Anda di halaman 1dari 13

KEBIJAKAN PAJAK

KONSUMSI
Nur Fairus Aniko (165030401111018)
Farid Andriawan ( 165030407111012)
Reza Ronny (165030401111013)
Konsep dasar pajak konsumsi

pada dasarnya orang membayar


pajak berdasarkan apa yang
diperoleh dari sumber penghasilan
masyarakat yang bersifat terbatas
yang diukur dengan konsumsi
daripada kontribusi yang diukur
dengan jumlah penghasilan.
penghasilan menggambarkan
kekuatan potensial untuk konsumsi.
konsumsi menggambarkan
pelaksanaan/realisasi dari kekuatan
tersebut melalui pembelian barang
dan jasa secara nyata

Pajak konsumsi adalah pajak yang timbul akibat suatu


peristiwa hukum yang menjadi beban konsumen baik
secara yuridis maupun ekonomis, maksudnya yang
dikenai pajak adalah barang – barang atau jasa
yang dikonsumsi, bukan barang – barang dalam
proses produksi, dan ditunjukkan pada konsumen
akhir.
Perkembangan pajak konsumsi
Sebelum PPN diterapkan, diawali dengan
penerapan pajak penjualan. Penggantian
pajak penjualan menjadi PPN didasarkan
pada pemungutan pajak yang berkali-kali
dan bertingkat-tingkat, yaitu pada setiap
jalur produksi dan distribusi dengan
berbagai macam tarif yang terus menerus
meningkat, menimbulkan adanya
penyimpangan atau distorsi.Pajak
penjualan juga dipungut pada setiap jalur
tanpa memperhitungkan adanya
pengurangan terhadap pajak yang telah
dibayarkan sebelumnya, dianggap
memberatkan beban masyarakat dan
menimbulkan beban pajak ganda.
Perbedaan desain dan implementasi
pajak konsumsi di berbagai negara
Indonesia menetapkan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
Di Amerika Pajak Pertambahan Nilai berpengaruh kepada
sistem pajak yang dilakukan di suatu daerah.
Jadi , pada dasarnya, sistem perpajakan di Indonesia lebih
mengarah kepada teori pembangunan. Pembangunan ini
terkandung pengertian tentang masyarakat yang adil,
makmur, sejahtera di seluruh aspek kehidupan seperti
ekonomi, hukum, pendidikan dan sosial budaya. Sedangkan
sistem perpajakan di Amerika lebih mengarah kepada teori
asuransi. Dimana dalam teori asuransi negara memiliki tugas
untuk melindungi warganya dari segala aspek keselamaan
jiwa maupun harta bendanya. Untuk perlindungan itulah
dibutuhkannya biaya seperti dalam perjanjian asuransi dalam
pembayaran premi.
Jenis pajak Konsumsi
1.Pajak Pengeluaran (Expenditure Tax)
Expenditure Tax adalah pajak langsung dengan konsumsi/pengeluaran sebagai
dasar pengenaan pajaknya dalam Expenditure Tax
2. Pajak penjualan ( Sales taxes)
Sales Taxes yaitu pajak yang dipungut atas Penjualan barang dan jasa
3. Pajak Nilai Tambah ( Value Added tax)
VAT adalah pajak yang dipungut atas dasar nilai tambah yang muncul pada
setiap jalur produksi dan distribusi.
4. Cukai (Excise Tax)
Excise Tax adalah jenis pajak yang di pungut pada penjualan barang barang
tertentu atau berdasarkan jumlah harga barang.
5. Tax on goods and services
Tax on goods and services adalah semua pajak yang dikenakan pada produksi,
pengeluaran, penjualan, penyerahan, menyewakan atau pengiriman barang,
dan pemberian layanan, atau pada penggunaan barang atau izin untuk
menggunakan barang atau untuk melakukan kegiatan.
Pajak Konsumsi sebagai kontrol
ekonomi
• Fungsi regulerend adalah fungsi pajak untuk mengatur suatu keadaan dalam
masyarakat di bidang sosial, ekonomi, maupun politik sesuai dengan kebijaksanaan
pemerintah. Pajak konsumsi dapat sebagai control ekonomi contohnya membatasi
barang import yang masuk agar neraca perdagangan tidak defisit serta membatasi
pola hidup masyarakat yang konsumtif pemerintah mengenakan pajak atas barang-
barang mewah dan menaikan pajak barang import
Pajak Konsumsi dan perdagangan internasional

Dalam konteks perdagangan


internasional permasalahan yang
muncul adalah mengenai negara
mana yang mempunyai kewenangan
untuk memungut PPN, negara asal
atau negara tujuan barang dan jasa
. Permasalahan penentuan hak
pemajakan menyebabkan timbulnya 2
(dua) prinsip pemungutan PPN dalam
perdagangan internasional, yaitu
prinsip negara asal dan prinsip
negara tujuan . Perbedaan mendasar
antara kedua prinsip ada pada posisi
pelaku usaha dan kosumen.
Perumusan Kebijakan Pajak
Konsumsi
a. Sistem ekonomi terbuka (Open Economy)adalah sistem
yang memberikan kesempatan bagi warga negaranya
untuk berinteraksi dalam bidang ekonomi dengan
negara lain. Baik berupa perseorangan, bisnis swasta
atau pun pemerintah. Kegiatan ekonomi tersebut bisa
dalam bentuk perdagangan produk barang dan jasa,
pertukaran teknologi atau manajerial, pertukaran
mahasiswa sebagai kebutuhan perkembangan ilmu
pengetahuan, dan sebagainya.

Dampak Open Economy terhadap Pajak Konsumsi


Memperluas pasar produk barang dan jasa perusahaan
dalam negeri, Warga dari negara tertentu memiliki banyak
pilihan atas barang dan jasa untuk aktivitas konsumsinya.
Kegiatan impor barang atau jasa dari banyak negara
memungkinkan keuntungan tersebut. Sehingga negara
memiliki peluang besar dalam memajaki PPN atas barang-
barang yang dikonsumsi
b. Sistem ekonomi tertutup (Closed Economy ) merupakan sistem yang menutup semua
akses kegiatan ekonomi suatu negara dengan negara lain. Ia menutup diri dan
mengandalkan produksi barang dan jasa dalam negeri. Seluruh produk barang dan jasa
yang dihasilkan hanya dijual di dalam negeri. Dalam sistem ekonomi tertutup ini,
kegiatan warga negara baik individu atau perusahaan hanya untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Mereka bertindak sebagai produsen sekaligus merupakan
konsumen, sehingga pertukaran produk barang dan jasa baru tidak akan terjadi. Karena
itu kelangkaan atas barang atau jasa pun bisa saja terjadi.
Dampak Closed Economy terhadap Pajak Konsumsi
Karena kegiatan ekonomi yang serba menutup diri, mereka tidak mengenal dunia luar
negeri. Hubungan lintas negara pun tidak akan terjalin sehingga menyebabkan tidak
adanya kegiatan ekspor, impor maupun hubungan politik luar negeri. Sehingga tidak
terjadi arus modal.
c. Tarif Pajak
Teori Tarif Pajak Besarnya pajak yang terutang ditentukan oleh dasar pengenaan pajak (tax
base) dan tarif yang dikenakan terhadapnya (tax rates). Tarif yang dikenakan terhadap suatu
objek pajak berperan penting dalam menentukan besarnya pajak dan rasa keadilan dalam
pemungutan pajak bagi wajib pajak. Jenis tarif pajak yang dikenal adalah sebagai berikut:
1) Tarif Progresif,
2) Tarif Degresif,
3). Tarif Proporsional,
• 4) Tarif Tetap,
• 5) Tarif Ad Valorem,
• 6) Tarif Spesifik,
• 7) Tarif Efektif,
Kondisi yang ada PPN Indonesia menganut tarif ad valorem yang
melalui Pasal 7 UU PPN ditetapkan sebesar 10%. Pemerintah diberi
wewenang mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi paling
rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen)
dengan Peraturan Pemerintah. Terdapat pula tarif 0% yang dikenakan
atas ekspor BKP dan/atau JKP yang dimaksudkan agar pajak
masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang terkait dapat
dikreditkan sehingga dapat menjamin netralitas PPN dalam
perdagangan internasional. Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan
Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenai Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2011 diatur bahwa jenis jasa
yang atas ekspornya dikenai PPN dengan tarif 0%.
d. Compliance Cost
Biaya Kepatuhan atau Compliance Cost, Simon James (2000) menyebutkan dalam
karyanya “A Dicctionary of Taxation” bahwa hal tersebut merujuk pada biaya yang
ditanggung atau dikeluarkan pihak swasta (private sector) dalam mematuhi ketentuan
perpajakan. Biaya tersebut meliputi waktu yang dibutuhkan Wajib Pajak untuk
menyiapkan dan mengisi formulir-formulir perpajakan, waktu dan biaya untuk
mempelajari aturan perpajakan, biaya untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan hak/kewajiban perpajakannya, dan bisa juga biaya untuk membayar jasa
konsultan pajak (Widodo, 2002). Selain biaya yang sifatnya dapat ditelusuri, Compliance
Cost juga meliputi biaya yang tidak dapat ditelusuri (hidden cost) seperti: waktu yang
digunakan untuk mengantri dan melaporkan dokumen perpajakan.
Jika kondisi ini dikaitkan dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Maka Compliance
Cost ini adalah variabel pemoderasi yang dapat memperkuat atau memperlemah
kualitas kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Implikasinya,
semakin rendah Compliance Cost maka semakin Wajib Pajak cenderung lebih patuh dan
begitu juga sebaliknya. Oleh sebab itu, perhatian terhadap isu Compliance Cost harus
ditingkatkan demi mendorong perilaku Wajib Pajak untuk menjadi lebih patuh.
Terima
Kasih. Any
Question?

Anda mungkin juga menyukai