Anda di halaman 1dari 15

Case 1: Polygon

A. Ringkasan Substansi Kasus


PT Insera Sena atau yang lebih dikenal dengan nama dagang Polygon Bikes
merupakan salah satu produsen terbesar di Indonesia yang berbasis di Sidoarjo, Jawa
Timur. Polygon telah mengoperasikan berbagai fasilitas manufaktur di berbagai
wilayah Indonesia. Selain itu, Polygon juga telah memiliki tim desain yang terhubung
secara global yang pada umumnya sering digunakan sebagai sponsor dalam kompetisi
sepeda. Polygon selama lebih dari 25 tahun telah merancang, membangun, dan
merekayasa sepeda kelas dunia dalam kemitraan dengan para insinyur, perancang
industri, pemikir kreatif, dan pengendara profesional yang berbasis di Amerika,
Eropa, dan Asia. Polygon selalu bersemangat tentang inovasi dan bekerja keras di
setiap musimnya untuk menghasilkan sebuah desain yang segar dan otentik dengan
relevansi global.
Polygon Bikes merupakan salah satu dari sedikit merek sepeda global yang
memiliki fasilitas manufaktur yang memungkinkan untuk mengontrol semua aspek
proses manufaktur mulai dari pengerjaan tangan, mengelas rangka, hingga perakitan
dan pengecatan yang terdepan dalam industri ini. Polygon telah memproduksi hampir
satu juta sepeda per tahunnya yang memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi
biaya yang signifikan di mana hal ini tidak dapat dicapai oleh sebagian besar merek
sepeda. Hal tersebut membuat Polygon menghasilkan kemampuan untuk menawarkan
berbagai macam sepeda berkualitas tinggi yang dapat diandalkan dengan harga paling
kompetitif yang tersedia di pasar.
Polygon memiliki beberapa seri model andalan, seperti seri XQUARONE,
Collosus DH, dan Collosus N&T. XQUARONE merupakan pemenang Pinkbike
Innovation of the Year Awards pada tahun 2017, seri ini lahir dari cara
mengklasifikasikan sepeda lama dan menciptakan paradigma baru di mana perjalanan
tidak lagi menentukan disiplin. Seri sepeda tersebut dikendarai oleh free rider
terkenal, Kurt Sorge yang memenangkan Red Bull Rampage pada 2015 dan 2017.
Program pengembangan global Polygon juga meluas ke dunia balap enduro dengan
Collosus N9. Motor ini pernah ditampilkan dalam Enduro World Series 2016 dan
2017 yang dikendarai oleh pembalap UR, Fabien Cousinie dari Prancis yang
menjadikan mesin perjalanan panjang ini sebagai salah satu yang paling sesuai dan
efisien di sirkuit.
Polygon dengan senang hati dapat eksis di ranah domestik dengan pasar lokal
di Indonesia yang merupakan negara beroda dua dengan 250 juta orang. Namun,
dalam lima tahun terakhir, Polygon telah melakukan ekspansi global di pasar kelas
atas yang digarisbawahi oleh sponsor mereka dari beberapa pembalap terkenal dunia.
Australia saat ini telah menjadi pasar terbesar Polygon di luar Indonesia. Asia
Tenggara mungkin tidak tampak seperti pusat dunia sepeda gunung, tetapi hal ini
tidak menahan Polygon. Melalui kemenangan Rampage dan armada sepeda motor
hebat yang terus bertambah, Polygon telah benar-benar menguasai dunia. Zendy
Renan selaku Manajer Produk dan Pengembangan mengatakan kebanggaannya atas
keberhasilan Polygon dalam dunia internasional.
Sementara itu, banyak orang di luar Indonesia yang dapat memberi tahu
tentang Polygon daripada menyebutkan beberapa pembalap sponsor mereka setelah
profil merek dunia berkembang pesat yang didukung oleh kesuksesan Tim UR dan
Rampage. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa Polygon merupakan salah satu dari
segelintir merek yang benar-benar memiliki pabrik dan fasilitas perakitannya sendiri
serta salah satu produsen terbesar di dunia yang memproduksi setengah juta sepeda
