Anda di halaman 1dari 10

2

MODUL PERKULIAHAN

P322130003
PAJAK INTERNASIONAL

Konsep Dasar Perpajakan


Internasional

Abstrak Sub-CPMK 3

Hukum Pajak Indonesia secara Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan


umum (mengabaikan asas dan memahami Konsep Dasar Perpajakan
domisili) berlaku hanya pada Internasional, Ruang lingkup pajak
subjek dan objek pajak yang internasional, Juridical versus Economic
berada di wilayah Indonesia,
sehingga tidak berlaku pada Double Taxation
subjek pajak (orang pribadi
maupun badan) yang tidak
bertempat tinggal atau
berkedudukan di Indonesia.

Transaksi lintas batas negara dan konsep dasar pemajakannya

Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh

03
Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Fakutas Ekonom dan Bisnis Akuntansi
Transaksi lintas batas negara adalah transaksi antar pihak yang berasal dari dua
negara (ruang lingkup internasional). Hal ini mengakibatkan adanya perlakuan lebih dari
satu yurisdiksi hukum perpajakan dari masing-masing negara. Hukum Pajak Indonesia
secara umum (mengabaikan asas domisili) berlaku hanya pada subjek dan objek pajak
yang berada di wilayah Indonesia, sehingga tidak berlaku pada subjek pajak (orang
pribadi maupun badan) yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia.
Namun, Hukum Pajak Internasional Indonesia dapat berhubungan dengan subyek
maupun obyek yang berada di luar wilayah Indonesia untuk mengatasi keterbatasan
yurisdiksi dan terbenturnya masing-masing hukum di negara yang melakukan transaksi
lintas batas negara.
Konsep Dasar Pemajakan Lintas Batas Negara Menurut Rochmat Sumitro, azas-azas
perpajakan adalah sebagai berikut :
1. Azas Domisili, Berdasarkan azas domisili subyek pajak dikenakan pajak di negara
tempat subyek pajak tersebut berdomisili. Umumnya, negara ini menerapkan
prinsip world wide income, yaitu penghasilan akan dikenakan pajak di negara
domisili, baik yang diperoleh dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Indonesia
termasuk negara yang menggunakan azas ini.
2. Azas Sumber, Berdasarkan azas sumber pajak dikenakan berdasarkan tempat
sumber penghasilan berasal.
3. Azas Kewarganegaraan, Berdasarkan azas kewarganegaraan, pengenaan pajak
didasarkan pada status kewarganegaraan seseorang. Jadi, setiap orang yang
menjadi warga negara di suatu negara akan dikenakan pajak di negara tersebut,
walaupun penghasilannya diterima dari negara lain.
4. Konsep Dasar Pemajakan Lintas Batas Negara Azas Campuran (Domisili,
Sumber, dan Kewarganegaraan)
5. Azas Teritorial Berdasarkan azas ini, pajak dikenakan atas penghasilan yang
diperoleh di wilayah (teritorial) suatu negara. Jadi yang dikenakan pajak hanya
atas penghasilan yang diperoleh dalam wilayah negara tersebut, sehingga atas
penghasilan yang diperoleh dari luar negara tersebut tidak dikenakan pajak.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


2 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Konsep Dasar Pemajakan Lintas Batas Negara
Secara umum, ketentuan pajak internasional suatu negara meliputi dua dimensi luas
yaitu:
1. Pemajakan terhadap WPDN atas Penghasilan Luar Negeri Pemajakan atas
penghasilan luar negeri atau transaksi ke luar batas negara (outward, outbound
transaction) karena umumnya melibatkan eksportasi modal ke mancanegara.
2. Pemajakan terhadap WPLN atas Penghasilan dari Dalam Negeri Pemajakan atas
penghasilan domestik atau transaksi ke dalam batas negara (inward, inbound
transaction) karena umumnya melibatkan importasi modal dari manca negara.
Secara umum, pemajakan penghasilan luar negeri dilakukan oleh negara domisili
(residence country), sedangkan pemajakan penghasilan domestik dilakukan oleh
negara sumber (source country) sesuai yurisdiksi hukum pajak masing-masing
negara. Hal inilah yang dapat menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga
perlu diatur dalam suatu persetujuan antara negara sumber dan negara domisili.
Dengan demikian pemajakan transaksi lintas negara dapat dilakukan dengan
mengacu kepada ketentuan-ketentuan pajak internasional.

Ruang lingkup pajak internasional


Ruang lingkup pajak internasional meliputi aturan pajak internasional yang sudah ada
dalam UU Pajak Indonesia, aturan perpajakan yang ada di UU Pajak Negara lain yang
bersinggungan serta persetujuan penghindaran pajak tax treaty yang telah dibuat
Indonesia dengan negara lain.

Juridical versus Economic Double Taxation


Dalam komentar atau Pasal 23 A dan 23 B model P3B OECD membedakan
antara pajak berganda yuridis (juridical double taxation) dengan pajak ganda ekonomis
(economic double taxation). Pajak berganda yuridis terjadi apabila atas penghasilan yang
sama yang diterima oleh orang yang sama dikenakan pajak oleh lebih dari satu negara,
sedangkan pajak berganda ekonomis terjadi apabila dua orang yang berbeda (secara
hukum) dikenakan pajak atas suatu penghasilan yang sama (atau identik).
Atas perbedaan tersebut Arnold dan McIntyre (2002) menyebutkan sebagai definisi legal
atas Pajak Berganda Internasional (sebutan lain dari PBI yuridis) dan konsep ekonomis
yang luas atas PBI. Berdasar definisi legal, pemajakan badan usaha (atau perusahaan
induk) oleh suatu Negara dan pemajakan atas pemegang saham (atau perusahaan

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


3 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
anak) oleh negara lain bukanlah suatu pajak berganda karena mereka merupakan
dua subjek hukum yang berbeda. Namun demikian, secara ekonomis PBI terjadi dalam
kasus badan dengan pemegang sahamnya karena mereka merupakan satu kesatuan
ekonomis. Pajak berganda ekonomis dapat terjadi apabila penghasilan dikenakan pajak
pada persekutuan dan kepada sekutu, atau kepada lembaga wali amanat (trust) dan
pemilik manfaat amanat (beneficiaries), dan pemajakan penghasilan pada keluarga dan
anggota keluarga.
Sedangkan Knechtle dalam bukunya yang berjudul Basic Poblems in International
Fiscal Law (1979) membedakan pegertian pajak berganda secara luas (wider sense) dan
secara sempit (narrower sense): Secara luas, pajak berganda meliputi setiap bentuk
pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, yang dapat berganda
(double tacation) atau lebih (multiple taxation) atas suatu fakta fiskal (subjek dan atau
objek pajak). Sesuai dengan negara (yurisdiksi) pemungut pajaknya, dapat
dikelompokkan menjadi pajak berganda internal (domestik) dan pajak berganda
international. Secara sempit (narrower sense), pajak berganda dianggap dapat terjada
pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak
dalam satu administrasi pajak yang sama.
Pengertian pajak berganda international merupakan pengenaan jenis pajak yang
sama oleh dua negara (atau lebih) terhadap subjek pajak dan atas objek pajak yang
sama, serta dalam periode yang identik (pajak ganda international yuridis). Dapat pula
diartikan sebagai pengenaan jenis pajak yang sama oleh dua negara (atau lebih)
terhadap subjek pajak yang berlainan atas objek pajak yang sama (pajak ganda
internasional ekonomis).
Contoh : Mr A tinggal di negara A melakukan investasi ke perusahaan X corps yang
berkedudukan di negara B. Suatu waktu ketika perusahaan X- corps membagikan
deviden dan Mr. A juga memperolehkan. Ketika Mr A menerima deviden atas investasinya
dia terkena pajak di negara A tempat tinggalnya.

UNSUR PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL


Apabila pemajakan berganda (double atau mutiple taxation) dilakukan oleh
beberapa administrasi pajak (berdasarkan ketentuan pemajakan domestik dari tiap
negara) maka terdapat pajak berganda internasional (internatioan double taxation).
Secara teoritis dan normatif, istilah pajak berganda international meliputi beberapa unsur:
1. Pengenaan pajak oleh beberapa otoritas pemajakan atas beberapa kriteria
identitas.
2. Identitas subjek pajak (wajib pajak yang sama)

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


4 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
3. Identitas objek pajak (objek pajak yang sama)
4. Identitas masa pajak
5. Identitas (atau kesamaan) pajak.
Sesuai unsur-unsur tersebut diatas maka pajak berganda internasional dapat terjadi
apabila beberapa negara mengenakan pajak yang sama (sejenis atau setara)
terhadap satu wajib pajak atas objek pajak yang sama untuk masa pajak yang sama
pula.

TIPE PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL


1. Faktual dan potensial
PBI timbul karena adanya benturan (over lapping) klaim pemajakan oleh beberapa
administrasi pajak sesuai dengan yurisdiksi pemajakan yang mereka miliki.
Apabila klaim pemajakan tersebut benar-benar dilaksanakan oleh beberapa
negara pemegang yurisdiksi maka akan terjadi PBI faktual. Besarnya beban pajak
yang ditanggung oleh seseorang Wajib Pajak (jika dibandingkan dengan beban
yang harus ditanggung seandainya pemajakan hanya dilaksanakan oleh satu
negara saja). Apabila dari kedua (atau lebih) negara pemegang klaim pajak, hanya
satu negara saja yang melaksanakan klaim pemajakan tersebut maka akan terjadi
PBI potensial.
2. Yuridis dan ekonomis
PBI Yuridis terjadi apabila suatu penghasilan (atau modal) yang sama dikenakan
pajak di tangan orang (subjek) yang sama oleh lebih dari satu negara. PBI
ekonomis terjadi apabila dua orang yang (secara yuridis) berbeda dikenakan pajak
atas suatu penghasilan (atau modal maupun objek) yang sama (oleh lebih dari
satu negara). PBI ekonomis terjadi jika pemajakan atas objek yang sama terhadap
legal subjek yang berbeda, namun secara ekonomis identik atau setidaknya
merupakan para wajib pajak yang terdapat hubungan (economic identity of
subject).
3. Langsung dan tidak langsung.
PBI langsung (direct) terjadi jika aplikasi dua atau lebih ketentuan yang sama pada
satu wajib pajak yang sama. PBI tidak langsung (indirect) tejadi dari pemajakan
atas satu hal yang sama (setara dengan PBI ekonomis). PBI tidak langsung
secara teoritis lebih komprehensif dan luas dari PBI ekonomis.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


5 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Hukum Pajak Internasional
Ottmar buhler membagi Hukum Pajak Internasional dalam arti sempit dan hukum pajak
internasional dalam arti luas.
Hukum Pajak Internasional dalam arti sempit adalah “Kaedah-kaedah norma hukum
perselisihan yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum internasional),”
Hukum Pajak dalam arti luas ialah: “Kaedah-kaedah hukum antar bangsa ini ditambah
peraturan nasional yang mempunyai obyek hukum perselisihan, khususnya tentang
perpajakan.” (Agus Setiawan, 2006).

Teicher memberikan kesimpulan bahwa dalam hukum pajak internasional dalam


arti luas termasuk sebagai berikut:
Hukum Pajak Internasional dan Nasional
Hukum yang mengatur perjanjian pajak untuk mencegah pajak ganda dan lain-lain
perjanjian internasional;
Bagian dari hukum antar bangsa, yaitu: Peraturan hukum yang mengandung soal-soal
pajak dalam hukum internasional/antar bangsa yang diakui secara umum;
1. Menurut Rosendorff, Hukum Pajak Internasional sebagai keseluruhan Hukum
Pajak Nasional dari semua negara yang ada di Dunia.
2. Menurut Rochmat Soemitro menyatakan bahwa Hukum Pajak Internasional
adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaidah yang berasal dari traktat
antar negara dan dari prinsip atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negara-
negara di dunia”.
3. Menurut PJA Adriani, menyatakan bahwa Hukum Pajak Internasional adalah
keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur soal
penyedotan daya beli itu di masing-masing negara.

Pengertian Hukum Pajak Internasional itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas
dari pada pengertian Pajak Ganda dan Hukum Pajak Nasional itu termasuk di dalam
Hukum Pajak Internasional. Hukum Pajak Internasional merupakan suatu kesatuan
hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam Undang-undang nasional
mengenai :
1. Pengenaan pajak terhadap orang-orang luar negeri;
2. Peraturan-peraturan nasional untuk menghindari pajak ganda;
3. Traktat-traktat.

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


6 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Menurut Negara-negara Anglo Saxon, hukum Pajak Internasional dibagi sebagai berikut :
1. Hukum Pajak Nasional mengatur Hukum Pajak Luar Negeri (National External
Tax Law); merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat ketentuan-
ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai di luar
batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik mengenai obyeknya
(sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subyeknya (subyek ada di Luar
Negeri).
2. Hukum Pajak Luar Negeri (Foreign Tax law); keseluruhan perundang-undangan
dan peraturan-peraturan dari negara-negara yang ada di seluruh dunia.
3. Hukum Pajak Internsional (Internasioanal Tax Law). Internasional Tax Law
dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum
Pajak Internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang
berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh
Negara-negara di Dunia, mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antara
negara yang saling mempunyai kepentingan.
Sedangkan Hukum Pajak Internasional dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah
baik yang berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak
yang diterima baik oleh negara-negara di dunia,maupun kaedah-kaedah nasional
yang mempunyai sebagai obyeknya pangenaan pajak dalam mana dapat ditunjukan
adanya unsur-unsur asing, hal mana mungkin dapat menimbulkan bentrokan antara
dua negara atau lebih.

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam membahas


kebijakan pajak internasional di Indonesia akan tetap berdasar atau merujuk pada
ketetapan yang tertuang dalam Undang-undang Pajak Penghasilan yaitu Undang-undang
Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Lebih
khusus mengenai ketentuan pajak internasional tersebut diatur dalam Pasal 24 UU Pajak
Penghasilan.

Sumber hukum pajak internasional


Sumber-sumber Hukum Pajak Intenasional terlalu luas jika ingin kita kaji, sehingga
dipersempit hanya terkait dengan Negara Indonesia,
Prof. Dr. Rochmat Soemitro dalam bukunya Hukum Pajak Internasional Indonesia
menyebutkan bahwa ada beberapa sumber hukum pajak internasional, yaitu:

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


7 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
1. Hukum Pajak Nasional/Unilateral yang mengandung unsur asing, dalam hal ini
diambil contoh dari Undang-Undang PPh dan Undang-Undang PPN.
Kaedah Hukum Pajak Nasional/Unilateral yang mengandung unsur asing,
antara lain:
1. Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh)
tentang “Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan negara
lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan
pajak.”;
2. Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang : Subjek Pajak Luar
Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT);
3. Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk
Subyek Pajak;
4. Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 5 ayat (2) UU PPh) tentang: Peraturan
Perpajakan Nasional  (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subyek Pajak
Bentuk Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak
Termasuk Subjek Pajak Usaha Tetap;
5. Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang: Hubungan
Istimewa, Bilamana Terdapat Ketidakwajaran dalam Perpajakan;
6. Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang: Kredit Pajak Luar
Negeri;
7. Peraturan Perpajakan Nasianal (Pasal 26 UU PPh) tentang: Pemotongan Pajak
atas Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2. Traktat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik secara
bilateral maupun multilateral. Perjanjian bilateral; Perjanjian ini diwujudkan dengan
adanya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Perjanjian yang sifatnya multilateral yaitu, Indonesia terikat dalam Perjanjian
Perpajakan dengan model Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD), maupun model United Nations (UN) yang merupakan acuan dalam rangka
perundingan perjanjiann penghindaran pajak berganda.
3. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak
internasional. Keputusan hakim maupun komisi internasional yang memberikan
putusan yang menyangkut adanya unsur internasional merupakan sumber hukum yang
sifatnya mengikat juga bagi hukum pajak indonesia.

Berdasarkan Pasal 32 A Undang-Undang Pajak Penghasilan, pemerintah


berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


8 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
penghindaran Pajak Berganda dan pencegahan Pengelakan Pajak. Dalam
penjelasannya, perjanjian ini dimaksudkan dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi
dan perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku
khusus (lex-spesialis) yang mengatur hak-hak pengenaan pajak dari masing-masing
negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak
berganda serta pengelakan pajak. Adapun bentuk dan materinya mengacu pada
Konvensi Internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional
masing-masing negara. Atas dasar tersebut maka Negara Indonesia mengakui Konvensi
Wina tahun 1961 (CD) dan 1963 (CC), dan tax treaty berbagai negara.
Menurut Rochmat Soemitro, dalam Hukum Pajak Internasional mencakup juga
perjanjian bilateral perpajakan yang disebut dengan istilah “Traktat antar negara untuk
mengatur soal-soal perpajakan dan dalam mana dapat ditunjukan adanya unsur-unsur
asing, baik mengenai subyeknya maupun mengenai obyeknya.Kekuasaan Negara itu
tidak hanya menciptakan UU Pasal 23 ayat 2 UUD 1945, namun kekuasaan ini juga
tercemin dalam mana negara mempertahankan kedaulatan negara dimana tidak ada
Hukum Internasional mana atau oleh siapa yang dapat membatasi wewenang ini. Apabila
negara kita tidak tunduk dan patuh terhadap hukum internasional, maka negara kita akan
diberikan sanksi secara bersama oleh negara yang mengikuti konvensi tersebut, dalam
hal demikian Indonesia akan dikucilkan dalam dunia internasional dan berdampak
terhadapperekonomian negara Indonesia secara keseluruhan, sehingga mau tidak mau
Indonesia harus turut serta menjalankan konvensi tersebut.

SUMBER HUKUM PAJAK INTERNASIONAL


PASAL 32A Undang-undang No.7 Tahun Nomor 24 Tahun 2000
1993
Kedudukan adalah lex specialist terhadap Proses pembentukan, perundingan,
Undang-undang domestik. jika ada ratifikasi serta pemberlakuannya tunduk
ketentuan dalam undang-undang domestik kepada undang-undang no 24 tahun 2000
bertentangan dengan ketentuan dalam P3B
maka yang dimenangkan adalah ketentuan
P3B

Daftar Pustaka
2021 Nama Mata Kuliah dari Modul
9 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Anang Mury Kurniawan. 2015. Pajak Internasional Edisi Kedua. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Darusasalam,John Hutagaol, Dany Sepriadi,2010.Konsep dan Aplikasi Perpajakan
Internasional,Jakarta: Danny Darussalam Tax Center
Darussalam dan Septriadi, Danny. 2017. Perjanjian penghindaran pajak berganda,
Jakarta: Dimensi Internasional Tax
Gunadi, 2007. Perpajakan Internasional, Jakarta: FEUI
Mas Rasmini dkk, 2019. Pajak Penghasilan III, Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
Organization of Economic Cooperation and Development Model Conventions for
Avoidance of Double Taxation of Income and Capital, OECD , 2010
Timbul Hamonangan Simnajuntak, 2019. Perpajakan Internasional, Yogyakarta: Andi
Undang-Undang Perpajakan dan aturan pelaksanaa

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


10 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai