Anda di halaman 1dari 13

TOYOTAS CULTURE STICKY PEDAL RECALL

(CASE STUDY)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Organisasional
Angkatan V STAR BPKP Tahun 2015
Disusun oleh Kelompok III
RINDA RAHAYU

(1520532010)

DESMAINI

(1520532011)

YANCE NURFIA NINGSIH

(1520532012 )

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015

I.

PENDAHULUAN (GAMBARAN UMUM KASUS)


Perusahaan Toyota, sebuah perusahaan mobil ternama di dunia. Produknya

yang banyak digunakan di berbagai Negara di seluruh dunia menarik minat


banyak kalangan, terutama untuk mengulas tentang kesuksesan Toyota dalam
memasarkan produk mobil mereka. Kinerja yang tinggi dan kontrol kualitas yang
sangat baik merupakan salah satu kunci sukses bagi perusahaan ini. Salah satu
kinerja yang digunakan oleh beberapa perusahaan lain, dinamakan Toyota
Ways. Jelas saja ini menjadi sebuah tolak ukur penting bagi kesuksesan sebuah
perusahaan ketika cara dan kinerja dari perusahaan tersebut coba digunakan dan
diterapkan dalam perusahaan lain.
Meskipun demikian, perusahaan sebesar Toyota pun tidak lepas dari
masalah. Di bulan Februari 2010, Toyota melakukan kesalahan produksi pada
pedal gas dan sistem rem. Tentunya ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar
bagi perusahaan ini. Penarikan mobil dari seluruh dunia menjadi jalan keluar yang
diambil oleh Toyota demi mempertahankan kepercayaan pelanggan kepada
produk mereka. Setelah didiskusikan, ternyata ada beberapa hal yang mendasari
kejadian ini.
Perusahaan Toyota yang ingin mendominasi pasar mobil dunia, mencoba
inisiasi ke wilayah Eropa dan Amerika. Runtuhnya United Motors menjadi salah
satu gerbang masuk yang paling ampuh untuk mengambil alih pasar perusahaan
otomotif nomor satu di dunia tersebut. Demi suksesnya produk mobil di wilayah
Amerika dan Eropa, Toyota mengganti namanya menjadi Lexus dengan
menyesuaikan design dan karakteristik mobil-mobil yang diminati masyarakat
Amerika dan Eropa.
Rencana inisiasi ke dua benua yang sangat berpengauh di dunia tersebut
ternyata tidak semulus apa yang dibayangkan. Banyak tuntutan yang harus
dipenuhi oleh perusahaan Toyota termasuk harus membangun pabrik di wilayah
Amerika. Tentunya pembangunan pabrik ini mengalami kendala di mana-mana.
Kendala yang paling mendominasi adalah masalah budaya kerja. Budaya kerja
Toyota yang sangat disiplin dan ketat dalam kualitas ternyata tidak dapat dengan
mudah diterapkan di dataran Amerika dan Eropa. Perbedaan budaya kerja ini
ternyata menjadi mata pisau tajam bagi perusahaan yang sewaktu-waktu dapat
2

menjadi masalah besar. Ini terbukti dengan adanya masalah pada pedal gas dan
sistem rem yang terjadi di bulan Februari 2010 tersebut.
Kualitas dan kinerja dijadikan satu-satunya alasan yang mendasari
masalah ini. Ternyata bila dilihat secara mendalam, budaya kerja yang tidak sesuai
yang menjadi penyebab utamanya. Ketidaknyamanan para pegawai menjadi salah
satu penyebab penurunan kontrol kualitas yang terjadi di dalam perusahaan.
Terlebih lagi bagi pasar Amerika dan Eropa kualitas produk menjadi nomor satu.
II. PERMASALAHAN
1. Apa sebab terjadinya Recall Toyota
2. Apa Usaha yang dilakukan oleh Toyota dalam mengatasi masalah tersebut
3. Apakah pengaruh budaya kerja terhadap pengembangan usaha.
III.

TINJAUAN LITERATUR
Menurut Koentjaraningrat (1998:5) budaya adalah keseluruhan sistem

gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
Sedangkan menurut Edward Burnett Tylor, dalam Koentjaraningrat (2005)
mengemukakan pendapatnya tentang budaya, yaitu bahwa: Culture or
civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex whole which
includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other capabilities
and habits acquired by men as a member of society. Pendapatnya diartikan
bahwa budaya atau peradaban mempunyai pengertian teknografis yang luas,
adalah merupakan suatu keseluruhan yang kompleks mencakup pengetahuan,
keyakinan, kesenian, moral, hukum, adapistiadat, dan segala kemampuan dan
kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Pendapat lain dikemukakan Hofstede (1986 : 21) bahwa budaya
merupakan berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi
kelompok-kelompok orang dalam lingkungannya, terdapat 5 (lima) dimensi
budaya yaitu:
a. Individualisme,

Kecenderungan akan kerangka sosial yang terjalin longgar dalam


masyarakat dimana individu dianjurkan untuk menjaga diri mereka sendiri
dan keluarga dekatnya.
b. Kolektivisme,
Kecenderungan akan kerangka sosial yang terjalin ketat dimana
individu dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya
melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu utama dalam
dimensi ini adalah derajat kesaling-tergantungan suatu masyarakat diantara
anggota-anggotanya. Hal ini berkait dengan konsep diri masyarakat :
"saya" atau "kami".
c. Jarak kekuasaan,
Merupakan suatu ukuran dimana anggota dari suatu masyarakat
menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak
didistribusikan secara merata. Hal ini mempengaruhi perilaku anggota
masyarakat yang kurang berkuasa dan yang berkuasa. Orang-orang dalam
masyarakat yang memiliki jarak kekuasaan besar menerima tatanan
hirarkis dimana setiap orang mempunyai suatu tempat yang tidak lagi
memerlukan justifikasi. Orang-orang dalam masyarakat yang berjarak
kekuasaan kecil menginginkan persamaan kekuasaan dan menuntut
justifikasi atas perbedaan kekuasaan. Isu utama atas dimensi ini adalah
bagaimana suatu masyarakat menangani perbedaan diantara penduduk
ketika hal tersebut terjadi. Hal ini mempunyai konsekuensi jelas terhadap
cara orang-orang membangun lembaga dan organisasi mereka.
d. Penghindaran ketidakpastian,
Merupakan tingkatan dimana anggota masyarakat merasa tak
nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan
mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk
memelihara lembaga-lembaga yang melindungi penyesuaian. Masyarakat
yang

memiliki

penghindaran

ketidakpastian

yang

kuat

menjaga

kepercayaan dan perilaku yang ketat dan tidak toleran terhadap orang dan
4

ide yang menyimpang. Masyarakat yang mempunyai penghindaran


ketidakpastian yang lemah menjaga suasana yang lebih santai dimana
praktek dianggap lebih dari prinsip dan penyimpangan lebih dapat
ditoleransi. Isu utama dalam dimensi ini adalah bagaimana suatu
masyarakat bereaksi atas fakta yang datang hanya sekali dan masa depan
yang tidak diketahui. Apakah ia mencoba mengendalikan masa depan atau
membiarkannya berlalu. Seperti halnya jarak kekuasaan, penghindaran
ketidakpastian

memiliki

konsekuensi

akan

cara

orang-orang

mengembangkan lembaga dan organisasi mereka.


e.

Maskulinitas,
Kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi, kepahlawanan,
ketegasan, dan keberhasilan material. Lawannya, feminitas berarti
kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang
lemah, dan kualitas hidup. Isu utama pada dimensi ini adalah cara
masyarakat mengalokasikan peran sosial atas perbedaan jenis kelamin.
Pengertian organisasi menurut oleh J.R.Schermerhorn: Organization is a

collection of people working together in a division of labor to achieve a common


purpose (Organisasi adalah kumpulan orang yang bekerjasama untuk mencapai
tujuan bersama).Sedangkan menurut Philiph Selznick Organisasi adalah
pengaturan personil guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah
ditetapkan melalui alokasi fungsi dan tanggung jawab. Unsur Unsur Organisasi,
yaitu Kumpulan orang, Kerjasama, Tujuan bersama, Sistem Koordinasi,
Pembagian tugas dan tanggung jawab, Sumber Daya Organisasi.
Pengertian budaya organisasi menurut Robbins (1998; 248) adalah suatu
sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Lebih lanjut Robbins menyatakan
bahwa sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus
menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan
seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi (a system of shared meaning
held by members that distinguishes the organization from other organization. This
5

system of shared meaning is, on closer examination, a set of key characteristics


that the organization values).
Stoner (1995) budaya organisasi sebagai suatu cognitive framework
yangmeliputi sikap, nilai-nilai, norma prilaku dan harapan-harapan yang
disumbangkan

oleh anggotaorganisasi.

Davis

(1984) Budaya

organisasi

merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang difahami, dijiwai dan
dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan
menjadi dasar aturan berprilaku dalam organisasi. Monde dan Noe (1996) Budaya
organisasi adalah sistem dari shared value, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan
dalam suatu organisasi yang salingberinteraksi dengan struktur formalnya untuk
menciptakan norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai
dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan
menentukan arah organisasi secara keseluruhan.
Yang dimaksud dengan proses komunikasi adalah proses yang
menggambarkan kegiatan komunikasi antar manusia yang bersifat interaktif,
relasional, dan transaksional dimana komunikator mengirimkan pesan kepada
komunikan melalui media tertentu dengan maksud dan tujuan tertentu.
Menurut Gibson (1994) proses komunikasi terdiri dari lima unsur yakni:
Komunikator, pesan, perantara, penerima, dan balikan. Adapun Lasswell (1984),
yaitu orang pertama yang mengajukan model proses komunikasi membuat
formula sebagai berikut: Siapa, mengatakan apa, bagaimana caranya, kepada
siapa, dan apa hasilnya. Sementara Berlo (1960) menggambarkan proses
komunikasi terdiri dari tujuh elemen yakni: 1) Sumber komunikasi 2) Pengkodean
3) Pesan 4) Saluran 5) Pendekodean 6) Penerima, dan 7) Umpan balik.
Dalam konteks organisasi, proses komunikasi merupakan aktivitas yang
menghubungkan antar manusia dan antar kelompok dalam sebuah organisasi.
Dalam

komunikasi

organisasi

ini

dikenal

dengan

istilah

Downward

communication, Upward communication, dan Horizontal communication.


Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari atas ke bawah.
6

Komunikasi ke bawah biasanya diberikan oleh pimpinan kepada bawahan atau


kepada para anggota organisasi dengan tujuan untuk memberikan pengertian
mengenai apa yang harus dikerjakan oleh para anggota sesuai dengan
kedudukannya. Pesan-pesan tersebut dapat dijalankan melalui kegiatan:
Pengarahan,petunjuk, perintah, teguran, penghargaan, dan keterangan umum.
Menurut Lewis (dalam Arni,2002), komunikasi ke bawah juga dimaksudkan
untuk merubah sikap, membentuk

pendapat mengurangi ketakutan, dan

kecurigaan yang timbul karena salah informasi, dan mempersiapkan anggota


organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Komunikasi ke bawah ini
dapat diberikan secara lisan, tertulis, dengan gambar atau simbol-simbol, dalam
bentuk surat edaran, pengumuman atau buku-buku pedoman karyawan/anggota.
Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawah ke atas, yakni
pesan yangdisampaikan oleh para anggota organisasi/bawahan kepada pimpinan.
Komunikasi ini dimaksudkan untuk memberikan masukan, saran atau bahanbahan yang diperlukan oleh pimpinan agar pimpinan dapat melaksanakan fungsi
dengan sebaik-baiknya. Selain itu komunikasi ke atas ini juga menjadi saluran
bagi para anggota/karyawan untuk menyampaikan pikiran, perasaan yang
berkaitan dengan tugas-tugasnya. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan:
pemberian laporan, pemberian saran/pendapat, baik secara lisan, tertulis atau
dengan menggunakan simbol dan gambar
Komunikasi horizontal atau mendatar terjadi diantara orang-orang yang
mempunyai kedudukan sederajat atau satu level. Pesan yang disampaikan
biasanya berhubungan dengan tugas-tugas, tujuan kemanusiaan, saling memberi
informasi, penyelesaian konflik, dan koordinasi. Koordinasi diperlukan untuk
mencegah tendensitendensi, selain itu juga dimaksudkan untuk memelihara
keharmonisan dalam organisasi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara; rapatrapat komite, interaksi informal, memo dan nota, dan lain-lain. Menurut Scott dan
T.R. Mitchell (1976) komunikasi mempunyai empat fungsi dalam organisasi,
yakni: 1) kendali (kontrol/pengawasan), 2) motivasi, 3) pengungkapan emosional,
dan 4) informasi.
7

Ada empat tipe budaya yaitu:


1. Budaya Birokrasi
Tipe budaya ini menekankan pada peraturan, kebijakan, prosedur,
rantai komando dan pengambilan keputusan yang terpusat. Contohnya
adalah organisasi militer, pemerintahan.
2. Budaya klan atau kelompok
Ciri khas dari budaya ini adalah bekerja dalam suasana kekeluargaan,
mengikuti tradisi dan kebiasaan, kerjasama kelompok, semangat,
manajemen sendiri dan pengaruh sosial. Contohnya adalah departemen
store Nordstrom.
3. Budaya enterprenur atau wirausaha
Inovasi, kreativitas, berani mengambil resiko dan selalu mencari
kesempatan adalah cerminan dari budaya ini. Karwayan memahami
bahwa perubahan dinamis, inisiatif individu dan otonomi adalah
standar parktis nya. Contohnya adalah perusahaan 3M.
4. Budaya Pasar
Budaya ini ditandai dengan adanya pertumbuhan

penjualan,

peningkatan saham dan pangsa pasar, stabilitas keuangan dan


profitabilitas. Contohnya adalah perusahaan Nike, Wells Fargo, and
Allstate.
Diantara fungsi manajamen yang ada, salah satu nya fungsi pengendalian
yang tidak berjalan sesuai fungsi nya. Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas
menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat
perubahan atau perbaikan jika diperlukan. Dengan adanya masalah tentang
kesalahan produksi pedal gas dan rem, maka masalah yang pertama timbul adalah
tentang citra perusahaan Toyota.
Menurut Davies et al (2001) dikatakan bahwa citra diartikan sebagai
pandangan mengenai perusahaan oleh para pedagang saham eksternal, khususnya
oleh pelanggan. Menurut Gronroos (1984) citra perusahaan dibangun oleh kualitas
teknikal yaitu apa yang pelanggan terima dari pengalaman sebelumnya dan
kualitas fungsional yaitu cara bagaimana servis diberikan kepada pelanggan. Dua

komponen yang principal dari citra adalah fungsional dan emosional (kennedy,
1997).
Menurut ISO, manajemen kualitas (mutu) sebagai semua aktivitas dan
fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas,
tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alatalat seperti perencanaan, kualitas (quality planning), pengendalian kualitas
(quality control), jaminan kualitas (quality assurance), dan peningkatan kualitas
(quality improvement).
Kepuasan pelanggan ini pada dasarnya dibentuk oleh tiga faktor utama
mulai dari mutu produk itu sendiri, harga jual yang kompetitif dan pengiriman
(penerimaan di tangan pelanggan) tepat waktu. Ketika terjadi kesalahan ataupun
kegagalan yang menyangkut salah satu dari ketiga faktor itu maka sungguh akan
besar dampak negatifnya terhadap citra perusahaan, dalam hal ini citra produknya
(brand image). Bila penanganannya kurang tepat, atau bahkan salah, akan
tamatlah riwayat perusahaan itu. Sehingga akan beratlah kerja keras yang harus
dilakukan untuk mengembalikan citra itu kembali seperti semula.

IV. PEMECAHAN MASALAH


Uraian analisis untuk memecahkan permasalahan pada studi kasus
1. Apa sebab terjadinya Recall Toyota?
Seperti diketahui di atas, akibat dari kesalahan yang terjadi pada pedal gas
dan sistem rem-nya, Toyota memutuskan untuk me-recall mobil hasil
produksinya yang telah beredar di masyarakat. Selain itu Toyota juga
menunda penjualan delapan model-nya di AS, termasuk model yang terlaris
yaitu Camry.
Akibat dari kesalahan yang berujung pada recall itu tentu saja pangsa pasar
mobil di AS menjadi berubah posisinya. Semula Toyota berada pada posisi
kedua setelah General Motors (GM), maka kini diprediksi Toyota akan turun
ke posisi ketiga dengan GM tetap pada posisi tertinggi dengan penguasaan

pangsa pasar sebesar 18,1%, Ford naik ke posisi kedua dengan pangsa pasar
sebesar 16,6%, sedangkan Toyota menduduki posisi ketiga dengan 16,5%.
Sementara Toyota sedang terpuruk dalam masalahnya, pesaingnya, GM, yang
merupakan produsen mobil terbesar di AS siap-siap menerkam pelanggan
Toyota. Apa yang GM lakukan sungguh dahsyat. Tipikal pemangsa di rimba
belantara persaingan. GM menawarkan insentif berupa potongan harga
sebesar US$1,000 bagi pemiliki Toyota untuk berganti ke mobil produk GM.
Demikianlah kondisi pasar yang full-competition. Kepuasan pelanggan
menjadi taruhan utama. Pelanggan yang kecewa menjadi sasaran empuk
untuk direbut oleh pesaing.
Kepuasan pelanggan ini pada dasarnya dibentuk oleh tiga faktor utama mulai
dari mutu produk itu sendiri, harga jual yang kompetitif dan pengiriman
(=penerimaan di tangan pelanggan) tepat waktu. Ketika terjadi kesalahan
ataupun kegagalan yang menyangkut salah satu dari ketiga faktor itu maka
sungguh akan besar dampak negatifnya terhadap citra perusahaan, dalam hal
ini citra produknya (brand image). Bila penanganannya kurang tepat, atau
bahkan salah, akan tamatlah riwayat perusahaan itu. Sehingga akan beratlah
kerja keras yang harus dilakukan untuk mengembalikan citra itu kembali
seperti semula.
Maka ketika ditemukan identifikasi kesalahan pada pedal gas dan sistem remnya, masalah kualitas yang berhubungan erat dengan keselamatan, Toyota
segera me-recall hasil produksinya. Secara keseluruhan, Toyota me-recall
sebanyak lebih dari 8 juta unit mobil yang sudah berada ditangan
pelanggannya. Bayangkan, lebih dari 8 juta unit mobil! Juga patut dicatat,
Toyota akan mengalami kerugian sebesar US$ 2 miliar sebagai biaya atas
penarikan mobilnya itu. Sungguh, suatu harga yang teramat besar untuk satu
kesalahan. Harga yang teramat mahal untuk mempertahankan citra baik
perusahaan. Harga yang teramat luar biasa untuk tetap fokus kepada filosofi
kepuasan pelanggan.
Itulah bagaimana cara organisasi besar kelas dunia bertindak menangani
kesalahannya.

10

2. Apa Usaha yang dilakukan oleh Toyota dalam mengatasi masalah


tersebut?
Usaha tindakan yang dilakukan Toyota saat ini adalah, setiap kendaraan
yang ditarik, mekanisme pedal gasnya diganti. Pada pedal gas baru
ditambahkan penguat dengan menggunakan potongan baja yang diselipkan
antara mekanisme pedal gas dan penahan. Dengan cara ini, insinyur Toyota
mengatakan bahwa gesekan dari penahan bisa dikurangi. Pedal gas pun bisa
kembali ke posisi awalnya dengan lancar.
Toyota gentle mengakui kesalahannya dan meminta maaf secara terbuka di
depan publik. Presiden Direktur Toyota rela membungkukkan badannya dan
meminta maaf kepada dunia mengenai kesalahan produksi yang telah
dilakukan perusahaannya. Ini adalah satu contoh sikap baik pemimpin yang
patut

kita

teladani.

Mereka

bertindak

cepat

dan

tepat

untuk

memperbaikinya. Keluar, dengan me-recall produknya. Sedangkan kedalam,


dengan

ketat lagi dengan membentuk panitia khusus yang dipimpin

langsung oleh Presiden Toyota Motor Corp sendiri yaitu Akio Toyoda.
Maka tak heran bila model organisasi seperti ini tampil menguasai pasar
global.
Toyota melakukan hansei (critical self reflection) dan memperbaiki
organisasinya untuk kembali ke filosofi dasar yang telah dimilikinya
kemudian bergerak cepat merebut kembali posisinya di pasar global. Tentu
saja hal ini memerlukan analisis terhadap akar penyebab kesalahan itu
terjadi (root cause analysis) dan kemudian melakukan sejumlah tindakantindakan perbaikan (countermeasures) yang tepat dan sistematis. Dan, tentu
saja hal ini berarti kembali belajar. Belajar dari kesalahan, Mari tetap
terbuka untuk selalu belajar. Terutama belajar dari kesalahan kita sendiri.
3. Apakah pengaruh budaya kerja terhadap pengembangan usaha?
Perspektif budaya di lingkungan organisasi merupakan seperangkat kerangka
kerja yang membimbing orang-orang untuk bersikap dan berperilaku tepat
demi keberhasilan organisasi. Budaya organisasi member arah dan
memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar
11

melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Implikasinya menyangkut
percepatan peningkatan kualitas kinerja pada organisasi memerlukan
komitmen

yang

kuat,

kreativitas,

inovasi,

dan

terobosan

dalam

mengimplementasikan kebijakan di dalam organisasi. Hubungan antar


budaya dan efektivitas organisasi, di pandang sebagai kesuksesan organisasi
disebabkan oleh kombinasi dari nilai-nilai dan keyakinan, peraturan dan
praktik, serta hubungan antar keduanya. Konsekuensi logis hal tersebut
adalah diperlukan identifikasi cirri budaya organisasi yang berperan kuat
dalam mendukung efektivitas organisasi.
Dengan komposisi yang seimbang terkait empat sifat utama budaya;
keterlibatan, konsistensi, beradaptasi, dan misi. Organisasi dapat dengan
mudah menjadi efektif. Kemampuan bersaing secara efektif, semua
organisasi dihadapkan pada sejumlah tantangan yang saling bertentangan,
sebagaian besar organisasi harus secara simultan melengkapi integrasi
internal dan koordinasi dengan adaptasi eksternal, mencapai komposisi yang
seimbang stabilitas dan fleksibilitas. Berdasarkan asumsi tersebut, kerangka
kerja untuk menguji gagasan bahwa budaya berpengaruh pada efektivitas
organisasi,

adalah

mengembangkan

pemahaman

tentang

bagaimana

menggabungkan ciri-ciri budaya untuk mempengaruhi efektivitas organisasi


dengan komposisi yang seimbang karena hal ini memudahkan organisasi
menjadi efektif.
V. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Rekomendasi kebijakan yang terkait dengan solusi atas masalah diatas :
1.

Meningkatkan Manajemen Control System (MQS) terhadap pabrik

2.
3.

pabrik toyota.
Memperbarui kinerja strategis perusahaan.
Menyediakan pusat layanan konsumen 24 jam, sehingga apapun
keluhan yang disampaikan oleh pelanggan bisa cepat diatasi.

Future trends : analisa trend masa depan

12

VI. PEMBELAJARAN DARI KASUS


Dari kasus Toyota kita dapat mengambil pembelajaran bahwa :
1. Dalam dunia bisnis, penting untuk menjaga quality controll dari produk
yang diproduksi. Apalagi proses produksi tersebut dilaksanakan di negara
lain.
2. Jika terdapat kesalahan dalam proses produksi, sebaiknya segera
dikomunikasikan untuk selanjutnya diperbaiki agar tidak merugikan
customer yang nantinya juga akan merugikan perusahaan.
3. Itulah bagaimana cara organisasi besar kelas dunia bertindak menangani
kesalahannya. Mereka gentle mengakui kesalahannya dan meminta maaf
secara terbuka di depan publik. Mereka bertindak cepat dan tepat untuk
memperbaikinya. Keluar, dengan me-recall produknya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Gibson,

J.L,

J.M

Ivancevich,

J.H.Donnelly

dan

R.Konpaske.

(2012).

Organizations : Behavior, Structure Processes. Ohio : The McGraw-Hill


Companies.

13

Anda mungkin juga menyukai