Anda di halaman 1dari 10

PAJAK INTERNASIONAL

POKOK BAHASAN:
INTERNASIONAL TAX AVOIDANCE

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Ekonomi dan Bisnis Akuntansi P321740003 Debbie Yoshida

07
Abstract Kompetensi
.Bagi perusahaan multinasional Mampu menguasai Internasional
Tax Avoidance
kesempatan melakukan
penghindaran pajak lebih terbuka
lagi yaitu dengan cara
memanfaatkan perbedaan sistim
perpajakan suatu negara untuk
melakukan penghindaran pajak
secara internasional

Pembahasan
PENDAHULUAN
Meningkatnya perkembangan teknologi infomasi dan semakin terbukanya perekonomian
suatu negara memberikan peluang bagi perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya .Dan
tentu saja sebagai perusahaan yang berorientasi laba perusahaan berusaha untuk
mendapatkan keuntungan melalui efisiensi biaya salah satunya melalui efesiensi beban
pajak.
Dengan semakin canggihnya skema transaksi keuangan dalam dunia bisnis menciptakan
peluang bagi perusahaan untuk melakukan skema skema penghidaran pajak .Bagi
perusahaan multinasional kesempatan melakukan penghindaran pajak lebih terbuka lagi
yaitu dengan cara memanfaatkan perbedaan sistim perpajakan suatu negara untuk
melakukan penghindaran pajak secara internasional ( internasional tax avoidance)
PENGERTIAN TAX AVOIDANCE
Skema penghidaran pajak (tax avoidance) dapat dibedakan atas:
1. Penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance)
2. Peghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax avoidance)
Antara satu negara dengan negara lainnya berbeda pandangan yang dikategorikan sebagai
acceptable tax avoidance atau unacceptable tax avoidance.Istilah lain yang sering
diperkenankan untuk menyatakan penghindaran pajak yang tidak diperkenankan adalah
aggressive tax planning dan untuk istilah penghindaran pajak yang diperkenankan adalah
defensive tax planning
Dalam buku buku perpajakan istilah tax avoidance biasanya diartikan sebagai suatu skema
transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan
kelemahan kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara.
CONTROLLED FOREIGN CORPORATION ( CFC)
CFC adalah perusahaan terkendali yang dimiliki oleh Wajib Pajak dalam negeri yang berada
di negara-negara yang mengenakan pajak rendah atau tidak mengenakan pajak sama
sekali (tax haven country) yang dibentuk dengan maksud untuk menunda pengakuan
penghasilan dalam rangka penghindaran pajak (tax avoidance).
Untuk mencegah upaya pengalihan dan menahan penghasilan diperusahaan anak yang
didirikan dinegara yang dikategorikan tax haven country dan agar penghasilan yang
dalihkan kepada perusahaan anak tersebut dapat dipajaki dinegara dimana pemegang
sahamnya mempunyai status subjek pajak dalam negari, maka banyak negara membuat
ketentuan perpajakan tentang CFC Rule yang gunanya untuk mencegah upaya
penghindaran pajak melalui pendirian perusahaan anak disuatu negara yang dikategorikan
sebagai negara tax haven atau negara yang menenrapkan tarif pajak rendah
Berdasarkan ketentuan CFC ini , penghasilan pemegang saham ( SPDN) dari foreign
subsidiary nya yang berlokasi dinegara yang dikategorikan sebagai tax haven akan

2018 PAJAK INTERNASIONAL Pusat Bahan Ajar dan eLearning


Debbie Yoshida, S.Pd,M.Si Htt p://www.mercubuana.ac.id 2
dikenakan pajak dinegara dimana pemegang sahamnya mempunyai status sebagai subjek
pajak dalam negeri.Dengan demikian ketentuan CFC harus memperhatikan hal hal:
1. Defenisi tentang foreign subsidiary yang masuk dalam kategori CFC
2. Pengklasifikasian negara yang masuk kategori tax haven country
3. Penghasilan apa saja yang menjadi objek ketentuan CF (tainted income)
4. Dalam ketentuan bagaimana ketentuan CFC tidak dapat diterapkan?
Harus ada pembatasan yang ketat dalam mendefenisikan ketentuan CFC.Dalam ketentuan
CFC dibanyak negara , ketentuan CFC diterapkan terhadap foreign subsidiary yang
dikendalikan oleh subjek pajak dalam negeri tertentu.Pengendalian bisa melalui:
i. Distribusi,managemen, penunjukkan direktur atau melalui
ii. Kepemilikan saham
Akan tetapi OECD menyarankan hendaknya alat ukur berupa kepemilikan
saham.Persentase kepemilikan saham yang biasa dipergunakan sebagai alat kendali adalah
tingkat kepemilikan diatas 50% atas saham yang beredar.akan tetapi ada pula yang
menetapkan hanya diatas 40% seperti Australia dan selandia Baru.Potugal dan Denmark
25% serta Peracis 10%
Suatu foreign subsidiary yang tunduk dalam ketentuan CFC dapat dibentuk dengan cara
kepemilikan:
1. Secara tidak langsung
2. Secara bersamaan
Kepemilikan tidak langsung berupa skema sbr:
1. Misal suatu subjek pajak dalam negeri ( Perusahaan A) memiliki saham berhak
suara 60% dari sebuah foreign subsidiary ( Perusahaan B)
2. Foreign subsidiary ( B) memiliki saham berhak suara foreign subsidiary pada
perusahaan C
3. Dengan demikian perusahaan C merupakan CFC dari subjek pajak dalam negeri
perusahaan A karena secara tidak langsung perusahaan A memiliki kepemilikan
saham pada perusahaan C
Adapun kepemilikan bersamaan dapat terbentuk melalui skema:
1. Misalkan suatu subjek pajak dalam negeri (A) memiliki 40% saham dari foreign
subsidisry ( B) dan suatu subjek pajak dalam negeri lainnya ( A1) juga memiliki 20%
saham dari foreign subsidiary (B)
2. Apabila persyaratan kepemilikan yang dipersyaratkan adalah 50% maka dapat
dikatakan bahwa foreign subsidiary (B) merupakan CFC dari kedua subjek pajak
dalam negeri A dan A1
3. Dengan demikian suatu foreign subsidiary dapat dikatakan sebuah perusahaan anak
(CFC) atas dasar kepemilikan langsung (directly) maupun tidak langsung ( indirectly)

2018 PAJAK INTERNASIONAL Pusat Bahan Ajar dan eLearning


Debbie Yoshida, S.Pd,M.Si Htt p://www.mercubuana.ac.id 3
Beberapa negara menenrapkan ketentuan sbr mengenai foreign subsidiary:
1. Memebedakan kepemilikan saham orang pribadi dan perusahaan.
Contoh: Brazil dan Estonia menenrapkan ketentuan CFC hanya atas pemegang
saham yang berbentuk perusahaan.Sedangkan Honggaria menerapkan ketentuan
CFC atas pemegang saham orang pribadi
2. Tidak memebedakan kepemilikannya
Contoh: Italia, Inggris dan Australia menerapkan ketentuan CFC terhadap pemegang
saham yang berbentuk apapun ( orang pribadi, perusahaan atau trust
CFC DI INDONESIA
Di Indonesia, CFC diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak
Penghasilan.Upaya Pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan (tax
compliance), seperti penerapan Sunset Policy, tidak diimbangi dengan pengaturan yang
komprehensif terhadap skema-skema penghindaran pajak (tax avoidance schemes). Perlu
dicatat bahwa UU Pajak Penghasilan (selanjutnya UU PPh) amandemen ke-IV (UU Nomor
36 Tahun 2008), memang menambah beberapa ayat pada Pasal 18 yang mengidentifikasi
beberapa skema penghindaran pajak baru berikut aturan yang menetapkan konsekuensi
hukum dari penyusunan skema-skema tersebut. Namun, anti-avoidance rules yang telah
lebih dulu ada, seperti thin capitalization dan CFC tidak mengalami perubahan. Hal yang
sama juga terjadi terhadap definisi hubungan istimewa. Hal ini dapat menimbulkan kerugian
bagi negara, karena pengaturan-pengaturan tersebut dapat dengan mudah diantisipasi oleh
Wajib Pajak (WP). Sebaliknya, istilah-istilah seperti “perusahaan” dan “kontrol” belum
diberikan definisi dalam UU PPh atau dirujuk pada definisi dalam Undang-Undang lain.
PMK-256/PMK.03/2008 Tentang penetapan saat diperolehnya dividen dan dasar
perhitungannya oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha
luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya dibursa efek. Apabila
1. WPDN mempunyai perusahaan di LN yang tidak terdaftar pada bursa efek di LN,
2. WPDN memiliki penyertaan modal minimal 50%, sendiri atau bersama-sama dengan
WPDN lain, dan
3. Penghasilan dividen dari CFC [laba bersih CFC X % penyertaan pada CFC], MAKA:
Saat pengakuan dividen ditetapkan pada bulan ke-4 setelah batas waktu penyampaian SPT
perusahaan di LN berakhir atau pada bulan ke-7 setelah tahun pajak perusahan di LN
berakhir. Besarnya dividen adalah laba bersih CFC dikalikan besarnya kepemilikan pada
CFC.
Seperti yang di atur dalam UU Pph pasal 18 ayat 2 dan pasal 18 ayat 3(a),3(b), 3(c), dan
3(d) yang berisi berikut ini:
Pasal 18 ayat 2 Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan saat diperolehnya dividen
oleh Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri

2018 PAJAK INTERNASIONAL Pusat Bahan Ajar dan eLearning


Debbie Yoshida, S.Pd,M.Si Htt p://www.mercubuana.ac.id 4
selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek (controlled foreign corporation/
CFC rule).
Dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Besarnya penyertaan modal wajib pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50%
( Lima Puluh Persen ) dari jumlah saham yang disetor ; atau
b. Secara bersama – sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya memiliki
penyertaan modal paling rendah 50% ( Lima Puluh Persen ) dari jumlah saham yang
disetor.
Pemerintah telah merevisi peraturan terkait Controlled Foreign Company (CFC) rules yang
sebelumnya diatur dalam PMK-107/PMK.03/2017 (PMK-107). Revisi peraturan terkait CFC
rules yang direalisasikan dalam PMK-93/PMK.03/2019 (PMK-93) ini membedakan antara
pendapatan yang bersifat pasif dan aktif, tetapi lebih difokuskan kepada penjelasan tentang
pendapatan yang bersifat pasif. Di samping itu, dalam aturan baru tersebut juga merubah
basis pengenaan pajak yang awalnya berdasarkan laba setelah pajak menjadi jumlah neto
setelah pajak atas penghasilan tertentu saja. Berikut pokok-pokok perubahan terkait dengan
aturan terbaru CFC rules:

Deskripsi PMK-107 PMK-93


Jenis penghasilan Tidak diatur secara rinci a. Dividen, kecuali dividen yang
tertentu yang diterima dari BULN Nonbursa
termasuk dalam terkendali
Deemed Dividend b. Bunga, kecuali bunga yang diterima
BULN Nonbursa terkendali yang
dimiliki oleh WPDN yang memiliki
izin usaha bank. Termasuk bunga
yang diterima BULN Nonbursa
terkendali dari transaksi
langsung/tidak langsung dengan
WPDN yang memiliki afiliasi
dengan BULN Nonbursa terkendali
tersebut
c. Sewa, berupa:
1. Sewa yang diterima BULN
Nonbursa terkendali terkait
dengan penggunaan
tanah/bangunan
2. Sewa selain sewa pada
angka 1, yang diterima
BULN Nonbursa terkendali
dari transaksi afiliasi dengan
BULN Nonbursa terkendali
tersebut.
d. Royalti, dan
e. Keuntungan karena
penjualan/pengalihan harta

2018 PAJAK INTERNASIONAL Pusat Bahan Ajar dan eLearning


Debbie Yoshida, S.Pd,M.Si Htt p://www.mercubuana.ac.id 5
Dasar pengenaan Apabila WPDN memiliki Apabila WPDN memiliki pengendalian
Deemed Dividend pengendalian langsung langsung
Laba setelah pajak BULN Jumlah neto setelah pajak atas
Nonbursa terkendali penghasilan tertentu BULN Nonbursa
langsung terkendali langsung

Apabila WPDN memiliki Apabila WPDN memiliki pengendalian


pengendalian langsung langsung dan tidak langsung
dan tidak langsung
a. Jumlah neto setelah pajak atas
a. Laba setelah penghasilan tertentu BULN
pajak BULN Nonbursa terkendali langsung; dan
Nonbursa b. Jumlah neto setelah pajak atas
terkendali penghasilan tertentu BULN
langsung; dan Nonbursa terkendali tidak langsung
b. Laba setelah dikali persentase penyertaan modal
pajak BULN BULN Nonbursa terkendali
Nonbursa langsung pada BULN Nonbursa
terkendali tidak terkendali tidak langsung
langsung dikali
persentase
penyertaan modal
BULN Nonbursa
terkendali
langsung pada
BULN Nonbursa
terkendali tidak
langsung

Penghitungan a. untuk penyertaan a. untuk penyertaan pada BULN


besarnya Deemed pada BULN Nonbursa terkendali tidak langsung
Dividend apabila Nonbursa tersebut melalui BULN Nonbursa
BULN Nonbursa terkendali tidak terkendali langsung dan/atau BULN
terkendali tidak langsung tersebut Nonbursa terkendali tidak langsung,
langsung dimiliki melalui BULN dihitung sesuai dengan Pasal 4
bersama-sama Nonbursa ayat (1); dan
(dimiliki WPDN terkendali b. untuk penyertaan langsung WPDN
dengan BULN langsung pada BULN Nonbursa terkendali
Nonbursa terkendali dan/atau BULN tidak langsung dihitung dengan
langsung dan/atau Nonbursa mengalikan penyertaan modal
tidak langsung) terkendali tidak WPDN dengan jumlah neto setelah
langsung, pajak atas penghasilan tertentu
dihitung sesuai BULN Nonbursa terkendali tidak
Pasal 4 ayat (1); langsung tersebut.
dan
b. untuk penyertaan
langsung WPDN
pada BULN
Nonbursa
terkendali tidak
langsung dihitung
dengan
mengalikan
penyertaan modal

2018 PAJAK INTERNASIONAL Pusat Bahan Ajar dan eLearning


Debbie Yoshida, S.Pd,M.Si Htt p://www.mercubuana.ac.id 6
WPDN dengan
laba setelah pajak
BULN Nonbursa
terkendali tidak
langsung
tersebut.

Definisi laba setelah Laba setelah pajak Jumlah neto setelah pajak atas
pajak dan jumlah Laba usaha termasuk penghasilan tertentu
neto setelah pajak penghasilan dari luar jumlah bruto penghasilan tertentu setelah
usaha sesuai LK dikurangi:
berdasarkan SAK yang
berlaku di negara a. Biaya 3M (endapatkan, menagih,
bersangkutan, setelah dan memelihara penghasilan
dikurangi PPh terutang di tertentu)
negara tersebut b. Bagian PPh terutang,
dibayar/dipotong atas penghasilan
tertentu (apabila terdapat PPh
terutang, dibayar/dipotong atas
penghasilan tertentu tersebut)

TAX HAVEN COUNTRY


Kasus penghindaran dan pengelakan pajak yang dilakukan perusahaan-perusahaan
multinasional ternama melalui berbagai skema yang melibatkan beberapa negara akhir-akhir
ini cukup marak terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemajakan global saat ini cukup
rentan terhadap praktik penghindaran dan pengelakan pajak.
Penerapan tarif pajak yang berbeda-beda di setiap negara telah mendorong wajib pajak
memiliki kecenderungan untuk memarkirkan dananya di negara dengan tarif pajak yang
lebih rendah untuk menghindari pajak. Negara-negara tax haven-lah yang selama ini
menjadi tujuan pelarian dana tersebut.
Sebenarnya tidak ada definisi pasti mengenai tax haven, namun secara umum tax haven
bisa diartikan sebagai suatu negara atau yurisdiksi yang menawarkan tarif pajak rendah
atau bahkan tidak mengenakan pajak pada perusahaan asing dengan tujuan menarik
masuknya investasi asing ke negara tersebut.  Selain itu, negara tax haven juga
menawarkan fitur kerahasiaan informasi bagi klien yang menyimpan dananya di negara
tersebut.
Sistem tersebut awalnya dimiliki oleh negara-negara seperti Swiss, Cayman Island,
Panama, Mauritius, dan British Virgin Island, namun saat ini industri kerahasiaan tampaknya
telah berkembang di berbagai negara lainnya.
Yurisdiksi ini secara khusus membuat peraturan untuk memudahkan transaksi yang
dilakukan oleh non-residen dengan maksud menghindari pajak atau regulasi dengan cara

2018 PAJAK INTERNASIONAL Pusat Bahan Ajar dan eLearning


Debbie Yoshida, S.Pd,M.Si Htt p://www.mercubuana.ac.id 7
memberikan jaminan kerahasiaan guna mengamankan pihak penerima dari transaksi
tersebut (Palan, Murphy, dan Chavagneux, 2010).
Pada umumnya , ketentuan CFC dikaitkan dengan foreign subsidiary yang didirikan disuatu
negara yang dikategorikan sebagai negara tax haven .Tax haven itu sendiri adalah istilah
yang menggambarkan suatu negara yang menjadi tempat berlindung bagi para wajib pajak
(WP), sehingga para WP ini dapat mengurangi bahkan menghindari kewajiban membayar
pajaknya atau biasa disebut sebagai surga bagi para pengemplang pajak.
OECD Report 1998 berjudul ‘Harmful Tax Competition: An Emerging Global Issue’
menyatakan  tidak ada definisi yang pasti dari tax haven.
Namun, secara umum tax haven diartikan sebagai suatu negara atau wilayah yang
mengenakan tarif pajak rendah bahkan sampai 0% atau tidak mengenakan pajak sama
sekali dan memberikan jaminan kerahasiaan atas aset yang disimpannya.
Masih dalam report yang sama, OECD juga menetapkan 4 kriteria untuk mengkategorikan
bahwa suatu negara tergolong sebagai tax haven countries, yaitu:
1. Menerapkan tarif pajak rendah atau 0%
2. Tidak adanya pertukaran informasi
3. Tidak adanya transparansi dalam pemungutan pajak
4. Tidak adanya persyaratan aktivitas substansial bagi perusahaan
Selain itu, Pasal 18 ayat (3c) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh) menyebut tax haven country sebagai alat perlindungan
pajak yang berbunyi sebagai berikut:
".......... di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country).... "
Berdasarkan data DDTCNews, dari 193 negara yang ada di dunia, 16% -
34% terindikasi sebagai negara tax haven
Negara tax haven merupakan suatu lokasi yang menawarkan kewajiban pajak yang rendah
atau daerah yang tidak akan dikenakan pajak di mana para pengusaha melakukan usaha.
UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 18 ayat 3C menyebutkan
bahwa tax heaven adalah negara yang memberikan perlindungan pajak. Sedangkan SE
Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 menyebutkan bahwa kriteria tax haven, adalah :
1. Negara yang tidak memungut pajak, atau
2. Memungut pajak lebih rendah dari Indonesia
Sementara itu definisi yang digunakan untuk masyarakat global adalah kriteria yang disusun
oleh OECD. OECD membagi dua jenis negara yaitu tax haven dan harmful preferential tax.
Dari jenis tersebut, dinyatakan negara yang disebut Tax Haven country adalah:
1. Tidak memungut pajak atau memungut pajak dengan nominal tertentu saja (buka
presentase)

2018 PAJAK INTERNASIONAL Pusat Bahan Ajar dan eLearning


Debbie Yoshida, S.Pd,M.Si Htt p://www.mercubuana.ac.id 8
2. Tidak ada atau tidak efektifnya mekanisme exchange of information
3. Tidak adanya transparansi dalam administrasi perpajakan, atau
4. Adanya kebijakan ring-fencing (perbedaan penerapan pajak untuk residen dan non
residen).
Namun demikian, beberapa ahli perpajakan ada yang berpendapat bahwa negara tax haven
tidak dapat didefinisikan dengan jelas karena sifatnya sangat relatif, yaitu tergantung pada
ketentuan masing-masing negara. Suatu negara dapat saja disebut sebagai tax haven oleh
negara lain apabila negara tersebut memberikan suatu insentif dalam kegiatan
perekonomian di suatu daerah tertentu dalam wilayah negara tersebut. Jadi, apakah suatu
negara akan diklasifikasikan sebagai negara tax haven atau tidak oleh negara lain
tergantung dari definisi negara tax haven yang diberikan oleh negara lain tersebut.
Para peneliti di bidang international taxation pada umumnya membagi negara tax haven
dalam empat kelompok (Darussalam, Danny dan Indrayagus:2007), yaitu:
1. Classical tax haven, yaitu negara yang tidak mengenakan pajak penghasilan sama
sekali atau menerapkan tarif pajak penghasilan yang rendah (no-tax haven).
2. Tax havens, yaitu negara yang menerapkan pembebasan pajak atas sumber
penghasilan yang diterima dari luar negeri (no tax on foreign source of income).
3. Special tax regimes, yaitu suatu negara yang memberikan fasilitas pajak khusus bagi
daerah-daerah tertentu di wilayah negaranya.
4. Treaty tax havens, yaitu negara yang mempunyai treaty network yang sangat baik
serta menerapkan tarif pajak yang rendah untuk withholding tax atas passive income.
Berdasarkan hasil pertemuan G-20 tanggal 2 April 2009, Negara-negara anggota OECD
menetapkan daftar Negara-negara yang dikategorikan sebagai tax heaven country yang
dikelompokan pada tiga kategori:
1. Negara-negara yang sepakat menerapkan perjanjian perpajakan international, antara
lain; Argentina, Australia, China, Yunani, Hungaria, jepang, Korea, Mauritius,
Norwegia, Amerika Serikat, dan lain-lain
2. Kategori Abu-abu; Belize, Bermuda, pulau Marshal, Brunei, Singapura, dan lain-
lainnya.
3. daftar Hitam (black list); costarica, Malaysia, Philipina, Uruguay.
Indonesia tidak termasuk di dalam daftar OECD tersebut. Ada beberapa hal yang menjadi
penyebabnya. Pertama, Indonesia bukanlah tax havens. Sebaliknya Indonesia merupakan
korban yang uangnya banyak dilarikan ke negara tax havens. Misalnya berdasarkan
penelitian dari perusahaan Merril Lynch dan Capgemini beberapa tahun yang lalu dapat
diketahui bahwa sepertiga dari orang kaya (high networth individual) yang ada di Singapura
berasal dari Indonesia. Kekayaan yang ditanamkan di Singapura diperkirakan sekitar
USD70 miliar. Untuk mengejar uang yang ditanam di luar negeri seperti di Singapura

2018 PAJAK INTERNASIONAL Pusat Bahan Ajar dan eLearning


Debbie Yoshida, S.Pd,M.Si Htt p://www.mercubuana.ac.id 9
bukanlah perkara mudah karena negara yang menerima penempatan dana tersebut sering
tidak kooperatif. Di samping itu, Indonesia juga tidak memiliki offshore financial center atau
offshore bank karena dalam sistem perbankan di Indonesia tidak dikenal adanya offshore
bank.
Offshore bank adalah bank yang hanya boleh menghimpun dana dari luar negeri, kemudian
menyalurkannya ke luar negeri saja (out-out offshore bank) atau di wilayah tertentu
diperbolehkan juga menyalurkan dananya ke dalam negeri tempat bank itu berada. Di
samping itu, tindak pidana perpajakan merupakan salah satu tindak pidana asal dari tindak
pidana pencucian uang.

Daftar Pustaka
1. Chairil Anwar Pohan,2018,Pedoman Lengkap Pajak Internasional,Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama
2. Darussalam,John Hutagaol, Dany Sepriadi,2010.Konsep dan Aplikasi Perpajakan
Internasional,Jakarta: Danny Darussalam Tax Center
3. DDTC New

2018 PAJAK INTERNASIONAL Pusat Bahan Ajar dan eLearning


Debbie Yoshida, S.Pd,M.Si Htt p://www.mercubuana.ac.id 10

Anda mungkin juga menyukai