Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian Budaya Organisasi


Budaya organisasi didefinisikan sebagai “nilai-nilai yang menjadi pegangan
sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan juga perilakunya
didalam organisasi.” Nilai-nilai inilah yang akan memberi jawaban apakah suatu
tindakan benar atau salah dan apakah suatu perilaku dianjurkan atau tidak.
Budaya organisasi dapat diartikan sebagai sebuah perangkat sistem nilai-nilai
(values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-
norma yang sudah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh semua anggota organisasi
dan dijadikan sebagai pedoman perilaku serta dalam pemecahan masalah yang
dihadapi oleh organisasi tersebut. Dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-
nilai dan menginternalisasi dalam diri anggota organiasi,serta menjiwai orang per
orang di dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, maka budaya organisasi dapat
dikatakan sebagai sebuah jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi (Kilmann,
Saxton, & Serpa, 1988).
Stephen Robbins (1996) juga berpendapat bahwa budaya organisasi
merupakan sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang
menjadikan organisasi tersebut berbeda dengan organisasi lainnya. Sementara
menurut Kreitner dan Kinicki (2005) budaya organisasi adalah suatu wujud anggapan
yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana
kelompok tersebut merasakan, memikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya
yang beraneka ragam.
Ogbonna dan Harris dalam Sobirin (2007) mengartikan budaya organisasi
sebagai sebuah keyakinan, tata nilai, makna, dan asumsi-asumsi yang secara kolektif
dibagikan oleh sebuah kelompok untuk membantu mempertegas cara mereka saling
berinteraksi satu sama lain dan mempertegas mereka dalam merespon lingkungan
sekitar.
Dari beberapa definisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi merupakan sebuah sistem yang berbentuk sikap, nilai, norma perilaku,
bahasa, keyakinan, ritual, yang kemudian dikembangkan dan diwariskan kepada para
anggota organisasi dan menjadi kepribadian organisasi tersebut sehingga
membedakannya dengan organisasi lain serta menentukan bagaimana kelompok
dalam merasakan, berfikir dan bereaksi terhadap lingkungan yang beragam serta
berfungsi untuk mengatasi masalah adaptasi internal maupun eksternal.
B. Perbedaan Budaya Organisasi dengan Budaya Perorangan/Budaya Dasar
C. Fungsi dan Peran Budaya Organisasi dalam Keberhasilan Organisasi
1. Fungsi Budaya Organisasi
Parsons dan Marton dalam Tika (2010) berpendapat bahwa fungsi budaya
organisasi ialah untuk memecahkan masalah-masalah pokok dalam proses
berkembangnya suatu kelompok dan adaptasinya terhadap lingkungan sekitar serta
proses integrasi secara internal.
Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya
kelompokatau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Ada
beberapa pendapat mengenai fungsi budaya organisasi, menurut Robbins (1996)
membagi lima fungsi budaya organisasi sebagai berikut:
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang
lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota – anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi
itu dengan memberikam standar – standar yang tepat untuk dilakukan oleh
karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Menurut Schein dalam Tika (2010) membagi fungsi budaya organsiasi
berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu sebagai berikut ini:
a. Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi: pada tahap ini
fungsi budaya organisasi terletak pada pembeda baik terhadap lingkungan
maupun terhadap kelompok atau organsiasi lain.
b. Fase pertengahan hidup organisasi: pada fase ini budaya berfungsi sebagai
integrator karena munculnya sub-sub budaya baru sebagai penyelamat krisis
identitas dan membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan budaya
organisasi.
c. Fase dewasa: pada fase ini budaya organisasi dapat sebagai penghambat dalam
berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan menjadi sumber
nilai untuk berpuas diri.
Kreitner dan Kinicki (2005) membagi fungsi budaya organsiasi sebagai
berikut:
a. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya.
b. Memudahkan komitmen kolektif.
c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
d. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya.
Sementara itu, fungsi budaya organisasi menurut Ndraha (1997) disebutkan
sebagai berikut:
a. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat/kelompok
b. Sebagai pengikat suatu masyarakat/kelompok
c. Sebagai sumber inspirasi, kebanggaan
d. Sebagai kekuatan penggerak, melalui belajar maka budaya akan dinamis
e. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
Dari berbagai penjabaran fungsi budaya organisasi oleh para ahli yang telah
disebutkan di atas, dapat diringkas bahwa budaya organisasi memiliki fungsi yang
baik dalam pengelolaan organisasi terhadap masalah eksternal dan masalah
internal organisasi tersebut. Budaya organisasi juga memiliki fungsi sebagai
identitas, menetapkan batasan dalam berperilaku, serta memunculkan komitmen
anggotanya.
2. Peran Budaya Organiasi
Budaya organisasi pada umumnya mewakili norma-norma perilaku yang
kemudian diikuti oleh seluruh anggota organisasi, termasuk didalamnya anggota
organisasi yang berada dalam hirarki organisasi, contohnya seperti organisasi yang
didominasi oleh pendiri organisasi tersebut, maka budaya organisasi yang ada
didalam organisasi tersebut menjadi sarana untuk mengkomunikasikan harapan-
harapan pendiri organisasi tersebut kepada pekerja lainnya.
Apabila budaya terbentuk dari berbagai norma moral, sosial dan perilaku dari
sebuah organisasi yang berdasarkan keyakinan, tindak-tanduk, dan prioritas para
anggotanya, maka pemimpin secara definitive adalah anggota dan banyak
memberikan pengaruh terhadap perilaku-perilaku anggotanya. Didalam model
manajemen apapun, para pemimpin selalu bertanggung jawab atas keteladanannnya
(Robbins, 2003).
Budaya organisasi memiliki peran yang sangat besar dalam upaya mencapai
tujuan sebuah organisasi. Akan tetapi budaya organisasi juga dapat menjadi
menghambat perkembangan dari organisasi tersebut. Berikut ini dikemukakan peran
budaya organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi, dan mereka yang
berhubungan dengan organisasi menurut Wirawan (2007).
a. Identitas Organisasi
Budaya organisasi berisi segenap karakteristik yang menggambarkan organisasi
dan membedakannya dengan organisasi lain. Budaya organisasi ini sendiri
menunjukan identitas organisasi kepada orang-orang diluar organisasi.
b. Menyatukan Organisasi
Budaya organisasi merupakan nilai yang dapat merekatkan unsur-unsur organisasi
menjadi satu kesatuan utuh. Norma, nilai-nilai, dan kode etik budaya organisasi
menyatukan dan mengkoordinasi para anggota organisasi. Ketika akan bergabung
menjadi anggota organisasi, para calon anggota organisasi mempunyai latar
belakang budaya dan karakteristik yang berbeda-beda. Agar dapat diterima
sebagai anggota organisasi, mereka wajib menerima dan menerapkan budaya
organisasi.
c. Reduksi Konflik
Budaya organisasi sering diilustrasikan sebagai perekat yang menyatukan
organisasi. Isi budaya mengembangkan kohesi social antar anggota organisasi
yang mempunyai latar belakang berbeda. Pola pikir, asumsi, dan filsafat
organisasi yang sama memperkecil perbedaan dan terjadinya konflik diantara
anggota organisasi.
d. Komitmen Kepada Organisasi dan Kelompok
Budaya organisasi tidak hanya mempersatuka, tetapi juga memfasilitasi komitmen
anggota organisasi kepada organisasi dan kelompok kerjanya. Budaya organisasi
yang kondusif dapat mengembangkan rasa memiliki dan komitmen tinggi
terhadap organisasi dan kelompok kerjanya.
e. Reduksi Ketidakpastian
Budaya organisasi dapat mengurangi ketidakpastian dan dapat meningkatkan
kepastian. Dalam menggapai tujuannya, organisasi menghadapi berbagai
ketidakpastian dan kompleksitas lingkungan, demikian juga aktivitas anggota
organisasi dalam mencapai tujuan tersebut.
f. Menciptakan Konsistensi
Budaya organisasi dapat menciptakan konsistensi berpikir, berperilaku, dan
merespons lingkungan organisasi. Budaya organisasi secara tidak langsung
memberikan peraturan, panduan, prosedur, serta pola memproduksi dan melaytani
konsumen, nasabah, pelanggan, atau klien organisasi.
g. Motivasi
Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai kekuatan tidak terlihat, dibelakang
faktor-faktor organisasi yang kelihatan dan dapat diobservasi. Budaya itu sendiri
merupakan energi sosial yang membuat anggota organisasi untuk bertindak sesuai
dengan budayanya. Budaya organisasi memotivasi anggota organisasi untuk
bekerja mencapai tujuan organisasi.
h. Kinerja Organisasi
Budaya organisasi yang kondusif dapat menciptakan, meningkatkan, serta
mempertahankan kinerja yang tinggi dari anggota. Budaya organisasi yang
kondusif juga dapat menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja
karyawan. Semua faktor tersebut merupakan indikator terciptanya kinerja tinggi
dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi yang juga tinggi.
i. Keselematan Kerja
Budaya organisasi memiliki pengaruh terhadap keselamatan kerja anggota.
Richard L Gardner (1999) dalam penelitiannya menunjukan bahwa faktor
penyebab kecelakaan industri salah satunya adalah budaya organisasi perusahan.
Penelitian tersenut menunjukan ada hubungan kausal positif antara budaya
organisasi dan kecelakaan industri.
j. Sumber Keunggulan Kompetitif
Budaya organisasi merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif. Budaya
organisasi yang kuat mendorong motivasi kerja, konsistensi, efektivitas, dan
efisiensi, serta menurunkan ketidakpastian yang memungkinkan kesuksesan
organisasi dalam pasar dan persaingan.
Selain itu Budaya organisasi menurut Sutanto (2002) memiliki 3 peran dalam sebuah
organisasi, yaitu:
a. Alat untuk mencapai tujuan pengembangan usaha.
b. Pengembangan sumber daya manusia agar semakin berkualitas.
c. Sebagai andalan daya saing.
Budaya organisasi mampu menjadi faktor kunci keberhasilan organisasi, tetapi dapat
pula menjadi faktor utama kegagalan organisasi. Budaya ini berbedabeda dapat pula
menjadi faktor utama kegagalan organisasi. Budaya ini berbeda-beda tiap-tiap organisasi,
ada organisasi yang memilki budaya yang kuat dan ada organisasi yang memiliki budaya
yang lemah.
D. Efektivitas Budaya Organisasi
E. Cara Analisis/Pengukuran Budaya Organisasi
Schein (2004) memaparkan bahwa dalam mengidentifikasi budaya suatu organisasi
tidak mudah. Hal ini dikarenakan budaya merupakan komponen tak berwujud yang justru
menjadi inti dari budaya organisasi itu sendiri. Oleh karena itu budaya organisasi
memegang peranan penting bagi kemajuan sebuah organisasi di masa sekarang dan
kelangsungan hidup perusahaan dimasa depan. Kesenjangan komunikasi yang sering
terjadi antara atasan dan bawahan sehingga menyebabkan timbulnya permasalahan pada
beberapa unit kerja. Oleh karenanya, dikembangkan suatu instrumen pengukuran analisis
budaya organisasi yang praktis dan komunikatif untuk dapat melihat pemetaan budaya
organisasi, yaitu Organization Culture Assessment Instrument (OCAI).
Organization Culture Assessment Instrument (OCAI) adalah alat yang paling banyak
digunakan untuk menilai budaya organisasi saat ini. Dalam dua puluh tahun terakhir,
telah digunakan secara luas dalam penelitian ilmiah dan dalam ribuan organisasi. OCAI
ini telah dinyatakan tidak hanya sebagai penilaian yang akurat terhadap budaya
organisasi, namun juga menilai hubungan yang signifikan antara budaya dan berbagai
indikator efektivitas organisasi. lebih dari enam puluh disertasi doktor telah menyelidiki
hubungan antara budaya organisasi dan berbagai hasil dengan menggunakan OCAI
(Cameron & Quinn, 2011). Instrumen ini telah digunakan di berbagai sektor industri,
termasuk perawatan kesehatan, pendidikan, organisasi keagamaan, pemerintah nasional
dan lokal, perguruan tinggi dan universitas, perpustakaan, dll. Negara-negara yang
termasuk dalam studi ini meliputi Abu Dhabi, Argentina, Kanada, China, Dubai, Uni
Eropa, Prancis, Jerman, Inggris, Yunani, dll.
Organizational Culture Assesment Instrument (OCAI) sangat berguna dalam
mencerminkan ke arah mana perusahaan ini dikelompokkan berdasarkan kulturnya. Hal
ini juga bermanfaat, ketika sebuah perusahaan sedang mencari kembali jati dirinya dan
mendefinisikan ulang kebudayaan di dalamnya, sehingga dapat mencari elemen apa saja
yang dapat mendukung kegiatan perusahaan. Tujuan OCAI adalah untuk menilai enam
dimensi kunci budaya organisasi, dimensi budaya tersebut:
1. Karakteristik Dominan (Dominant Organizational Characteristics)
Dimensi ini menunjukan kondisi lingkungan organisasi, apa yang dirasakan oleh para
anggota organisasi saat mereka berada di dalam organisasi tersebut. Dengan
perhitungan sistematis pada instrument OCAI akan menghasilkan gambaran budaya
apa yang dominan pada lingkungan organisasi.
2. Kepemimpinan Organisasi (Organizational Leadership)
Dimensi ini menunjukan model kepemimpinan yang ada di dalam organisasi, persepsi
para anggota organisasi tentang kepemimpinan yang ada. Dengan perhitungan
sistematis instrument OCAI pada dimensi ini akan terlihat budaya apa yang menjadi
dasar dari kepemimpinan organisasi tersebut.
3. Pengelolaan Karyawan (Management of Employees)
Dimensi ini menunjukan bagaimana pengelolaan anggota di dalam sebuah organisasi.
Dengan perhitungan sistematis instrument OCAI pada dimensi ini akan terlihat
budaya apa yang mendasari pengelolaan anggota organisasi.
4. Perekat Organisasi (Organizational Glue)
Dimensi ini menunjukan faktor yang mendorong anggota organisasi berada didalam
organisasi. Dengan perhitungan sistematis instrument OCAI, budaya yang menjadi
faktor perekat anggota organisasi akan dapat dilihat.
5. Penekanan Strategis (Strategic Emphasis)
Dimensi ini menunjukan bagaimana organisasi menitikberatkan strategi yang
dijalankan. Dengan perhitungan sistematis instrumen OCAI pada dimensi ini akan
terlihat budaya yang dominan pada penekanan strategi organisasi.
6. Kriteria Keberhasilan (Criteria of Succes)
Dimensi ini menunjukan hal apa saja yang menjadi kriteria keberhasilan di dalam
organisasi. Dengan perhitungan sistematis instrumen OCAI pada dimensi ini akan
terlihat budaya yang dominan dan mendasari kriteria keberhasilan.
Instrument OCAI berbentuk sebuah kuesioner yang memerlukan tanggapan dari
partisipan cukup dengan memberikan enam pertanyaan. Instrumen ini terbukti bermanfaat
dan akurat dalam mendiagnosa aspek-aspek penting organisasi yang berkenaan dengan
budaya. Tujuan dari instrumen ini adalah untuk mengidentifikasi budaya organisasi saat
ini, dan membantu mengidentifikasi pemikiran dari anggota organisasi mengenai budaya
yang seharusnya dikembangkan untuk menyesuaikan tantangan yang dihadapi
perusahaan. Instrumen ini terdiri dari enam pertanyaan. Setiap pertanyaan memiliki empat
alternatif jawaban. Setiap partisipan diminta memberikan penilaian pada setiap alternatif
jawaban. Penilaian tertinggi diberikan kepada alternatif jawaban yang paling menyerupai
keadaan organisasi tempatnya berada. Instrumen ini memiliki dua buah kolom penilaian,
now dan future (sekarang dan masa yang akan datang). Penilaian yang diberikan pada
kolom now menyatakan penilaian terhadap keadaan organisasi saat ini, dan penilaian
yang diberikan pada kolom future menyatakan keadaan organisasi yang seharusnya lima
tahun mendatang untuk mencapai keberhasilan. Penilaian Organization Culture
Assessment Instrument (OCAI) didasarkan pada Competing Value Framework.
Cameron & Quinn (2011) mengembangkan Competing Value Framework (CVF)
sebuah model teoritis yang sekarang menjadi kerangka kerja dominan di dunia untuk
menilai budaya organisasi yang diharapkan dapat membantu para peneliti
mengidentifikasi budaya organisasi suatu perusahaan. CVF terdiri dari dua dimensi.
Dimensi pertama mendiferensiasi kriteria keefektifan yang menekankan pada keluwesan,
diskresi, dan dinamis, dengan kriteria yang menekankan pada kestabilan, keteraturan, dan
pengendalian. Sumbu dimensi ini berupa flexibility dan discretion (kadang disebut
people) dan stability dan control (kadang disebut process). Dimensi kedua
mendiferensiasi kriteria efektif yang menekankan pada orientasi pada lingkungan internal
perusahaan, integrasi, dan kesatuan dengan kriteria efektif yang menekankan pada
orientasi pada lingkungan eksternal perusahaan, keunikan atau inovasi, dan persaingan.
Sumbu dimensi kedua ini berupa External focus and differentiation (kadang disebut
strategic) dan Internal focus and Integration (kadang disebut operational). Kemudian
kedua dimensi tersebut secara bersama-sama diorganisasikan kedalam empat kelompok
utama atau empat kuadran budaya atau disebut juga sebagai empat jenis budaya yang
telah dijelaskan pada bagian tipe-tipe budaya organisasi menurut Cameron & Quinn
(2011) dan digambarkan dalam sebuah diagram sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penilaian menggunakan instrument OCAI, akan didapatkan suatu
profil organisasi secara umum serta informasi kombinasi budaya pada setiap keenam
dimensi kunci budaya organisasi yang digambarkan pada Competing Value Framework
(CVF). Tujuan penyusunan profil organisasi adalah untuk mengetahui budaya yang
mendominasi organisasi dan secara lebih spesifik menunjukan budaya yang dominan
pada setiap dimensi kunci budaya.
F. Berbagai Bentuk/Tipe Organisasi
G. Proses Membangun Budaya Organisasi

Anda mungkin juga menyukai