Anda di halaman 1dari 21

KELOMPOK 4

GGOTA
AN
Kiara Najwa Evrianingrum
2107341037

Danish Naufal
2107341038

Argana Singkhop Sianipar


2107341039

Kyela Rianna Audia Guchi


2107341040
BACK TO AGENDA PAGE
1. Usaha dan Kegiatan
Mancanegara
A. Relevansi Kriteria Bentuk Usaha Tetap

Dalam Pasal 1, 2(e), dan 2(4)aUU PPh, menjadi


kesimpulan bahwa WPLN yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia dapat dikenakan pajak
oleh negara tersebut apabila aktivitas ekonomi
dimaksud mencapai kriteria BUT.

Apabila kegiatan tersebut belum mencapai kriteria BUT


nampaknya penghasilan (hanya) dikenakan pajak oleh
negara domisili dan oleh karena itu untuk memberikan
kesempatan pengusaha WPLN lebih meningkatkan
partisipasi ekonominya Indonesia belum tepat saatnya
untuk mengenakan pajak.
1. Usaha dan Kegiatan
Mancanegara
Pembatasan pemajakan (threshold taxation)dengan kriteria BUT ambang
batas tersebut berlakuuntuk WPLN. Dalam sistem perpajakan
internasional terdapat prinsip“bercermin” (mirroring approach) atau
netralitas aplikasi regulasi. Prinsipini menghendaki agar jika suatu
ketentuan berlaku atas transaksi masuk atau terhadap WPDNyang
melaksanakan kegiatan di luar Indonesia.

Cakupan geografissumber penghasilan meliputidalam maupunluar


Indonesia. Pengenaan pajak terhadap WPDN dilakukan berdasarkan
subjective allegiance yaitu subjek pajak (orang atau badan yang
bersangkutan) berada dalam wilayah yurisdiksi Indonesia.

Relevansi penentuan sumber penghasilan(dariluar Indonesia) hanya


diperlukan untuk pemberian kredit
pajakluar negeri, karena kredit terutama bukan diberikan berdasarkan ada
tidaknya pajak luar negeri yang terutang atau dibayar atas penghasilan.
1. Usaha dan Kegiatan
Mancanegara
B. Usaha dan Kegiatan Tidak Memenuhi Kriteria

Bentuk Usaha Tetap Dalam perpajakan Internasional, konsep


BUT diperkenalkan untuk menentukan hak pemajakan suatu
negara (sumber) atas penghasilan dari usaha atau kegiatan
yang dijalankan WPLN. Kriteria apakah usaha tersebut
mencapai level BUT, tentunya diukur dengan konsep BUT
menurut ketentuan domestik negara X dan bukan berdasarkan
ketentuan Indonesia (UU PPh).
Ketentuan domestik negara X tentang BUT berbeda dengan
ketentuan serupa UU PPh Indonesia. Apabila tidak ada P3B
antara Indonesia dengan negara X, ketidak serempakan kriteria
pemajakan dapat menimbulkan pajak berganda karena oleh
negara X penghasilan usaha dimaksud telah dianggap masih
bersumber di negara domisili, pengusaha WPDN.
1. Usaha dan Kegiatan
Mancanegara
C. Usaha dan Kegiatan Memenuhi Kriteria Bentuk Usaha Tetap

pada umumnya negara tempat usaha dan kegiatan ekonomi


dilakukan (sumber) mengenakan pajak atas penghasilan dari
aktivitas tersebut berdasarkan basis neto (net basis) dan
dengan tarif normal (yang berlaku terhadap badan WPDN)
sesuai dengan ketentuan domestik negara sumber. 1. Saat
Pengenaan Pajak – Basis Akrual Pasal 1 (2) Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 164 Tahun 2002 menyatakan bahwa
penggabungan (konsolidasi) penghasilan dari usaha dan
kegiatan di luar negeri dilakukan dalam tahun pajak
diperolehnya penghasilan tersebut (basis akrual).
1. Usaha dan Kegiatan
Mancanegara
Dengan demikian dapat terjadi bahwa penghasilan yang
dikenakan pajak oleh Negara sumber menjadi tidak kena pajak
sesuai dengan ketentuan UU PPh atau sebaliknya objek yang
tidak dikenakan pajak oleh Negara sumber menjadi objek kena
pajak menurut UU PPh.

Demikian juga, dapat terjadi bahwa jumlah rugi menurut


hitungan Negara sumber setelah diadakan penyesuaian dapat
menjadi laba menurut UU PPh.

Transaksi valuta asing baik yang terdapat dalam laporan laba-


rugi (income statement) dan neraca (balance sheet) dapat
menimbulkan laba-rugi moneter volatilitas nilai tukar rupiah
semakin memperbesar eksposur laba-rugi moneter.
2. Penghasilan dari
Anak Perusahaan
Dalam sistem perpajakan Indonesia, Selain menganut
sistem klasikal, Indonesia menerapkan pemajakan
dengan pendekatan entitas legal terpisah “separate
legal entity”. dengan mengesampingkan faktor adanya
kesatuan ekonomis, beberapa badan yang dipertalikan
berdasarkan kepemilikan dikenakan pajak secara
individual tanpa eliminasi penghasilan antar badan
(kecuali dividen).

Karena dianggap sebagai satu kesatuan ekonomis,


walaupun dengan kesatuan legal terpisah, untuk lebih
memberikan manfaat ekonomis, beberapa badan
tersebut untuk tujuan pemajakan dianggap sebagai
satu kesatuan pemajakan. Sementara di Amerika
Serikat pendekata tersebut disebut “tax return
consolidation”, di negeri Belanda dikenal sebagai
“fiscal unity”.
2. Penghasilan dari
Anak Perusahaan
Untuk keperluan administratif dan konsistensi, badan – badan
yang tergabung dalam kesatuan pemajakan tersebut dianggap
bergabung untuk masa sekurang – kurangnya lima tahun. Salah
satu keuntungan ekonomis sistem tersebut adalah eliminasi
penghasilan antar badan dari jaringan pemajakan. Hal ini akan
memberikan penghematan pajak (tax saving) kepada grup.

Dalam pemajakan terhadap badan hukum terdapat berbagai


model integrasi antara pajak penghasilan personal dengan pajak
korporate sehubungan dengan distribusi penghasilan korporat
kepada personal dalam bentuk dividen. Diantara beberapa negara
telah mengintegrasikan pemajakan korporat dengan personal
dalam sistem imputasi (imputation system) atau integrasi penuh
(full integration). Dalam sistem imputasi (credit system), badan
dianggap sebagai sarana ekonomi untuk memperoleh
penghasilan, maka pajak penghasilan badan dapat dikreditkan
atas pajak penghasilan orang pribadi.
3. Dividen, Bunga,
Sewa dan Royalti
Untuk keperluan administratif dan konsistensi, badan – badan
yang tergabung dalam kesatuan pemajakan tersebut dianggap
bergabung untuk masa sekurang – kurangnya lima tahun. Salah
satu keuntungan ekonomis sistem tersebut adalah eliminasi
penghasilan antar badan dari jaringan pemajakan. Hal ini akan
memberikan penghematan pajak (tax saving) kepada grup. Dalam
pemajakan terhadap badan hukum terdapat berbagai model
integrasi antara pajak penghasilan personal dengan pajak
korporate sehubungan dengan distribusi penghasilan korporat
kepada personal dalam bentuk dividen. Diantara beberapa negara
telah mengintegrasikan pemajakan korporat dengan personal
dalam sistem imputasi (imputation system) atau integrasi penuh
(full integration). Dalam sistem imputasi (credit system), badan
dianggap sebagai sarana ekonomi untuk memperoleh
penghasilan, maka pajak penghasilan badan dapat dikreditkan
atas pajak penghasilan orang pribadi.
4
MENGHITUNG PERHITUNGAN
PPH PASAL 24
SOAL 1

PT. Daun Gugur di Surabaya memperoleh penghasilan neto pada tahun


2019 sebagai berikut:

Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT. Daun Gugur
tahun 2014?
Jawab:
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat UU
PPh, diatur bahwa pajak yang dibayar dan terutang di luar negeri atas
penghasilan yang diperoleh dari luar negeri, dapat dikreditkan terhadap
pajak yang terutang. Dalam kasus ini, PT. Daun Gugur mendapatkan
penghasilan dari Vietnam dan membayarkan pajak penghasilan atas
penghasilan yang diperoleh dari Vietnam sebesar 20% dari penghasilan
tersebut. Dengan demikian, PT. Daun Gugur dapat mengkreditkan pajak
yang dibayar dan terutang di Vietnam dengan syarat jumlah kredit
pajak tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang. Berikut ini
adalah cara perhitungan PPh Pasal 24 terutang PT. Daun Gugur:
SOAL 1

Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa PPh maksimum yang dapat


dikreditkan sebesar Rp100.000.000, akan tetapi pajak penghasilan yang
terutang atau dipotong di Vietnam adalah sebesar Rp80.000.000.
Dengan demikian, jumlah yang dapat dikreditkan adalah Rp80.000.000.
Jumlah ini dipilih dari jumlah terendah di antara jumlah PPh maksimum
yang boleh dikreditkan dan jumlah PPh yang terutang atau dibayar di
Vietnam.
SOAL 2

PT. Kahyangan merupakan perusahaan yang berkedudukan di Indonesia.


Di tahun 2019, PT.
Kahyangan mendapatkan penghasilan neto dalam tahun 2019 sebagai
berikut:

a. Di dalam negeri, PT. Kahyangan menderita kerugian senilai


Rp300.000.000
b.Di Belanda memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp900.000.000

Bila tarif pajak penghasilan badan yang berlaku di Belanda adalah 30%.
Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT. Kahyangan
pada tahun 2019!
SOAL 2

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU
PPh, diatur bahwa pajak yang dibayar dan terutang di luar negeri atas penghasilan yang
diperoleh dari luar negeri, dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang. Dalam
kasus ini, PT. Kahyangan mendapatkan penghasilan neto dari Belanda sebesar
Rp900.000.000 dengan tarif pajak penghasilan sebesar 30%. Pembayaran pajak penghasilan
di Belanda yang dilakukan oleh PT. Kahyangan, dapat dijadikan sebagai kredit pajak yang
terutang di Indonesia. Dengan catatan, nilai kredit pajak ini tidak melebihi penghitungan pajak
yang terutang. Berikut ini adalah cara perhitungan PPh Pasal 24 terutang PT. Kahyangan:
SOAL 2

Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa PPh maksimum yang dapat


dikreditkan sebesar
Rp225.000.000, akan tetapi pajak penghasilan yang terutang atau dipotong di
Belanda adalah Sebesar Rp270.000.000. Dengan demikian, jumlah yang dapat
dikreditkan adalah Rp225.000.000. Jumlah ini dipilih dari jumlah terendah di antara
jumlah PPh maksimumyang boleh dikreditkan dan jumlah PPh yang terutang atau
dibayar di Belanda
SOAL 3

PT. Alunan Nada pada tahun 2019 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:

a. Di Thailand memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp500.000.000


(Tarif pajak yang berlaku adalah 40%)

b.Di Indonesia memperoleh penghasilan neto sebesar Rp500.000.000

Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT. Alunan Nada pada tahun
2019?
SOAL 3

Jawab:
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU
PPh, diatur bahwa pajak yang dibayar dan terutang di luar negeri atas penghasilan yang
diperoleh dari luar negeri, dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang. Dalam
kasus ini, PT. Alunan Nada mendapatkan penghasilan neto dari Thailand senilai
Rp500.000.000 dan wajib membayar pajak penghasilan 40% dari penghasilan neto tersebut.
Bila merujuk pada ketentuan PPh Pasal 24, maka pembayaran pajak di Thailand dapat dijadikan
sebagai kredit pajak yang terutang di Indonesia. Dengan catatan, nilai kredit pajak ini tidak
melebihi perhitungan pajak yang terutang di Indonesia. Berikut adalah cara perhitungan PPh
Pasal 24 oleh PT. Alunan Nada:
SOAL 3

Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa PPh maksimum yang dapat


dikreditkan sebesar Rp125.000.000, akan tetapi pajak penghasilan yang terutang
atau dipotong di Belanda adalah sebesar Rp200.000.000. Dengan demikian, jumlah
yang dapat dikreditkan adalah Rp125.000.000. Jumlah ini dipilih dari jumlah
terendah di antara jumlah PPh maksimum yang boleh dikreditkan dan jumlah PPh
yang terutang atau dibayar di Thailand.

Anda mungkin juga menyukai