Anda di halaman 1dari 16

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Rangkuman Bab 13
Negara dengan Perlindungan, Penghindaran & Ketentuan
Penangkal Penghindaran Pajak

Disusun oleh:
Dhea Rachma Utami - 1506750440
Claudia Laura Siregar - 1506749786
Dita Ananda - 1506750301
Salsabee Adinda - 1506749855
Komang Gita Premashanti - 1506678266
Rininta Nafi Salsabil - 1506677931
Fidela Rachelia - 1506677912
Siti Muthmainnah - 1506677906

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Indonesia
2018
1) Pengantar
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama suatu negara dalam
rangka pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan untuk penyediaan barang dan jasa
publik serta pembangunan. Untuk menarik penanam modal dan pengusaha terdapat
beberapa negara yang dengan sengaja tidak memungut pajak atau memungut dengan
jumlah minimal. Meski pajak bukan merupakan faktor utama penentu investasi di
suatu negara, pajak merupakan unsur penting untuk mempertimbangkan apakah laba
dari investasi akan ditanam kembali atau direpratriasi. Oleh karena itu, untuk
meminimalisasi pengaruh dan beban pajak perlu dilakukan tax planning dan tax
avoidance yang efektif. Salah satu teknik tax planning adalah merekaya transaksi
melalui negara yang tidak memungut atau memungut pajak minimal (tax planning)

2) Penghindaran dan Perencanaan Pajak


Tax avoidance merupakan upaya penghindaran atau penghemataan pajak yang
masih dalam rangka memnuhi ketentuan perundangan (lawful fashion). Secara legal,
tax avoidance berbeda dengan tax evasion dimana tax evasion secara umum bersifat
melawan hukum (ilegal) dan mencakup perbuatan sengaja tidak melaporkan secara
lengkap dan benar objek pajak atau perbuatan melanggar hukum (fraud) lainnya.
Secara ekonomi, perencanaan melalui tax avoidance dan tax evasion sama-sama
mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak.
Melakukan perencanaan pajak dapat diperoleh dengan melibatkan konsep tax
saving seperti pemanfaatan pengecualian pajak, pengurangan tarif pajak menyeluruh,
penundaan objek pajak, strukturisasi penghasilan, pencepatan pengeluaran, penundaan
objek pajak, strukturisasi transaksi kena pajak menjadi tidak kena pajak. Perusahaan
multinasional mempunyai lebih banyak kesempatan untuk melakukan perencanaan
pajak ketimbang perusahaan domestik sebab memiliki fleksibilitas geografis dalam
memanfaatkan perbedaan juridksi pajak antar negara untuk minimalisasi total beban
pajak perusahaan.
Berikut adalah beberapa rekayasa perencanaan atau penghindaran pajak:
a. Penggeseran (Transfer) Domisili
Disparitas tarif pajak antarnegara yang berdekatan seperti Singapura
dan Indonesia, dapat mendorong migrasi atau transfer domisili pajak dari
Indonesia sebab perbedaan tarif memberikan tax saving. Selain itu, perbedaan
penerapan pajak berdasarkan sumber atau domisili menyebabkan perbedaan
beban pajak dimana teritorial taxation memberikan beban pajak lebih rendah
dari global taxation.
b. Pengalihan Sumber atau Lokasi Penghasilan
Dilakukan untuk menghindari pemajakan dalam negeri yang lebih
besar dari pemajakan di lain negara atau negara yang memberlakukan
pemajakan teritorial. Apabila penghasilan sumber luar negeri hanya dikenakan
pajak bila direptriasi ke dalam negeri maka wajib dalam negeri cenderung
tidak melakukan repatriasi penghasilan tersebut. Penghindaran repatriasi dapat
dilakukan dengan mengalihkan pada anak perusahaan yang sengaja didirikan
untuk tujuan tersebut (special purpose vehicle) di negara tax heaven.
c. Transfer Pricing
Transfer pricing merupakan instrumen alokasi laba antar perusahaan dalm
suatu grup perusahaan multinasional. Laba setelah pajak dari seluruh
perusahaan sebagai suatu grup lebih relevan daripada laba setelah pajak dari
tiap perusahaan secara individual. Harga atau tarif pembiayaan yang
dipergunakan antara perusahaan dimanfaatkan sebagai alat untuk mengalirkan
dana dalam grup dan tidak menghasilkan keuntungan, hal ini di gunakan untuk
merekayasa transaksi yang menyimpang dari kewajaran.
Dalam akuntansi, perusahaan melakukan konsolidasi laporan keuangan
dari seluruh anggota grup sehingga mengeliminir transaksi dan laba antar
perusahaan. Dalam perpajakan, perlu alokasi laba antar anggota grup
perusahaan karena berdasarkan norma perpajakan internasional, suatu negara
boleh mengenakan pajak terhadap wajib pajak luar negeri terbatas hanya atas
penghasilan yang bersumber di negara tersebut (domestic source of income).
Suatu negara juga dapat memajaki wajib pajak dalam negeri anak perusahaan
multinasional atas laba global. Tax saving direkayasa sedemikian rupa
sehingga anak perusahaan hanya mempunyai penghasilan yang bersumber di
negara tersebut, termasuk melakukan transfer pricing. Rekayasa selain
transfer pricing juga dapat dilakukan seperti dengan bunga pinjaman, royalti,
alokasi biaya bersama, biaya administrasi dan manajemen, rekayasa tataniaga
(SPV companies, loss making companies, dll) untuk tujuan menggerus laba
kena pajak wajib pajak dalam negeri anak perusahaan multinasional dan objek
pajak wajib pajak luar negeri atas pemotongan pajak di negara sumber.
d. Thin Capitalization
Thin capitalization adalah praktik membiayai cabang atau anak
perusahaan yang lebih besar menggunakan utang berbunga dari perusahaan
yang mempunyai hubungan istimewa dibandingkan dengan menggunakan
modal saham. Hal dilakukan karena untuk beban bunga diperbolehkan
dikurangkan dari penghasilan kena pajak debitur, dan dikenakan pajak pada
kreditur sebagai WPLN dengan tarif rendah atau bahkan bebas potongan pajak
(misal di Belanda) sementara untuk dividen dikenakan pajak ditangan
pemegang saham sebagai WPLN, dimana perolehannya juga tidak boleh
dikurangkan dari laba debitur (issuer). Pada dasarnya, thin capitalization
merupakan upaya mentransformasi penghasilan dividen (penghasilan ekuitas)
karena terkena pemajakan ganda (laba dan dividen), menjadi penghasilan
bunga (penghasilan pinjaman) yang hanya dikenakan pajak satu kali.
e. Instrumen Finansial Modern
Bermula dari kompleksitas permasalahan perpajakan pinjaman
(definisi, karakterisasi imbalan bunga, letak sumber, penghasilan,
pengurangan pada penghasilan kena pajak pembayarnya, dsb), perusahaan
lantas memanfaatkan instrumen finansial modern dengan melibatkan negara
tax heaven. Rekayasa demikian umumnya mengambil target negara
berkembang karena permasalahan spesifik instrumen finansial belum diatur
secara gamblang. Tindakan rekayasa instrumen finansial misalnya mengubah
dari pinjaman berbunga menjadi pinjaman tanpa bunga, pinjaman direkayasa
menjadi swap bunga, swap nilai tukar atau lindung nilai valas, penerbitan surat
utang melalui SPV company di negara tax heaven, dsb. Adapun tindakan ini
dilakukan guna menggerus penghasilan kena pajak WPDN anggota grup
multinasional dan sekaligus menghindari pemajakan terhadap WPLN lainnya
sesama anggota grup.
f. Pembayaran ke atau Melalui Perusahaan di Tax Heaven
Rekayasa transfer pricing yang dilakukan dengan menggelembungkan
harga dan menggerus laba di negara sumber ke negara domisili sedemikian
rupa hingga dikenakan pajak hanya di negara domisili (negara sumber
mencatat kerugian; tidak dikenakan pajak). Demikian juga rekayasa finansial
untuk menggerus laba anak perusahaan di negara berkembang, menyebabkan
pengenaan pajak di negara domisili karena eksemsi pajak atas penghasilan luar
negeri umumnya hanya berlaku atas penghasilan bisnis dari cabang usaha luar
negeri, sehingga atas penghasilan pasif tidak dibebaskan dari pengenaan pajak.
Apabila negara domisili memberlakukan kredit pajak, maka SPV tidak
membagi dividen tetapi dimanfaatkan oleh perusahaan lain dalam grup tanpa
menimbulkan beban pajak. Akibat dari rekayasa SPV di tax heaven adalah
baik negara domisili maupun negara sumber sama-sama tergerus obyek
pajaknya.
g. Pengurangan Ganda (Double dipping)
Double dipping diartikan sebagai salah satu alternatif untuk
mengurangi beban pajak di negara sumber sekaligus negara domisili dengan
penggandaan pemanfaatan ketentuan pajak yang menguntungkan di kedua
negara. Salah satu caranya adalah memanfaatkan perbedaan perlakuan pajak
atas suatu transaksi yang sama antara negara domisili dan negara sumber.
Misalnya atas leasing, suatu negara dapat memperlakukan sebagai pembelian
dan utang, sedangkan di negara lain menganggap sebagai sewa (operating
lease), yang kemudian berdampak pada treatment pajak kedua negara (satu
negara terhadap lessor dan negara lain terhadap lessee). Adapun dalam
transaksi antarmereka, keduanya dianggap sebagai pemilik aset yang berhak
atas depresiasi dan pengurangan bunga.
Apabila dua wajib pajak yang berbeda diperlakukan sebagai pemilik
aset di negara yang berbeda dan masing-masing berhak atas insentif di salah
satu negara, wajib pajak secara efektif dapat menggandakan insentif yang
sebetulnya tidak dikehendaki oleh negara manapun. Bentuk lain duplikasi
pengurangan dapat diperoleh dengan memanfaatkan domisili ganda (dual
residence), misal dengan konsolidasi laba dan rugi dari beberapa perusahaan
yang berada di bawah kepemilikan bersama.
Apabila satu badan berdomisili di kedua negara tersebut telah
meminjam dana untuk membiayai kegiatan grup perusahaan (negara mana
saja), badan tersebut dapat mengurangkan bunga di tiap negara. Apabila salah
satu domisili (dari domisili ganda) menderita rugi dari beban bunga tersebut
dapat diperhitungkan pada dua badan yang berada dalam hubungan istimewa
dimaksud di tiap negara domisili. Kalau satu badan mengoperasikan cabang di
negara lain, duplikasi pengurangan dapat dilakukan atas satu pengeluaran yang
sama baik di negara domisili maupun sumber atau kemungkinan kompensasi
kerugian di kedua negara.
h. Kombinasi Beberapa Teknik Penghindaran
Treaty shopping dibarengi dengan tax heaven, P3B: sebuah negara (A)
tidak memotong pajak atas royalti yang dibayar ke luar negeri. A mempunyai
P3B dengan negara berkembang (B) dengan tarif 0% untuk royalti WPLN,
lalu mendirikan SPV company di sana untuk menerima royalti dari negara
berkembang dimaksud dan mengatur bahwa royalti tersebut dibayarkan ke tax
heaven company. Jika jumlah royalti sama, maka tidak ada pajak yang
dibayarkan.
Double dipping, treaty shopping, dan tax heaven: perusahaan induk
(A) membiayai investasi dengan membuat anak perusahaan di tax heaven
country (B). Pembiayaan dilakukan dengan penerbitan saham atau obligasi,
kemudian meminjamkan dana tersebut ke anak perusahaan operasional di
negara berkembang (C) melalui back-to-back loans dengan bank di negara
yang mempunyai P3B yang tarifnya kecil. Apabila negara domisili induk (A)
membebaskan pajak atas penghasilan LN namum memperbolehkan
pengurangan bunga pinjaman untuk biaya investasi di B, maka dividen dari C
(termasuk bunga yang diterima C) akan dibebaskan dari pemajakan di negara
perusahaan induk. Pengurangan bunga diperoleh di A dan C.

i. Entitas Campuran (Hybrid Entity)


Entitas campuran menunjuk pada hubungan legal yang menganggap
suatu badan di suatu jurisdiksi dan transparan umumnya merupakan
persekutuan di jurisdiksi yang lain, dapat juga menunjuk pada:
1. Korporasi terbatas dengan garansi: korporasi yang pemegang sahamnya
punya hak untuk memilih direksi tetapi terbatas haknya untuk menerima
dividen, sedangkan pemilik nilai dari korporasi (pemberi garansi) walaupun
tidak punya hak suara dan menerima dividen, mempunyai hak dan kewajiban
sesuai dengan kontrak.
2. Trust (wali amanat): dianggap sebagai entitas campuran karena beberapa
civil law jurisdictions tidak mengakui trust.
Apabila suatu partnership di suatu negara diperlakukan sebagai badan,
sedangkan di negara lain pajaknya dikenakan langsung ke partner (transparan),
dapat menimbulkan arbitrase pajak.

3) Tax Heaven Countries - Financial Centre


Tax heavens adalah tempat yang menawarkan lingkungan kegiatan usaha
dengan bebas pajak atau dengan pajak minimal. Enclave tax heavens (kantong
kemudahan pajak), contohnya bagian dari suatu wilayah negara tertentu seperti
Labuan di Malaysia. Transactional tax heaven misalnya Amerika Serikat merupakan
tax heaven untuk investor pedagang sekuritas.
Ciri dari tax heaven:
1. Mempunyai ketentuan rahasia bank, finansial, korporat seperti melegalisir
penyembunyian subjek / objek pajak
2. Pengawasan yang sangat longgar atas deposito valuta asing
3. Promosi sebagai pusat keuangan
4. Terdapat jaringan fasilitas komunikasi modern
5. Menggunakan territorial basis taxation
6. Memeberikan tax privilege
Kegiatan untuk meminimalisasi beban pajak melalui tax heavens:
1. Transfer pricing
2. Captive insurance companies didirikan di tax heaven sebagai perusahaan
asuransi agar premi yang dibayar menjadi pengurang penghasilan perusahaan
3. Captive banking, sebagai pusat pencatatan (booking centre) atas transaksi
yang dilakukan dimana saja
4. Pelayaran bendera dengan tax heavens: membentuk perusahaan di negara
dimaksud dan kepemilikan kapal diserahkan ke perusahaan tersebut
5. Back to back loan dan parallel loan: (meminimalisasi thin capitalization)
seperti mendepositokan uang ke captive bank di tax heaven dan bank tersebut
meneruskan dana tersebut ke perusahaan lain (anggota grup) dalam bentuk
pinjaman.
6. Holding companies yang didirikan di tax heaven melakukan investasi di
negara berkembang.
7. Mendirikan perusahaan lisensi untuk meminimalisasi pemajakan atas
intangible assets.
4) Kompetisi Pajak Kurang Sehat (Harmful Tax Competition)
Anulisasi dan minimalisasi tarif pajak oleh tax heaven countries oleh OECD
dan EU dianggap sebagai kompetisi pajak yang berlebihan dan tidak sehat karena
menimbulkan tren penurunan tarif pajak yang dapat menggerus penerimaan suatu
negara lain. OECD dan EU melakukan upaya penangkalan penggerusan pajak
terutama ke tax heaven countries dengan mengidentifikasi anak perusahaan yang
merupakan “brass plate”. Jadi perusahaan tersebut sepi dari kegiatan substansial
(tanpa kegiatan nyata dan tidak ada karyawan), hanya meneruskan transaksi finansial
lewat tax heaven untuk menggerus pajak negara lain.
Dalam OECD report, ada dua tipe praktik kompetisi yang “harmful”: (1) tax
heaven dan (2) sistem preferensi pajak yang kurang sehat (harmful preferential tax
regime). Tax heaven adalah negara tanpa pajak atau pajaknya kecil, dan juga
memenuhi salah satu dari tiga kriteria: (1) tidak mau bertukan informasi dengan
negara lain, (2) memberikan keuntungan pajak secara tidak transparan, (3) tidak
meminta WPLN untuk memiliki kegiatan substansial dalam rangka memanfaatkan
kemudahan pajak. Sedangkan, yang termasuk harmful preferential tax regime: (1)
sistem ring-fincing atau (2) secara efektif tidak bisa melakukan petukaran informasi
dengan administrasi lain atau (3) sistem tidak transparan.

5) Ketentuan dan Tindakan Penangkal Penghindaran Pajak


a. Pengantar
Rekayasa penghindaran pajak yang menggunakan instrument legal dan agresif
dapat menghapuskan seluruh beban pajak. Penyebab penghindaran pajak, menurut
James dan Nobes, diantaranya karena taif pajak tinggi, kurang tegas dan lugas dalam
perumusan ketentuan perundang-undangan, lemahnya sanksi dan pinalti serta penegak
hukum, dan perasaan kekurang adilan. Penghindaran pajak dapat menggerus
penerimaan negara dan mempengaruhi yang patuh pajak untuk menghindari pajak
juga. Oleh karena itu ada ketentuan untuk menangkal penghindaran pajak.

b. Ketentuan dan Tindakan Penangkal yang Berterima Umum


1) Doktrin Anti-Avoidance
Beberapa negara merumuskan doktrin atau ketentuan penangkal
penghindaran pajak, dimana transaksi yang tidak sesuai dengan semangat
ketentuan peraturan perundang-undangan bisa diabaikan (disregarded). Misal
di Singapura, berdasarkan UU pajak Singapura, ada kewenangan untuk
mengabaikan, mengganti, atau membuat koreksi atas rekayasa transaksi yang
dianggap “artificial” atau “fiktif”. Transaksi yang artificial dan fitif adalah
transaksi yang dianggap tidak memenuhi “bonafide test”, “business purpose”,
“normality test”. Anak perusahaan (SPV) di tax haven bisa dianggap tidak ada
jika perusahaan tersebut tidak melakukan kegiatan ekonomi yang asli untuk
memperoleh penghasilan.
2) Ketentuan tentang Tax Haven (Financial Centre)
Untuk menangkal penyalahgunaan tax haven (financial centre),
terdapat ketentuan tentang Control Foreign Corporation (CFC), special
purpose vehicle (SPV), dan sejenisnya. SPV adalah entitas yang didirikan
untuk mencapai tujuan tertentu. Dua pendekatan untuk menangkal
penyalahgunaan tax haven: (1) pendekatan jurisdiksi, yaitu menentukan
negara mana yang termasuk tax haven dan diikuti dengan daftar negara
dimaksud. Penentuan dilakukan dengan menyandingkan tarif pajak domestik
dengan tarif pajak negara dimaksud. Perbandingan tarif dapat didasarkan pada
tarif normal, tarif efektif, dan pajak yang sebenarnya dibayar di negara lain
dibandingkan dengan pajak nasional yang seharusnya dibayar jika perusahaan
dimaksud sebagai WPDN. (2) Pendekatan transaksi, yaitu menentukan
kategori penghasilan yang diperoleh oleh CFC, apakah perusahaan dimaksud
berdomisili di tax haven atau di negara dengan pajak tinggi. Pendekatan
transaksi lebih tepat dan teliti dari jurisdiksi, tapi jurisdiksi lebih sederhana,
mudah, dan murah biaya administrasi dan kepatuhannya. Ketentuan dan
tindakan penangkalan dapat berasal dari negara domisili maupun negara
sumber.
3) Ketentuan Tentang Perusahaan Holding Lepas Pantai (Offshore Holding
Companies)
Pendekatan untuk mencegah rekayasa SPV maupun offshore
investment funds di negara tax heaven, diantaranya: 1) Pemanfaatan market-to-
market approach yang menghendaki pemajakan keuntungan kapital per basis
akrual; 2) Pendekatan “imputed income” atau “deemed rate of return” yang
meminta WPDN peserta perusahaan reksadana atau holding lepas pantai
melaporkan penghasilan berdasar tingkat (persentasi) tertentu, tanpa
memerhatikan penghasilan aktual perusahaan lepas pantai; 3) Pendekatan
“deemed distribution” yang mengenakan pajak atas pro rata penghasilan
peserta perusahaan lepas pantai tanpa memerhatikan apakah penghasilan
dimaksud telah dibagikan; 4) Pendekatan beban penangguhan (deferral charge
approach), dengan menangguhkan penghitungan pajak negara domisili peserta
perusahaan lepas pantai sampai nnati penghasilan dibagi atau keuntungan
kapital direalisasi.
4) Ketentuan Tentang Transfer Pricing
Hampir semua negara mempunyai ketentuan transfer pricing untuk
menghindari pembebanan harga atas transaksi secara overpricing maupun
underpricing antar pihak yang memiliki hubungan istimewa. Terdapat dua
pendekatan alokasi penghasilan antar perusahaan dalam grup multinasional,
yaitu 1) Berdasarkan keuntungan global (pendekatan laba), dengan menyusun
suatu rumusan alokasi dengan kriteria formula (formulary apportionment)
berdasar aset relatif; dan 2) Mengalokasikan laba pada cabang (BUT)
berdasarkan penghitungan harga dan sifat transaksi BUT. Pendekatan kedua
ini berdasar pada arm’s length principle.
OECD guide line 1995 menyebutkan beberapa metode transfer pricing
serta metode pengujian harga. Selain itu, guide line tsb juga menyarankan
beberapa pendekatan administratif untuk mendeteksi dan menyelesaikan
masalah transfer pricing, meliputi 1) praktik kepatuhan transfer pricing, 2)
prosedur penyesuaian balasan, 3) pemeriksaan pajak secara simultan, 4) safe
harbour ketentuan transfer pricing dengan pendekatan interval harga, 5)
advance pricing agreement, 6) arbitrasi internasional untuk menyelesaikan
sengketa.
5) Ketentuan Tentang Thin Capitalization
Ketentuan ini digunakan untuk menghindari pemanfaatan utang secara
berlebihan untuk penghematan perpajakan. Model profit stripping dengan
ketentuan thin capitalization dapat mengubah sifat bunga sehingga WPDN
tidak dapat dengan leluasa membayar pinjaman tanpa ada eksposur pajak.
Kebijakan pembatasan DER (Debt to Equity Ratio) atau angka banding antara
utang dan modal, biasanya diterapkan untuk pembiayaan induk kepada anak
perusahaan di negara lain. Dalam menghitung DER, selain kategori utang,
perlu juga mempertimbangkan kategori ekuitas (apakah hanya modal disetor
atau termasuk surplus laba ditahan dan segala cadangan).
Ketentuan thin capitalization dapat diterobos melalui skema back-to-
back loan (induk perusahaan mendepositkan dananya ke bank yang kemudian
meminjamkan ke anak perusahaan) atau parallel loan (skema dengan dua
induk perusahaan di kedua negara berbeda saling memberikan pinjaman
silang). Oleh karena itu, ketentuan penangkal thin capitalization mempunyai
ketentuan khusus untuk meredam fenomena tersebut.
6) Ketentuan Pemangkal Treaty Shopping
Selain mengandalkan tentang beneficial owner, para negara pemungut
pajak kurang cekatan dalam meredam treaty shopping. hal ini mungkin karena
dalam OECB dan PBB tidak meneruskan ketetntuan penangkal treaty
shopping hanya P3B Amerika Serikat yang memiliki klausul “limitation on
benefi”. klausul tersebut menolak benefit P3B apabila suatu penghasilan yang
seharusnya mendapat keringanan tarif P3B tidak diperoleh dari menjalankan
usaha secara aktif melainkan dari usaha investasi belaka. Apabila perusahaan
tersebut tetap ingin memperoleh manfaat P3B harus memenuhi persaratan 1)
pendapatan kotor tidak secara material dipakai untuk membayar bunga,
royalti, atau kewajiban lain kepada pihak yang tidak berhak atas P3B 2) >50%
saham perusahaan harus dimiliki baik secara langsung dan tak langsung oleh
WPDN Negara penandatangan P3B
7) Realisasi Keuntungan Kapital Pada Saat Ekspatriasi
Untuk menyangkal pemindahan domisili WP menurut Arnold dan
McIntyre (1995) terdapat beberapa negara yang memajaki accrued capital
gain pada saat WP pindah status menjadi WPLN. Beberapa negara lain
memperlakukan asset yang ditransfer ke WPLN yang masih berada pada suatu
grup perusahaan multinasional sama seperti telah terjadi pengalihan harta
sejumlah harga pasar dan capital gain dikenakan pajak.

8) Ketentuan Tentang Instrumen Finansial Modern


Non tradisional instrumen finansial menimbulkan beberapa masalah
perpajakan, misalnya karakteristik penghasilan penentu sumber penghasilan,
model pemajakannya dan kemungkinan unsur pengurangnya terhadap PKP
pembayar. Contoh: produk derivatif dari sekuritas atas pinjaman, lindung nilai,
future dan swap bunga, begitu pula dengan non-tradisional instrumen finansial
yang tidak ada uderlying debt-nya ( interest rate swap, swap indeks harga
saham, dan sebagainya). Definisi bunga untuk financial instrument modern
dapat dipersempit atau diperluas. Conth dipersempit misalnya walaupun
pembayaran swap tidak dianggap sebagai pembayaran bunga di beberapa
Negara, akan tetepi, suatu interest swap arrangement secara strukturan dapat
dipersamakan dengan pinjaman. sementara itu, apabila definisi bunga
diperluas perlu untuk menetapkan ketentuan tentang sumber, pemotongan
pajak, pengurang penghasilan dan dan ketentuan hubungan istimewa secara
meluas. persoalan yang muncul dari fakta bahwa konsekuensi pemajakan
sehubungan dengan sistem intrumen keuangan modern kebanyak terjadi dalam
basis akrual tanp adanya pembayaran nyata. Apabila pemegang obliga tanpa
kupon adalah WPLN, maka akn sulit melakukan pemajakan karena tidak ada
pembayaran walaupun dapat meminta emiten untuk mebayar pajak. apabila
ditangguhkan sampai akhir tahunmaka WPLN sudah menjulanya ke WPDN
sehingga telah terjadi wash sale interest stripping dan pemungut tiap tahun
dari emiten WPLN menjual obligasi kepada WPLN lainnya, penjual dan
pembeli obligasi harus menyadar bahwa emiten telah membayar pajak dan
menyesualikan harga. Solusi yangdapat diambil memungut pajak WPLN dan
memperkenakan penguranagn oleh emiten pada saat pembayaran. Untuk
menghadapi masalah yang rumit ini suatu Negara dapat fokus pada
pengurangan bentuk ketentuan meminimalisi kapital (thin capitalization) yang
dikombinasikan dengan definis bunga secara komprehensif.
9) Ketentuan Tentang Pengurangan Ganda ( Double-Dipping )
Karena menyangkut 2 Negara maka kurang jelas Negara mana yang
dirugikan sehingga harus mulai mengambil inisiatif. Salah satu Negara dapat
memberlakukan ketentuan pembatasan kemudahan perpajakan apabila suatu
investasi telah memanfaatkannya di Negara lain. Alternatif lain yaitu
memberikan kemudahan terbatas pada aktiva yang dimanfaatkan di Negara
tersebut. potensi kerugian di 2 Negara dapat ditangkal dengan pembatasan
pengurangan hanay atas suatu kategori penghasilan yang sama atau hanya
dapat dikompensasi dengan laba masa yang akan datang dari perusahaan
tersebut
10) Menangkal Kombinasi Teknik Penghindaran Pajak
Beberapa ketentuan dalam undang-undang domestik (ketentuan
tentang transfer pricing, pembayaran ke tax heaven, thin capitalization, dan
ketentuan umum penangkal penghindaran pajak) dan kejelian serta kehati-
hatian dalam negosiasi P3B akan sangat mebantu dalam menghadapi berbagai
bentuk dan rekayasa perencanaan pajak. Persyaratan fuel disclosure informasi
dapat dipersyaratkan pada International Investor. Kadangkala harus
disadarkan bahwa ketentuan yang ketat dan penegakan hukum yang lugas
sering diplintir oleh investor WPLN dengan berbagai rekayasa propaganda
seperti menakuti dan memperburuk iklim investasi.

c. Ketentuan Domestik Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan


1) Doktrin Penangkal Pengindaran/Penyelundupan Pajak
Beberapa ketentuan sapu jagat untuk menangkal penghindaran:
● Pasal 1 (6) UU PPh: tempat tinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan di kebijakan DJP berdasarkan keadaan yang
sebenarnya -> untuk mengeliminasi migrasi domisili di WPDN yang
hanya berdasar formalitas belaka.
● Pasal 4 (1) UU PPh: substansi penghasilan “tambahan kemampuan
ekonomis dengan nama dan dalam bentuk apapun” -> untuk
menyangkal formalitas atau sebutan yang dipakai WP untuk
menghindari definisi penghasilan sebagai objek pajak.
● Pasal 5 (1) (b) UU PPh: force-of-attraction untuk menangkal rekayasa
transaksi bisnis oleh WPLN yang mem-by pass BUTnya di Indonesia
dalam rangka mentransformasi sumber penghasilan Indonesia ke
negara domisili.
● Pasal 6 (1) UU PPh: match and link yaitu tidak ada penghasilan yang
dikenakan pajak untuk menghindari pembebanan biaya yang eksesif.
● Pasal 38 dan 39 KUP: sanksi pidana untuk WP yang alfa maupun
sengaja menyelundupkan pajak yang melanggar hukum dengan
berbagai rekayasanya.
2) Ketentuan Penangkal Thin Capitalization
Pasal 18 (1) UU PPh memberikan kewenangan kepada menteri
keuangan untuk mengeluarkan keputusan tentang perbandingan antara utang
dan modal perusahaan (Debt to Equity ratio). namun DER dalam KMK
bersifat overall basis meliputi semua bidang dan berlaku umum sehingga
pemberlakuan DER ditangguhkan.
Pasal 18 (3) UU PPh dinyatakan bahwa DJP berwenang untuk
menentukan utang sebagai modal (debt recharacterization) untuk menghitung
besarnya penghasilan kena pajak bagi WP yang mempunyai hubungan
istimewa dengan WP lainnya sesuai kewajaran dan kelaziman usaha yang
tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Rekarakterasi utang menjadi
modal didasarkan atas DER yang lazim.
Uang yang direkarakterisasi sebagai modal sementara waktu terbatas
pada adanya jumlah modal yang disetor. Ketentuan tersebut hanya berlaku
untuk utang perusahaan anak terhadap perusahaan induk. Untuk utang piutang
yang berada dalam satu kepemilikan (brother-sister companies), hal tersebut
sulit dilaksanakan.
Masih sulit mewujudkan hukum pajak sebagai hukum material
(substantive law) dengan prinsip substance over form karena dalam
penyelesaian sengketa, hukum pajak masih lebih merujuk pada pengujian
formal.
3) Ketentuan Penangkal Instrumen Finansial Modern
Belum ada ketentuan untuk menghadapi rekayasa pajak melalui
instrumen finansial modern selain Pasal 26 (1)(b) UU PPh yang menyatakan
bahwa bunga termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan
sehubungan pengembalian utang dikenakan pajak.
Pemanfaatan SPV company sebagai financial centre untuk
memberikan pinjaman ke Indonesia, sekuritisasi aset untuk menerbitkan
instrumen pinjaman, pinjaman tanpa bunga, pinjaman beragun harta tidak
bergerak, secara eksplisit belum ada ketentuan penangkalnya dalam UU PPh.
4) Ketentuan Penangkal Treaty Shopping
Untuk menangkal penggerusan potensi pajak melalui rekayasa treaty
shopping, Indonesia berlindung pada ketentuan tentang pemilik sebenarnya
dari penghasilan (beneficial owner test) dari dividen, bunga, dan royalti.
Beneficial Owner adalah WP pemilik yang sebenarnya dari
penghasilan dividen, bunga, dan royalti yang berbeda sepenuhnya untuk
menikmati secara langsung manfaat penghasilan tersebut.
Berbagai SPV dalam bentuk conduit company, paperbox company,
pass-through company dan sejenisnya dinyatakan tidak termasuk dalam
pengertian beneficial owner. Diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai
SPV yang dimaksud agar di kemudian hari Pengadilan Pajak dapat
memberikan jurisprudensi lebih gamblang.
5) Ketentuan Tentang Perusahaan Luar Negeri Terkendali (CFC)
Pasal 18 (2) UU PPh merumuskan ketentuan tentang CFC untuk
menangkal diversi penghasilan pasif dan penghasilan tertentu lainnya dalam
perusahaan terkendali yang berkedudukan di tax heaven.
Perusahaan luar negeri dianggap CFC apabila 50% atau lebih saham
yang disetor dimiliki oleh WPDN baik sendiri maupun bersama dengan
WPDN lainnya. Kesulitan perolehan data CFC dari WPDN merupakan salah
satu hambatan efektivitas penerapan ketentuan penangkal pemupukan
penghasilan di tax heaven.
6) Ketentuan Penangkal Rekayasa Transfer Pricing
Merujuk pada OECD Guideline untuk transfer pricing tahun 1974, UU
PPh menganut harga atau laba wajar (arm’s length price/profit). Dimana
materi yanag diatur dalam surat edaran tersebut adalah :Kewajaran harga
pembelian dan penjualan
1. Alokasi biaya administrasi, manajemen, dan overhead
2. Pembebanan bunga pinjaman dan pemegang saham
3. Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan jasa
manajemen, jasa teknik dan jasa lainnya
4. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham
5. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang tidak
mempunyai substansi usaha seperti letter box company atau
reinvoicing center.

Apabila kesulitan menentukan harga wajar, SE 04/1993 menganjurkan


dipakainya comparable profits atau pendekatan return on investment

Dalam usaha mewujudnyatakan bahwa hukum pajak adalah hukum


material dan selalu tidak luput dari upaya rekayasa menggerus objek pajak
dari Indonesia, apa yang perlu diatur dalam SE 04/199X perlu disesuaikan
dengan OECD Guideline yang terkini dan dirumuskan dalam UU perpajakan.
Selain itu juga Pengadilan Pajak harus lebih banyak menghasilkan
yurisprudensi yang mampu untuk menangkal praktik rekayasa pajak.

Dari penelitian oleh Kantor Konsultan Ernst & Young dalam tahun
1999 (dalam Choi et all; 2002) menunjukkan bahwa isu utama dari perusahaan
multinasional adalah transfer pricing dan merupakan sasaran pemeriksaan
pajak. Salah satu upaya mengurangi hal tersebut adalah APA. Dengan apa,
baik administrasi pajak maupun perusahaan telah sepakat menerima metode
transfer pricing yang akan diterapkan dan sekaligus harga transfer antar
perusahaan. Kesepakatan APA meminimalisasi risiko pemeriksaan transfer
pricing dan menghemat biaya dan waktu untuk kedua belah pihak.

6) Masa Depan Ketentuan Penangkal


Rekayasa transaksi, metode berusha dan pembiayaan, model
pelaksanaan perdagangan (e-commerce) mengaburkan batas negara, wilayah
dan lokasi transaksi. Dimana e-commerce, dengan melibatkan server, internet
dan cyberspace, dapat menggeser transaksi pemberi penghasilan dari satu
negara ke negara lainnya. Dimana ketentuan penangkal penghindaraan pajak
harus semakin dikembangkan, diperjelas, dipertegas untuk menjadi ketentuan
yang lebih operasional dan mengikat segala pihak harus semakin
diperkenalkan. Dalam rancangan perubahan undang-undang perpajakan telah
dicoba diperkenalkan ketentuan penangkal pengalihan keuntungan kapital dari
Indonesia ke manca negara, melalui SPV terutama di tax heaven. Demikian
juga peranan Pengadilan Pajak untuk menghasilkan yurisprudensi penangkal
penghindaran pajak untuk memperkaya khazanah distribusi beban pajak secara
adil harus terus ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai