Anda di halaman 1dari 33

2

MODUL PERKULIAHAN PERTEMUAN


KE-2

Kode – W322100016

Pajak Internasional

CPMK-2
Sumber Penghasilan

Abstrak Indikator

Apa yang dimaksud dengan Sumber Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan


penghasilan dalam ketentuan pajak dan memahami ketentuan sumber
Indonesia; Sumber penghasilan penghasilan.
dalam pasal 24 ayat (3); Sumber
penghasilan lainnya.

PENDAHULUAN
         
Penghasilan adalah merupakan objek perpajakan bagi semua negara di
dunia. Hampir semua mahasiswa atau peserta brevet perpajakan memahami
istilah pajak penghasilan, namun hanya sedikit yang memahami pengertian
penghasilan itu sendiri. Penghasilan menurut Undang-undang pajak
penghasilan memiliki arti yang luas, yaitu bahwasanya pajak dikenakan atas
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau
menambah kekayaan Wajib Pajak.

Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak


memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya
tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai
kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya
yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

PEMBAHASAN MATERI

 Sumber Penghasilan

Penghasilan adalah penerimaan yang mengalir terus menerus dari


sumber penghasilan. Singkatnya, penghasilan timbul apabila terdapat sumber
penghasilan yang bersifat berkesinambungan dan atau yang tidak
berkesinambungan seperti keuntungan dari penjualan (capital gain). Maka, jika
dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak,
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

 penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas


seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris,
aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;

2021 Pajak Internasional


2 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 penghasilan dari usaha dan kegiatan, semisal mendirikan perusahaan,
toko, dll.
 penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak
gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan
harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
 penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-undang PPh Nomor 7 tahun 1983


sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan.Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun

Pengertian penghasilan yang diperoleh subjek pajak dalam negeri


sebagaimana termaktub dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah world wide
income, artinya penghasilan dari seluruh dunia, yaitu akan dikenai pajak
penghasilan di Indonesia, baik atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, akibatnya akan menimbulkan pajak
berganda karena diluar negeri tempat wajib pajak memperoleh penghasilan
juga dikenakan pajak. Sedangkan penghasilan yang diterima oleh subjek pajak
luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari Indonesia
saja.

Dengan demikian yang menjadi ruang lingkup dari aspek internasional


dari perundang undangan perpajakan suatu negara adalah:
1. Pemajakan atas penghasilan yang diperoleh oleh subjek pajak dalam
negeri dari suatu negara atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri
(taxation of foreign income)
2. Pemajakan oleh suatu negara atas subjek luar negeri yang memperoleh
penghasilan di negara tersebut (taxation of non resident)

2021 Pajak Internasional


3 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Yurisdiksi pemajakan erat kaitannya dengan penentuan sumber
penghasilan Hal ini penting untuk menentukan negara mana yang berhak
mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara lain.
Lazimnya negara sumber penghasilan lebih berhak terhadap suatu penghasilan
yang diperoleh oleh suatu perusahaan/perorangan.

Dalam praktiknya, selain menentukan apakah negara sumber berhak


memajaki penghasilan tersebut, asas sumber juga mengatur mengenai
pengkreditan pajak yang telah dipotong di luar negeri apakah bisa dikreditkan
terhadap pajak penghasilan yang terutang menurut undang-undang domestik.
Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi pengenaan pajak berganda.

Untuk mengindari ini secara Unilateral Indonesia mengadopsi metode


penghindaran pajak berganda yang dituangkan dalam Pasal 24 UU PPh No 36
Tahun 2008.Sedangkan secara bilateral metode penghindaran pajak adalah
dengan membuat perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Sedangkan
pemajakan atas subjek luar negari yang memperoleh penghasilan dari
Indonesia dikenakan pajak sesuai dengan Pasal 26 UU PPh No 36 Tahun
2008.

 Penghasilan atas Pertambahan Nilai (Akresi)

Berdasarkan teori yang berjudul The Acrcreation Theory of Income,


Schanz mengemukakan poin penting tentang penghasilan berdasarkan konsep
akresi yang dikembangkan oleh Haig dan Simons yaitu :

 suatu pihak dianggap memperoleh penghasilan ketika pihak tersebut


mendapat tambahan kemampuan
 tambahan kemampuan yang dihitung sebagai penghasilan hanya yang
berbentuk uang dan dapat dinilai dengan uang, dan
 besarnya penghasilan dari suatu pihak ditentukan dengan
menjumlahkan besarnya penghasilan yang sesungguhnya dikonsumsi

2021 Pajak Internasional


4 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
pada suatu periode ditambah dengan kenaikan neto kekayaan pihak
yang bersangkutan (tabungan),
 penghasilan merupakan jumlah aljabar antara nilai pasar dari konsumsi
dan perubahan nilai kekayaan yang disimpan antara dalam suatu
periode waktu tertentu (Simons, 1938)

Dalam dunia perpajakan, konsep akresi yang dikembangkan oleh


Schanz, Haig, dan Simon menjadi salah satu konsep penghasilan yang paling
banyak memengaruhi tax policy di berbagai negara. Alasannya, konsep ini
dianggap paling mencerminkan keadilan sekaligus mudah untuk diterapkan.
Bahkan, definisi penghasilan berdasarkan konsep ini mendapat predikat
sebagai definisi penghasilan yang diterima secara umum (Genser, 2006).

