Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

LATAR BELAKANG & TUJUAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL......................................1


PENGERTIAN PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL, PENYEBAB, DAN MEKANISME
ELIMINASI.........................................................................................................................................1
Pengertian umum............................................................................................................................1
Tipe Pajak Berganda Internasional...............................................................................................3
Penyebab Terjadinya Pajak Berganda Internasional...................................................................4
Mekanisme Eliminasi Pajak Berganda Internasional...................................................................4
RUANG LINGKUP PERPAJAKAN INTERNASIONAL...............................................................7
a. Taxing Inbound Income..........................................................................................................7
b. Taxing Outbound Income.......................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................13

0
LATAR BELAKANG & TUJUAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Pajak internasional ada karena akibat dari adanya globalisasi dimana seluruh dunia bisa

saling berintergrasi satu sama lain. Indonesia adalah bagian dari dunia Internasional,

dalam era globalisasi Indonesia perlu menjalin hubungan dengan negara lain. Oleh

karena itu, muncul percepatan arus cross border dimana ada transaksi-transaksi lintas

batas yang saling menguntungkan dan mengizinkan entitas asing untuk melakukan

kegiatan ekonomi dan memperoleh penghasilan di Indonesia. Penghasilan dari entitas

asing di dalam negeri dapat menjadi cumber pendapatan pajak untuk negara. Menurut

benefit theory of taxation, pemajakan ini bisa dilakukan karena terdapat hubungan

(economic attachment) antara Indonesia sebagai negara sumber (Source State) dengan

aktivitas yang memberikan penghasilan tersebut. Tetapi, penghasilan dari kegiatan

entitas asing di indonesia, dapat menjadi objek pajak bagi negara asalnya. Maka

diperlukannya peraturan perpajakan internasional yang mengatur pemajakan

penghasilan entitas asing di dalam negeri dan penghasilan entitas dalam negeri di luar

negeri. Peraturan perpajakan internasional bertujuan untuk menghindari terjadinya

pemajakan berganda yang memberatkan wajib pajak masing-masing negara.

PENGERTIAN PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL, PENYEBAB, DAN


MEKANISME ELIMINASI

Pengertian umum

Nechtle dalam bukunya yang berjudul “Basic Poblems in International Fiscal Law”

(1979) membedakan pegertian pajak berganda secara luas (wider sense) dan secara

sempit (narrower sense).

1
Secara luas, pajak berganda meliputi setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan

lainnya lebih dari satu kali, yang dapat berganda (double tacation) atau lebih (multiple

taxation) atas suatu fakta fiskal (subjek dan atau objek pajak). Sesuai dengan negara

(yuridiksi) pemungut pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda internal

(domestik) dan pajak berganda international.

Secara sempit (narrower sense), pajak berganda dianggap dapat terjada pada semua

kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu

administrasi pajak yang sama.

Pajak berganda internasional diartikan sebagai pengenaan jenis pajak oleh dua negara

(atau lebih) terhadap satu objek pajak yang sama dan subjek pajak yang sama dalam

satu periode yang identik (pajak ganda international yuridis). Dapat pula diartikan

sebagai pengenaan jenis pajak yang sama oleh dua negara (atau lebih) terhadap subjek

pajak yang berlainan atas objek pajak yang sama (pajak ganda internasional ekonomis).

Dalam pasal 23 A dan 23 B model P3B OEC membedakan pajak berganda yuridis

(juridica double taxation) dengan pajak ganda ekonomis (economical double taxation)

yaitu Pajak berganda yuridis terjadi apabila atas penghasilan yang sama yang diterima

oleh orang yang sama dikenakan pajak oleh lebih dari satu negara sedangkan pajak

berganda ekonomis terjadi apabila dua orang yang berbeda (secara hukum) dikenakan

pajak atas suatu penghasilan yang sama (atau identik).

Contoh :

Mr A tinggal di negara A melakukan investasi ke perusahaan X –corps yang

berkedudukan di negara B. Suatu waktu ketika perusahaan X-corps membagikan

deviden dan Mr. A juga memperolehkan. Ketika Mr A menerima deviden atas

investasinya dia terkena pajak di negara A tempat tinggalnya.

2
Tipe Pajak Berganda Internasional

Knechtle dalam buku Basic Problems in International Fiscal Law, menyebutkan

beberapa tipe PBI :

a. Faktual dan potensial

PBI timbul karena adanya benturan (over lapping) klaim pemajakan oleh beberapa

administrasi pajak sesuai dengan yurisdiksi pemajakan yang mereka miliki. Apabila

klaim pemajakan tersebut benar-benar dilaksanakan oleh beberapa negara

pemegang yurisdiksi maka akan terjadi PBI faktual.

Besarnya beban pajak yang ditanggung oleh seseorang Wajib Pajak (jika

dibandingkan dengan beban yang harus ditanggung seandainya pemajakan hanya

dilaksanakan oleh satu negara saja). Apabila dari kedua (atau lebih) negara

pemegang klaim pajak, hanya satu negara saja yang melaksanakan klaim pemajakan

tersebut maka akan terjadi PBI potensial.

b. Yuridis dan ekonomis

PBI Yuridis terjadi apabila suatu penghasilan (atau modal) yang sama dikenakan

pajak di tangan orang (subjek) yang sama oleh lebih dari satu negara.

PBI ekonomis terjadi apabila dua orang yang (secara yuridis) berbeda dikenakan

pajak atas suatu penghasilan (atau modal maupun objek) yang sama (oleh lebih dari

satu negara).

PBI ekonomis terjadi jika pemajakan atas objek yang sama terhadap legal subjek

yang berbeda, namun secara ekonomis identik atau setidaknya merupakan para

wajib pajak yang terdapat hubungan (economic identity of subject).

c. Langsung dan tidak langsung.

PBI langsung (direct) terjadi jika aplikasi dua atau lebih ketentuan yang sama pda

satu wajib pajak yang sama.

3
PBI tidak langsung (indirect) tejadi dari pemajakan atas satu hal yang sama (setara

dengan PBI ekonomis). PBI tidak langsung secara teoritis lebih komprehensif dan

luas dari PBI ekonomis.

Penyebab Terjadinya Pajak Berganda Internasional

Penyebab terjadinya Pajak berganda internasional karena adanya perbedaan Conflict of

Princip dari masing-masing negara dalam mengenakan pajak bagi warga negaranya.

Setiap negara mempunyai sistem pajak yang berbeda. (azas personality dan azas

domisili)

Contohnya seperti konflik antara negara yang menganut world wide income basis dan

negara yang menganut resources income untuk menentukan objek pajak

penghasilannya. Contoh lainnya yaitu konflik antara negara nationality (berdasarkan

warga negara) dengan negara yang menganut prinsip domicile dalam menentukan

subjek pajaknya. Negara yang menganut azas ius sanguinis dengan ius soli (dual

residence) juga bisa menjadi konflik antar negara karena berhubungan dengan

menentukan warga negaranya di negara mana sehingga perorangan tersebut termasuk

wajib pajak di negara mana.

Mekanisme Eliminasi Pajak Berganda Internasional

Mekanisme eliminasi pajak berganda internasional dapat dilakukan melalui beberapa

pendekatan antara lain,

1. Unilateral (sepihak)

Pendekatan unilateral ini merupakan kebijakan dari negara itu sendiri, dimana negara

yang bersangkuatan memasukkan dalam perundang-undangan pajaknya ketentuan

untuk menghindari pajak berganda seperti :

4
a. Exemption yang didasarkan pada pure territorial principle atau restricted terrirorial

principle

b. Tax credit yang dapat dibedakan menjadi direct tax credit, indirect tax credit, dan

fictious tax credit/tax sparing

contohnya yaitu peraturan mengenai kredit pajak luar negeri (KPLN).

PT A (WPDN)

Penghasilan dalam negeri : 300 juta

Penghasilan luar negeri : 100 juta (kena pajak di luar negeri sebesar

20%)

World wide income : 400 juta

PPh badan (25%) : 100 juta

KPLN : (20 juta)

PPh yang dibayar di dalam negeri : 80 juta

Apabila tidak ada peraturan kredit pajak luar negeri, maka ada resiko pajak berganda

internasional dimana PT A membayar pajak luar negeri sebesar 20 juta, dan membayar

pajak dalam negeri sebesar 100 juta (perhitungan pajak terutang PT A tanpa adanya

kredit pajak sebesar 20 juta yang sudah dibayar diluar negeri.)

Dalam menghitung pajak, kerugian dari luar negeri tidak dapat dikompensasi di dalam

negeri karena jika kerugian dari luar negeri dibebankan di negara domisili (tempat

tinggal) maka akan takut terjadi penanggungan berganda.

2. Bilateral (antar dua negara)

Pendekatan bilateral dilakukan dengan melakukan perjanjian pajak antar negara yang

dikenal dengan istilah tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).

Untuk negara Indonesia telah memiliki Tax Treaty denagn 57 negara.

Tujuan P3B sendiri antara lain:

5
a. Membagi hak pemajakan dan menghindarkan pengenaan pajak berganda dalam

pelaksanaan aturan perpajakan antara negara.

b. Mencegah penggelapan atau penyelundupan pajak

c. Peningkatan sumber daya manusia

d. Pertukaran informasi untuk mencegah penghindaran pajak

e. Keadilan dalam hal pemajakan penduduk dari negara yang terlibat dalam perjanjian.

f. Peningkatan investasi modal dari luar negeri ke dalam negeri

Contohnya adalah pelepasan hak pemajakan sebagian pada jenis peghasilan passive

income dan pelepasan hak pemajakan seluruhnya pada jenis penghasilan active income.

3. Multilateral (antar lebih dari dua negara)

Pendekatan multilateral melibatkan lebih dari dua negara. Secara regional (misalnya

negar-negara skandinavia), negara yang berada dalam satu kawasan dapat menutup P3B

secara bersama-sama. Karena merupakan kesepakatan bersama, pemberian keringanan

P3B dapat lebih bersifat harmonisasi (atau malahan unifikasi) ketentuan perpajakan

masing-masing negara terkait.

Contohnya adalah Multilateral Instrument (MLI). MLI sendiri adalah modifikasi

pengaturan tax treaty secara serentak, tanpa melalui proses negosiasi bilateral untuk

meminimalisir potensi pajak berganda dan mencegah penghindaran pajak. MLI yang

dikembangkan oleh OECD ditujukan untuk menghindari proses negosiasi perjanjian

yang panjang dan memakan waktu yang lama yang selama ini terjadi pada perjanjian

bilateral.

6
RUANG LINGKUP PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Untuk memudahkan dalam pemahaman tentang pajak internasional khususnya ditinjau

dari Subjek dan Objek Pajak, maka dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) pandangan

yaitu:

a. Taxing Inbound Income

Pemajakan atas Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) orang pribadi atau badan yang

memperoleh penghasilan yang bersumber dari luar negeri.

Subjek pajak:

1. Orang Pribadi

Orang pribadi yang bertempat tinggal diindonesia, berada diindonesia lebih dari 183

hari dalam jangka waktu 12 bulan atau berada diindonesia dan mempunyai niat untuk

bertempat tinggal diindonesia (Pasal 2 ayat (3)a UU PPh) dimana kewajiban pajak

subjektifnya dimulai saat orang pribadi dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat

tinggal diindonesia, berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia

untuk selama-lamanya (Pasal 2A ayat (1) UU PPh)

2. Badan

Badan yang didirikan diindonesia atau bertempat kedudukan diindonesia (Pasal 2 ayat

(2)b UU PPh) dimana kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat badan didirikan

atau bertempat kedudukan diindonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak

lagi bertempat kedudukan diindonesia (Pasal 2A ayat (2) a UU PPh)

3. Pekerja Indonesia Sebagai SPLN

Dalam Rangka memberi kepastian atas perlakuan PPh bagi orang pribadi WNI yang

bekerja diluar negeri, diatur tentang pekerja Indonesia yaitu : orang pribadi WNI yang

7
bekerja diluar negeri >183 hari dalam jangka waktu 12 bulan adalah Subjek Pajak Luar

Negeri (SPLN)

Objek Pajak bagi SPLN adalah penghasilan, yaitu :

Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik

yang berasal dari indonesa maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk

komsumsi atau menambah kekayaan WP yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk

apapun

Elemen-elemen dalam definisi penghasilan mencakup semua :

Apapun jenis penghasilan (maka ekonomis, global income taxation, apapun jenis saat

pengakuan (cash/accrual basis), dari manapun sumber geografis penghasilan

(worldwide income), apapun cara memanfaatannya, dan apapun nama dan bentuknya.

 Objek Pajak : Pasal 4 ayat (1) [tidak termasuk ayat 3]

 Menghitung Pajak : Pasal 16 ayat (1),(2), dan (4)

 Tarif pajak : Pasal 17 ayat (1) a atau b

 Penghilangan pajak berganda pasal 24

b. Taxing Outbound Income

Pemajakan atas Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang

bersumber dari dalam negeri

Penghilangan Pajak Berganda :

1. Diatur dalam pasal 24 UU PPh

2. Berlaku bagi WPDN dan BUT

3. Metode : kredit, per country limitation

4. Mengatur tentang negara sumber dan penghasilan.

8
Source rule dalam pasal 24 UU PPh, diantaranya:

a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta capital gainnya negara tempat badan

yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan

b. Penghasilan bunga,royalty, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak

adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bertempat kedudukan atau

berada

c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak adalah

negara tempat harta tersebut terletak

d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan adalah

negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat

kedudukan atau berada

Pemajakan atas Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang

bersumber dari dalam negeri

Subjek Pajak : SPLN (Orang Pribadi dan Badan)

Objek Pajak : Pasal 26 ayat 1,2,dan4

Menghitung pajak : Pasal 26 ayat 1,2,dan 4

Tarif Pajak : Pasal 26 ayat 1,2 dan 4

Penghilangan pajak berganda, tidak ada

Subjek pajak :

1. Orang Pribadi

Tidak bertempat diindonesia atau berada diindonesia tidak lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 bulan dimana kewajiban pajak subjektif dimulai pada saat orang

pribadi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut (Pasal 2A ayat (4) UU PPh

9
2. Badan

Tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan Indonesia (Pasal 2 ayat 4 UU PPh)

dimana kewajiban pajak subjektif dimulai pada saat badan menerima atai memperoleh

penghasilan dari Indonesia, berakahir pada saat badan tidak lagi menerima atau

memperoleh penghasilan tersebut (Pasal 2A ayat 5 UU PPh)

Objek pajak bagi SPLN

Berdasarkan pasal 26 ayat 1, yaitu penghasilan dengan karakteristik sebagai berikut:

 Penghasilan tertentu (positive/close list),

 Menerapkan konsep substance over form

 Saat terutang: saat dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo

pembayarannya

 Pemotong Pajak: badan pemerintah, SPDN, penyelenggara kegiatan, BUT atau

perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Objek pajaknya pasal 26 ayat 1 :

a. Dividen

b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan tambahan imbalan sehubungan dengan

jaminan pengembalian utang

c. Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan

e. Hadiah dan penghargaan

f. Pension dan pembayaran berkala lainnya

g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya dan atau

h. Keuntungan karena pembebasan utang

10
Objek pajak pasal 26 ayat 2

1. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta diindonesia, kecuali yang diatur

dalam pasal 4 ayat 2, yang diterima atau diperoleh WPLN selain BUT diindonesia dan

2. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri

Saat terutang : Diatur lebih lanjut di PMK

DPP : penghasilan neto yang diatur dengan PMK

Perkiraan penghasilan neto : diatur lebih lanjut dengan PMK

Mekanisme pelunasan : pemotongan / pemungutan

Pemotongan PPh pasal 26 ayat 2

1. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta diindonesia:

Untuk pengalihan saham sesuai KMK-434/KMK.04/1999 = perkiraan penghasilan neto

25%

2. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, perkiraan

penghasilan neto:

 50% bila yang membayar tertanggung

 10% bila yang membayar perusahaan asuransi

 5% bila yang membayar perusahaan reasuransi

Kita mengetahui bahwa negara memiliki kedaulatan untuk mengenakan pajak terhadap

setiap penghasilan setiap individu dan terdapat “connecting factors” antara Negara

dengan suatu transaksi/peristiwa ekonomi yang menimbulkan penghasilan. Dalam

Undang- Undang pajak menerapkan dua prinsip berdasarkan “connecting factors”

tersebut yaitu :

11
Residence Principle (Azas Residensi), Hak Negara mengenakan pajak kepada

seseorang (individu atau badan) karena terdapat “personal attachment”, seperti:

residensi, domisili, kewarganegaraan, tempat pendirian, tempat kedudukan manajemen.

(Worldwide Income)

Source Principle (Azas Sumber), Hak Negara mengenakan pajak kepada seseorang

(individu atau badan) karena terdapat “economic attachment” yaitu penghasilan yang

bersumber di Negara tersebut.

12
DAFTAR PUSTAKA

Doly, Taripar. "Sekilas Tentang Perpajakan Internasional". nusahati. September 18,


2009. http://www.nusahati.com/2009/09/sekilas-tentang-perpajak-internasional/
Hermanto, Ari. "Perpajakan Internasional dan P3B". https://slideplayer.info/slide/4879828/
Aeny, Suci Noor. " Apa Itu Multilateral Instrument?". DDTC. Juni 15,
2017. https://news.ddtc.co.id/apa-itu-multilateral-instrument-10291

SUMBER LAIN
Catatan pribadi tim penulis
Undang – undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

13

Anda mungkin juga menyukai