangsungan suatu organisasipun sedikit-banyak terpengaruh oleh budaya
organisasi. Sebagai contoh, budaya nepotisme di suatu organisasi atau perusahaan
sudah tentu akan mengantarkan organisasi atau perusahaan tersebut ke gerbang
kehancuran. Bagaimana tidak, dengan merekrut orang-orang yang hanya satu ras
saja atau satu keluarga dalam perusahaan tersebut tanpa merujuk pada prestasi,
kredibilitas, kemampuan serta kesetiaan pada perusahaan sudah pasti akan
menurunkan kualitas suatu perusahaan yang lama kelamaan akan tersingkir oleh
perusahaan lain yang lebih merekrut karyawan dengan kualitas yang baik tanpa
melihat ras, agama atau warna kulit.

Namun, dalam hal menciptakan serta menumbuhkan sebuah budaya


organisasi tidak hanya bertitik tumpu pada kenyamanan anggota saja. Ada banyak
faktor-faktor lain yang harus diperhatikan. Diperlukan pemikiran yang matang
untuk dapat menciptakan dan menumbuh-kembangkan budaya yang akan dapat
berdampak baik perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dalam


makah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud budaya organisasi?
2. Apa yang dilakukan oleh budaya?
3. Bagaimana menciptakan dan mempertahankan budaya?
4. Bagaimana para pekerja mempelajari budaya?
5. Bagaimana menciptakan budaya organisasi yang beretika?
6. Bagaimana manajemen keragaman budaya?
7. Bagaimana spiritualitas dan budaya organisasi?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu:

1. Menjelaskan apa yang dimaksud budaya organisasi


2. Mempelajari apa yang dilakukan oleh budaya
3. Memperlajari bagaimana menciptakan dan mempertahankan budaya
4. Mempelajari bagaimana para pekerja mempelajari budaya
5. Mempelajari bagaimana menciptakan budaya organisasi yang beretika
6. Mempelajari bagaimana manajemen keragaman budaya
7. Mempelajari bagaimana spiritualitas dan budaya organisasi
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memberikan informasi dan masukan mengenai budaya


organisasi
2. Membantu para pembaca unutk mempelajari budaya organisasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
2.2 Apa yang Dilakukan oleh Budaya
2.2.1 Fungsi Budaya
Pertama,budaya memiliki peranan untuk mendefinisikan batasan: hal ini
menciptakan perbedaan antara salah satu organisasi dengan yang lainnya.
Kedua, menyampaikan suatu perasaan akan identitas bagi para anggota
organisasi. Ketiga, budaya akan memfasilitasi komitmen pada segala
sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan diri sendiri. Keempat,
mendorong stabilitas dari sistem sistem sosial. Budaya merupakan perekat
sosial yang membantu mengikat organisasi secara bersama-sama dengan
menyediakan standar bagi apa yang seharusnya dikatakan dan dilakukan
oleh para pekerja. Terakhir, merupakan pengambilan perasaan dan
mekanisme pengendalian yang membimbing dan membetuk tingkah laku
dan perilaku dari para pekerja.
Kecenderungan saat ini menuju pada organisasi yang
terdesentralisasi membuat budaya menjadi semakin penting daripada
sebelumnya,tetapi secara ironis juga membuat penciptaan dari suatu
budaya yang kuat menjadi semakin sulit. Ketika otoritas formal dan sistem
kendali dikurangi, maka budaya yang membagikan arti dapat menunjuk
setiap orang dalam arahan yang sama. Namun, para pekerja yang
terorganisasi dalam tim akan memperlihatkan kepatuhan yang semakin
besar pada tim mereka dan nilainya daripada terhadap organisasi sebagai
suatu keseluruan. Di tempat kerja, suatu budaya yang kuat akan didukung
dengan aturan dan regulasi formal untuk memastikan bahwa para
karyawan akan bertindak dalam cara yang relatif sama dan dapat
diprediksi.
2.2.2 Budaya Menciptakan Iklim
Iklim organisasional mengacu pada berbagai persepsi yang dimiliki oleh
para aggota organisasi mengenai organisasi dan lingkungan kerja mereka.
Aspek budaya ini seperti semangat tim pada level organisasional. Ketika
setiap orang memilliki perasaan umum yang sama mengenai apa yang
terpenting atau seberapa baik bekerjanya suatu hal,maka efek dari tingkah
laku ini akan menjadi semakin besar daripada jumlah dari bagian individu.
Iklim psikologis akan menjadi sangat kuat terkait dengan level kepuasan
pekerjaan, keterlibatan, komitmen dan motivasi dari para individu.
Keseluruhan iklim tempat kerja yang positif telah dikaitkan dengan
kepuasan konsumen yang lebih tinggi dan kinerja keuangan pula.
Seseorang yang menghadapi iklim yang positif bagi kinerja maka
akan berfikir untuk melakukan pekerjaan yang baik yang lebih sering
dan akan meyakini dukungan dari orang lain bagi keberhasilannya.
Seseorang yang menghadapi iklim yang positif bagi keanekaragaman akan
merasa lebih nyaman berkolaborasi dengan para rekan kerja tanpa
memperhatikan latar belakang demografi mereka. Iklim dapat berinteraksi
satu sama lain untuk menghasilkan perilaku. Sebagi contoh, iklim yang
positif bagi pemberdayan pekerja dapat mengarahkan pada level kinerja
yang lebih tinggi dari dalam organisasi yang juga memiliki iklim bagi
akuntabilitas pribadi. Iklim juga mempengaruhi tingka laku dalam
organisasi.
2.2.3 Dimensi Budaya yang Etis
Iklim organisasi etis secara kuat memengaruhi cara para anggota
individunya dalam merasakan bagaimana mereka berperilaku, sedemikian
rupa sehingga para peneliti dapat memprediksi hasil organisasional dari
kategori iklim. Iklim etis independensi bergantung pada gagasan modal
pribadi daei masing-masing individu untuk menentukan perilaku di tempat
kerjanya.ECI merupakan salah satu cara terbaru para peneliti yang
berupaya untuk memahami konteks pendorong dalam organisasi yang etis.
Dengan mengukur level sensitivitas moral secara kolektif, pertimbangan,
motivasi, dan karakter dari organisasi kita, maka kita akan dapat menilai
kekuatan yang memengaruhi iklim etis yang dimiliki kita.
2.2.4 Budaya dan Inovasi
Sebagian besar perusahaan yang inovatif seringkali ditandai dengan
keterbukaan mereka, tidak konvensional, kolaboratif, berbasis visi, budaya
mempercepat. Perusahaan yang perintis seringkali memiliki budaya yang
inovatif karena mereka biasanya kecil, gesit, dan menitikberatkan pada
pemecahan permasalahan agar dapat bertahan hidup dan berkembang.
Misalkan, pemimpin musik digital Echo Nest. Perusahaan yang aktif ini
selalu bersifat tidak konvensional, fleksibel, dan terbuka, menjadi tuan
rumah hari aplikasi musik “hack” dan memperbolehkan bagi para pihak
luar untuk menggunakan teknologi unik untuk eksperimentasi
nonkomersial.
Pada sisi lain spektrum perintis, misalnya duit yang telah berusia
30 tahun, salah satu dari 100 perusahaan paling inovatif di dunia versi
Forbes. Para pekerja intuit menghadiri seminar-seminar untuk
mengajarkan mereka bagaimana berpikir secara kreatif dan secara tidak
konvensional.Sesi-sesi telah mengarahkan kepada para manajer berbicara
melalui boneka dan mengadakan penjualan kue untuk menjual prototipe
aplikasi dengan cupcake mereka. Budaya menekankan pada akuntabilitas
yang tinggi. Seorang konsultan bagi para pengusaha, Ries
mempertimbangkan perusahaan perangkat lunak tertua yang sama
inovatifnya karena budayanya.
Alexion Pharmaceuticals juga salah satu dari perusahaan paling
inovatif versi Forbes dan, seperti intuit, telah berada dalam operasional
yang panjang melewati tahap siklus hidup inovasi yang biasa. Tidak
seperti intuit, pembuat obat penyelamat hidup di dak dikenal manajemen
shenanigan. Kunci bagi inovasinya yang terus-menerus adalah suatu
budaya kepedulian, yang mendorongnya untuk mengembangkan obat-
obatan yang dapat menyelamatkan para pasien yang memiliki penyakit
langka, bahkan ketika para pasien yang terkena hanyalah beberapa, tetapi
biaya pengembangan nya sangat tinggi, dan probabilitas keberhasilannya
rendah.
2.2.5 Budaya Sebagai Suatu Aset
Seperti yang telah kita bahas, budaya organisasi dapat menyediakan
lingkungan positif yang beretika dan memmbantu perkembangan inovasi.
Budaya dapat juga secara signifikan memberikan kontribusi pada dasar
dari organisasi dalam banyak cara.
ChildNet adalah sebuah agensi nirlaba kesejahteraan anak di
Florida yang memiliki budaya organisasi yang digambarkan sebagai
“kesuraman” ketika salah seorang anak asuhnya menghilang pada tahun
2000, hingga tahun 2007 ketika CEO dipecat di tengah tuduhan FBI atas
penipuan dan pemalsuan. Namun, setelah upaya perubahan haluan yang
Intens yang ditunjukkan pada perubahan dari budaya organisasi, ChildNet
menjadi agensi yang berperingkat teratas di Florida dalam waktu 4 tahun
dan pemenang penghargaan Optima dari Workface Management’satas
General Excellence pada tahun 2012. Presiden dan CEO Emilio benitez,
Orang yang mengambil alih pimpinan pada tahun 2008, memberi
pengaruh transformasi dengan mengubah para staf eksekutif,
mempekerjakan teknologi baru untuk mendukung pekerja sosial di
lapangan dan para manajer di kantor pusat, mengakui tekanan para pekerja
dan para manajer yang dirasakan dengan menetapkan program
penghargaan kerja, serta menciptakan diskusi silang departemen (
Kelompok kerja) untuk pemecahan permasalahan yang kreatif. Diskusi
mampu untuk menemukan solusi atau kasus-kasus para klien yang sulit,
menghasilkan penempatan yang lebih baik bagi anak-anak asuh ke dalam
rumah-rumah yang permanen. “Dari pandangan bisnis, [ pendekatan
pemecahan permasalahan yang baru] sangat sangat menghemat biaya,”
kata Benitez.
Sementara, ChildNet menunjukkan Bagaimana budaya organisasi
dapat mempengaruhi nilai-nilai dasar secara positif. Dish Network
mengilustrasikan Kepalsuan dari menyamakan budaya tertentu adalah
industri atau organisasi. Pada setiap ukuran, Dish Network merupakan
sebuah kisah kesuksesan bisnis yang merupakan penyedia TV satelit
terbesar kedua di AS, dan telah membuat pendirinya Charlie Ergen
menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Namun, Dish baru-baru ini
diperingatkan sebagai perusahaan di AS yang terburuk sebagai tempat
kerja, serta para pekerja mengatakan bahwa hal ini dikarenakan kesalahan
dari budaya mengelola hingga sekecil-kecilnya yang diciptakan dan
ditegakkan oleh Ergen. Para pekerja menggambarkan kewajiban untuk
lembur yang sangat melelahkan, pemindai dengan sidik jari untuk
mencatat jam kerja hingga ke hal yang sekecil-kecilnya, memarahi publik
(terutama dari Ergen), merendahkan manajemen, dan ketidakpercayaan,
melakukan “pertumpahan darah” PHK per kuartal, serta tidak
diperbolehkan bekerja dari rumah. Banyak pekerja keluar, tetapi Dish
berkembang, secara teratur melebihi estimasi pendapatan secara
Kuartalnya. Namun, pertumbuhan dalam jumlah pelanggannya telah tidak
banyak bertambah dalam beberapa tahun sebelumnya, dan bahkan Ergen
mengakui, “kami memiliki satu siasat saja” dengan TV satelit sebagai
produk satu-satunya.
Pada ChildNet, perubahan yang positif terhadap kinerja
organisasional telah secara jelas dikaitkan dengan transformasi pada
budaya organisasinya. Dish, pada sisi lain, telah berhasil meskipun
memiliki budaya seperti itu. Ergen adalah seorang pengusaha yang pintar,
tetapi perusahaannya hanya memiliki 12% dari total pangsa pasar
penyedia televisi di AS. Kami hanya dapat bertanya-tanya seberapa
berhasilkah jika memperbaharui budayanya yang beracun. Terdapat begitu
banyak kasus dalam kisah kesuksesan bisnis sehubungan dengan budaya
organisasi yang mengagumkan dari pada kisah keberhasilan meskipun
budayanya buruk, serta hampir tidak ada kisah keberhasilan karena budaya
yang buruk.
2.2.6 Budaya Sebagai Sebuah Kewajiban
Budaya dapat mendorong komitmen organisasional dan meningkatkan
konsistensi perilaku pekerja, serta Memberikan manfaat bagi organisasi.
Budaya juga berharga bagi para pekerja, karena menguraikan bagaimana
hal-hal dilakukan dan mana yang penting. Namun, kita tidak boleh
mengabaikan aspek budaya yang disfungsional secara potensial., terutama
budaya yang kiat, terhadap efektivitas organisasi. Hewlett-Packard, pernah
dikenal sebagai sebuah pabrikan komputer utama, telah kehilangan pangsa
pasarnya dan keuntungan dengan tepat sebagai gangguan fungsi dari
manajemen puncaknya telah mengalir keluar, sehingga menyisakan para
pekerjanya menjadi dipisahkan, tidak kreatif, tidak dihargai, dan
dipertentangkan.
Institusionalisasi Ketika suatu perusahaan mengalami internasionalisasi
dan menjadi dilembagakan yaitu, hari ini dinilai untuk diri sendiri dan
bukan dari barang atau jasa yang diproduksi mengambil hidup sendiri,
terpisah dari para pendirinya atau para anggotanya. Organisasi yang
dilembagakan seringkali tidak keluar dari bisnis bahkan jika tujuan semula
tidak lagi relevan. Mode perilaku yang dapat diterima menjadi sebagian
besar jelas bagi para anggotanya, serta meskipun hal ini tidak seluruhnya
negatif, hal ini berarti bahwa perilaku dan tingkah laku yang seharusnya
dipertanyakan dan dianalisis menjadi diterima begitu saja, yang dapat
melumpuhkan Inovasi dan mempertahankan budaya organisasi akan
berakhir dengan sendirinya.
Hambatan bagi Perubahan Budaya merupakan sebuah kewajiban ketika
nilai yang diberikan tidak sesuai dengan mereka yang memajukan
efektivitas organisasi. Hal ini sangat mungkin ketika Lingkungan
organisasi menjalani perubahan yang cepat, serta budayanya yang telah
mengakar tidak lagi tepat. Konsistensi perilaku, suatu aset dalam
lingkungan yang stabil, kemudian akan membebani organisasi dan
menyulitkan untuk memberikan tanggapan terhadap perubahan.
Hambatan pada Keanekaragaman Merekrut para pekerja yang baru
yang berbeda dari mayoritas dalam ras, umur, gender, kecacatan, atau
karakteristik lainnya yang menciptakan sebuah paradoks. Manajemen
ingin mendemonstrasikan dukungan bagi perubahan dari para pekerja ini
yang akan dibawa ke tempat kerja, tetapi para pendatang baru yang
berharap untuk menyesuaikan harus menerima inti nilai budaya dari
organisasi, oleh karena perilaku beranekaragam dan kekuatan yang unik
cenderung untuk berkurang sebagaimana orang-orang berupaya untuk
berasimilasi, maka budaya yang kuat dapat menjadi kewajiban ketika
mereka secara efektif menghilangkan keuntungan-keuntungan ini. Sebuah
budaya yang kuat yang membenarkan prasangka, mendukung bias, atau
menjadi tidak sensitif terhadap orang yang berbeda dapat merusak
kebijakan formal korporat yang beranekaragam.
Hambatan pada Akuisisi dan Merger Secara historis, ketika manajemen
melihat pada keputusan akuisisi atau merger, faktor utamanya adalah
keunggulan finansial dan sinergi produk. Pada tahun belakangan ini,
kompatibilitas budaya telah menjadi perhatian utama. Semua hal adalah
sama, Apakah akuisisi benar-benar bekerja berhubungan dengan seberapa
baik penyesuaian dari 2 budaya organisasi tersebut.
Suatu survei oleh perusahaan konsultasi A.T. Kearney
mengungkapkan bahwa 58% dari merger gagal dalam meraih tujuan
keuangan mereka. Mercure sebesar $183 miliar di antara America Online
(AOL) dengan Time Warner pada tahun 2001 merupakan yang terbesar
dalam sejarah korporat di AS. Ini juga merupakan sebuah bencana. Hanya
berselang 2 tahun kemudian, saham telah menurun secara mencengangkan
sebesar 90%, serta perusahaan yang baru melaporkan apa yang kemudian
menjadi kerugian keuangan terbesar dalam sejarah AS. Benturan budaya
secara umum dinyatakan menjadi salah satu dari penyebab permasalahan
dari AOL Time Warner.
2.3 Menciptakan dan mempertahankan budaya
2.3.1 Bagaimana sebuah budaya dimulai

Kebiasaan,tradisi,dan cara umum organisasi saat ini dalam melakukan


sesuatu hal sebagian besar sehubungan dengan apakah hal ini telah dilakukan
sebelumnya dan seberapa berhasilkah dahulu dalam melakukannya. Hal ini
mengarahkan kita pada sumber utama dari budaya organisasi: para pendiri. Bebas
dari kebiasaan atau ideologi yang lama, para peniliti memiliki sebuah visi
mengenai bagaimana organisasi yang seharusnya serta ukuran perusahaan yang
kecil membyatnya mudah untuk memaksakan visi tersebut terhadap seluruh
anggota.

Penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama pendiri merekrut dan
memertahankan hanya para pekerja yang berpendapat dan merasakan hal yang
sama dengan yang merekan lakukan. Kedua mereka menanamkan dan
menyosialisasikan cara mereka dalam berpikir dan merasakan terhadap para
pekerja. Terkahir perilaku dari para peneliti mendorong para pekerja untuk
mengidentifikasi dengan mereka dan menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan
asumsi mereka. Ketika organisasi telah berhasil maka kepribadian dari para
pendiri menjadi tertanam dalam budaya.

2.3.2 Mempertahankan budaya

Ketika suatu budaya telah berada pada posisinya, maka praktik di dalam
organisasi mempertahankannya dengan memberikan kepada para pekerja suatu
rangkaian pengalaman yang sama. Tiga paksaan ini berperan dalam bagian yang
sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya: praktik pemilihan, tindakan
dari manajemen puncak, dan metode sosialisasi.

Praktik Pemilihan

Tujuan dari proses pemilihan adalah untuk mengidentifikasi dan merekrut


para individu dengan pengetahuan, keahlian,dan kemampuan untuk bekerja
dengan berhasil. Keputusan final karena secara signifikan dipengaruhi oleh
pertimbangan dari para pengambil keputusan mengenai seberapa baik para
kandidat akan disesuaikan ke dalam organisasi, mengidentifikasi orang orang
yang memiliki nilai yang pada dasarnya konsisten dengan sedkitinya porso
organisasi yang baik. Pemilihan juga menyediakan informasi kepada melamar.
Mereka memandang suatu konflik diantara nilai mereka dan merekan dalam
organisasi dapat menghapus diri mereka sendiri dari kumpulan para pelamar. Oleh
karenanya, pemilihan menjadi jalan dua arah, memungkinkan bagi pemilik usaha
atau pelamar untuk menghindari ketidaksesuaian dan mempertahankan budaya
organisasi dengan memilih bukan dari mereka yang akan menyerang atau merusak
nilai luhurnya.

Manajemen Puncak

Tindakan dari manajemen puncak juga memiliki dampak utama terhadap


budaya organisasi. Melalui kata kata dan perilaku \, para senior eksekutif
menetapkan norma-norma yang menyaring melalui organisasi mengenai, sebagai
contoh apakah pengambilan risik yang lebih diinginkan, seberapa banyak
kebebasan yang diberikan para manajer bagi para pekerja, apakah pakaian yang
sesuai , serta tindakan apakah yang memperoleh kenaikan gaji,promosi,dan
imbalan lainnya.

Sosialisasi

Tidak peduli seberapa baiknya suatu pekerjaan yang dilakukan oleh


organisasi dalam merekrut dan menyeleksi, para pekerja baru memerlukan
bantuan dalam menyesuaikan diri dengan budaya yang berlaku. Bantuan tersebut
adalah sosialisasi. Kita dapat berpendapat sosialisasi sebagai suatu tahap proses
dengan tiga tahap: sebelum kedatangan, pertemuan, dan metamorifosis. Proses ini
memiliki dampak terhadap produktivitas kerja dari para pekerja baru. Komitmen
pada tujuan organisasi, dan pada akhirnya keputusan untuk tetap bertahan dengan
organisasi.

Hasil
produktivitas
Sebelum pertemua metamorfosis
Kedatanga n komitmen
n
Tingkat
Perputaran
Tahap sebelum kedatangan mengenali bahwa masing kedatangan dari
individu dengan serangkaian nilai , tingkah laku, dan ekspetasi mengenai
keduanya yaitu kerja dan organisasi. Salah satu cara untuk mengapitalisasikan
pada karakteristik sebelum perekrutan dalam sosialisasi adalah untuk
menggunakan proses seleksi untuk memberitahukan mengenai para pekerja yang
prospektif mengenai organisasi sebagai suatu keseluruhan. Kita telah melihat
pula bagaiman proses seleksi akan memastikan percantuman dari tipe yang tepat
mereka akan sesuai.

Pada tahap masuk kedalam organisasi, anggota yang baru akan memasuki
tahap pertemuan dan mempertentangkan kemungkinan eskpedisi tersbut
mengenai pekerhaan, para pekerja, bos, dan organisasi secara umum akan beebeda
dari realistis. Jika ekspetasi lebih akurat maka tahap pertemuan hanyalah
menyatukan presepsi yang lebih awal. Terakhir untuk memecahkan beberapa
permasalahan yang ditemukan selama tahap pertemuan, anggota baru akan
berubah atau melalui tahap metamorfosis. Pilihan dalam alur gambar diatas
adalah alternative yang dirancang untuk menghasilkan metamorphosis yang
diinginkan.

Tiga bagian untuk memasuki proses sosialisasi akan selesai jika para
anggota telah diinternalisasikan dan menerima norma – norma dari organisasi dan
kelompok dari organisasi dan kelompok kerja mereka, yakin dengan kompetisi
mereka, dan mereasa dipercaya serta dinilai oleh para kolega mereka. Mereka
mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan apa kriteria yang akan
digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi kerja mereka.

2.4. BAGAIMANA CARA PEKERJA MEMPELAJARI BUDAYA

Budaya ditransmisikan kepada para pekerja dalam beberapa bentuk, yang


paling berpotensi adalah cerita, ritual, simbol material, dan bahasa.

1. Cerita
Cerita beredar melalui banyak organisasi. Umumnya meliputi naratif
mengenai para pendiri organisasi, pelanggaran aturan, keberhasilan dari orang-
orang miskin menjadi kaya raya, penurunan dalam tenaga kerja, relokasi dari para
pekerja, reaksi atas kesalahan masa lalu, dan penanggulangan organisasional. Para
pekerja juga menciptakan naratif mereka sendiri mengenai bagaimana mereka
datang untuk kesesusaian tidak kesesuaian dengan organisasi selama proses
sosialisasi, meliputi hari pertama di tempat kerja, interaksi-interaksi awal dengan
orang lain, serta kesan pertama mengenai kehidupan organisasi.

2. Ritual

Ritual merupakan urutan dari aktivitas secara repetitif yang mengekspresikan


dan menegakkan nilai luhur dari organisasi. Tujuan apa yang sangat penting dan
orang yang penting serta yang mana yang dapat dihabiskan. Salah satu dari ritual
yang terbaik adalah nyanyian, sebagai suatu cara untuk memotivasi tenaga
kerjanya. Nyanyian itu menjadi sebuah ritual untuk mengikat para pekerja
bersama-sama dan menegakkan keyakinan bahwa para pekerja lah yang membuat
perusahaan menjadi berhasil.

3. Simbol

Tata ruang dari korporat, tipe automobil para eksekutif puncak yang
disediakan, dan kehadiran atau ketidakhadiran dari pesawat terbaang bagi
korporat merupakan beberapa contoh dari simbol-simbol material. Hal yang
lainnya meliputi besaran kantor, keanggunan dari perabot, fasilitas, dan cara
berpakaian. Hal ini melekat pada para pekerja mengenai siapa yang penting,
tingka egalitarianisme yang diinginkan oleh manajemen puncak, dan jenis
perilaku yang sesuai, seperti misalnya pengambilan risiko, konservatif, otoriter,
partisipatif, individualistik, atau sosial.

4. Bahasa

Banyak organisaso dan subunit di dalamnya yang menggunakan bahasa untuk


membantu para anggota untuk mengidentifikasi dengan budaya, membuktikan
penerimaan mereka akan hal tersebut, dan membantu melestarikannya. Istilah
yang unik yang menggambarkan perlengkapan, para petugas, para individu utama,
para pemasok, para konsumen, atau produk yang terkait dengan bisnis. Para
pekerja yang baru pada pertama kali akan kewalahan dengan akronim dan jargon,
yang ketika diasimilasikan, bertindak sebagai denominator umum untuk
menyatukan para anggota dari suatu budaya tertentu atau subkultur.

2.5. Menciptakan budaya organisasi yang beretika

Budaya organisasi sangat cenderung menstandarisasi etika tinggi diantara


para anggota dalam hal toleransi risikonya, tinggi-rendahnya keagresifan, dan
menitikberatkan pada sarana demikian pula hasilnya. Budaya ini memerlukan
perspektif dalam jangka panjang dan menyeimbangkannya bagi para pemangku
kepentingan didalamnya. Para manajer dituntut berinovasi, mengambil risiko, dan
mematahkan semangat dari keterlibatan persaingan tidak sehat, serta dibimbing
untuk memerhatikan apakah tujuan yang akan dicapai namun bagaimana
mencarinya.

Beynes, ilmuwan computer pada Lembaga Keamanan Nasional Amerika


Serikat, memuji komitmen organisasi untuk menyeimbangkan antara pekerjaan
dengan kehidupan dan keanekaragaman serta kemampuannya mempertahankan
budaya positif, beretika dalam pertaruhan tinggi, tekanan lingkungan yang tinggi.
Tak berperilaku budaya yang beretika disebabkan karena salahnya penerapan
perilaku kode etis.

Berikut adalah prinsip-prinsip budaya beretika:

 Menjadi panutan yang terlihat. Manajemen puncak sebagai patokan atas


perilaku yang layak
 Mengomunikasikan ekspektasi yang beretika. Membagikan kode etik
organisasional yang menyatakan prinsip dasar dan etika para pekerja.
 Menyediakan pelatihan yang beretika. Contohnya mengadakan seminar,
lokakarya, maupun pelatihan
 Menyediakan mekanisme perlindungan. Menilai bagaimana manajer
mengambil keputusan mereka yang diukur atas kode etik organisasi.

Pemberian imbalan atas tindakan beretika yang tampak dan memberikan


hukuman atas tindakan yang tidak beretika. Meliputi penasihat yang beretika,
ombudspeople, atau para pejabat beretika.

2.6. Manajemen Keragaman Budaya

Konsepsi dari Manajemen keragaman budaya di dalam suatu organisasi


menjadi landasan dasar bagi proses budaya organisasi yang berlaku. Manajemen
keragaman budaya mempunyai fungsi sebagai sarana untuk mengelola antara lain
sistem manajemen sumber daya manusia, peningkatan karier karyawati,
heterogenitas, keragaman kepentingan, perbedaan budaya serta program
pendidikan.

Tampubolon (2012:210-214) menguraikan aspek-aspek yang terkandung


dalam manajemen keragaman budaya sebagai berikut:

1. Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia


Sistem manajemen sumber daya manusia merupakan proses pengelolaan
rekrutmen, pelatihan dan pengembangan, penilaian performa, kompensasi,
dan keuntungan serta promosi.
2. Peningkatan karier karyawati
Karier karyawati dapat dikelola dengan mengatasi perbedaan kelamin
antar pegawai (gender) yang dilakukan melalui proses dwi kelompok
karier, seksualitas dan konflik rumah tangga
3. Heterogenitas
Heterogenitas adalah keberagaman individu berdasarkan suku, adat, ras,
agama dan pengelolaan keragaman yang ada berdasarkan perbedaan-
perbedaan sara harus dilakukan sebaik mungkin
4. Pemikiran tentang keragaman
Pemikiran tentang keberagaman adalah proses pemecahan tentang
perbedaan yang ada sehingga harus dilakukan tindakan terhadap masalah
yang timbul akibat keberagaman itu.
5. Perbedaan budaya
Perbedaan budaya yang ada dalam organisasi jika dapat dikelola dengan
baik maka bisa menjadi potensi di dalam mengembangkan organisasi.
6. Program pendidikan
Program pendidikan dilakukan unutk meningkatkan pengetahuan melalui
sekolah, yang merupakan lembaga pendidikan formal yang dapat
dimanfaatkan untuk peningkatan peforma pegawai yang sesuai dengan
spesialisasi dan keterampilan yang dibutuhkan
2.7 Permasalahan yang Dihadapi dalam Menghadapi Budaya Berprestasi
1. Sumber daya manusia

Masalah sumber daya manusia dalam kaitan dengan kinerja organisasi adalah
masalah kompetensi. Wibowo (2006) mengemukakan bahwa dasar keberhasilan
organisasi adalah kompetensi, kepemimpinan, kompetensi pekerja, dan budaya
korporasi yang memperkuat dan memaksimumkan kompetensi. Berkaitan dengan
kompetensi, Wibowo juga mengatakan bahwa kompetensi adalah tingkatan
keterampilan, pengetahuan dan tingkah laku yang terdiri atas pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang dimiliki oleh seorang individu. Pada intinya setiap
individu dapat mengasah dan meningkatkan kompetensi dalam dirinya.
Peningkatan kompetensi pimpinan bahkan menjadi sesuatu yang menentukan
dalam organisasi, sebab pemimpin mempunyai kekuatan sebagai penggerak dalam
organisasi.

2. Sumber daya organisasi

Menurut Brown (1998:231) suatu budaya organisasi berasal dari tiga sumber
yaitu:

1) Pendiri organisasi yang mempunyai kepribadian yang dinamis, nilai yang


kuat dan visi yang jelas tentang cara menjalankan organisasi. Pendiri
mempunyai peran kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka
diterima oleh karyawan dalam organisasi dan tetap dipertahankan selama
mereka berada dalam organisasi.
2) Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal. Penghargaan
organisasi terhadap tindakan tertentu, kebijakan, produknya, mengarah
pada pengembangan berbagai sikap dan nilai.
3) Karyawan, hubungan kerja mereka. Karyawan membawa harapan, nilai,
dan sikap mereka dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan
aktivitas utama organisasi yang membentuk sikap dan nilai.
Pendapat Brown menempatkan peran pemimpin sebagai unsur pertama
yang membawa budaya organisasi dan mereka dianggap sebagai peran
kunci mempengaruhi karyawan atau pegawai untuk melakukan sesuai
dengan budaya organisasi yang dijadikan pedoman atau acuan.
3. Perubahan nilai-nilai dan norma-norma

Membangun budaya organisasi bukanlah hal mudah karena harus melalui


proses yang panjang dan berkelanjutan. Hal ini sebagai akibat dari nilai-nilai dan
norma-norma yang terkandung dalam budaya akan terus mengalami perubahan
sehingga bertumbuh dan berkembang sesuai dengan perubahan zaman.

Edgar Schein (1992) menyebutkan bahwa pertumbuhan budaya disebabkan


oleh tiga sumber 1) keyakinan, nilai-nilai dan sumsi dari pendiri organisasi, 2)
pengalaman pembelajaran anggota kelompok ketika organisasi berkembang, 3)
keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi baru yang dibawa oleh anggota dan pemimpin
baru.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2015. Perilaku


Organisasi. (Terj.) Ratna Saraswati dan Febriella Sirait. Jakarta: Salemba
Empat.

Mulyadi, Deddy. 2018. Perilaku Organisasi dan Kepemimpinan Pelayanan.


Bandung: Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai