Anda di halaman 1dari 14

PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI DI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

MATA KULIAH : PERUBAHAN DAN BUDAYA ORGANISASI

DOSEN : DR. LAILATUL ROHMAH, M.Si

Oleh :

Nama : Lena Gusmawati

NPM : BC182110477

Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Pajak

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN MANAJEMEN STIAMI

JAKARTA 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang khas dan selalu
dinamis mengikuti kebutuhan organisasi untuk berkembang ke arah yang lebih baik. Budaya
organisasi inilah yang akan mempengaruhi perilaku dan kebiasaan individu-individu yang ada
dalam organisasi tersebut. Budaya organisasi adalah pola dasar asumsi bersama, nilai-nilai,
dan keyakinan yang dianggap sebagai cara yang benar memikirkan dan bertindak atas peluang
masalah yang dihadapi organisasi.

Kreitner dan Kinicki (Moeljono, 2005: 12) mendefinisikan bahwa budaya organisasi
adalah perekat organisasi yang mengikat anggota organisasi melalui nilai-nilai yang ditaati,
peralatan simbolik, dan cita-cita sosial yang ingin dicapai. Budaya organisasi merupakan hal
yang sangat penting, tidak kasat mata namun berpengaruh kuat membentuk apa yang terjadi
dalam suatu organisasi. Budaya organisasi yang kuat dan positif merupakan modal organisasi
yang tak ternilai/ intangible, karena menjadi batas, identitas, komitmen, stabilitas serta
pembentuk sikap dan perilaku bagi individu dalam organisasi untuk mencapai visi dan misi yang
telah ditetapkan.

Dengan budaya organisasi yang baik dan kuat, akan terbentuk pola pikir dan karakter
individu dalam organisasi yang selanjutnya akan mencerminkan identitas khas dari organisasi
tersebut. Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak telah meluncurkan program
perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang biasa disebut modernisasi. Reformasi
tanpa modernisasi adalah sesuatu yang tidak mungkin. Modernisasi Direktorat Jenderal Pajak
mempunyai makna yang sangat luasa karena di situ ada keharusan untuk mengubah pola pikir,
sikap dan perilaku untuk lebih baik. Jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good
governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel,
dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini.

Mengubah budaya organisasi bukanlah perkara yang mudah. Dibutuhkan waktu dan
komitmen yang kuat dari seluruh sumber daya organisasi untuk berubah ke arah yang lebih
baik. Oleh karena itu, budaya organisasi bersifat dinamis mengikuti perkembangan zaman.
Sebuah organisasi yang baik, harus tahu kapan dan dalam keadaan apa sebaiknya budaya
organisasi diubah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan budaya organisasi di Direktorat Jenderal Pajak?
2. Bagaimana pengaruh dari penerapan budaya organisasi terhadap efektivitas kinerja
Direktorat Jenderal Pajak?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa memahami perubahan dan budaya organisasi yang diterapkan dalam
instansi tempatnya bekerja.
2. Agar mahasiswa dapat mengevaluasi pelaksanaan dan efektivitas budaya organisasi di
instansi tempatnya bekerja.

D. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan metode penulisan deskriptif, dengan memberikan penjelasan
secara komprehensif. Landasan teori dikumpulkan dengan menggunakan studi pustaka
yaitu melalui media pustaka ditambah referensi dari media internet.

E. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini memberikan manfaat bagi Penulis untuk memahami mata kuliah
Perubahan dan Budaya Organisasi, terkait dengan penerapannya di instansi tempat Penulis
bekerja.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Budaya Organisasi


Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara dan perilaku individu dalam organisasi.
Pengembangan organisasi dan pengambilan kebijakan dalam organisasi juga dipengaruhi
oleh budaya organisasi yang diterapkan. Beberapa pengertian budaya organisasi menurut
beberapa ahli, antara lain:
1. Menurut Schein (1992), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh
organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang
mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota
organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru
sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah
yang dihadapi.
2. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhom, Hunt, Osborn (2001), budaya
organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh
organisasi di mana hal itu menuntu perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
3. Menurut Cushway dan Lodge (2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai
organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para
pegawai berperilaku.
4. Menurut Robbins (1996), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
5. Menurut Lathans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai
yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.
6. Menurut Sarplin (1995), budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai,
kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan
struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.

Dari beberapa pengertian budaya organisasi menurut para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan norma perilaku yang
diterima dan dianut oleh para anggota organisasi sebagai dasar aturan perilaku di dalam
organisasi.
B. Fungsi Budaya Organisasi
Setelah memahami pengertian budaya organisasi, diperlukan pemahaman mengenai
pentingnya dan fungsi budaya organisasi. Beberapa fungsi budaya organisasi menurut
beberapa ahli antara lain :
1. Fungsi budaya organisasi menurut Robbins (1996:294) :
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen bagi sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu
dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku karyawan.
2. Fungsi budaya organisasi menurut Siagian (1992:153)
a. Budaya merupakan penentu batas perilaku untuk menentukan apa yang boleh dan
apa yang tidak boleh dilakukan, baik atau tidak baik, benar atau salah.
b. Budaya dapat menumbuhkan jati diri suatu organisasi dan semua anggotanya.
c. Budaya dapat memberikan komitmen kepada kepentingan bersama melebihi
kepentingan individual dan kelompok sendiri.
d. Tali pengikat antara anggota-anggota organisasi.
e. Alat pengendali atas perilaku semua anggota di dalam organisasi.

C. Ciri Budaya Organisasi


Sebuah nilai atau norma yang dianut dalam sebuah organisasi dapat disebut
budaya organisasi jika memiliki karakteristik atau ciri-ciri tertentu. Penelitian menunjukkan
bahwa terdapat 7 (tujuh) ciri-ciri budaya organisasi yaitu :
a. Inovasi dan Pengambilan Resiko (Innovation and Risk Talking)
Merupakan suatu tingkatan di mana para pekerja didorong untuk menjadi inovatif
dan mengambil resiko.
b. Perhatian pada hal-hal detail ( Attention to Detail)
Di mana para pekerja diharapkan menunjukkan ketepatan, analisis dan perhatian
pada hal detail.
c. Orientasi pada manfaat (Outcome Orientation)
Di mana manajemen akan memfokuskan kepada hasil atau manfaat dari yang tidak
hanya sekedar teknik dan proses untuk memperoleh manfaat tersebut.
d. Orientasi kepada orang (People Orientation)
Keputusan dari manajemen adalah mempertimbangkan pengaruh manfaatnya
kepada orang di dalam organisasi.
e. Orientasi kepada tim (Team Orientation)
Aktivitas kerja dari organisasi berdasarkan tim daripada individual.
f. Agresivitas (Agresiveness)
Di mana orang lebih cenderung agresif dan kompetitif daripada easy going.
g. Stabilitas (Stability)
Di mana aktivitas organisasional ini menekankan kepada menjaga statua quo
sebagai lawan daripada perkembangan.
Ciri-ciri budaya organisasi di atas mempermudah pemahaman tentang bagaimana
menciptakan suatu budaya organisasi yang baik dalam sebuah organisasi

D. Tingkatan Budaya Organisasi

Ada beberapa tingkatan dalam budaya dalam sebuah organisasi, dari yang
terlihat dalam perilaku sampai pada hal yang tersembunyi. Menurut Schein (Mohyi, 1996:
85), budaya organisasi dapat diklasifikasikan dalam tiga kelas yaitu :

1. Artefak
Artefak merupakan aspek budaya yang terlihat, berupa lisan, perilaku dan fisik sebagai
manifestasi nyata budaya organisasi.
2. Nilai-nilai yang mendukung
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk
menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yang ada dalam organisasi .
3. Asumsi dasar
merupakan keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri,
tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi
mereka.
BAB III

PEMBAHASAN

Pajak memegang peranan vital sebagai sumber utama penerimaan negara. Dari tahun
ke tahun, target penerimaan pajak terus meningkat. Sementara tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap institusi pajak yaitu Direktorat Jenderal Pajak masih rendah. Perlu adanya
pembenahan menyeluruh di bidang perpajakan. Pada tahun 2002 Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) telah meluncurkan program perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang
disebut modernisasi. Jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance,
yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan
memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini.

Konsep modernisasi yang diusung oleh Direktorat Jenderal Pajak merupakan suatu hal
yang akan membawa perubahan yang cukup mendasar dan revolusioner dalam perubahan
budaya organisasi DJP. Dari sebuah institusi pajak yang sebelumnya dikenal korup, tidak
melayani dan sulit mendapatkan kepercayaan masyarakat, mengubah budaya organisasinya
melalui modernisasi yang komprehensif. Tujuan modernisasi yang ingin dicapai tidak hanya
semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat, tetapi juga meningkatkan kepatuhan sukarela
Wajib Pajak untuk berkontribusi dalam penerimaan negara serta meningkatkan produktivitas
dan integritas para aparat pajak. Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh DJP meliputi
bidang-bidang :

a. Struktur Organisasi
b. Proses bisnis dan teknologi informasi
c. Manajemen sumber daya manusia
d. Pelaksanaan good governance

A. Struktur Organisasi

Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi


pada pelayanan dan pengawasan, DJP melakukan perubhan struktur organisasinya baik di
tingkat kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di tingkat kantor operasional sebagai
pelaksana implementasi kebijakan. Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh DJP secara
bertahap yaitu :

1) Melebur tiga jenis kantor yang sebelumnya ada yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP),
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) dan Kantor Pemeriksaan dan
Penyidikan Pajak (Karikpa) untuk memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
2) Unit vertikal DJP dibedakan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak yaitu KPP Wajib
Pajak Besar (LTO-Large Taxpayers Office), KPP Madya (MTO-Medium Taxpayers
Office) dan KPP Pratama (STO-Small Taxpayers Office). Hal ini dilakukan dengan
menerapkan struktur organisasi yang berbasis fungsi untuk merealisasikan
debirokratisasi dan melaksanakan pengawasan terhadap Wajib Pajak secara lebih
sistematis berdasarkan analisis resiko melalui sistem administrasi modern.
3) Adanya posisi jabatan baru di unit vertikal yaitu Account Representative yang
mempunyai tugas antara lain memberikan bantuan konsultasi perpajakan kepada Wajib
Pajak serta mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.
4) Penanganan proses penyelesaian keberatan sepenuhnya dilakukan oleh unit kantor
vertikal di atas KPP yaitu Kantor Wilayan DJP dan Kantor Pusat DJP sesuai dengan
arestasinya. Sedangkan proses penyelesaian untuk banding dan gugatan di Peradilan
Pajak seluruhnya ditangani oleh Kantor Pusat DJP. Hal ini dilakukan untuk memberikan
rasa keadilan bagi Wajib Pajak.
5) Adanya posisi baru untuk kepentingan melakukan penelitian atas keberatan serta
menghadiri persidangan banding dan gugatan yang diajukan oleh Wajib Pajak yaitu
Penelaah Keberatan yang bertugas di Kantor Wilayah DJP dan Kantor Pusat DJP.
6) Pembentukan Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan atau Data Processing
Center yang bertugas mengelola berkas Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak
dengan menggunakan teknologi pemindaian (scanning). Dengan pembentukan unit ini
diharapkan pengolahan data akan lebih cepat, informasi yang tersedia lebih akurat
sehingga dapat meningkatkan kinerja DJP dalam mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.

B. Proses Bisnis dan Teknologi Informasi

Perbaikan proses bisnis di DJP diarahkan pada penerapan full automation dengan
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi terutama untuk pekerjaan yang bersifat
administrasi /klerikal. Pelaksanaan full automation diharapkan dapat menciptakan proses bisnis
yang efisien dan efektif sehingga pelayanan kepada Wajib Pajak dapat lebih cepat, mudah,
akurat dan paperless. Selain itu proses bisnis dirancang sedemikian rupa agar dapat
mengurangi kontak langsung antara pegawai DJP dengan Wajib Pajak untuk mencegah
terjadinya KKN. Langkah perbaikan proses bisnis yang dilakukan oleh DJP secara bertahap
yaitu :

1) Penulisan dan dokumentasi Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap


kegiatan di seluruh unit DJP. Sampai dengan akhir tahun 2007, sekitar 1900 SOP di
lingkungan DJP telah berhasil diidentifikasikan, ditulis dan menjadi acuan pelaksanaan
tugas dan pekerjaan bagi para pegawai DJP.
2) Peluncuran 8 layanan unggulan bagi wajib pajak yang memberikan kepastian janji waktu
pelayanan, kejelasan persyaratan dan prosedur.
3) Pemanfaatan teknologi informasi untuk memudahkan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya melalui fasilitas e-filing untuk pelaporan SPT secara online
dan e-registration untuk pendaftaran NPWP secara online melalui internet.
4) Pengembangan sistem administrasi internal melalui penyempurnaan Sistem Informasi
DJP (SIDJP) dengan fitur cash management dan workflow system untuk menyajikan
informasi dan memonitor waktu serta tahapan pekerjaan sejak mulai diterima (case-
open) sampai selesai (case-close).
5) Pengembangan Sistem Kepegawaian, Keuangan dan Aset (SIKKA) untuk kemudahan
bagi pegawai dalam melakukan administrasi kepegawaiannya.
6) Adanya fasilitas e-biling untuk memudahkan Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak
melalui ATM ataupun internet banking kapanpun dan dimanapun.
7) Pengembangan aplikasi pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan secara online melalui
djp online untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak melaporkan kewajiban
pelaporan pajaknya tanpa harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak.
8) Pengawasan penerbitan faktur pajak untuk mencegah kerugian negara akibat adanya
faktur pajak fiktif melalui aplikasi e-faktur.
9) Pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan peningkatan sistem pendukung
lainnya yang terus berkelanjutan.
C. Manajemen Sumber Daya Manusia

Kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki integritas dan profesional
merupakan hal yang mutlak dalam modernisasi DJP. Secanggih apapun sistem teknologi
informasi, sistem, metode dan alur kerja suatu organisasi, tidak akan dapat berjalan optimal
tanpa didukung sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memperbaiki citra DJP di
mata masyarakat. Setiap tahun, DJP selalu menerima lulusan D-1 dan D-3 dari Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara (STAN) dengan jumlah yang bervariasi tergantung pada alokasi yang
diberikan oleh Departemen Keuangan. Sedangkan untuk penerimaan bagi lulusan S-1 dan S-2
baik dalam negeri maupun luar negeri melalui mekanisme rekrutmen CPNS Departemen
Keuangan. Manajemen sumber daya manusia yang dilakukan oleh DJP yaitu :

1) Melakukan evaluasi dan analisis beban kerja dari masing-masing jabatan untuk
pengembangan sistem pengukuran kinerja pegawai, termasuk pengukuran hasil
pelaksanaan Standard Operating Procedures (SOP) untuk seluruh proses pekerjaan.
2) Melakukan penilaian terhadap seluruh pegawai secara objektif dan konsisten, sekaligus
standar kompetensi jabatannya melalui pelaksanaan kegiatan assestment. Selisih
antara hasil penilaian pegawai dengan standar kompetensi jabatan yang didudukinya
menjadi dasar perancangan program capacity building (termasuk pendidikan dan
pelatihan) yang lebih fokus dan terarah.
3) Mutasi atau pemindahan pegawai dilakukan secara berkelanjutan dengan
mempertimbangkan keadilan, kepastian hukum, budaya, pendidikan, wilayah kerja
termasuk kompetensi dan kapabilitas pegawai melalui pola mutasi yang dapat
memberikan keadilan bagi para pegawai.
4) Pemberian jaminan hari tua (pensiun) bagi pegawai yang telah memenuhi usia pensiun
dan masa kerja.
5) Penyusunan job grading (peringkat jabatan) sebagai langkah evaluasi jabatan untuk
mengetahui “know how”, “problem solving” dan “accountability” dari suatu jabatan. Saat
ini terdapat 1 grade untuk eselon I, 4 grade untuk eselon II, 3 grade untuk masing-
masing eselon III dan IV, dan 8 grade untuk para pejabat non eselon.
6) Pembangunan Assesment Center untuk mengetahui kompetensi yang dimiliki para
pegawai DJP, serta membandingkan kompetensi pegawai DJP tersebut dengan
kompetensi yang dipersyaratkan untuk menduduki suatu jabatan (Standar Kompetensi
Jabatan) di lingkungan DJP. Dengan adanya Assesment Center ini, diharapkan proses
penempatan, mutasi, maupun promosi di lingkungan DJP akan objektif, fair, transparan
dan tepat sasaran demi tercapainya kondisi the right man on the right place.
7) Pelaksanaan program training atau pelatihan yang didasari oleh kompetensi yang
dibutuhkan jika terjadi gap atau perbedaan antara kompetensi yang dimiliki oleh
pegawai dengan kompetensi yang dipersyaratkan pada jabatan pegawai tersebut.
8) Mengembangkan sistem pengukuran kinerja pegawai yang didasarkan pada hasil/result
yang berfokus pada pencapaian yang dapat diukur melalui Key Performance Indicator
(KPI) dan proses/perilaku yang berfokus pada bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan.
9) Penegakan disiplin dengan penjatuhan hukuman disiplin bagi pegawai yang melakukan
pelanggaran kedisiplinan seperti tidak mentaati jam kerja, tidak menyelesaikan tugas,

D. Pelaksanaan Good Governance

DJP melaksanakan tugasnya dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance


yang mencakup wawasan ke depan, terbuka, melibatkan partisipasi masyarakat, akuntabel,
profesional dan didukung pegawai yang kompeten. Pelaksanaan good governance di DJP
dilaksanakan dengan :

1) Penyusunan visi dan misi DJP yang dijabarkan dalam rencana strategis lima tahunan
sebagai acuan penyusunan rencana tahunan di lingkungan DJP.
2) Menerapkan prinsip keterbukaan dan partisipasi masyarakat melalui penyebaran
informasi melalui penyuluhan, pembuatan iklan masyarakat dan pemanfaatan website.
DJP juga membuka diri terhadap masukan dan kritikan dari stakeholder untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan perbaikan administrasi perpajakan.
3) Mekanisme pengawasan dilakukan oleh pihak internal dan eksternal DJP untuk menjaga
akuntabilitas DJP. Pengawasan internal meliputi pengawasan melekat oleh atasan
(waskat) dan pengawasan internal oleh Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi
Sumber Daya Aparatur (KITSDA). Pengawasan eksternal dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
dan Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan.
4) Terdapat alat pengawasan yang bersifat internal maupun eksternal yaitu Majelis
Kehormatan Kode Etik Majelis Kode Etik yang merupakan Pejabat di lingkungan
Departemen Keuangan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, Pejabat Eselon I atau
Pejabat Eselon II, yang bertugas memeriksa pelanggaran Kode Etik.
5) Penyusunan Kode Etik Pegawai DJP yang terdiri dari 9 kewajiban dan 8 larangan
sebagai panduan tentang bagaimana pegawai DJP mengelola situasi dan mengambil
sikap atau pilihan yang tepat dalam melaksanakan tugasnya.
6) Adanya audit internal dan manajemen resiko untuk memastikan terpatuhinya undang-
undang dan peraturan yang berlaku, serta dapat mencegah penurunan citra DJP.
BAB IV

KESIMPULAN

Perubahan budaya organisasi dalam sebuah instansi merupakan hal yang


mutlak dan harus terus dilakukan untuk perbaikan kinerja dalam mencapai visi dan misi
organisasi tersebut. Seperti yang dilakukan dalam instansi DJP yang terus berupaya
melakukan perbaikan sistem, infrastruktur dan sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan utama DJP yaitu menghimpun penerimaan negara. Perubahan ini bersifat dinamis
dan bersifat terus menerus tanpa meninggalkan identitas alami organisasi tersebut. Bukan
perkara yang mudah untuk mengimplementasikan perubahan budaya organisasi.
Diperlukan tekad yang kuat dan dukungan seluruh anggota organisasi untuk bersama-sama
menjalankan budaya organisasi yang telah ditetapkan.
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pajak, 2007, Annual Report Tahun 2007

Pengertian Budaya Organisasi Lengkap,

http://pangeranarti.blogspot.com/2014/11/pengertian-budaya-organisasi-lengkap.html

Teori Budaya Organisasi

https://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/teori-budaya-organisasi.html

Pengertian Budaya Organisasi, Fungsi, Contoh dan Teorinya

https://www.artikelsiana.com/2015/10/pengertian-budaya-organisasi-fungsi.html

Yodith, Perubahan Dalam Budaya Organisasi

https://id.scribd.com/doc/30976864/Perubahan-Budaya-Dalam-Organisasi

Anda mungkin juga menyukai