per tahunnya. Produksi tersebut termasuk beberapa merek terkenal dimana
departemen pemasaran ingin meyakinkan bahwa masalahnya tidak terdapat pada
bagian tersebut.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan ringkasan substansi kasus tersebut, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan yang terjadi, diantaranya sebagai berikut.
1. Polygon Bikes melakukan ekspansi global ke beberapa pengendara yang terkenal
di dunia. Dibuktikan dengan Australia yang menjadi pasar terbesar Polygon Bikes
di luar Indonesia. Hal tersebut membuat perusahaan Polygon Bikes dapat
meningkatkan kualitas sekaligus memasarkan produk nya. Selain itu, dapat
dibuktikan bahwa Polygon Bikes dapat bersaing dengan pesaing pada pasar
dunia.
2. Kualitas produk yang dikeluarkan oleh Polygon Bikes membuat Polygon menjadi
perusahaan yang sukses di bidang industri sepeda global. Dapat dibuktikan
dengan kerjasama untuk merancang produk yang dilakukan Polygon dengan para
perancang industri, insinyur, dan para pengendara professional. Kerjasama
tersebut membuat Polygon mempunyai tim desain yang sudah melakukan
hubungan secara global. Selain itu, Polygon selalu mempunyai pengembangan
dan inovasi untuk bisa mengeluarkan dan menghasilkan desain yang menarik dan
otentik yang mempunyai relevansi dengan global
C. Pertanyaan dan Jawaban
1. Dengan meneliti sumber informasi dan teori lain di bab 6 Daft (2018), Teori dan
Desain Organisasi, identifikasi empat tahap evolusi internasional!
Jawab:
Berdasarkan Exhibit 6.2, Daft (2018) dalam buku Organization Theory and
Design, organisasi memasuki pasar internasional dengan berbagai cara dan jalur
yang beragam. Namun, pergeseran domestik ke global biasanya terjadi melalui
tahapan perkembangan sebagai berikut.
I. Domestic Stage
Pada tahap ini, perusahaan umumnya berorientasi domestik di dalam
negeri. Akan tetapi, manajer sadar akan adanya lingkungan global dan
mungkin ingin mempertimbangkan keterlibatan asing untuk memperluas
volume produksi dan mewujudkan skala ekonomi. Potensi pasar perusahaan
ini terbatas terutama di negara asal. Struktur perusahaan adalah domestik yang
umumnya fungsional atau divisional. Penjualan asing awalnya ditangani
melalui departemen ekspor. Sedangkan rincian pengiriman barang, masalah
kepabeanan, dan valuta asing ditangani oleh pihak luar.
II. International Stage
Pada tahap kedua, perusahaan mulai menangani ekspor dengan serius dan
mulai berpikir secara multidomestik yang berarti masalah persaingan di setiap
negara tidak bergantung pada negara lain sehingga perusahaan hanya
berurusan dengan masing-masing negara secara individual. Fokusnya adalah
dengan posisi kompetitif dibandingkan dengan perusahaan lain di industri
yang sama. Struktur domestik dengan divisi internasional dan spesialis
penjualan, layanan, dan pergudangan di luar negeri dengan potensi pasar yang
besar.
III. Multinational Stage
Pada tahap ketiga, perusahaan memiliki pengalaman yang luas di
sejumlah pasar internasional dan telah mendirikan fasilitas pemasaran,
manufaktur, atau penelitian dan pengembangan (R&D) di beberapa negara.
Perusahaan juga memperoleh persentase besar pendapatan dari penjualan di
luar negara asal. Pertumbuhan perusahaan eksplosif terjadi dan perusahaan
memiliki unit yang tersebar di seluruh dunia beserta pemasok, produsen, dan
distributor.
IV. Global Stage
Pada tahap keempat dan terakhir, perusahaan telah melampaui negara
manapun. Perusahaan global tidak lagi menganggap diri mereka memiliki satu
negara asal. Perusahaan yang berada di tahap global beroperasi dengan cara
yang benar-benar global dan seluruh dunia adalah pasar mereka.

