Anda di halaman 1dari 19

RESUME TENTANG MANAJEMEN ORGANISASI PUBLIK

Donni Juni Priansa, S.Pd., S.E., M.M., QWP

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Teori Organisasi dan Birokrasi

Dosen Pengampu :

Drs. Sutomo, M.Si


NIP 196503121991031003

Disusun Oleh:

1.Muhammad Yongky Ramadhan 160910201063


2. Putri Wahyuningtiyas 180910201001
3. Charis ‘Azamuddin 180910201002
4. Dinda Ardika Putri 180910201003
5. Irba Syaifana 180910201004

PRODI ADMINISTRASI NEGARA


JURUSAN ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 13
Budaya Organisasi Publik

A. Pendahuluan

Budaya organisasi publik (public organization culture) merupakan salah satu faktor
penting dalam organisasi publik. Bahkan budaya organisasi publik akan memengaruhi kinerja
dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh pegawai sebagai anggota dan bagian penting
dari organisasi publik. Budaya organisasi mencakup aspek yang lebih luas dan lebih
mendalam dan menjadi suatu dasar bagi terciptanya suatu iklim organisasi ideal. Terlebih,
masalah budaya organisasi saat ini telah menjadi tinjauan yang sangat menarik mengingat
adanya kondisi kerja yang penuh ketidakpastian.

B. Pengertian Budaya Organisasi Publik

Menurut Taylor (1871), budaya adalah sekumpulan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat, dan kapabilitas serta kebiasaan seseorang dalam suatu komunitas. Hoebel (1976)
menyatakan budaya merupakan sistem terpadu pola tingkah laku yang dipelajari, memberikan
karakteristik pada anggota masyarakat. Budaya merupakan pola asumsi dasar ditemukan, diciptakan,
dan dikembangkan sekelompok manusia untuk mengatasi masalah integrasi internal dan adaptasi
eksternal, dipertimbangkan secara valid dan menjadi salah satu cara bagi anggota baru untuk
menyangkutpautkan dengan suatu permasalahan (Gordon, 1993).

Sedangkan Luthans (2010) menyatakan budaya merupakan norma dan nilai mengarahkan
perilaku anggota organisasi. Menurut Schein (2009) budaya bersifat stabil dan sulit untuk berubah
karena mencerminkan akumulasi pembelajaran suatu kelompok. Budaya Organisasi merupakan nilai
dan norma terdapat dalam suatu organisasi untuk mengajarkan pada regenerasi anggota selanjutnya.
Bersangkutan dengan keyakinan dan perasaan bersama, keteraturan dalam perilaku dan proses historis
untuk meneruskan norma dan nilai (Gordon, 1993). Robbins (2006) menyatakan budaya organisasi
merujuk suatu sistem pengertian bersama dipegang oleh anggota suatu organisasi dan menjadi
pembeda antar suatu organisasi.

Kreitner & Kinicki (2005) mengonsepkan budaya organisasi pemahaman bersama terhadap
hal penting dimanifestasikan dalam perkataan yang diucapkan, dilakukan, dan dirasakan bersama.
Nilai dan keyakinan tersebut mendasari identitas organisasi berfungsi sebagai pemberi rasa identitas
kepada anggota, mempromosikan komitmen, kolektif, peningkatan stabilitas sistem sosial, dan
mengendalikan perilaku.
C. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2006) terdapat tujuh karakter penting yang menjadi acuan dan tolak ukur
keberadaan budaya yaitu

1. Inovasi dan keberanian pengambilan resiko

Sejauh mana organisasi mendorong pegawai bersikap inovatif dan berani dalam mengambil resiko
serta respon organisasi terhadap tindakan tersebut.

2. Terperinci dan mendetail

Sejauh mana organisasi mengharapkan pegawai yang cermat, kalkulatif, dan, terperinci

3. Berorientasi pada hasil

Pemusatan manjerial pada hasil daripada teknik dan proses dalam pencapaiannya.

4. Berorientasi kepada manusia

Sejauh mana keputusan yang diambil memperhitungkan efek hasil pada oran-orang dalam
organisasi

5. Kerja Tim

Penekanan diberikan pada kerja tim daripada individual

6. Agresivitas

Bersikap agresif dan kompetitif menjalankan budaya organisasi

7. Stabilitas

Penekanan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan

Sedangkan, menurut Gibson et. al. (2005) budaya organisasi memiliki 5 karakteristik yaitu:

1. Memahami dan mempelajari budaya diperlukan serta dituangkan dalam observasi dan pengalaman

2. Berkaitan dengan individu yang berada dalam kelompok mampu untuk berbagi kultur dan
pengalaman

3. Bersifat kumulatif dan mampu diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya

4. Pembentukan perilaku dan struktur seseorang menilai sesuatu

5. Kapasitas sumber daya yang akan selalu beradaptasi


D. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut pandangan Greenberg & Baron (2003) memiliki sejumlah fungsi yaitu pemberi
identitas, membangkitkan komitmen, serta memperjelas dan memperkuat standar perilaku.

Menurut Tika (2006) fungsi budaya organisasi berkaitan dengan sepuluh fungsi utama yaitu:

1, Batas Pembeda terhadap Lingkungan, Organisasi, ataupun Kelompok Lain

2, Perekat bagi Anggota Organisasi dalam Organisasi

3, Mempromosikan Stabilitas Sistem Sosial

4, Mekanisme dakam Memandu dan Membentuk Sikap serta Perilaku Anggota Organisasi

5, Mampu menjadi integrator dikarenakan adanya sub budaya baru

6, Membentuk Perilaku Anggota Organisasi

7, Saran untuk Menyelesaikan Masalah Pokok Organisasi

8, Acuan dalam Menyusun Perencanaan Pemasaran

9, Alat Komunikasi

10, Penghambat Berinovasi

E. Tipe-tipe Budaya Organisasi

Kreitner dan Kinicki (2005) menyatakan secara umum tiga tipe budaya organisasi antara lain:

1. Budaya Konstruktif yaitu mendorong pekerja untuk berinteraksi dengan lingkungan serta
melakukan pekerjaan dengan cara membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya untuk
tumbuh dan berkembang

2. Budaya pasif-defensif yaitu menolak keyakinan pekerja harus berinteraksi dengan orang lain
dengan cara tidak menantang keamanan mereka sendiri

3 Budaya agresif-defensif yaitu mendorong pekerja mendekati tugas dengan cara memaksa dengan
maksud melindungi status dan keamanan kerja mereka.

F. Tingkatan Budaya Organisasi

Berdasarkan pada sisi kejelasan dan ketahanannya terhadap perubahan, Kotter


dan Hesket (1998) memilah budaya organisasi menjadi dua tingkatan yang berbeda yaitu
tingkatan yang lebih mendalam dan tingkatan yang terlihat.
1. Pada tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, nilai-nilai yang dianut bersama oleh
orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu bahkan meskipun
anggota kelompok sudah berubah. Pengertian ini mencakup tentang apa yang penting
dalam kehidupan, dan dapat sangat bervariasi dalam perusahaan yang berbeda dalam
beberapa hal orang sangat mempedulikan uang, dalam hal lain orang sangat
mempedulikan inovasi atau kesejahteraan karyawan. Pada tingkatan ini budaya sangat
sukar berubah, sebagian karena anggota kelompok sering tidak sadar akan banyaknya
nilai yang mengikat mereka bersama.
2. Pada tingkat yang terlihat, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu
organisasi, sehingga karyawan-karyawan baru secara otomatis terdorong untuk
mengikuti perilaku sejawatnya. Sebagai contoh, katakanlah bahwa orang dalam satu
kelompok telah bertahun-tahun menjadi pekerja keras, yang lainnya sangat ramah
terhadap orang asing dan lainnya lagi selalu mengenakan pakaian yang sangat
konservatif. Budaya dalam pengertian ini, masih kaku untuk berubah, tetapi tidak sesulit
pada tingkatan nilai-nilai dasar. Untuk lebih jelasnya lagi mengenai tingkatan budaya ini
dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:

Tampak Mudah berubah


Nilai yang dianut bersama: Keyakinan dan tujuan penting
yang dimiliki bersama oleh kebanyakan orang dalam
kelompok yang cenderung membentuk perilaku kelompok,
dan sering bertahan lama, bahkan walaupun sudah terjadi
perubahan dalam anggota kelompok.
Contoh: para manajer yang mempedulikan pelanggan;
eksekutif yang suka dengan pertimbangan jangka panjang.

Norma perilaku kelompok: cara bertindak yang sudah lazim


atau sudah meresap yang ditemukan dalam satu kelompok dan
bertahan karena anggota kelompok cenderung berperilaku
dengan cara mengajarkan praktek-praktek (juga- nilai-nilai
yang mereka anut bersama) kepada para anggota baru
memberi imbalan kepada mereka yang menyesuaikan dirinya
dan menghukum yang tidak. Contoh: para karyawan cepat
menanggapi permintaan pelanggan; para menajer yang sering
melibatkan karyawan tingkat bawah dalam pengambilan
keputusan.
TidakTampak Sulit berubah
G. Budaya Organisasi Kuat
Budaya kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada perilaku pegawai dan lebih
langsung berkaitan dengan pengurangan tingkat keluar masuknya pegawai. Dalam budaya
kuat, nilai inti organisasi dipegang secara mendalam dan dianut bersama secara meluas.
Budaya kuat akan memiliki pengaruh yang besar pada perilaku anggota anggotanya karena
tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas akan menciptakan iklim internal atas
pengendalian perilaku yang tinggi (Robbins, 2006).
Ciri-ciri organisasi yang memiliki budaya organisasi kuat menurut Deal dan
Kennedi (1992):
1. Anggota organisasi loyal kepada organisasi, mengetahui tujuan organisasi, serta mengerti
perilaku yang dipandang baik dan tidak baik.
2. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang didalm instansi digariskan dengan jelas hingga
dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang didalam instansi sehingga orang-orang yang
bekerja menjadi sangat kohensif.
3. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, namun dapat
diterapkan pada tingkah laku sehari-hari dalam instansi, baik bagi yang berpangkat rendah
sampai pimpinan selaku pangkat yang tertinggi.
4. Instansi memberikan tempat khusus kepada pahlawan instansi dan secara
sistematismenciptakan bermacam-macam tingkat pahlawan, Misal: memberi apresiasi berupa
penghargaan bagi pemberi saran terbaik, inovator terbaik tahun ini dan sebagainya.
5. Memiliki jaringan kultural yang menampung cerita-cerita kehebatan para pahlawannya.
Tiga faktor pendorong terbentuknya budaya organisasi kuat menurut
Thompson, Strickland, dan Gamble (2010) diantaranya:
1. Seorang pendiri atau pemimpin yang kuat, yangmenetapkan nilai-nilai, prinsip dan prraktik
yang konsisten serta mengingat kebutuhan pelanggan, kondisi persaingan, dan kebutuhan
strategis.
2. Komitmen perusahaan yang tulus untuk menjalankan usaha sesuai dengan tradisi yang
dibentuk sehingga menciptakan lingkungan internal yang mendukung pengambilan keputusan
dan strategi berdasarkan norma budya
3. Perhatian organisasi terhadap kesejahteraan pelanggan, pegawai, dan pemegang saham.
H. Budaya Organisasi Lemah
Budaya lemah merupakan budaya yang memiliki kurangnya prinsip bersama yang
konsisten dalam organisasi. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan nilai dan pandangan
antara CEO dan anggota organisasi yang lain tentang cara organisasi dibangun.
Empat Sifat Khusus yang terdapat pada budaya tidak sehat menurut Trompson,
Strickland, dan Gamble (2010) diantaranya:

1. Lingkungan internal yang sangat politis sehingga banyak terjadi masalah yang
diselesaikan dengan pengambilan keputusan berdasrkan pada individu atau kelompok
yang memiliki politik yang paling kuat.
2. Terjadi permusuhan dan kewaspadaan terhadap orang yang memperjuangkan cara-cara
baru dalam melakukan tindakan dalam organisasi
3. Adanya pola pikir dalam organisasi yang menolak untuk mencari dan mengikuti
perkembangan yang terjadi diluar organisasi terhadap cara-cara praktik bisnis terbaik,
pendekatan manajerial baru, dan ide-ide inovatif.
4. Ketidakpeduliaan terhadap standar etika yang tinggi dan terlalu bersemangat mengejar
kekayaan status dibagian eksekutif kunci.
I. Proses Penciptaan Budaya Organisasi
Pembentukan budaya dalam organisasi terlahir pada saat organisasi dibuat. Pembentukan
budaya organisasi terlahir ketika anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik
ekstrernal maupun internal. Proses pembentukan budaya tersebut tidak dalam waktu sekejap,
tidak bisa dikarbit, dan harus melalui proses.
Robbins (2006) menjelaskan bahwa proses pembentukan budaya terjadi dalam tiga cara,
yaitu:
1. Para pendiri hanya mempekerjakan dan menjaga pegawai yang berpikir dan
merasakan cara yang mereka tempuh.
2. Para pendiri mengindoktrinasikan dan menyosialisasikan para pegawai dengan cara
berpikir dan merasa.
3. Perilaku pendiri bertindak sebagai satu model peran yang mendorong pegawai untuk
mengidentifikasikan diri dengan mereka sehingga dapat menginternalisasikan keyakinan,
nilai, dan asumsi-asumsi mereka.
Agar budaya organisasi dapat dihidupkan ialah melalui tahapan sebagai berikut:

Filsafat Pendiri Kriteria Seleksi

Sosialisasi Manajemen Publik

Budaya Organisasi
Melalui gambar diatas maka disimpulkan bahwa budaya organisasi dapat hidup melalui
proses sebagai berikut: Pertama yaitu melalui seleksi. Seleksi merupakan tahapan awal
untuk menentukan kriteria yang dianggap paling tepat untuk menjadi anggota organisasi.
Kedua, proses penciptaan budaya organisasi dipandang lahir dari filsafat pendiri organisasi
sebagai roh utama sebuah budaya organsiasi. Artinya para pendiri organisasi secara
tradisional memiliki dampak penting dalam pembentukan awal budaya organisasi. Ketiga
adalah manajemen publik dan sosialisasi yang merupakan pimpinan organisasi publik yang
memberikan kebijakan, panduan,arahan, dan implementasi penting mengenai budaya
organisasi publik didalam organisasi publik. Keempat, Budaya organisasi merupakan hal
yang berkaitan dengan sosialisasi dimana, sosialisai budaya organisasi dapat berlangsung
dalam waktu yang lama karena pada dasarnya budaya organisasi merupakan nilai-nilai yang
diterapkan dan berlaku bagi pegawai.

J. Instrumen Penilaian Budaya Organisasi


Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI) merupakan instrumen dalam
menggambarkan profil budaya organisasi (PBO). Instrumen ini merupakan suatu kerangka
yang awalnya dikembangkan dari riset yang dilakukan atas indikator utama dari organisasi
yang efektif. Menurut Cameron dan Quinn (1999), terdapat dua dimensi utama yang
indikatornya diorganisasikan dalam empat kelompok utama atau empat kuadran budaya atau
disebut juga sebagai empat jenis budaya.

1. Dimensi pertama

Dimensi ini membedakan kriteria keefektifan yang menekankan pada fleksibiltas,


keleluasaan dan dinamis, dengan kriteria keefektifan yang menekankan stabilitas, tatanan
dan kontrol. Sumbu dimensi ini berupa flexibility and disretion (kadang disebut people)
dan stability and control (kadang disebut proses).

2. Dimensi Kedua

Dimensi ini membedakan kriteria keefektifan yang menekankan pada orientasi


internal, integrasi, dan kesatuan dengan kriteria keefektifan yang menekankan pada
orientasi eksternal, diferensiasi, dan persaingan. Sumbu dimensi ini berupa external focus
and differentiantion (kadang disebut strategic) dan internal and integration (kadang disebut
operational).
Dua dimensi tersebut membentuk empat kuadran yang masing-masing menggambarkan
suatu perangkat yang berbeda-beda dari indikator keefektifan organisasi, diantaraya:

1. Klan Budaya (The Clan Culture)

Disebut clan karena jenis organisasinya mirip dengan keluarga besar.


Karakteristik jenis budayanya, yaitu kerja tim, program keterlibatan pegawai, dan
komitmen organisasi kepada pegawai.

2. Klan Adokrasi (The Adhocrachy Culture)


Tujuan utama Klan Adokrasiadalah memupuk atau membantu perkembangan
kemampuan beradaptasi, flesibilitas dan kreativitas.
3. Budaya Pasar (The Market Culture)
Fokus utama pasar adalah melakukan transaksi dengan konstituante lainnya untuk
menciptakan keunggulan kompetitif.
4. Budaya Hierarkhis (The Hierarchy Culture)
The hierarchy culture (budaya hierarkis) merupakan garis wewenang pengambilan
keputusan yang jelas, peraturan dan prosedur standar, pengendalian, mekanisme
akuntabilitas dinilai dan dihargai sebagai kunci sukses.

K. Perubahan Budaya Organisasi


Kotter (1996) menyatakan delapan tahapan proses perubahan, yaitu:
1. Membangun sensitivitas urgensi (estabilishing a sense of urgency)
Tahapan untuk membangun motivasi dengan mengkaji realitas pasar dan kompetisi,
mengidentifikasi dan membahas krisis,potensi krisis, atau peluang besar, sehingga timbul
alasan yang baik untuk melakukan sesuatu yang berbeda.
2. Menciptakan koalisi penuntun (creating the guiding coalition)

Tahapan pembentukan sebuah tim koalisi untuk memulai perubahan yang terdiri atas
orang orang yang memiliki kekuasaan yang cukup untuk memimpin perubahan.

3. Merumuskan visi dan strategi (developing a vision and strategy)

Tahapan ini ditandai dengan pentingnya pembuatan sebuah visi untuk membantu
mengarahkan upaya perubahan dan merumuskan strategi untuk mencapai visi organisasi.
4. Mengomunikasikan visi perubahan (communicating the change vision)

Tahapan untuk mengomunikasikan visi dan strategi perubahan pada seluruh elemen
organisasi secara terus menerus dengan menggunakan setiap kesempatan yang ada dan
menyajikan koalisi penuntun sebagai model perilaku yang diharapkan pegawai.

5.Memberdayakan tindakan yang menyeluruh (Empowering Broad- Based Action)

Tahapan kegiatan dengan melibatkan keseluruhan elemen organisasi untuk


menyingkirkan rintangan, mengubah sistem atau struktur yang merusak visi perubahan,
dan mendorong keberanian mengambil resiko serta ide,aktivitas,dan tindakan
nontradisional.

6. Menghasilkan Kemenangan Jangka Pendek (Generating Short Term Wins)

Tahapan ini dilakukan perencanaan untuk meningkatkan kinerja sebagai hasil dari
perubahan/kemenangan yang dapat dilihat, dan memberi pengakuan dan penghargaan
yang dapat dilihat oleh orang-orang.

7. Mengonsolidasikan Hasil dan Mendorong Perubahan yang Lebih Besar


(Consolidating Gains and Producing More Change)

Tahapan ini berisi kegiatan untuk membuat proses perubahan semakin besar dengan
menggunakan kredibilitas yang semakin meningkat untuk mengubah semua sistem dan
mengembangkan visi perubahan dalam organisasi.

8. Menambatkan Pendekatan Baru dalam Budaya (Anchoring New Approaches in the


Culture)

Tahapan memberikan pemahaman penting tentang hasil perubahan yang telah


disajikan oleh budaya kerja yang baru untuk menjamin kesuksesan organisasi. Pemimpin
organisasi harus mampu melakukan perubahan dalam organisasi, bukan hanya perubahan
mengganti pegawai, mengubah struktur organisasi, atau membeli alat-alat baru. Perubahan
yang dilakukan harus sesuai dengan tahapan perkembangan budaya organisasi agar
perubahan itu menjadi sempurna.

I. Elemen Budaya Organisasi

Secara umum, elemen budaya organisasi terdiri elemen idealistis dan elemen perilaku.
Elemen idealisitis terbentuk dari falsafah hidup serta nilai-nilai individual dari pemimpin
organisasi yang menjadi pedoman untuk menentukan tujuan dari organisasi tersebut.
Sementara elemen perilaku merupakan elemen yang muncul melalui perilaku sehari-hari
yang ada dalam organisasi.

Hostfede (2010) menyatakan bahwa elemen budaya organisasi terdiri dari :

1. Orientasi Proses-Orientasi Hasil

Orientasi proses berarti mengikuti prosedur kerja, sedangkan orientasi hasil lebih bebas
karena tidak terbentur untuk mengikuti prosedur kerja yang baik.

2. Orientasi Pegawai-Orientasi Pekerjaan

Orientasi pegawai lebih merasa bahwa masalah pribadi mereka ikut diperhitungkan oleh
organisasi, sedangkan Orientasi pekerjaan lebih merasa bahwa organisasi hanya tertarik
pada pekerjaan yang telah dilakukan oleh pegawai dan merasa mengalami tekanan yang
kuat dalam menyelesaikan pekerjaan.

3. Sesuatu yang Berhubungan dengan Organisasi-Sesuatu yang Berhubungan dengan


Pribadi yang Profesional

Sesuatu yang berhubungan dengan organisasi berarti pegawai mendapatkan sebagian besar
identitasnya dari organisasi yang kemudian memengaruhi perilaku mereka diluar
organisasi. Sedangkan sesuatu yang berhubungan dengan pribadi yang profesional lebih
merasa bahwa kehidupan pribadi mereka berbeda dengan kehidupan dalam organisasi.

4. Sistem Terbuka-Sistem Tertutup

Dalam sistem terbuka, organisasi beserta anggota di dalamnya lebih terbuka pada
pendatang baru dan orang luar. Sedangkan dalam sistem tertutup, organisasi beserta
anggotanya menjadi tertutup atau suka bermain rahasia antar anggota.

5. Kontrol Ketat-Kontrol Longgar

Orang-orang yang berada di dalam unit kontrol longgar cenderung tidak memperhatikan
biaya-biaya organisasi, sedangkan orang-orang yang berada di dalam unit kontrol ketat
lebih sadar akan biaya-biaya organisasi sehingga dapat lebih berhemat.
6. Pragmatis-Normatif

Pragmatis berarti lebih condong pada menggerakkan pasar dan memandang bahwa semua
divisi dalam organisasi adalah pemasar. Sedangkan normatif lebih mengikuti prosedur
organisasi yang benar dan menggap bahwa prosedur tersebut lebih penting daripada hasil.

M. Faktor-faktor yang Memengaruhi Budaya Organisasi

Deal dan Kennedy (1982) menyatakan bahwa terdapat lima unsur yang berpengaruh terhadap
budaya yaitu :

1. Lingkungan Usaha

Organisasi harus memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan
lingkungan, karena lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan keberhasilan
organisasi.

2. Nilai-nilai

Setiap organisasi mempunyai nilai-nilai inti yang digunakan sebagai pedoman berpikir dan
bertindak bagi semua anggota organisasi untuk mencapai tujuan dan misi organisasi.

3. Pahlawan

Pahlawan tokoh panutan yang dapat menumbuhkan idealisme, semangat, dan tempat
mencari petunjuk apabila terjadi kesulitan atau dalam masalah organisasi lainnya. Pahlwan
organisasi dapat berasal dari semua elemen yang ada dalam organisasi.

4. Ritual

Ritual merupakan kegiatan yang dilakukan berulang setiap tahun dengan berupa
mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi, regenerasi anggota,
maupun pemberian penghargaan bagi anggotanya.

5. Jaringan Budaya

Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal yang menjadi saluran utama dalam
komunikasi organisasi dan befungsi untuk menyalurkan dan memberi interpretasi terhadap
informasi.
BAB 14

Kinerja Organisasi Publik

A. Pendahuluan

Kinerja organisasi publik yang berhasil merupakan kinerja yang sesuai atau bahkan
melebihi target yang telah ditetapkan oleh organisasi publik. Berbagai hal yang dapat dicapai
apabila organisasi publik mampu memahami secara komperehensif tentang kinerjanya antara
lain: Organisasi publik akan mengetahui tingkat pencapaian kinerjanya saat ini, organisasi
akan memiliki kemampuan untuk memahami pelanggannya dengan lebih baik, memotivasi
aparatur memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya serta mengidentifikasi berbagai
macam kegiatan yang tidak efektif dan efisien.

B. Pengertian Kinerja Organisasi Pubik

Kinerja organisasi merupakan suatu tampilan keadaan organisasi secara utuh selama
periode waktu tertentu, yang merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan
organisasi dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki organisasinya. Kinerja itu sendiri
merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan
atau aktivitas dari suatu organisasi pada satu periode dengan referensi pada jumlah standar.
Kinerja organisasi bisa juga disebut sebagai hasil yang ditunjukkan oleh sebuah organisasi
atau tingkat pencapaian pelaksanaan tugas suatu organsisasi dalam upaya mewujudkan
sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Sehingga berbagai hal dapat dicapai oleh organisasi
publik jika organisasi publik mampu memahami secara komprehensif tentang kinerjanya.

C. Pengukuran Kinerja Organisasi Publik

Merupakan tolak ukur bagi manajemen organisasi publik dalam menentukan kebijakan
organisasi yang dapat digunakan sebagai dasar menyusun sistem imbalan atau sebagai dasar
penyusunan strategi publik. Gasperz (2005) menyatakan bahwa tujuan pengukuran kinerja
adalah untuk menghasilkan data. Oleh karena itu, suatu metode pengukuran kinerja harus
dapat menyelaraskan tujuan organisasi secara keseluruhan tujuan (goal congruence).

Manfaat:

- menelusuri kinerja yang dihasilkan oleh organisasi publik sesuai dengan kebutuhan dan
harapan pelanggannya, terutama publik;

- menelusuri tingkat kedekatan antara organisasi publik dan pelanggannya;


- memotivasi aparatur untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan sebagai tujuan
utama adanya organisasi publik;

- mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian antara yang telah dihasilkan dan yang seharusnya
dihasilkan;

- mengidentifikasi berbagai faktor yang menyebabkan organisasi publik menjadi tidak efektif
dan efisien dalam melaksanakan tugas dan fungsinya;

- menyusun strategi dan taktik yang tepat sehingga tujuan yang seharusnya dapat dicapai
dapat diakselerasi untuk dicapai;

- membangun konsensus untuk melakukan perubahan dengan memberikan rewards atas


perilaku yang diharapkan.

D. Penilaian Kinerja Organisasi Publik

Berkaitan dengan penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi publik,


struktur dan bagian organisasi publik, serta aparaturnya berdasarkan sasaran, standar, dan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Bagi manajer publik penilaian kinerja organisasi publik dapat digunakan dalam mengambil
keputusan penting dalam konteks berbagai aktivitas organisasi publik, misalnya menentukan
tingkat gaji dan sistem imbalan bagi aparatur. Bagi pihak luar, penilaian kinerja organisasi
publik merupakan alat pendeteksi awal dalam memilih berbagai alternatif pengembangan
organisasi publik, misalnya bagi pemerintah dalam rangka menerapkan berbagai kebijakan
pemerintah dalam organisasi publik.

E. Balanced Scorecard

Digunakan sebagai alat pengukuran kinerja pada organisasi bisnis sebagai pengukuran
operasional visi dan misi suatu organisasi yang diterjemahkan ke dalam tujuan. Dalam
Campbel et. al. (2002), Balance Scorecard sebagai suatu sistem pengukuran kinerja dapat
digunakan sebagai alat pengendalian, analisis dan merevisi strategi organisasi. Konsep ini
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1990 oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton.
Saat ini, organisasi publik juga menerapkan alat pengukuran Balanced Scorecard.

Menurut Hansen dan Mowen (2003), Balanced Scorecard menerjemahkan misi dan strategi
organisasi ke dalam seperangkat pengukuran kinerja yang komprehensif yang menyediakan
sebuah kerangka kerja operasional dalam pengukuran strategis dan sistem manajemen. 4
perspektif pertimbangan dalam Balanced Scorecard yaitu perspektif keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal dan proses belajar dan berkembang.

Tujuan Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 1996):

1. Memungkinkan pimpinan atau manajer organisasi untuk mengukur unit bisnis mereka
melalui penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan
bagi masa depan organisasi,

2. Memungkinkan pimpinan atau manajer organisasi untuk mengukur yang telah mereka
investasikan dalam pengembangan SDM, sistem, dan prosedur demi perbaikan kinerja pada
masa yang akan datang;

3. Memungkinkan pimpinan atau manajer organisasi untuk menilai yang telah mereka
lakukan dalam mengembangkan intangible assets, seperti merek dan loyalitas pelanggan.

F. Perspektif Keuangan

Merupakan suatu ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi, yang disebabkan oleh
keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Menunjukkan perencanaan, implementasi,
dan pelaksanaan dari strategi yang memberikan perbaikan dasar.

3 tahapan dari siklus kehidupan bisnis yaitu:

1. Berkembang (Growth)

Pada tahap ini, organisasi mampu menghasilkan produk yang secara signifikan memiliki
potensi untuk berkembang baik. Sasaran keuangan pada tahap ini adalah menekankan
pengukuran pada tingkat pertumbuhan revenue atau penjualan dalam pasar yang ditargetkan,
sedangkan sasaran kebijakan keuangannya menekankan pada pertumbuhan penjualan di
dalam pasar baru dari pelanggan baru atau dari produk dan jasa baru.

2. Bertahan (Substain)

Pada tahap ini, organisasi masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan
mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Organisasi berusaha mempertahankan
kepemimpinannya seraya berupaya untuk mengembangkan organisasi menuju yang lebih
baik. Selain itu, organisasi tidak bertumpu pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran
keuangan lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan,
sedangkan sasaran kebijakan keuangan menekankan pada pengukuran tradisional, seperti
pendapatan operasional (operating income), besarnya laba kotor (gross margin), tingkat
pengembalian investasi (return on capital employed/ROI), dan besarnya nilai tambah
ekonomis (economic value added/EVA).

3. Panen (Harvest)

Tahap ini, organisasi melakukan oanen terhadap investasi yang telah ditanam. Oleh karena
tujuan utamanya adalah memaksimalkan arus kas yang masuk ke organisasi, maka tolak ukur
yang dapat digunakan antara lain: besarnya arus kas masuk dari kegiatan operasi organisasi
dan tingkat penurunan kebutuhan modal kerja (reduction rate in working capital reqirement).

G. Perspektif Pelanggan

Fokus strategi organisasi bergeser dari internal ke eksternal, dari produksi ke pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Pencapaian kinerja keuangan superior jangka panjang
suatu bisnis bergantung pada kemampuan menciptakan dan menyajikan suatu produk dan
jasa yang bernilai lebih bagi pelanggannya. Bernilai apabila manfaat yang diterima dari suatu
produk atau jasa secara relatif lebih tinggi dari biaya perolehannya serta apabila kinerjanya
semakin mendekati atau bahkan melebihi dari yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan.

Pengukuran dalam perspektif pelanggan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: Pertama, core
measurement group yang mengukur tingkat kepuasan (satisfaction), loyalitas (loyalty),
retensi (retention), akuisisi (acquisition), pelanggan dari pasar yang ditargetkan, customer
profitability, dan tingkat keuntungan yang diperoleh dari target pasar yang dilayani. Kedua,
customer value proposition yang menggambarkan performance driven (pemicu kinerja) yang
berkaitan dengan pertanyaan yang harus disajikan organisasi untuk mencapai tingkat
kepuasan, loyalitas, referensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi.

H. Perspektif Proses Bisnis Internal

Ditandai dengan manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang penting dalam rangka
mencapai tujuan pelanggan dan oemegang saham. Model rantai generik memberi suatu
pijakan yang dapat disesuaikan oleh setiap organisasi dalam mempersiapkan perspektif setiap
bisnis internal. Model ini terdiri atas tiga rantai nilai proses bisnis internal utama, yaitu:

1. Inovasi: proses dimana unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang
berkembang/ yang masih tersembunyi, kemudian menciptakan produk/jasa yang akan
memenuhi kebutuhan.
Terdapat tipe-tipe inovasi:

-improving core businesses:tipe ini berfokus pada penambahan inovasi yang dapat
dikembangkan dengan cepat dan tidak mahal. contohnya perluasan jaringan dan pengemasan
yang lebih bagus.

-exploiting strategic adbantages:tipe ini berfokus pada pengambilan merk dan jaringan yang
sudah ada kepada pelanggan dan pasar baru tanpa memerlukan perubahan besar pada
kemampuan yang sudah dimiliki.

developing new capabilities:berfokus pada mrmperdalan kepuasan pelanggan dan loyalitas


merek/macam produk dengab menambah kapabilitas baru organisasu tanpa memperkenalkan
perubahan besar dalam lingkup strategi.

-creating revolution change:berfokus pada inovasi radikal yang melebihi macam produk dan
merek untuk membuat perubahan yang mendasar dalam lingkup strategi ataupun
kapabilitasnya.

2. operasi: proses operasi adalah tempat produk dan jasa diproduksi dan disampaikan kepada
pelanggan

3. Layanan Purna jual: layanan kepada pelanggan setelah penjualan/penyampaian produk


dan jasa. Layanan ini mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan, pengembalian
produk yang rusak dan yang dikembalikan.

I. Perspektif Belajar dan Berkembang

Proses belajar dan berkembangnya organisasi bersumber dari 3 prinsip: people,


system, organizational prosedur. Perspektif keuangan,pelanggan,sasaran dari proses intetnal
dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia,
system, procedur, dan sesuatu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal.
Untuk mengurangi kesenjangan tersebut, organisasi harus melakukan investasi dalam bentuk
peningkatan keterampikan, kemampuan sistem dan teknologi informasi, juga meluruskan
prosedur dan perbaikan rutinitas.

Dalam perspektif proses belajar dan berkembang ada 3 faktor yang harus
diperhatikan, yaitu kemampuan aparatur; kemampuan sistem informasi; motivasi,
pemberdayaan, dan penyejajaran.
Pimpinan/manajer organisasi harus memperhatiakan 3 hal, yaitu kepuasan aparatur, retensi,
dan kepuasan aparatur. kepuasan aparatur adalah prakondisi dari tingkat produktivitas,
tanggung jawab, kualitas dan pelayanan yang diberikan kepada publik. elemen yang terkait
dengan kepuasan aparatur yaitu: keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan,
akses untuk memperoleh informasi, dorongan aktif untuk melakukan kreativitas dan inisiatif,
dan juga dukungan dari pemimpin. Retensi aparatur berkaitan dengan kemampuan
manajemen untuk mempertahankan SDM terbaiknya untuk tetap berada dalam organisasi.

J. Balance Scorecard sebagai Sistem Manajemen Strategis

Organisasi publik mengimplementasikan bsc sebagai sistem manajemen strategis yang


komprehensif dengan rangka menghasilkan berbagai proses penting, yaitu:

1. Menerjemahkan Visi Menjadi Streategi

untuk mempermudah tujuan yang ingin dicapai organisasi, visi organisasi dijabarkan ke
dalam tujuan (goal) dan sasaran (objective) dan untuk mewujudkan visi tersebut perlu
merumuskan strategi. bsc memudahkan organisasi untuk mentransformasi visi menjadi
strategi. proses bsc dimulai dengan pimpinan/tim manajemen eksekutif senior yang bersama
sama bekerja menerjemahkan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan strategis yang
spesifik dan mengidentifikasikan beberapa faktor penggerak penting dalam rangka mencapai
tujuan strategis.

2. Mengomunikasikan dan Mengaitkan Tujuan dan Ukuran Strategis

bsc memberi dasar untuk mengomunikasikan dan mendorong adanya dialog tentang strategi
unit bisnis organisasi untuk mendapatkan komitmen aparatur mengenai sasaran jangka
pendek dan pelaksanaan strategis yang menghasilkan terobosan kerja op pada masa depan.

3. Manajemen Inisiatif Strategis

tonggak-tonggak manajemen strategis ditanamkan secara mendasar dalam kegiatan


operasional op karna manajemen inisiatif strategis harus mampu menunjukan sasaran yang
ingin dicapai, tingkat ketercapaian, upaya perbaikan, yang mampu mengembangkan
organisasi dalam jangka panjang.

4. Meningkatkan Umpan Balik

bsc mampu memberikan umpan balij yang komprehensi. proses umpan balik merupakan
proses menetapkan visi serta mengoperasionalkan strategi agar mudah untuk dicapai,
dikomunikasikan, dan diterjemahkan kepada semua aparatur yang ada dalam op, serta
menyelaraskan tindakan dan inisiatif op untuk mencapai tujuab strategis jangka panjang.

5. Organisasi Pembelajaran

Balanced scorecard. mendorong organisasi yang bersifat dan bersistem tradisional menuju
organisasi yang bersifat modern. salah satu sifat dan sistem modern adalah organisasi
pembelajar. organisasi pembelajar adalah organisasi yang mampu mendorong timbulnya
proses prnetapan visi dan strategi baru melalui peninjauan ulang op dari berbagai ospek dan
organisasi pembelajar adalah organisasi yang mampu menyesuaikan dengan keadaan terkini.

Anda mungkin juga menyukai