Anda di halaman 1dari 24

Pajak Internasional

13
Modul ke:

Pemajakan Penghadilan dari Badan Luar


Negeri (Controlled Foreign Corporation
/CFC)
Fakultas
EKONOMI

Program Studi
AKUNTANSI Feber Sormin, S.E., M.Ak., Ak., CA
HP: 08129872102
E-mail: minsor2002@yahoo.com
Pembuka Daftar Pustaka Akhiri Presentasi
Materi Pembelajaran:
1. Definisi Controlled foreign Corporation (CFC).
2. Objek Pajak yang harus dilaporkan. (Psl 18 ayat (2) UU PPh (Cipta kerja)
3. Dasar Pengenaan Deemed Dividen (Psl 2 ayat (3) & (3a) PMK No.93/2019)

Referensi:
1. Darusasalam, Dany Sepriadi, 2017.Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda,
Jakarta: Danny Darussalam Tax Center
2. Timbul Hamonangan Simnajuntak, 2019. Perpajakan Internasional, Yogyakarta:
Andi
3. Gunadi, 2007. Perpajakan Internasional, Jakarta: FEUI
4. Mas Rasmini dkk, 2019. Pajak Penghasilan III, Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka
5. Undang-undang Perpajakan dan aturan pelaksanaannya
6. Organization of Economic Cooperation and Development Model Conventions for
Avoidance of Double Taxation of Income and Capital, OECD , 2010
7. Darusasalam,John Hutagaol, Dany Sepriadi,2010.Konsep dan Aplikasi Perpajakan
Internasional,Jakarta: Danny Darussalam Tax Center
<
← MENU AKHIRI >

C. Pemajakan Penghasilan dari Badan LN terkendali
(Controlled foreign Corporation/CFC).
Dasar Hukum: Psl 18 ayat (2) UU PPh (UU No.11 Cipta
Kerja)
PENDAHULUAN

Globalisasi ekonomi telah memberikan dampak yang pesat karena banyak


transaksi internasional yang telah di lakukan oleh sebuah perusahaan-perusahaan
multinasional. Dengan kecapaian laba yang cukup optimal maka perusahaan-
perusahaan multinasional telah melakukan sebuah efisiensi, dengan menggunakan
cara ilegal maupun legal. Dengan menggunakan upaya tersebut untuk menghindari
pajak berganda atau pajak internasional. Dalam melakukan penghindaran paja
yang dilakukan alah dnegan menggunakan skema Control Foreign Corporation
(CFC), yaitu yang mana bertujuan untuk pennghindaran pajak yang dilakukan
dengan cara menunda pengakuan penghasilan dari modal yang bersumber dari luar
negeri yang untuk mengenaan pajak dala negeri.
Controlled Foreign Corporation (CFC)
Pengertian:
Controlled Foreign Corporation (CFC) adalah perusahaan yang
berkedudukan di luar negeri (offshore company) yang
kepemilikannya dikuasai oleh Wajib Pajak Dalam Negeri,
(Suparman, R.A 2019).

Dudi Wahyudi,2010, menyebutkan bahwa Controlled Foreign


Company (CFC) adalah perusahaan terkendali yang dimiliki oleh
Wajib Pajak dalam negeri yang berada di negara-negara yang
mengenakan pajak rendah atau tidak mengenakan pajak sama
sekali (tax haven country) yang dibentuk dengan maksud untuk
menunda pengakuan penghasilan dalam rangka penghindaran
pajak (tax avoidance).
Controlled Foreign Corporation (CFC)
• Penghindaran pajak oleh Wajib Pajak dalam negeri ini dilakukan dengan
mengalihkan penghasilan dari luar negeri ke perusahaan CFC yang
sengaja dibentuk di negara tax haven country.
• Agar tidak dikenakan pajak, laba dari perusahaan CFC tidak dibagikan
kepada pemegang sahamnya, yaitu Wajib Pajak dalam negeri. Dengan
kata lain, Wajib Pajak dalam negeri ini tidak meminta haknya atas laba
yang diperoleh CFC.
• Perusahaan yang berkedudukan di luar negeri (offshore company) akan
dianggap sebagai CFC oleh suatu negara apabila perusahaan luar negeri
tersebut dikuasai oleh penduduk negara tersebut.
Dasar Hukum Controlled Foreign Corporation (CFC)

Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan


nomor 107/PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat diperolehnya Dividen dan Dasar
Penghitungannya oleh WP DN atas Penyertaan Modal pada Bdan usaha di Luar
Negeri Selain Badan Usaha yang menjual sahamnya di Bursa Efek dan direvisi
dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 93/PMK.03/2019 tentang Perubahan
atas PMK No.107/PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat diperolehnya Dividen
dan Dasar Penghitungannya oleh WP DN atas Penyertaan Modal pada Badan
usaha di Luar Negeri selain Badan usaha yang menjua sahamnya di Bursa efek.

Pasal 18 ayat (2) UU Pajak Penghasilan maupun Peraturan Menteri Keuangan


nomor 107/PMK.03/2017 dan Peraturan Menteri Keuangan nomor
93/PMK.03/2019 merupakan bagian dari Specific Anti Avoidance Rules (SAAR)

<
← MENU AKHIRI >

Permasalahan dan Solusi CFC
• Potensi Permasalahan:
Dengan menempatkan perusahaan di negara lain (CFC), investor dapat
menunda pemajakan penghasilan yang berasal dari pengoperasian
perusahaan di luar negeri dengan cara menunda pendistribusian laba
(dividen) kepadanya.

• Solusi: Penerapan CFC Rule


Apabila suatu perusahaan yang berkedudukan di luar negeri (offshore
company) telah dianggap sebagai CFC oleh suatu negara, maka negara
tersebut berwenang menentukan saat perolehan penghasilan yang berasal
dari CFC tersebut.

<
← MENU AKHIRI >

Tujuan Peraturan Controlled Foreign Corporation
(CFC)
Umumnya perusahaan melakukan CFC selain alasan
mengembangkan bisnis terkadang bertujuan agar WP
dapat memindahkan penghasilannya keluar negeri
dengan mendirikan perusahaan di negara-negara
tertentu yang tarifnya lebih rendah, bahkan tarifnya
0% (nol persen) demi untuk mendapatkan laba
maksimal.
Untuk mencegah tindakan para WP tersebut, maka dibuatlah
Peraturan CFC yang bertujuan untuk mencegah WP di suatu
negara dalam melakukan tax deferral liabilitities (Kewajiban
Pajak tangguhan) atas penghasilannya.
Kewajiban Pajak Tangguhan atau Deferred Tax Liabilities (DTL) adalah jumlah pajak penghasilan yang
terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya beda waktu kena pajak (taxable
temporary differences). Deferred Tax Assets timbul jika laba fiskal lebih besar daripada laba komersial.
Unsur Pokok peraturan Controlled Foreign
Corporation (CFC)

Ketentuan Peraturan yang mengatur tentang CFC


mengandung tiga unsur pokok yaitu:
1. Definisi dari CFC.
2. Jenis penghasilan yang tunduk kepada aturan CFC.
3. Perlakuan pajak terhadap penghasilan.
Identifikasi WP melakukan CFC

Untuk mengetahui para WP melakukan CFC, maka


cara yang umum dilakukan biasanya dengan cara:
1. Memonitoring tarif efektif setiap tahun, walaupun
sulit dalam prakteknya tetapi cara ini dapat
dijadikan menjadi salah satu mengidentifikasi
adanya perlakuan CFC.
2. Metode Pendekatan dengan mempertimbangkan
besarnya pajak yang sebenarnya dibayar di
Negara dimana WP melakukan CFC.
Objek Pajak yang harus dilaporkan. (Psl 18 ayat (2) UU PPh
(Deviden pada Controlled Foreign Corporation (CFC))

Untuk mengantisipasi penghindaran pajak CFC ini, maka Pasal 18


ayat (2) UU PPh, sebagaimana diubah terakhir UU No. 11 Cipta
Kerja menyebutkan:
Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya
dividen oleh WPDN atas penyertaan modal pada badan usaha di
luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa
efek, dengan ketentuan sbb:
1. Besarnya penyertaan modal WPDN paling rendah 50% (lima
puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
2. Secara bersama-sama dengan WPDN lainnya memiliki
penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari
jumlah saham yang disetor.
WP DN yang memiliki saham seperti pasal 18 ayat (2) disebut juga sebagai
Pengendali Langsung.
Objek Pajak PPh Pasal 26
Atas penghasilan berikut ini dengan namadan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya
oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
uaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian uang
c. Royalti, sewaa, dan penghasilan lain sehubugan dengan penggunaan harata.
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
e. Hadia dan penghargaan.
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.
h. Keuntungan karena pembebasan utang
Subjek Pajak PPh Pasal 26

Mereka yang dikenakan pemotongan Pajak Penghassilan Pasal 26 ini adalh Wajib
Pajk Luar Negeri selain bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh
penghasilan berupa penghasilan sebagimana disebutkan dalam huruf a dampai
dengan huruf h di atas.
Negara domisi dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalakan usaha atau
melakukan kegiatan usah melalui bentuk usah tetap di Indonesia yang menerima
penghasilan dari Indonesia ditentukan berdarkan tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak yang sebenarnya menerima manfat dari penghasilan
tersebut (beneficial owner). Oleh karena itu, negara domisili tidak hanya itentukan
berdasrkann Surat Keterangan Domisili, tetapi juga tempat tinggal atau tempat
tinggal atau tempat keduukan dari penerima manfaat dari penghasilan dimaksud.
Tarif Pemotongan PPh Pasl 26

Berdasarkan tarif pemotongan Pajak Penghasilan berdassarkan


ketentuan PPH Pasl 26 adalh 20% dari jumlah bruto. Namun,
apabila Wajib Pajak merupakan warga negara dari suatu negara
yang terikat dengan Perjaanjian Penghindaran Pajak Berganda,
maka tarif yang digunakan adalh tarif dalam P3B (liat daaftar
tariff P3B dengan antara Indonesia dengan beberapa negara
mitra)
Deviden pada Controlled Foreign Corporation (CFC)

Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya


dividen oleh WPDN atas penyertaan modal pada badan usaha
di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di
bursa efek.

Ketentuan perihal Penyertaan Modal tersebut adalah sbb:


1. Besarnya penyertaan modal WPDN paling rendah 50%
(lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
2. Secara bersama-sama dengan WPDN lainnya memiliki
penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen)
dari jumlah saham yang disetor.
Deemed Dividen
(Pasal 2 ayat (3 dan 3a) PMK No.93/PMK.03/2019
Pasal 2 ayat (3) PMK No.93/PMK.03/2019, menyebutkan:

Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan memperoleh
Deemed Dividend atas penyertaan modal langsung pada BULN Nonbursa terkendali
langsung.
Deemed Dividen berasal dari Penghasilan tertentu BULN Non Bursa terkendali yang
meliputi penghasilan sbb:
1. Dividen, kecuali dividen yang diterima dan/ atau diperoleh dari BULN Nonbursa
terkendali;
2. Bunga, kecuali bunga yang diterima dan/ a tau diperoleh BULN Nonbursa terkendali
yang dimiliki oleh Wajib Pajak dalam negen yang mempunyai izin usaha bank;
3. Sewa: (1). Sewa yang diterima dan/atau diperleh BULN nonbursa terkendali
sehubungan dengan penggunaan tanah dan/atau bangunan; dan (2). Sewa selain sewa
sebagaiman dimaksud pada angka 1) yang diterima dan/atau diperoleh BULN
Nonbursa terkedali berasal dari transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan
istimewa dengan BULN NonBursa terkendali tersebut.
4. Royalti.
5. Keuntungan karena penjualan atau Pengalihan Harta.

<
← MENU AKHIRI >

Pasal 2 PMK No.93/PMK.03/2019
• Ayat (3b) Tidak termasuk bunga yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3a) huruf b, bunga yang diterima dan/ a tau diperoleh BULN Non bursa terkendali yang
berasal dari transaksi langsung maupun tidak langsung dengan Wajib Pajak dalam negeri
yang memiliki hubungan istimewa dengan BULN Nonbursa terkendali tersebut.
• Ayat (3c) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) huruf c angka 2)
dan ayat (3b) merupakan hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
PPh.
• Ayat (4) Penentuan besarnya penyertaan modal langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditentukan pada akhir Tahun Pajak Wajib Pajak dalam negeri.
• Ayat (5) Penentuan besarnya penyertaan modal langsung pada BULN Nonbursa
terkendali langsung dilakukan sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran huruf A
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

<
← MENU AKHIRI >

Dasar Pengenaan Deemed Dividen
(Pasal 4 PMK No.93/PMK.03/2019
Besarnya Deemed Dividend dihitung dengan cara mengalikan persentase penyertaan modal
Wajib Pajak dalam negeri pada BULN Nonbursa terkendali langsung dengan dasar
pengenaan Deemed Dividend.

Besarnya Deemed Dividen = % Penyertaan Modal WPDN pada BULN Non Bursa
terkendali langsung X Dasar Pengenaan Deemid Dividen.

Dasar Pengenaan Deemid Dividen = Jumlah Neto setelah Pajak atas Penghasilan tertentu
BULN Non Bursa terkendali langsung.

Pasal 4 Ayat (3) PMK 93/2019:


Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri memiliki pengendalian langsung pada BULN Nonbursa
terkendali langsung dan memiliki pengendalian tidak langsung pada BULN Nonbursa
terkendali tidak langsung, dasar pengenaan Deemed Dividend sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), yaitu:
a. jumlah neto setelah pajak atas penghasilan tertentu BULN Nonbursa terkendali
langsung; dan
b. b. jumlah neto setelah pajak atas penghasilan tertentu BULN Nonbursa terkendali tidak
langsung dikalikan dengan per sen tase penyertaan modal BULN Nonbursa terkendali
langsung pada BULN Nonbursa terkendali tidak langsung terse but. <
←MENU AKHIRI >

Dasar Pengenaan Deemed Dividen
(Pasal 4 PMK No.93/PMK.03/2019

Pasal 4 Ayat (7) PMK 93/2019:

7) Dalam hal BULN Nonbursa terkendali tidak langsung dimiliki secara bersama-sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, besarnya Deemed Dividend dihitung
dengan cara sebagai berikut:
a. untuk penyertaan pada BULN Nonbursa terkendali tidak langsung tersebut melalui
BULN Nonbursa terkendali langsung dan/ atau BULN Nonbursa terkendali tidak
langsung, dihitung sesuai dengan ketentuan se bagaimana dimaksud pada ayat ( 1);
dan
b. b. untuk penyertaan langsung Wajib Pajak dalam negeri pada BULN Nonbursa
terkendali tidak langsung tersebut dihitung dengan cara mengalikan penyerta an
modal Wajib Pajak dalam negeri dengan jumlah neto setelah pajak atas penghasilan
tertentu BULN Nonbursa terkendali tidak langsung tersebut.

<
← MENU AKHIRI >

Dasar Pengenaan Deemed Dividen
(Pasal 4 PMK No.93/PMK.03/2019

Pasal 4 Ayat (9) PMK 93/2019:


Jumlah neto setelah pajak atas penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan jumlah bruto penghasilan tertentu setelah dikurangi:
a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tertentu; dan
b. b. bagian pajak penghasilan yang terutang, dibayar atau dipotong atas penghasilan
tertentu, dalam hal terdapat pajak penghasilan yang terutang, dibayar atau dipotong
atas penghasilan tertentu tersebut

Pasal 4 ayat (11) Besarnya Deemed Dividend sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam negeri dalam SPT Tahunan PPh pada Tahun
Pajak saat diperolehnya Deemed Dividend sebagaimana dimaksud dalam Pas al 3.

<
← MENU AKHIRI >

Contoh Pengenaan Deemed Dividen
(Lampiran PMK No.93/PMK.03/2019
Contoh
a) penentuan Besarnya Penyertaan Modal langsung dan tidak langsung,
b) penentuan saat diperolehnya Deemed Dividend,
c) Penghitungan besarnya Deemed Dividen,
d) penghitungan besarnya pajak penghasilan atas Deemed Dividend,
e) Penghitungan Deemed Dividend yang dapat diperhtiungan dengan dividen
yang diterima, dan
f) Penghitungan Pengkreditan Pajak Penghasilan oleh WP DN atas penyertaan
Modal pada BULN Nonbursa Terkendali Langsung.

Pasal 4 PMK No.93/PMK.03/2019


Besarnya Deemed Dividend dihitung dengan cara mengalikan persentase
penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri pada BULN Nonbursa terkendali
langsung dengan dasar pengenaan Deemed Dividend.

<
← MENU AKHIRI >

Daftar Pustaka
1. Darusasalam, Dany Sepriadi, 2017.Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda,
Jakarta: Danny Darussalam Tax Center
2. Timbul Hamonangan Simnajuntak, 2019. Perpajakan Internasional, Yogyakarta:
Andi
3. Gunadi, 2007. Perpajakan Internasional, Jakarta: FEUI
4. Mas Rasmini dkk, 2019. Pajak Penghasilan III, Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka
5. Undang-undang Perpajakan dan aturan pelaksanaannya
6. Organization of Economic Cooperation and Development Model Conventions for
Avoidance of Double Taxation of Income and Capital, OECD , 2010
7. Darusasalam,John Hutagaol, Dany Sepriadi,2010.Konsep dan Aplikasi Perpajakan
Internasional,Jakarta: Danny Darussalam Tax Center

Referensi lain:
https://aguspajak.com/2019/09/26/controlled-foreign-corporation-
rules/http://naufalitasugiarto.blogspot.co.id/2017/03/pentingnya-manajemen-dalam-
organisasi.html

<
← MENU AKHIRI
Terima Kasih
Feber Sormin, S.E., M.Ak., Ak., CA., ASEAN CPA

Anda mungkin juga menyukai