Menurut penjelasan tentang tahap evolusi internasional tersebut, Polygon


telah melalui tahapan pertama hingga keempat. Polygon saat ini berada di tahap
keempat dimana Polygon telah menjadi perusahaan global yang memiliki
berbagai cabang dan ekspansi bisnis di seluruh dunia. Hal ini dibuktikan jika
Polygon telah berhasil dikenal oleh orang asing dan menjadi sponsor
pertandingan Enduro World Series.

2. Berdasarkan kasus dan informasi dari sumber lain, identifikasi tantangan


organisasi global!
Jawab:
Manajer yang memasarkan perusahaan mereka ke luar negri menghadapi
banyak tantangan. Perusahaan atau organisasi pasti menerima banyak tingkat
kompleksitas terkait lingkungan dalam melakukan ekspansi ke internasional.
Setiap negara mempunyai sejarah, budaya hukum, dan sistem peraturannya

sendiri. Pada buku Organization Theory and Design karangan Daft, terdapat tiga
tantangan pada organisasi global.
1) Increased Complexity and Differentiation atau Peningkatan Kompleksitas
dan Diferensiasi
Pada saat organisasi memasuki area internasional, perusahaan akan
menghadapi beberapa tantangan dan tingkat kompleksitas internal dan
eksternal. Terdapat banyak struktur yang berbeda seperti perkembangan
ekonomi, bahasa, sistem politik, norma dan nilai budaya, dan infrastruktur.
Secara khusus, banyak organisasi yang sudah menyiapkan sistem
pengembangan produk global untuk mencapai akses yang lebih besar ke
kancah internasional. Secara khusus, banyak organisasi yang sudah
menyiapkan sistem pengembangan produk global untuk mencapai akses yang
lebih besar ke kancah internasional. Maka dari itu Polygon Bikes sudah
menerapkan dan menyusun beberapa rangkaian kegiatan dan produk dan
layanan yang pastinya lebih besar untuk tingkat internasional. Selain itu,
Polygon sudah menyusun strategi untuk menghasilkan produk yang
bervariasi dan inovasi dengan kualitas yang tinggi dan menyesuaikan standar
internasional.

2) Increased Need for Coordination atau Peningkatan Kebutuhan Koordinasi


Pada saat organisasi menjadi terdiferensiasi, terdapat banyak produk,
divisi, departemen dan posisi yang tersebar di banyak negara, hal itu
menyebabkan organisasi akan menghadapi tantangan terkait koordinasi yang
luar biasa. Pada saat organisasi menjadi terdiferensiasi, terdapat banyak
produk, divisi, departemen dan posisi yang tersebar di banyak negara, hal itu
menyebabkan organisasi akan menghadapi tantangan terkait koordinasi yang
luar biasa. Hal itu dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan
pihak eksternal di beberapa negara yang berkaitan dengan pemasaran,
regulasi, dll. Dengan melakukan tersebut, Polygon dapat memberikan
kegiatan atau operasi yang baik dan efektif di dunia internasional.

3) Transfer of Knowledge and Reverse Innovation atau Transfer Pengetahuan


dan Inovasi Terbalik
Pada saat memasuki pasar internasional, Polygon mempunyai
hambatan yaitu salah satunya hambatan pengetahuan dan inovasi terhadap
negara yang ingin dituju. Hal itu disebabkan dengan kendala bahasa, sumber
daya manusia, lingkungan & teknologi, sosio ekonomi. Dalam hal ini
Polygon dapat melakukan kerja sama dengan insinyur, pengendara terkenal,
dan perancang industri. Hal tersebut dapat membuat Polygon menghasilkan
produk yang berinovasi dan bertukar pengetahuan dan informasi terkait
industri tersebut.

3. Ketika organisasi menjelajah ke domain internasional, manajer berusaha untuk


merumuskan strategi global yang koheren yang akan memberikan sinergi antara
operasi di seluruh dunia untuk tujuan mencapai tujuan organisasi bersama. Satu
dilema yang mereka hadapi adalah memilih apakah akan menekankan
standardisasi global versus standardisasi nasional. Berdasarkan perspektif Anda
sendiri, bagaimana Polygon mengatasi dilema tersebut?
Jawab:
Pada saat perusahaan melakukan ekspansi ke area internasional, banyak
perusahaan yang menghadapi dilema untuk menentukan strategi yang mereka
pilih. Terdapat strategi tersebut antara strategi global atau strategi multidomestik.
Menurut Daft (2018) dalam buku Organization Theory and Design, pengertian
dari strategi globalisasi merupakan strategi dimana perusahaan mempunyai
desain produk, manufaktur, dan strategi pemasaran distandarisasi di seluruh
dunia, yang lebih murah daripada menciptakan produk yang berbeda untuk pasar
yang berbeda. Strategi globalisasi berusaha untuk mencapai integrasi global dan
respon lokal. Strategi globalisasi membutuhkan koordinasi global yang erat
untSementara itu, pengertian dari strategi multidomestik berarti persaingan di
setiap negara ditangani secara independen dari persaingan negara lain. Strategi
multidomestik akan mendorong desain produk, perakitan, pemasaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara. Beberapa perusahaan telah
menemukan bahwa produk mereka tidak berkembang di satu pasar global.
Polygon dalam kasus ini dapat menangani dilema tersebut dengan
menggunakan model untuk menyesuaikan struktur organisasi dengan keunggulan
internasional yang tertera dalam Exhibit 6.6 dalam buku Organization Theory and
Design, Daft (2018).
Berdasarkan exhibit tersebut, menurut kelompok kami dapat dikatakan jika
Polygon lebih baik menggunakan strategi globalisasi. Polygon lebih baik
menggunakan strategi globalisasi karena respon lokal di berbagai negara terhadap
Polygon sangat tinggi. Polygon dapat tetap menghasilkan dan mengembangkan
produknya sesuai dengan orisinalitas yang mereka miliki dengan menggunakan
strategi globalisasi. Hal ini dikarenakan fokus Polygon Bikes yang secara global
dan memiliki berbagai cabang perusahaan di berbagai negara asing.
Selain itu, dengan memakai strategi globalisasi Polygon dapat
mengeluarkan biaya yang tidak terlalu besar dalam memproduksi massal untuk
sepeda. Alasannya karena Polygon menggunakan standarisasi di setiap negara
sesuai dengan kebutuhan mereka dalam membuat produknya. Hal tersebut akan
membuat perusahaan Polygon mempunyai harga produk yang terjangkau untuk
pasarannya dengan kualitas yang tinggi. Polygon dapat menghasilkan sekaligus
memasarkan produknya yang sama untuk semua kalangan di area internasional.
Selain itu, produk dari Polygon dapat dinikmati dan dipakai untuk seluruh
pengguna di dunia.

Case 2: Nike - An Unethical MNC?


A. Ringkasan Substansi Kasus
Nike merupakan perusahaan multinasional yang memproduksi perlengkapan
dan pakaian olahraga. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1964 dan diperdagangkan
sebagai olahraga Pita Biru dan secara resmi menjadi Nike pada tahun 1978. Ini adalah
perusahaan ritel olahraga terbesar di dunia. Ini dijual ke sekitar 19.000 akun ritel di
AS, dan kemudian di sekitar 140 negara di seluruh dunia. Bagian manufaktur Nike
dialihdayakan ke kontraktor independen di negara berkembang seperti Cina, Taiwan,
Korea, Meksiko, Vietnam, Indonesia, India, dan Italia. Nike tidak diragukan lagi telah
memperkaya pemilik dan pemegang sahamnya, tetapi pandangannya tentang
tanggung jawab sosial dari perspektif publik selalu menjadi kasus yang meragukan.
Nike bukan satu-satunya perusahaan yang terlibat dalam praktik pemasaran semacam
itu, tetapi karena statusnya dan menjadi pemimpin pasar dalam perlengkapan dan
pakaian olahraga menawarkan studi kasus instruktif tentang bagaimana perusahaan
global membuat dan mengelola citra publiknya.
Nike tidak diragukan lagi telah memperkaya pemilik dan pemegang
sahamnya, tetapi pandangannya tentang tanggung jawab sosial dari perspektif publik
selalu menjadi kasus yang meragukan. Nike bukan satu-satunya perusahaan yang
terlibat dalam praktik pemasaran semacam itu, tetapi karena statusnya dan menjadi
pemimpin pasar dalam perlengkapan dan pakaian olahraga menawarkan studi kasus
instruktif tentang bagaimana perusahaan global membuat dan mengelola citra
publiknya.
Pada tahun 1970-an Nike menempatkan pusat produksinya di negara Jepang
karena upahnya lebih murah dibanding di kantor pusatnya yang terdapat di Amerika
Serikat. Kemudian pada tahun 1982, mayoritas produk Nike dihasilkan di Korea dan
Taiwan karena tertarik oleh tenaga kerja murah di sana. Namun, karena upah buruh di
kedua negara tersebut semakin mahal, Nike mengubah lokasi perusahaannya ke
Indonesia, Cina, dan Vietnam. Pada 1980-an saat Nike mencoba membuat produksi di
Cina, dalam kemitraan dengan perusahaan milik negara, tapi hal ini malah
mendatangkan bencana. Nike lantas memindahkan investasinya ke Taiwan. Nike
lantas mengambil keuntungan dari ongkos tenaga kerja yang lebih murah di sana.
Pada akhir 1980-an karena terdapat demo buruh di Korea Selatan, peningkatan
tingkat upah dan hilangnya kontrol dari tempat kerja oleh otoritas Korea – telah
membuat negara tersebut menjadi kurang menarik bagi investor, baik asing maupun
dalam negeri, yang mulai mencari lokasi lain yang lebih menyenangkan. Nike lalu
memindahkan operasi ke Thailand selatan dan Indonesia demi mencari tenaga kerja
lebih murah. Upah di kedua negara tersebut dianggap sebagai salah satu yang murah
karena hanya memakai seperempat tarif dari Korea Selatan. Beberapa asosiasi Nike
yang bermarkas di Taiwan juga didirikan di Asia Tenggara.
Alasan lain untuk perpindahan ini adalah bahwa pada tahun 1988, baik Korea
Selatan dan Taiwan kehilangan akses khusus untuk pasar AS, yang telah lama mereka
nikmati sebagai status “negara berkembang” di bawah Sistem Preferensi Umum
(GSP) AS. investor Korea dan Taiwan lantas bergerak ke pabrik di Thailand,
Indonesia dan Cina dengan menggunakan pembuatan hak istimewa GSP dari
negara-negara miskin.
Selain sebagai pemimpin pasar dalam perlengkapan olahraga dan pakaian
atletik, Nike menjadi perusahaan yang paling banyak dikritik dalam masalah etika.
Nike tidak memiliki pabrik untuk produksi massal; sebaliknya, barang-barang mereka
diproduksi oleh perusahaan kontraktor di negara berkembang. Nike dalam dua dekade
terakhir sangat sulit karena mereka adalah Nike karena mereka dikritik karena etika
bisnis mereka. Pada awal 1990-an Nike dituduh mengeksploitasi pekerja pabriknya di
pabrik manufaktur mereka di negara-negara yang digunakan sebagai sumber tenaga
kerja murah. Nike telah dituduh menggunakan pekerja anak di Pakistan. Sebagian
besar bola sepak Nike di Pakistan diproduksi oleh anak-anak berusia antara 8 dan 16
tahun.
Nike mendapat tuduhan mempekerjakan anak dibawah umur dan bekerja
dalam kondisi berbahaya dengan upah yang kurang pantas. Nike juga dituduh
mengabaikan standar kesehatan dan keselamatan para pekerjanya dan melakukan
praktik kerja paksa. Nike tetap bertanggung jawab atas pekerjaannya meskipun
barangnya diproduksi oleh perusahaan subkontrak di luar negeri. Nike masih
memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa lokasi produksi berjalan dengan
integritas. Nike, harus memastikan pekerja di pabrik pemasok Asia mereka dibayar
dengan upah yang adil. Porsi pengeluaran Nike untuk membuat sepasang sepatu yang
masuk ke kantong pekerja telah turun sejak awal 1990-an, kata Kampanye Pakaian
Bersih (CCC), mengutip pergeseran manufaktur dari China ke negara-negara yang
lebih murah seperti Indonesia.
Masalah yang menjadi penyebab utama dalam kasus Nike adalah penggunaan
tenaga kerja buruh yang dianggap sebagai eksploitasi tenaga kerja. Nike terlibat
dalam sebuah kontroversi atas penggunaan buruh murah di negara-negara
berkembang untuk membuat produk dengan biaya yang lebih murah.

B. Identifikasi Masalah
Dari kasus yang berjudul Nike Inc: An Unethical MNC? di atas menjelaskan
mengenai sebuah perusahaan multinasional, Nike, yang dapat dikatakan sebagai
perusahaan ritel olahraga terbesar di dunia. Di samping kesuksesan Nike, ternyata
terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi Nike. Di sini kami akan membahas
berbagai permasalahan tersebut
● Nike telah memuaskan pemegang sahamnya, tetapi pandangan Nike tentang
tanggung jawab sosialnya menjadi hal yang meresahkan dari sudut pandang
publik. Menurut publik, praktik etis yang dilakukan Nike sangat bertentangan
dengan citra yang ditampilkan. Pada permulaan 1990-an, Nike mendapat tuduhan
eksploitasi pekerja pabrik di beberapa negara dengan memberikan upah yang
murah
● Nike menjadi perusahaan dengan kritikan paling banyak mengenai etika. Mereka
memilih memproduksi barang-barang di negara berkembang agar biaya produksi
mereka tetap rendah. Selain itu, Nike diduga telah mempekerjakan anak dibawah
umur khususnya di negara-negara Asia seperti India, Pakistan, Bangladesh, dan
Indonesia. Nike juga dituduh tidak memperhatikan standar kesehatan dan
keselamatan pekerja dan melakukan kerja paksa.

C. Pertanyaan dan Jawaban


1. Berdasarkan kasus dan teori Bab 6 Daft (2018), ada tiga faktor utama yang
memotivasi perusahaan untuk berekspansi secara internasional. Jenis motivasi
apa yang menjelaskan alasan Nike Inc. membuka pabriknya di negara-negara
Asia termasuk Indonesia? Apa keuntungannya bagi Indonesia dan Nike Inc.
Headquarters?
Jawab:
Berdasarkan teori Daft (2018) , terdapat tiga faktor utama yang memotivasi
Nike Inc. dalam membuka pabriknya i negara-negara Asia.
1. Skala Ekonomi
Faktor ini menggambarkan pembentukan kehadiran global yang meluas Skala
operasi organisasi yang memungkinkannya mencapai hal ini. Cenderung Arah
organisasi besar pada awalnya dipicu oleh Revolusi Industri, yang Menekan
pabrik-pabrik besar di banyak industri memanfaatkan skala ekonomi yang
disediakan oleh teknologi dan metodologi produksi baru. Melalui produksi
massal, raksasa industri dapat meminimalkan biaya unit per produk
2. Economies of scope
Faktor kedua adalah meningkatnya potensi pembangunan ekonomi secara
luas. Cakupan mengacu pada jumlah dan variasi produk dan layanan Produk
yang ditawarkan oleh perusahaan, dan jumlah serta variasi wilayah, negara,
dan pasar apa yang dilayaninya. Kehadiran di banyak negara memberikan
kekuatan pemasaran Sinergi dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran
yang sama lebih sedikit negara
3. Faktor produksi berbiaya rendah
Kekuatan ketiga yang mendorong ekspansi global melibatkan faktor-faktor
produksi. Salah satu motivasi paling awal dan masih adalah Perusahaan AS
paling kuat yang berinvestasi di luar negeri adalah Akses ke bahan mentah,
tenaga kerja, dan sumber daya Lainnya dengan biaya serendah mungkin.

Menurut pendapat Kami berdasarkan kasus di atas, Perusahaan Nike Inc.


Mendorong Bisnis untuk Berekspansi Secara Internasional Gunakan faktor
ekonomi ruang lingkup. Karena Nike terus Memperkuat potensi pengembangan
beberapa perusahaan merek kekuatan dunia. Seperti yang dijelaskan dalam kasus
Nike Ditandai dengan pembuatan peralatan mereka di negara berkembang,
Dengan tenaga kerja yang sangat murah, pemerintahan yang otoriter dan
Kurangnya ketertarikan terhadap hak asasi manusia dan gerakan serikat pekerja.
Juga sebagian besar pakaian olahraga Nike dibuat di Indonesia, 80% di antaranya
Pekerja di industri garmen adalah wanita, beberapa berpenghasilan hanya 86
EUR ($102) sebulan. Inilah Alasan Nike Ingin Berada di Indonesia Banyak
negara dengan menyediakan kemampuan pemasaran yang kuat.
2. Tidak ada perusahaan yang bisa menjadi raksasa global dalam semalam. Namun,
pergeseran dari domestik ke global biasanya terjadi melalui Four Stages of
International Evolution. Melihat perkembangan Nike Inc saat ini, bagaimana
tahapan perkembangan internasionalisasinya? Anda harus menambahkan data
dukungan tentang lingkungan internasional Nike Inc.
Jawab:
Mengacu pada Exhibit 6.2 mengenai Four Stages of International Evolution
dalam buku Daft (2018) halaman 229, pergeseran suatu perusahaan dari domestik
menuju global terjadi melalui empat tahap evolusi pembangunan internasional.
I. Domestic Stage
Di tahap pertama ini, strategi perusahaan masih berorientasi domestik di
dalam negeri. Akan tetapi para manajer mulai mempertimbangkan untuk
terlibat dalam pasar asing demi memperluas volume produksi dan mencapai
skala ekonomi. Potensi pasarnya masih terbatas dan masih di negara asal.
Memiliki struktur perusahaan domestik, biasanya fungsional atau divisi dan
penjualan asing awal ditangani oleh departemen ekspor
II. International Stage
Pada tahap kedua, strategi orientasinya mulai berorientasi ekspor dan
mulai berpikir secara multidomestik. Multidomestik disini maksudnya
masalah persaingan tiap negara tidak bergantung pada negara lain sehingga
perusahaan terlibat dengan masing-masing negara secara individual.
Fokusnya adalah dengan posisi kompetitif. Strukturnya domestik dengan
divisi internasional dan potensi pasarnya besar.
III. Multinasional Stage
Pada tahap ketiga, strategi orientasi perusahaan adalah multinasional dan
telah memiliki pengalaman luas di sejumlah pasar internasional. Di tahap ini,
perusahaan juga telah membangun fasilitas pemasaran, manufaktur, atau
research and development di beberapa negara asing. Pertumbuhan
perusahaan eksplosif dan memiliki unit bisnis yang tersebar di seluruh dunia.
IV. Global Stage
Di tahap akhir ini, perusahaan telah melampaui negara mana pun.
Perusahaan yang berada di tahap global beroperasi dengan cara yang
benar-benar global, dan seluruh dunia adalah pasar mereka

Berdasarkan empat tahap evolusi pembangunan internasional tersebut,


menurut kami Nike termasuk kedalam tahap Multinasional Stage. Nike telah
berpengalaman di beberapa pasar internasional. Selama tahun 1980-an Nike telah
memperluas lini produknya di banyak jenis olahraga dan wilayah di seluruh
dunia. Pada saat itu juga, Nike mendapatkan penjualan sebesar 270 juta dolar AS
dan hampir menguasai 50% pasar Amerika Serikat. Sampai saat ini, Nike masih
mempertahankan jaringan di lebih dari 100 negara sebagai target market mereka.
Jaringan tersebut tersebar di berbagai wilayah seperti Amerika Serikat, Eropa,
Amerika Latin, dan Asia Pasifik. Nike mendominasi penjualan industri athletic
footwear dan berhasil menguasai 33% pasar internasional
Nike mengalihdayakan bagian manufaktur perusahaan ke kontraktor
independen di negara-negara berkembang di antaranya China, Taiwan, Korea,
Meksiko, Vietnam, Indonesia, India, dan Italia. Ide yang melandasi adalah Nike
mengontrak perusahaan maupun pabrik lain untuk melakukan serangkaian
kegiatan manufaktur di mancanegara dengan memanfaatkan tenaga kerja murah
di negara-negara dunia ketiga.
3. Struktur organisasi harus sesuai dengan situasinya, termasuk desain organisasi
untuk perusahaan internasional. Asumsikan Anda adalah manajer divisi
internasional suatu organisasi, struktur organisasi mana yang paling sesuai untuk
Nike Inc? Anda harus menambahkan data dukungan tentang lingkungan
internasional Nike Inc.
Jawab:

Mengacu pada Exhibit 6.6 tentang Model to Fit Organization Structure to


International Advantages dalam buku Daft (2018) halaman 241, terdapat empat
desain organisasi dan strategi internasional sesuai dengan kebutuhan lingkungan
perusahaan.
1. International Division. Biasanya perusahaan memulai eksplorasi peluang
internasional dengan departemen ekspor yang berkembang menjadi divisi
internasional. Pada divisi ini, mempunyai hierarki sendiri untuk menangani
bisnis seperti perizinan, usaha patungan) di berbagai negara, menjual barang
dan jasa yang dibuat oleh divisi domestik, dan secara umum memindahkan
organisasi menjadi lebih canggih
2. Global Product Division Structure. Dalam struktur ini, divisi produk
memiliki tanggung jawab atas operasi global di area produk spesifik mereka.
Struktur ini terkait dengan pengambilan tanggung jawab untuk operasi global
dalam area yang spesifik
3. Global Geographic Division Structure. Organisasi berbasis regional akan
cocok sekali untuk perusahaan yang ingin menekankan adaptasi terhadap
kebutuhan pasar regional maupun lokal melalui strategi multidomestik.
Struktur ini membagi belahan dunia menjadi wilayah geografis dimana
masing-masing divisi melapor pada satu CEO. Tiap divisi memiliki kendali
atas aktivitas fungsional area geografisnya
4. Global Matrix Structure. Struktur ini biasanya cocok untuk perusahaan
multinasional yang memiliki jarak geografis sehingga komunikasinya lebih
besar dan koordinasinya lebih kompleks. Struktur ini biasanya digunakan
ketika tekanan untuk mengambil keputusan menyeimbangkan kepentingan
standarisasi produk dan lokalisasi geografi ketika berbagi sumber daya
penting.

Menurut kami, Nike lebih cocok menggunakan Global Product Division


Structure, karena diakui bahwa perusahaan telah tersebar luas di wilayah
operasinya masing-masing. Artinya, divisi manufaktur Nike telah berkembang ke
beberapa negara, dengan melibatkan kategori manajemen dari divisi
masing-masing. Perusahaan membagi divisi ini untuk membantu mengelola
produk, teknologi, dan keragaman pelanggan, desain produk global meningkatkan
produktivitas karena manajer bebas memproduksi produk di mana saja untuk
keuntungan tinggi memaksimalkan keuntungan perusahaan. Tujuannya untuk
memungkinkan manajer mengkoordinasikan berbagai fasilitas produksi,
memindahkan output dari satu pabrik ke pabrik lain sebagai respons terhadap
kondisi permintaan global biaya yang berfluktuasi.

DAFTAR PUSTAKA

Daft L, Richard. (2018). Organization Theory & Design (Thirteenth Edition). USA:
Cengage

Anda mungkin juga menyukai