 Konsep Sumber vs Konsep Akresi

Pada dasarnya, kata “penghasilan” merupakan istilah umum yang sering


digunakan oleh masyarakat. Akan tetapi, mendefinisikan apa yang dimaksud
dengan istilah “penghasilan” secara komprehensif bukanlah perkara mudah
(Brooks, 1952).

Berbagai kalangan, mulai dari ekonomis, akuntan, pembuat kebijakan,


sampai akademisi, telah berjuang selama bertahun-tahun lamanya demi
menghasilkan definisi penghasilan yang universal. Namun, tetap saja sampai
saat ini belum terdapat definisi penghasilan yang dapat diterima oleh seluruh
kalangan.

Meskipun demikian, Goode (1977) menyimpulkan bahwa penggunaan


definisi penghasilan bergantung pada konteks dan tujuan yang hendak dicapai.
Akibatnya, istilah penghasilan dalam konteks pajak tentu akan berbeda dengan
pengertian penghasilan untuk keperluan teori modal ataupun dalam
penghitungan pendapatan nasional. Dalam konteks pajak, terdapat dua konsep
yang menjadi acuan banyak negara ketika mendefinisikan istilah penghasilan.

2021 Pajak Internasional


5 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pertama, konsep sumber (source concept). Konsep sumber merupakan konsep
yang dikembangkan oleh negara-negara di Eropa.

Berdasarkan konsep yang dikenal dengan istilah “The Source Concept


of Income” ini, penghasilan adalah penerimaan yang mengalir terus menerus
dari sumber penghasilan. Singkatnya, penghasilan muncul hanya apabila
terdapat sumber penghasilan yang berkesinambungan. Kata kunci dari definisi
penghasilan berdasarkan konsep sumber adalah keterkaitan antara
penghasilan dan sumbernya (Holmes, 2001).

Kedua, konsep akresi (accretion concept). Konsep akreasi


dikembangkan oleh tiga ahli ekonomi di bidang pajak, yaitu George Schanz,
Robert Murray Haig, dan Henry C. Simons sehingga konsep ini dikenal pula
dengan istilah SHS Concept. Definisi penghasilan berdasarkan konsep akresi
pertama kali dicetuskan oleh Schanz yang berasal dari Jerman. Dalam teorinya
yang berjudul The Accreation Theory of Income, Schanz mengemukakan tiga
poin penting (Holmes, 2001): (i) seluruh penghasilan yang diterima atau
diperoleh oleh suatu pihak harus dikenai pajak tanpa memandang dari mana
sumber penghasilan tersebut, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri,
(ii) semua penghasilan diperlakukan sama terlepas dari jenis dan sumbernya,
yaitu apakah penghasilan tersebut dari usaha, pekerjaan, modal, maupun
penghasilan lainnya, dan (iii) pemungutan pajaknya sama untuk semua
penghasilan terlepas apakah penghasilan tersebut untuk konsumsi ataupun
untuk ditabung.

Haig juga turut mengembangkan definisi penghasilan dalam konteks


pajak yang serupa dengan definisi yang dikemukakan oleh Schanz. Definisi
penghasilan oleh Haig menekankan pada tiga poin (Haig, 1921): (i) suatu pihak
dianggap memperoleh penghasilan ketika pihak tersebut mendapat tambahan
kemampuan, (ii) tambahan kemampuan yang dihitung sebagai penghasilan
hanya yang berbentuk uang dan dapat dinilai dengan uang, dan (iii) besarnya
penghasilan dari suatu pihak ditentukan dengan menjumlahkan besarnya

2021 Pajak Internasional


6 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
penghasilan yang sesungguhnya dikonsumsi pada suatu periode ditambah
dengan kenaikan neto kekayaan pihak yang bersangkutan (tabungan).

Adapun berdasarkan SHS Concept, yang termasuk dalam pengertian


penghasilan mencakup upah atau gaji, penghasilan usaha, sewa, royalti,
penghasilan dari modal, hibah dan warisan, natura dan kenikmatan, pensiun,
penghasilan dari pengalihan, serta penghasilan sewa. Selain itu, penerapan
dari SHS Concept juga menyebabkan capital appreciation masuk dalam
pengertian penghasilan untuk tujuan pajak (Mansury, 2002).

Dalam dunia pajak, konsep akresi yang dikembangkan oleh Schanz,


Haig, dan Simon menjadi salah satu konsep penghasilan yang paling banyak
memengaruhi tax policy di berbagai negara. Alasannya, konsep ini dianggap
paling mencerminkan keadilan sekaligus mudah untuk diterapkan. Bahkan,
definisi penghasilan berdasarkan konsep ini mendapat predikat sebagai definisi
penghasilan yang diterima secara umum (Genser, 2006).

 Konsep Penghasilan Menurut Peraturan Perpajakan di Indonesia

Pada awal diterapkannya sistem pajak penghasilan di Indonesia, yaitu


Ordonansi Pajak Pendapatan 1944, definisi penghasilan mengadopsi konsep
sumber. Ini ditunjukkan dengan adanya penetapan bahwa penghasilan adalah
hasil-hasil yang berasal dari sumber pendapatan tertentu yang telah ditetapkan.
Hasil yang diperoleh dari suatu sumber pendapatan diluar yang telah ditetapkan
atau diperoleh tanpa ada sumbernya, tidak termasuk dalam pengertian
pendapatan menurut Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 (Wibisono, 1977).

Perubahan penggunaan konsep penghasilan terjadi ketika


diundangkannya UU PPh Nomor 7 Tahun 1983. Dalam undang-undang ini,
konsep akresi atau yang lebih dikenal dengan istilah SHS Concept telah
digunakan dalam mendefinisikan istilah ”penghasilan”. Ini terlihat jelas dari
adanya kata-kata ”tambahan kemampuan ekonomis” sebagai rumusan istilah
penghasilan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh Nomor 7 Tahun 1983.

2021 Pajak Internasional


7 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Selain konsep akresi, definisi penghasilan yang terdapat dalam UU PPh
Nomor 7 Tahun 1983 juga masih mengadopsi konsep sumber. Ini sebagaimana
dapat dilihat dalam memori penjelasan UU PPh Nomor 7 Tahun 1983 yang
masih mengelompokkan penghasilan berdasarkan sumbernya. Bedanya,
konsep sumber dalam undang-undang ini tidak memiliki efek pembatasan
istilah penghasilan sebagaimana yang terjadi dalam Ordonansi Pajak
Pendapatan 1944 (Soemitro, 1985).

 Penghasilan Sebagai Objek Pajak

Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-undang PPh Nomor 7 tahun 1983


sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk :Penggantian atau imbalan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.

A. Subjek Pajak Dalam Negeri


Yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah:
a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak;
b. badan;
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,

2021 Pajak Internasional


8 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.
c. bentuk usaha tetap.
adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa:
a) tempat kedudukan manajemen;
b) cabang perusahaan;
c) kantor perwakilan;
d) gedung kantor;
e) pabrik;
f) bengkel;
g) gudang;
h) ruang untuk promosi dan penjualan;
i) pertambangan dan penggalian sumber alam;
j) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau
kehutanan;
l) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m)pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau
orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalamjangka
waktu 12 bulan;
n) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas;
o) agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia; dan

2021 Pajak Internasional


9 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
p) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang
dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi
elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

 Subjek Pajak Dalam Negeri


Subjek Pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
Kewajiban pajak subjektif orang pribadi dimulai pada saat orang
pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat
tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
i. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
ii. pembiayaannya bersumber dari Anggaran; Pendapatan
dan Belanja Negara atau Anggara; Pendapatan dan
Belanja Daerah;
iii. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
iv. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara;
Kewajiban pajak subyektif badan dimulai pada saat badan tersebut
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada
saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak. Kewajiban pajak subyektif warisan yang belum terbagi
dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut
dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.

2021 Pajak Internasional


10 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di ndonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
Kewajiban pajak subyektif orang pribadi atau badan dimulai pada
saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
Kewajiban pajak subyektif orang pribadi atau badan dimulai pada
saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi
menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.

 Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak


Tidak termasuk subjek pajak adalah:
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-
pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-
sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan diluar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik;

2021 Pajak Internasional


11 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
i. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan
ii. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman
kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota;
d. Organisasi Internasional adalah organisasi/badan/lembaga/asosiasi/
perhimpunan/forum antar pemerintah atau non-pemerintah yang
bertujuan untuk meningkatkan kerjasama internasional dan dibentuk
dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama.
Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha,
kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
e. Pejabat perwakilan organisasi internasional adalah pejabat yang
diangkat atau ditunjuk langsung oleh induk organisasi internasional
yang bersangkutan untuk menjalankan tugas atau jabatan pada
kantor perwakilan organisasi internasional tersebut di Indonesia.

 Objek Pajak Penghasilan Menurut UU Perpajakan di Indonesia

 Objek Pajak Penghasilan Dalam Negeri


Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang
ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

2021 Pajak Internasional


12 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang
saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambil alihan usaha, atau
reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan,
atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam
pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan;
Dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada
pegawainya, maka keuntungan berupa selisih antara harga
pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan
penghasilan bagi perusahaan.
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;

2021 Pajak Internasional


13 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap
sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan
bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.
Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa
pembebasan utang debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga
Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha
Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta
kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan
sebagai objek pajak.
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang
asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan
dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku di Indonesia.
m.selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi, termasuk premi reasuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi
yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional.

2021 Pajak Internasional


14 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Namun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan
usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak.
r. imbalan bunga; dan
s. surplus Bank Indonesia.
Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak
Penghasilan adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan
keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal
sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan
memperhatikan karakteristik Bank Indonesia.

 Penghasilan yang Dikenai PPh Final


Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.

 Dikecualikan dari Objek Pajak


Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh

2021 Pajak Internasional


15 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan
oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara
final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan
khusus (deemed profit);
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha
milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan
usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari
jumlah modal yang disetor;

2021 Pajak Internasional


16 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
k. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
l. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang Pendidikan dan/atau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun
m.sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial keepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

2021 Pajak Internasional


17 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
o. hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang
diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundii
dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada
saat pembelian barang atau jasa.

 Objek Pajak Penghasilan Untuk Kredit Pajak Luar Negeri Menurut UU


Perpajakan di Indonesia

Di Indonesia sendiri ketentuan penentuan sumber penghasilan untuk


memperhitungkan kredit pajak luar negeri ini diatur dalam Pasal 24 UU PPh:
Pasal 24
1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini
dalam tahun pajak yang sama
2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi
tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan
undang-undang ini
3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, penentuan
sumber penghasilan adalah sebagai berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat
badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat
kedudukan
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harga gerak adalah negara tempat pihak yang
membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut
bertempat kedudukan atau berada
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta
tak gerak adalah negara tempat harta tak gerak tersebut terletak
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada

2021 Pajak Internasional


18 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha
tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang
dimaksud pada ayat tersebut
5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata
kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang
menurut undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada
tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan
6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan
dari luar negeri ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan

 Sumber Penghasilan Kredit Pajak Luar Negeri Menurut UU Perpajakan


Tentang PPh Pasal 24

Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah peraturan yang mengatur hak wajib


pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk
mengurangi nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia. Tercantum dalam
Pasal 24 ayat 1 UU PPh bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak
dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan
Undang-Undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008) dalam tahun pajak yang
sama. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat 2 UU PPh, besarnya kredit
pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008).

Ketentuan Pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya


pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan
Wajib Pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam
tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di
Indonesia agar wajib pajak tidak terkena pajak ganda.

2021 Pajak Internasional


19 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Berdasarkan PPh Pasal 24, Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) yang
memiliki penghasilan dari kegiatan usaha di luar negeri seperti misalnya
pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, penghasilan berupa bunga,
royalti, dan imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
lainnya, boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di tahun pajak yang
sama.

Aturan ini dibuat untuk meringankan beban pajak ganda yang mungkin
terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
di luar negeri. Pada Pasal 24 ayat 3 Dalam menghitung batas jumlah pajak
yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:
a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan
yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau
bertempat kedudukan;
b. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar
atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan
atau berada;
c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
e. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha
tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
f. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat
lokasi penambangan berada;
g. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat
harta tetap berada; dan

2021 Pajak Internasional


20 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

 Sumber Penghasilan Lainnya

Menurut Gunadi (2007 : 77-79) sumber penghasilan dari kategori lainnya


yaitu:
1. Keuntungan karen penjualan atau pengalihan harta (sumbernya
dinegara tempat harta tersebut terletak)
2. Imbalan karena pengembalian utang (sumbernya ditempat
kedudukan si pembayar atau pihak penanggungbeban imbalan
karena jaminan pengembalian utang)
3. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
(sumbernya dinegara tempat pembayar atau tempat pembebanan
hadiah dan undian)
4. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya (sumbernya dinegara tempat pembayaran bunga)
5. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala (sumbernya
dinegara tempat pembayaran dilakukan)
6. Keuntungan karena pembebasan utang (sumbernya dinegara tempat
penghasilan)
7. Keuntungan karena silisih kurs
8. Penghasilan dari kegaiatan diangkasa luar dan laut lepas
9. Premi asuransi (sumbernya ditempat kedudukan atau keberadaan
pembayar premi)
10. Penghasilan dari selisih lebih kaerena penilaian Kembali aktiva tetap
(revaluasi aktiva tetap), sumbernya dinegara letak aktiva tersebut
bertempat kedudukan)

Menurut peraturan menteri 192/PMK.03/2018 penentuan sumber


penghasilan di luar negeri menggunakan prinsip penentuan sumber
penghasilan di luar negeri yang 8 diatas ditambah dengan Trust. Trust adalah
skema, pengaturan, atau hubungan berdasarkan perjanjian tertulis antara orang

2021 Pajak Internasional


21 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
atau badan yang bertindak selaku pendiri dan orang atau badan yang bertindak
selaku pemegang kepemilikan atas suatu harta dengan kewajiban untuk
mengelola harta tersebut untuk kepentingan penerima manfaat. Penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri dapat
berasal dari Trust yang penentuan sumber penghasilannya adalah negara
tempat Trust tersebut dibentuk atau didirikan yang penentuannya
menggunakan prinsip yang sama dengan yang 8 diatas.

Penghasilan luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dalam


negeri sesuai PMK No 192/PMK.03/2018 Pasal 4 ayat (2) mengatur besarnya
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar
negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai berikut:
1. penghasilan usaha termasuk penghasilan dari cabang atau
perwakilan WPDN di luar negeri adalah sebesar penghasilan neto;
2. penghasilan yang berasal dari Trust di luar negeri adalah sebesar
penghasilan neto atau bagian penghasilan neto yang diterima atau
diperoleh WPDN; dan
3. penghasilan lainnya adalah sebesar penghasilan neto.

Undang-undang PPh secara umum mengenakan pajak penghasilan


berdasarkan penghasilan neto. Dasar pengenaan pajak (DPP) -nya adalah
penghasilan neto. Disebut juga penghasilan kena pajak. Jadi, penghasilan neto
secara umum adalah penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya. Penghasilan
usaha biasanya terdapat pembukuan. Ada laporan keuangan. Penghasilan neto
tentunya semua penghasilan dikurang biaya-biaya yang secara fiskal boleh
dibiayakan.

Penghasilan terkait penjualan harta dikenal istilah capital gain


berdasarkan penghasilan neto. Terkait penghasilan passive income,
penghasilan yang dikenakan adalah penghasilan bruto. Biasanya, passive
income hampir tidak ada biaya terkait penghasilan tersebut. Contoh: dividen,
royalti. Penghasilan berupa imbalan atas pekerjaan, tentu akan ada beberapa
biaya untuk mendapatkan penghasilan tersebut. Jika pekerjaan jasa profesi,

2021 Pajak Internasional


22 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
setidaknya biaya transpot dan akomodasi. Penghasilan dari luar negeri yang
dikenai PPh final. Pengaturan tentang penghasilan neto membuktikan bahwa
semua penghasilan dari luar negeri harus dikenai PPh umum dan tarif Pasal 17.

Contohnya pada saat penjualan tanah dan bangunan. Jika tanah dan
bangunan tersebut berlokasi di Indonesia, maka dikenai PPh Final dengan tarif
2,5%. Tetapi jika lokasi tanah dan bangunan tersebut berada di luar negeri
maka dikenai Pasal 17 dari capital gain. Begitu juga dengan bunga tabungan
atau deposito. Jika uang kita berada di bank yang berada di Indonesia, maka
bank sudah memotong PPh final. Tetapi jika uang kita disimpan atau
didepositokan di luar negeri, maka atas penghasilan bunga tersebut dikenai
PPh umum dengan tarif Pasal 17.

 Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri (Sesuai PPh Pasal 24)

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di


luar negeri, wajib pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur
Jenderal Pajak dengan dilampiri:
• Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
• Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri
• Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di
luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT tahunan
PPh.

 Kerugian BUT Tidak Boleh Digabungkan Dengan Penghasilan di Dalam


Negeri
Contoh: Tn. Ananda memiliki usaha di Thailand. Unit usaha di
Thailand ini merupakan cabang atau perwakilan dari subjek pajak dalam
negeri di Indonesia. Subjek pajak dimaksud bisa orang pribadi atau badan.
Atas penghasilan neto BUT di luar negeri, maka penghasilan neto tersebut
wajib digabungkan dengan penghasilan neto dalam negeri. Sebaliknya, jika
BUT di luar negeri mengalami kerugian, maka kerugian tersebut berhenti di

2021 Pajak Internasional


23 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
luar negeri. Tidak boleh dibawah atau digabungkan dengan penghasilan
neto dalam negeri.
Hal ini diatur di Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan nomor
192/PMK.03/2018 bahwa Wajib Pajak Dalam Negeri tidak dapat
memperhitungkan:
 kerugian usaha dari cabang atau perwakilan di luar negeri,
termasuk kerugian usaha dari cabang atau perwakilan di luar
negeri yang diperoleh setelah memperhitungkan kerugian yang
diperoleh dari harta atau kegiatan yang memiliki hubungan efektif
dengan cabang atau perwakilan WPDN di luar negeri; dan
 kerugian lain yang diderita di luar negeri.
Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan nomor 192/PMK.03/2018
mengatur bahwa penghasilan luar negeri harus “ditarik” ke dalam negeri
pada tahun perolehan atau tahun diterimanya penghasilan neto.

 Penggabungan Penghasilan (Tahun Pajak diterimanya atau diperolehnya


penghasilan dari sumber penghasilan di luar negeri) ditentukan sebagai
berikut:
• untuk penghasilan usaha merupakan Tahun Pajak diperolehnya
penghasilan tersebut;
• dalam hal Trust di luar negeri dikenai pajak penghasilan di tingkat Trust
merupakan Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
• dalam hal Trust di luar negeri tidak dikenai pajak penghasilan di tingkat
Trust merupakan Tahun Pajak diperolehnya atau diterimanya
penghasilan tersebut, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu;
• untuk penghasilan lainnya merupakan Tahun Pajak diterimanya
penghasilan tersebut.
Contoh penghasilan yang digabungkan di Lampiran Peraturan
Menteri Keuangan nomor 192/PMK.03/2018:
PT XYZ dalam Tahun Pajak 2020 menerima dan memperoleh penghasilan
neto yang berasal dari luar Indonesia sebagai berikut:
• Penghasilan usaha dari cabang PT XYZ di negara V dalam
Tahun Pajak 2020 sebesar Rp800.000.000,00;

2021 Pajak Internasional


24 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
• Menerima dividen dari ABC Ltd. di negara W sebesar
Rp200.000.000,00 atas penyertaan modal langsung sebesar
25% dari jumlah saham yang disetor. Saham ABC Ltd.
diperdagangkan di bursa efek di negara W. Dividen dari ABC
Ltd. tersebut berasal dari laba tahun 2018 yang ditetapkan dalam
rapat umum pemegang saham tahun 2019 dan diterima pada
bulan Februari 2020;
• Bunga semester kedua tahun 2020 sebesar Rp100.000.000,00
dari STU Sdn. Bhd. di negara Y yang diterima pada bulan Juli
2020;
• Keuntungan dari penjualan harta berupa saham XYZ Ltd. di
negara W sebesar Rp50.000.000,00 yang diterima pada bulan
Desember 2020; dan
• menerima dividen dari PQR Corp. di negara X sebesar
Rp75.000.000,00 atas penyertaan modal langsung sebesar 75%
dari jumlah saham yang disetor. Saham PQR Corp. tidak
diperdagangkan di bursa efek. Dividen dari PQR Corp. tersebut
berasal dari laba tahun 2020 yang berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penetapan saat
diperolehnya dividen dan dasar penghitungannya oleh WPDN
atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain
badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, ditetapkan
diperoleh pada Tahun Pajak tahun 2020.

Penggabungan penghasilan yang bersumber dari luar negeri


tersebut dengan penghasilan dalam negeri dilakukan sebagai
berikut:
1. penghasilan usaha dari cabang PT Indologo Satu di negara V
digabungkan dengan penghasilan dalam negeri pada Tahun
Pajak 2020 yang merupakan Tahun Pajak diperolehnya
penghasilan usaha.

2021 Pajak Internasional


25 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
2. dividen dari ABC Ltd. digabungkan dengan penghasilan dalam
negeri pada Tahun Pajak 2020 yang merupakan Tahun Pajak
diterimanya penghasilan berupa dividen;
3. bunga dari STU Sdn. Bhd. digabungkan dengan penghasilan
dalam negeri pada Tahun Pajak 2020 yang merupakan Tahun
Pajak diterimanya penghasilan berupa bunga;
4. keuntungan dari penjualan harta berupa saham ABCs Ltd. di
negara W digabungkan dengan penghasilan dalam negeri pada
Tahun Pajak 2020 yang merupakan Tahun Pajak diterimanya
penghasilan berupa keuntungan dari penjualan harta tersebut;
dan
5. penggabungan penghasilan dividen dari PQR Corp. dilakukan
sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai
penetapan saat diperolehnya dividen dan dasar
penghitungannya oleh WPDN atas penyertaan modal pada
badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual
sahamnya di bursa efek.

 Ketentuan Limitasi Per Negara (per country limitation)


PPh Luar Negeri dapat dikreditkan pada Tahun Pajak dilakukannya
penggabungan penghasilan, baik saat diperoleh atau saat diterima sesuai
jenis penghasilannya. Penghitungan PPh Luar Negeri yang dapat
dikreditkan dilakukan per jenis penghasilan untuk tiap negara atau
yurisdiksi. Jadi Wajib Pajak harus memilah-milah penghasilan per negara.
Pemilahan ini terkait dengan jumlah maksimal yang dapat dikreditkan. Ada
limitasi per negara (per country limitation). Mungkin tidak 100% kredit pajak
luar negeri dapat diperhitungkan.
Dalam menghitung besarnya PPh Luar Negeri yang dapat
dikreditkan per jenis penghasilan untuk tiap negara atau yurisdiksi,
penentuan negara atau yurisdiksi yang menjadi sumber penghasilan di luar
negeri. Besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan ditentukan
berdasarkan jumlah yang paling sedikit di antara:

2021 Pajak Internasional


26 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
1. jumlah pajak penghasilan yang seharusnya terutang, dibayar, atau
dipotong di luar negeri dengan memperhatikan ketentuan dalam
P3B, dalam hal terdapat P3B yang telah berlaku efektif;
2. jumlah PPh Luar Negeri; dan
3. jumlah tertentu yang dihitung menurut perbandingan antara
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan
di luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan
Pajak Penghasilan yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak,
paling tinggi sebesar Pajak Penghasilan yang terutang tersebut.

Ketentuan terbaru mengharuskan Wajib Pajak Dalam Negeri untuk


membandingkan mana yang paling kecil. Karena angka per negara yang
paling kecil yang diakui. Sekarang memasukkan PPh “yang seharusnya
terutang” sesuai ketentuan P3B. Artinya jika kita bayar pajak di luar negeri
tapi tidak memanfaatkan ketentuan P3B, maka pasti ada kredit pajak yang
tidak dapat diakui. Tarif P3B (tax treaty) selalu lebih rendah. Dalam hal
Wajib Pajak Dalam Negeri menerima atau memperoleh penghasilan yang
bersumber dari negara atau yurisdiksi mempunyai P3B dengan Indonesia
yang telah berlaku efektif, jumlah maksimal pemajakan di negara sumber
atas jenis-jenis penghasilan tertentu seperti dividen, bunga, royalti dan,
dalam hal diatur secara khusus seperti imbalan sehubungan jasa teknik,
juga menjadi penentu dalam menghitung besarnya PPh Luar Negeri yang
dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan terutang di dalam negeri.
Dalam hal berdasarkan ketentuan dalam P3B mengatur bahwa suatu
jenis penghasilan hanya dapat dikenai pajak di Indonesia, PPh Luar Negeri
atas penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang di Indonesia.
Contoh Kredit Pajak Luar Negeri Yang Dapat Diperhitungkan di
Lampiran Peraturan Menteri Keuangan nomor 192/PMK.03/2018.
Penghitungan besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan dilakukan
sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri ini.
Penghitungan PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan tersebut dilakukan
per jenis penghasilan untuk tiap negara atau yurisdiksi.

2021 Pajak Internasional


27 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 Contoh Penghitungan PPh Pasal 24 ayat 3

 Penggabungan Penghasilan
PT Indonesia Merdeka menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber
luar negeri dalam tahun 2018 sebagai berikut:
1. Hasil usaha di negara Prancis dalam Tahun Pajak 2020 sebesar
Rp700.000.000,00
2. Di negara Inggris, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di “ABC
Com sebesar Rpl.000.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2012
yang ditetapkan RUPS tahun 2014, dan baru dibayarkan tahun 2020.
3. Di negara Jerman, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak
75% di “DEF Corp.” Sebesar Rp2.000.000.000,00. Saham tersebut tidak
diperdagangkan di bursa efek. Dividen tersebut berasal dari keuntungan
saham 2017 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan
diperoleh tahun 2020.
4. Penghasilan berupa bunga semester Il tahun 2020 sebesar
Rp500.000.000,.00 dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut
baru akan diterima pada bulan April 2021

Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan PT


Indonesia Merdeka dari dalam negeri dalam Tahun Pajak 2020 adalah
penghasilan pada angka 1, 2, dan 3 Sementara itu, penghasilan pada angka 4
digabungkan dengan penghasilan PT Indonesia Merdeka dari dalam negeri dalam
Tahun Pajak 2021.

 Batas Maksimum Kredit Pajak


PT Fenomena memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2020 sebagai berikut:
1. Penghasilan dari luar negeri Rp5.000.000.000,00, dengan tarif pajak
sebesar 40%.
2. Penghasilan usaha di Indonesia Rp4.000.000.000,00.

Maka Jumlah penghasilan neto adalah:


Rp. 5.000.000.000,00 + Rp4.000.000.000,00- Rp9.000.000.000,00

2021 Pajak Internasional


28 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan
berikut
 PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah:
40% x Rp5.000.000.000,00 - Rp2.000.000.000,00
(Rp5.000.000.000,00 : Rp9.000.000.000,00) x Rp2.250.000.000,00 =
Rp 1.250.000.000,00
 PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp9.000.000.000,00 x 25% =
Rp2.250.000.000,00
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar
Rp1.250.000.000,00.

 Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara ( Per Country


Limitation)
PT Laba Terukur memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai
berikut:
1. Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp2.000.000.000,00 dengan
tarif paja sebesar 35% (Rp700.000.000,00).
2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rpl.000,000,000,00 dengan
tarif pajak sebesar 20% (Rp200.000.000,00).
3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp5.000.000.000,00.
Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
 Penghasilan luar negeri
 Laba di negara A Rp. 2.000.000.000,00
 Laba di negara B Rp. 1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan Rp. 3.000.000.000,00
 Penghasilan dalam negeri Rp. 5.000.000.000.00

Jumlah penghasilan neto atau Penghasilan Kena Pajaknya adalah


Rp. 3.000.000.000,00 + Rp5.000.000.000,00 = Rp8.000.000.000,00

PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp8.000.000.000,00 x 25% =


Rp2.000.000.000,00

2021 Pajak Internasional


29 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:
 Untuk negara A:
(Rp2.000.000.000,00 : Rp8.000.000.000,00) x Rp 2.000,000.000,00
= Rp500.000.000,00
Pajak terutang di negara A sebesar Rp700.000.000,00 maka
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah
Rp500.000.000,00.

 Untuk negara B:
(Rp 1.000.000.000,00: Rp8.000.000.000,00) x Rp2.000.000.0O0,00
= Rp250.000.000,00.
Pajak terutang di negara B sebesar Rp200.000.000,00 maka
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah
Rp250.000.000,00.

Sehingga jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar
Mp500.000.000,00 + Rp250.000.000,00 = Rp750.000.000,00.

 Rugi Usaha di Luar Negeri


Contoh PT SENANG HATI dalam Tahun Pajak 2020 menerima dan memperoleh
penghasilan neto sebagai berikut:
• di negara X, PT SENANG HATI memperoleh penghasilan usaha sebesar
Rp1.000.000.000;00 dan dikenai PPh Luar Negeri sebesar
Rp300.000.000,00;
• di negara Y, PT SENANG HATI menerima penghasilan berupa bunga
sebesar Rp3.000.000.000,00 dan dikenai PPh Luar Negeri sebesar
Rp450.000.000,00, tidak terdapat pengurang penghasilan bruto atas
penghasilan berupa bunga tersebut;
• di negara Z, PT SENANG HATI menderita kerugian dari penjualan harta
sebesar Rp250.000.000,00; dan
• penghasilan neto dalam negeri sebesar Rp4.000.000.000,00
Tidak ada P3B antara Indonesia dengan negara X, negara Y, dan negara Z.

2021 Pajak Internasional


30 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Besarnya Pajak Penghasilan terutang atas seluruh penghasilan dihitung sebagai
berikut:

Besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan per jenis penghasilan untuk tiap
negara atau yurisdiksi dilakukan sebagai berikut:

Dikarenakan jumlah tertentu sebesar Rp250.000.000,00, lebih kecil dibandingkan


dengan PPh Luar Negeri atas penghasilan usaha dari negara X, maka jumlah PPh
Luar Negeri atas penghasilan usaha dari negara X yang dapat dikreditkan dengan
Pajak Penghasilan terutang di dalam negeri hanya sebesar jumlah tertentu, yaitu
sebesar Rp250.000.000,00. Bukan Rp300.000.000,00 seperti yang sudah dibayar
di Negara X.

Dikarenakan jumlah PPh Luar Negeri atas penghasilan bunga dari negara Y
sebesar Rp450.000.000,00 lebih kecil dibandingkan dengan jumlah tertentu, maka
jumlah PPh Luar Negeri atas penghasilan bunga dari negara Y yang dapat
dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang di dalam negeri hanya sebesar
PPh Luar Negeri, yaitu sebesar Rp450.000.000,00.

2021 Pajak Internasional


31 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Dengan demikian, jumlah PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan oleh PT
Indologo Tiga terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di dalam negeri adalah
sebesar Rp700.000.000,00 (yaitu Rp 250.000.000,00 ditambah Rp
450.000.000,00).

Kerugian dari negara Z tidak dapat digabungkan dalam menghitung Penghasilan


Kena Pajak.

2021 Pajak Internasional


32 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunadi. 2007. Perpajakan Internasional. Jakarta: Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia
2. Halim, Abdul, Icuk Rangga Bawono, dkk. 2019. Perpajakan (Konsep,
Aplikasi, Contoh dan Studi Kasus). Jakarta: Salemba Empat
3. Kementrian Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak. 2013. Buku
Panduan Untuk PPh (Pajak Penghasilan). Jakarta: `Direktorat Jenderal
Pajak.
4. Mardiasmo. 2019. Perpajakan. Jakarta: 1st Published.
5. Organization of Economic Cooperation and Development Model
Conventions for Avoidance of Double Taxation of Income and Capital
(OECD). 2010. Jakarta: OECD Publisher.
6. Rasmini dkk. 2019. Pajak Penghasilan III. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka.
7. Simanjuntak, Timbul Hamonangan. 2019. Perpajakan Internasional.
Yogyakarta: Andi.
8. Undang – Undang (UU) Perpajakan dan aturan pelaksanaannya.

2021 Pajak Internasional


33 Feber Sormin., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai