MODUL PERKULIAHAN
P322130003 –
Pajak
Internasional
Sumber Penghasilan
Abstrak Sub-CPMK
Pendahuluan
Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh
02
Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi
Pajak internasional dapat didefinisikan sebagai kesepakatan antar negara yang
memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau yang sering disebut
dengan P3B. Ketentuan dasar pajak internasional ini mengacu pada Konvensi Wina.
Diberlakukannya persetujuan ini dapat menyebabkan ketentuan perpajakan yang
berlaku di negara tertentu tidak lagi berlaku bagi penduduk atau organisasi asing,
jika telah disetujui dalam kesepakatan bilateral antar negara yang bersangkutan.
Secara garis besar, pajak internasional mengatur dua hal, yakni pemajakan
subjek pajak dalam negeri yang mendapatkan penghasilan dari sumber di luar
negeri, dan pemajakan subjek pajak luar negeri yang menerima yang mendapatkan
penghasilan dari sumber di dalam negeri.
Perjanjian ini diberlakukan untuk menghindari terjadinya pajak berganda
karena perbedaan ketentuan pajak antar negara, sehingga pajak internasional lah
yang menjadi penengah saat terjadinya hal tersebut.
Selain itu, pajak internasional ini juga bertujuan guna untuk meningkatkan taraf
perekonomian serta perdagangan untuk kedua negara yang berhubungan, dan
bertujuan untuk meminimalisir hambatan pada investasi atas penanaman modal
asing yang diakibatkan oleh perlakuan pengenaan pajak yang diberlakukan untuk
kedua negara yang bersangkutan.
Indonesia sendiri sebagai negara yang memang sering menjalin hubungan
dengan negara lainnya seperti dalam aktivitas impor, ekspor serta aktivitas lainnya
juga sebenarnya termasuk dalam kategori perdagangan internasional karena dari
aktivitas tersebut akan mengakibatkan wajib pajak dalam negeri memperoleh suatu
penghasilan. Selain itu pada dasarnya Indonesia memang sudah menandatangani
konvensi wina dimana dalam konvensi tersebut tercantum kekuatan hukum yang
mengikat diantara negara-negara yang juga menandatangani konvensi tersebut.
Dalam hal perlakuan pajaknya pengenaannya hanya dibatasi pada subjek serta
objek pajak yang berada pada wilayah Indonesia saja, atau bisa diartikan bahwa
suatu badan yang tidak berkedudukan di Indonesia umumnya tidak akan dikenakan
pajak dengan ketentuan yang dimiliki Indonesia. Namun dalam hal ini, pajak yang
dikenakan akan berkaitan dengan subjek dan objek yang berada di luar wilayah
Indonesia yang memiliki hubungan yang cukup dekat terkait dengan perekonomian
dan hubungan kenegaraan dengan Indonesia sendiri.
Hal ini sudah tercantum dalam Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur
tentang P3B dalam Undang Undang PPh pada Pasal yang ke 32A yang membahas
tentang adanya kewenangan pemerintah untuk melakukan segenap perjanjian
dengan pemerintahan negara lain guna untuk menghindari pajak berganda dan
Ketentuan kredit pajak luar negeri sebelumnya diatur dengan beberapa aturan dan
yang terakhir adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2018, dimana
beberapa pasal menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, WPDN wajib melakukan
penggabungan penghasilan yang diterima dari luar negeri dengan penghasilan
yang diperoleh dari dalam negeri (Pasal 4 ayat 1);
b. Penggabungan penghasilan tersebut dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut (Pasal 5 ayat 1);
c. Meskipun begitu, Kerugian dari cabang usaha yang terdapat di luar negeri tidak
dapat digabungkan dengan penghasilan dari dalam negeri (Pasal 4 ayat 3);
Contoh penghasilan yang masuk dalam kategori penghasilan lainnya antara lain:
1. Hadiah dan penghargaan,
2. Pembebasan utang,
3. Beasiswa,
4. Penghasilan judi,
5. Imbalan yang didapat karena adanya perjanjian untuk tidak bersaing, dan
6. Penghasilan dari sanksi yang dikenakan atas keterlambatan dalam melakukan
suatu pembayaran