Anda di halaman 1dari 6

Panduan memahami Omnibus Law tanpa jargon-jargon atau terma-terma

yang bikin mumet dan ruwet biar siapa aja bisa ngerti pentingnya isu ini.

Senang sekali rasanya mendengar Omnibus Law sekarang banyak dikaji dan
mulai jadi pembicaraan. Itu artinya, lebih banyak orang yang mulai
perhatian mengenai nasib kelas pekerja—alias diri mereka sendiri—di mata
negara.

Tapiii, sejauh yang saya lihat, perdebatan mengenai isu ini masih
didominasi oleh kelas menengah terdidik yang memang sudah paham atas
isu ini. Buktinya, perdebatan yang muncul masih dibahas secara ndakik-
ndakik. Padahal, isu ini penting sekali untuk dibicarakan oleh semua kelas
pekerja termasuk juga buruh-buruh pabrik industri, hingga lulusan
SD/SMP/SMA/SMK yang sedang mencari kerja karena merekalah kelompok
yang paling akan terdampak atas aturan ini karena tidak bisa mengadvokasi
dan mengorganisir diri.

Nah, biar ketubirannya bisa melibatkan lebih banyak orang, saya akan
mencoba membuat sebuah panduan memahami Omnibus Law tanpa jargon-
jargon atau terma-terma yang bikin mumet dan ruwet sehingga siapa pun
bisa mengerti betapa pentingnya isu ini.

Langsung saja, mari kita ~

Omnibus Law tuh apa yah?

Omnibus Law adalah aturan baru yang sengaja dibikin untuk menggantikan
aturan-aturan yang ada sebelumnya. Bedanya sama aturan bukan omnibus,
yang bukan omnibus fokus mengurusi satu hal dalam satu undang-undang,
Kalau yang ada omnibus, dia mengatur buanyak hal dalam satu undang-
undang saja.

Kalau Omnibus Law ini dibuat, dia akan jadi satu-satunya rujukan,
mengalahkan undang-undang yang sudah ada sebelumnya. Itulah sebabnya
dia sangat kuat dan disebut sebagai UU Sapu Jagad karena
(((kehadirannya))) menyapu jagad raya yang ada sebelumnya.

Yang lagi rame dibicarain nih Omnibus Law yang apa?

Omnibus Law tentang kemudahan investasi di Indonesia. Yaitu RUU Cipta


Lapangan Kerja (Cilaka), RUU Perpajakan, dan RUU UMKM.

Emangnya kenapa harus ada Omnibus Law?

Karena menurut orang yang punya ide bikin aturan ini (dibaca: Pemerintah)
aturan yang ada sebelumnya dianggap terlalu kaku dan menghambat
kedatangan investor yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia, makanya butuh
aturan baru deh. Oh iya, penjelasan kenapa kita butuh investor bisa
dibaca di sini.

Apa aja yang diatur di Omnibus Law ini?

Ada 9 aturan yang bakal jadi substansi dalam RUU Omnibus Law:
Penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi,
ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan
berusaha, riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi
(menghapus pidana), pengadaan lahan, serta kemudahan proyek
pemerintah dan kawasan ekonomi.

Baca juga: Jokowi Pengin Omnibus Law Disahkan dalam 100 Hari,
Mencurigakan Sekali Bukan

Sudah sejauh apa perkembangannya?

Sudah mulai masuk DPR sejak rabu, 12 Februari 2020 kemarin.

Ooo gitu. Terus apa yang jadi masalah?


Yang jadi masalah, Omnibus Law ini kontroversional bagi beberapa pihak.
Jadinya bikin berantem orang yang mendukung sama yang menolak undang-
undang itu disahkan.

Kenapa bisa ada yang mendukung dan menolak?

Ya karena ada yang diuntungkan dan dirugikan atas kehadiran aturan ini
lahh.

Oh iya, penting untuk memahami bahwa Omnibus Law ini nggak hitam putih
(jelek semua atau bagus semua) keberpihakan orang untuk mendukung atau
menolak RUU ini tergantung pada seberapa banyak dia dirugikan dan
seberapa banyak dia diuntungkan.

Bagi pekerja, aturan ini merugikan karena: banyak hak buruh yang
tercerabut. Misalnya, dimudahkannya PHK, dihapuskannya cuti-cuti penting
seperti cuti haid dan melahirkan, jumlah pesangon yang diturunkan,
diperluasnya pekerjaan yang menggunakan sistem kontrak dan alih daya
yang bikin mereka rentan diputus kontrak begitu saja, sampai tidak leluasa
untuk berserikat karena merasa harus terus menerus bekerja agar mencapai
target yang ditentukan oleh perusahaan.

Hal lain yang membuat pekerja keberatan dengan aturan ini adalah
perubahan upah menjadi per jam yang membuat pekerja dilihat sebagai
mesin produksi.

Sementara bagi pengusaha dan investor, aturan ini menguntungkan karena:


mereka nggak harus menanggung risiko dari apa yang ditakutkan oleh para
pekerja wqwq.

Siapa yang paling diuntungkan dengan adanya Omnibus


Law ini?

Kalau diperhatikan baik-baik, sebenarnya terlihat sekali kalau pengusaha


dan investor lebih banyak diuntungkan dengan adanya aturan ini. Karena
dari awal emang ditujukan untuk bikin ekosistem usaha yang memberikan
kenyamanan bagi investor, jadinya Isi RUU ini sangat kental dengan
kepentingan investor.

Lagian wajar aja pengusaha yang paling diuntungkan, lha wong satuan
tugas yang menggodok Omnibus Law ini isinya pengusaha, pemilik modal,
dan investor kok.

Emang gimana caranya kok bisa pengusaha yang


diuntungkan dan pekerja dirugikan?

Dengan adanya Omnibus Law, pengusaha bisa mengurangi banyak ongkos


produksi. Mereka juga bisa berkelit dari banyak aturan tanpa harus takut
dipidanakan karena dalam RUU ini, pekerja tidak lagi bisa melaporkan
perusahaan dengan delik pidana karena sanksi yang diatur di sini hanya
sanksi administratif. Wow wow wow sangat melindungi para pengusaha.

Baca juga: Alasan-alasan kenapa Seseorang Tidak Menyukai Jengkol

Belum lagi, dalam draf RUU Omnibus Law ini banyak pasal-pasal—yang
demi mengakomodasi kemudahan bikin usaha, diperbolehkan mengabaikan
isu lingkungan, sosial, dan budaya.

Contohnya, salah satu usulan dalam draf RUU tersebut adalah mekanisme
penilaian mengenai analisis dampak lingkungan (Amdal) yang dulunya ada
di pasal 29 UU No.32 tahun 2009 diganti cuma jadi mekanisme
assessmentaja, itu pun dilakukan pihak ketiga dengan penunjukan oleh
pelaku usaha :)) yang kayak gini nihhh jelas rentan praktek main belakang
yang mana perusahaan bisa saja membayar orang untuk membuat laporan
bahwa usahanya tidak membahayakan lingkungan.
Pasal-Pasal Omnibus Law juga secara terang-terangan mengakomodasi
kepentingan pelaku usaha tambang mineral dan batu bara sektor yang
menyumbang paling banyak kerusakan lingkungan.

Harus banget ada Omnibus Law?

Aslinya, kalau mau meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, kita bisa


melakukannya tanpa harus pakai Omnibus Law, lho. Karena jika melihat apa
yang terjadi di Indonesia, peningkatan sektor industri itu nggak selalu
sebanding dengan penyerapan tenaga kerja.

Buktinya, jika melihat tren data yang ditunjukan BKPM, di tahun 2018 yang
mana nilai investasi kita lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya,
penyerapan tenaga kerja hanya 0,8 juta tenaga kerja saja. Padahal di tahun-
tahun sebelumnya selalu mencapai angka satu juta.

Lagian, kalau mau mengejar investasi, pertumbuhan investasi di Indonesia


tuh udah tinggi kok, lebih tinggi ketimbang Malaysia, Afrika selata, juga
Brazil. Di ASEAN kita yang paling tinggi. Di Asia, Indonesia juga jadi negara
yang paling diminati investor setelah China dan India.

Tuh kaan kita tuh sebenarnya sudah baik-baik saja tanpa ada Omnibus Law.

Yang harusnya dilakukan oleh Indonesia itu, kalau kata Faisal Basri, bukan
ngotak-ngatik aturan tenaga kerja, tapiiii membenahi regulasi dan
melakukan pengelolaan keuangan negara dengan cara yang lebih ketat.
Jangan malah ceroboh dan buang-buang uang kayak ke kasus Jiwasraya dan
Asabri!

BACA JUGA Mencoba Memahami Alasan Rencana Revisi UU


Ketenagakerjaan atau artikel lain soal PEKERJA.
Nia Lavinia
REDAKTUR







Anda mungkin juga menyukai