Anda di halaman 1dari 96

Journal of Business and Entrepreneurship

Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan


Journal of Business and Entrepreneurship

Volume 1, Nomor 3, Oktober 2013

KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN FASILITAS


KESEHATAN: PENGARUHNYA TERHADAP KEPERCAYAAN, LOYALITAS DAN WOM RUMAH SAKIT
Muhammad Gunawan Alif dan Yuliana Duti Harahap

SURVEI INDEX KEPUASAN SUPPLIER SEBAGAI


PENERAPAN PEMASARAN HOLISTIK (STUDI KASUS PT
TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK)
Dian Kurnia Rizki

ANALISIS PENGARUH PERAN STRATEGIS BAGIAN


SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PERSEPSI
INVESTASI PENGEMBANGAN PEGAWAI (STUDI KASUS
PT X)
Ricky Lukman dan Tigor Pangaribuan

CAPITAL STRUCTURE AND INSTITUTIONAL CHARACTERISTICS: COMPARISON BETWEEN ASIAN COUNTRIES


Andhyka Prasetya Tangkudung dan Ancella Anitawati Hermawan

ANALISIS PERSEPSI PENGARUH TEKANAN LINGKUNGAN EKSTERNAL TERHADAP KEMAMPUAN


MANAJEMEN KEUANGAN SEBAGAI POTENSI UNTUK
MEMBANGUN DYNAMIC CAPABILITY
Ahmad Marzuqi

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Dari Redaksi

erkenankan kami dari Journal of


Business and Entrepreneurship
mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak atas terbitnya jurnal yang ketiga
untuk volume yang pertama ini. Akademisi
dan peneliti yang memiliki minat terhadap
jurnal ini sudah mulai banyak dengan
adanya tulisan yang masuk secara
konsisten sehingga jurnal ini bisa terbit
dengan pada waktunya. Topik yang
menjadi pembahasan dalam jurnal ini
sangat beragam mengingat nama jurnal
juga mengandung semua aspek.
Pada Jurnal terbitan ini, kami memuat
lima tulisan yang dimulai oleh Muhammad
Gunawan Alif dari Sampoerna School of
Business, Universitas Siswa Bangsa
Internasional dan Yuliana Duti Harahap
dari RS ANTAM Medika dengan judul
yaitu: KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN FASILITAS
KESEHATAN: PENGARUHNYA
TERHADAP
KEPERCAYAAN,
LOYALITAS DAN WOM RUMAH
SAKIT. Penelitian ini menginvestigasi
pengaruh komunikasi interpersonal dari
tenaga medis/perawat dan doctor serta
fasilitas kesehatan terhadap kepercayaan,
loyalitas, dan word-of-mouth (WOM).
Tiga pasien rumah sakit di Jakarta bersedia
berpartisipasi dalam studi ini. Analisis
yang digunakan adalah Structural Equation
Model (SEM) menunjukkan bahwa
komunikasi interpersonal dari tenaga
medis/perawat dan doctor serta fasilitas
kesehatan berpengaruh positif terhadap
kepercayaan, dan loyalitas serta
menimbulkan word-of-mouth (WOM)
yang positif

SEBAGAI PENERAPAN PEMASARAN HOLISTIK (STUDI KASUS


PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA
TBK) ditulis oleh Sdr. Dian Kurnia Rizki.
Tulisan ini bertujuan untuk mengukur
indeks kepuasan supplier dari enam
supplier Telkom Wholesale Service
Division (DWS) yang telah bekerja selama
beberapa tahun sebagai pelaksana
marketing holistic. Sebagai tambahan,
tulisan ini menganalisa gap antara
ekspektasi supplier dan kepuasannya.
Akhirnya, nilai kepuasan dengan tingkat
kepentingan dari setiap variable dipetakan
pada operasi kuadran IPA atau Important
Performance Analysis. Hasil dari studi ini
menyatakan bahwa supplier cukup puas
dengan kerjasama meskipun terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Tulisan kedua berjudul SURVEI


INDEX KEPUASAN SUPPLIER

Tulisan ketiga ditulis oleh Sdr. Ricky


Lukman dan Tigor Pangaribuan dengan
judul ANALISIS PENGARUH PERAN
STRATEGIS BAGIAN SUMBER
DAYA MANUSIA TERHADAP
PERSEPSI INVESTASI PENGEMBANGAN PEGAWAI (STUDI KASUS
PT X). Fokus dari tulisan ini adalah
pengaruh strategi bagian sumber daya
manusia dalam persepsi investasi
pengembangan pegawai di PT. X. Studi ini
meneliti bagaimana setiap sub variabel dari
bagian sumber daya manusia (strategic
partner, administrative expert, employee
champion, and change agent) mempengaruhi variabel-variable dalam persepsi
investasi pengembangan pegawai . Data
dikumpulkan dengan menggunakan
kuisioner yang diberikan pada pegawai
tingkat manajer di PT. X. Data dianalisa
dengan menggunakan SPSS regresi
berganda. Hasil dari studi ini meng-

ii

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

indikasikan bahwa peran sebagai strategic


partner, administrative expert, employee
champion and change agent menjelaskan
53.4% dari persepesi investasi
pengembangan pegawai. Dan 46.4%
lainnya dipengaruhi variable lain di luar
model.
Tulisan keempat berjudul CAPITAL
STRUCTURE AND INSTITUTIONAL
CHARACTE-RISTIC: COMPARISON
BETWEEN ASIAN COUNTRIES
ditulis Sdr. Andhyka Prasetya Tangkudung
dan Ancella Anitawati Hermawan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji
apakah terdapat perbedaan pengaruh
karakteristik perusahaan: tingkat
keuntungan, umur dan ukuran perusahaan,
pertumbuhan GDP dan suku bunga
terhadap struktur modal perusahaan di
negara maju dan berkembang di kawasan
Asia. Penelitian ini mengacu pada
penelitian Vasiliou et al (2009) dan Huat
(2008). Struktur modal perusahaan diukur
dengan mengunakan rasio hutang terhadap
modal perusahaan (ROA). Pengujian
hipotesis dilakukan dengan menggunakan
model regresi berganda, dengan sampel
1.365 observasi perusahaan dari 8 negara
yang terdaftar di dalam bursa saham
masing-masing negara, selama periode
2009-2011 di kawasan Asia. Dari
penelitian ini, diperoleh hasil variabel
tingkat keuntungan dan umur perusahaan
memiliki hubungan negatif dengan struktur
modal, sedangkan ukuran perusahaan dan
tingkat suku bunga memiliki hubungan
yang positif dengan struktur modal.
Tulisan
kelima
berjudul
ANALISIS PERSEPSI PENGARUH
TEKANAN LINGKUNGAN EKSTERNAL TERHADAP KEMAMPUAN MANAJEMEN KEUANGAN
SEBAGAI
POTENSI
UNTUK
MEMBANGUN DYNAMIC CAPAISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

BILITY yang ditulis oleh Sdr. Ahmad


Marzuqi. Tujuan paper ini adalah:
Pertama, mengetahui terdapatnya tekanan
lingkungan eksternal di industri minyak
dan gas terhadap PT. Pertamina Hulu
Energi dan apa saja bentuk tekanan
eksternal tersebut.Kedua, mengetahui
apakah PT. Pertamina Hulu Energi
memiliki kapabilitas manajemen
keuangan sebagai sumber untuk
membangun sustainable growth. Ketiga,
mengetahui apakah terdapat kapabilitas
lain yang dapat bersinergi dengan
kapabilitas manajemen keuangan sebagai
potensi untuk membangun dynamic
capabilities. Hasil studi menunjukkan
bahwa: Pertama, terdapat tekanan
lingkungan eksternal di lingkungan
industri PT. Pertamina Hulu Energi yang
secara umum berupa tekanan global,
tekanan ekonomi, tekanan politik dan
hukum, dan tekanan yang secara khusus
berupa tiga faktor seperti competitive
intensity, turbulensi pasar dan volatilitas
lingkungan. Kedua, terdapat sepuluh
kapabilitas manajemen keuangan yang
paling penting bagi PT. Pertamina Hulu
Energi. Kapabilitas tersebut adalah
investment decision, managerial decision,
cost control, portfolio management, risk
management and control, financing
decision, treasury management,
investment, information system dan
financial reporting. Ketiga, diantara
sepuluh kapabilitas manajemen keuangan
yang dianggap paling penting, tujuh
kapabilitas manajemen keuangan berada
pada skala dibawah rata-rata industrinya
(skala 3) yaitu investment decision,
managerial decision, cost control,
portfolio management, risk management
and control, investment dan information
system. Skor tertinggi dari sepuluh
kapabilitas tersebut yaitu kapabilitas
financial reporting dengan skor 3,17 yang
iii

Journal of Business and Entrepreneurship

berarti berada sedikit diatas rata-rata


industri.

dipublikasikan pada jurnal yang akan


datang.

Akhirnya kami mengucapkan terima


kasih kepada semua pihak yang bisa
membantu terbitnya jurnal ini secara ontime. Kami juga meminta dengan sangat
agar teman-teman peneliti, pengajar, dan
praktisi dapat mengirimkan tulisan untuk

Hormat kami,

iv

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Prof. Dr.Adler Haymans Manurung


Chief Editor

Journal of Business and Entrepreneurship

Daftar Isi

DARI REDAKSI .............................................................................................

ii iv

DAFTAR ISI ...................................................................................................

KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN FASILITAS KESEHATAN:


PENGARUHNYA TERHADAP KEPERCAYAAN, LOYALITAS DAN
WOM RUMAH SAKIT
Muhammad Gunawan Alif dan Yuliana Duti Harahap....................................

1 - 12

SURVEI INDEX KEPUASAN SUPPLIER SEBAGAI PENERAPAN


PEMASARAN HOLISTIK (STUDI KASUS PT TELEKOMUNIKASI
INDONESIA TBK)
Dian Kurnia Rizki............................................................................................. 13 - 27

ANALISIS PENGARUH PERAN STRATEGIS BAGIAN SUMBER


DAYA MANUSIA TERHADAP PERSEPSI INVESTASI
PENGEMBANGAN PEGAWAI (STUDI KASUS PT X)
Ricky Lukman dan Tigor Pangaribuan ............................................................ 28 - 47

CAPITAL STRUCTURE AND INSTITUTIONAL CHARACTERISTICS:


COMPARISON BETWEEN ASIAN COUNTRIES
Andhyka Prasetya Tangkudung dan Ancella Anitawati Hermawan ................ 48 - 67

ANALISIS PERSEPSI PENGARUH TEKANAN LINGKUNGAN


EKSTERNAL TERHADAP KEMAMPUAN MANAJEMEN
KEUANGAN SEBAGAI POTENSI UNTUK MEMBANGUN
DYNAMIC CAPABILITY
Ahmad Marzuqi ................................................................................................ 68 - 90

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

vi

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Komunikasi Interpersonal dan Fasilitas Kesehatan:


Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan, Loyalitas
dan WOM Rumah Sakit
M. Gunawan Alif
Sampoerna School of Business
Universitas Siswa Bangsa Internasional

Yuliana Duti Harahap


RS ANTAM Medika / MMCom - Trisakti

This study investigates the influence of interpersonal communication of


paramedics/nurses and doctors as well as health facilities in affecting the hospital
trust, loyalty and intention to generate positive word-of-mouth (WOM). Three
hospital patients in Jakarta were voluntarily participating in this study. An analysis
using Structural Equation Model (SEM) showed that interpersonal communication
of paramedics/nurses, doctors and hospital healthcare facilities positively affecting
the trust and loyalty of patients to the hospital, and at the end generating positive
WOM.
Keywords: komunikasi interpersonal, dokter, paramedis/perawat, fasilitas
kesehatan, trust, loyalty, dan word-of-mouth (WOM)

Komunikasi Interpersonal dan Fasilitas Kesehatan:


Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan, Loyalitas
dan WOM Rumah Sakit

PENDAHULUAN
Dengan tersedianya semakin banyak
rumah sakit dengan beragam fasilitas dan
layanan, maka pelayanan jasa kesehatan
yang bermutu menjadi penting untuk
memenangkan persaingan bagi rumah sakit.
Hal ini semakin perlu diperhatikan oleh
rumah sakit yang kini dapat dituntut oleh
masyarakat sesuai dengan Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Hafizurrachman, 2009a).
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Rumah sakit mengemban tugas dan


fungsi pelayanan yang mengharuskan
setiap personal yang terlibat pada
penyelenggaraan rumah sakit untuk
memenuhi standar dan kriteria minimum.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit Depertemen Kesehatan
berkerjasama dengan Departemen
Pendidikan
Nasional
berusaha
meningkatkan jumlah tenaga kesehatan
terdidik (dokter, bidan, spesialis, laboran,
dan teknisi). Selain itu pemerintah juga
1

Journal of Business and Entrepreneurship

melakukan akreditasi terhadap tingkat


pelayanan rumah sakit kepada pasien.
Hal ini semakin penting untuk
diperhatikan karena konsumen kini
semakin menuntut terhadap produk dan
jasa yang mereka konsumsi karena daya
beli yang semakin membaik, tersedianya
alternatif dan informasi mengenai produk
dan jasa di sejumlah media tradisional
maupun daring (Alif, 2012). Hal yang sama
tentunya juga berlaku berlaku bagi layanan
rumah sakit.
Sejumlah rumah sakit di Indonesia
telah berupaya membenahi diri untuk
mengembalikan kepercayaan masyarakat
terhadap kualitas jasa layanan kesehatan.
Sebagian pengelola rumah sakit telah
berusaha meningkatkan layanan mereka,
baik dalam meningkatkan kualitas layanan
medis, fasilitas medis rumah sakit, dokter
dan paramedis, hingga fasilitas gedung dan
bangunan rumah sakit.
Meskipun demikian, tidak berarti
tingkat kepuasan pasien dapat meningkat
dengan cepat. Karena di rumah sakit
kepuasan juga dipengaruhi oleh komponen
proses dalam rumah sakit ketika layanan
kesehatan diberikan. Studi longitudinal
selama tahun 1948-2008 yang dilakukan
oleh Zolnierek dan DiMatteo (2009)
menemukan hasil yang dapat menjelaskan
bahwa komunikasi yang efektif antara
dokter dan pasien akan ikut menentukan
hasil kesehatan yang positif.
Cooper (1994) yang melakukan
penelitian tentang layanan kesehatan rumah
sakit menemukan bahwa kualitas dokter,
fasilitas perawatan dan teknologi, fasilitas
diagnosis, kualitas perawatan secara
keseluruhan, perhatian interpersonal,
kesadaran staf terhadap kebutuhan personal
pasien, kontrol pasien dari pengalaman
rumah sakit, lokasi dan biaya, serta
kemudahan lokasi rumah sakit memberikan
pengaruh terhadap citra rumah sakit.

Salah satu masalah yang sering


menimbulkan ketidakpuasan pasien adalah
komunikasi antara dokter dan/atau petugas
kesehatan dengan pasien dan keluarganya.
Lemahnya komunikasi antar petugas
kesehatan dapat mempengaruhi kualitas
pelayanan kedokteran yang diberikan, yang
pada gilirannya dapat menimbulkan
kerugian pada pasien dan keluarganya.
Selain itu pasien sering merasa tidak
puas karena fasilitas kesehatan tidak selalu
tersedia di rumah sakit, sehingga membuat
treatment kesehatan mereka tertunda atau
harus menunggu terlalu lama. Hal ini juga
dapat mempengaruhi kualitas layanan yang
diberikan oleh rumah sakit (Nordby 2004;
Sharma & Chahal 1999).
Semuanya ini tentu dapat
mempengaruhi kepercayaan (trust)
terhadap rumah sakit, yang selanjutnya
dapat mempengaruhi loyalitas (Morgan
dan Hunt 1994) dan keinginan untuk
membangkitkan WOM positif mengenai
rumah sakit tersebut (Rabin 2008).

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui: 1a) pengaruh
komunikasi interpersonal dokter terhadap
kepercayaan kepada rumah sakit (RS); 1b)
pengaruh komunikasi interpersonal staf
dan paramedis terhadap kepercayaan
kepada RS; 1c) pengaruh ketersediaan
fasilitas medis terhadap kepercayaan
kepada RS; dan 2) pengaruh kepercayaan
terhadap RS kepada loyalitas pada RS; 3)
pengaruh loyalitas untuk menciptakan
word of mouth (WOM) positif bagi RS.
TINJAUAN TEORI
Dengan semakin banyaknya rumah
sakit yang bersaing untuk memperoleh

Journal of Business and Entrepreneurship

pasien maka tuntutan terhadap rumah sakit


menjadi semakin besar. Cleary dan McNeil
(1988) menyebutkan kepuasan dengan
perawatan kesehatan dan layanan dokter
merupakan indikator kualitas perawatan
yang terpenting. Kedua peneliti ini
menyebutkan tiga jenis dasar penentu
kepuasan: karakteristik pasien, struktur
perawatan, dan proses perawatan.
Membangun hubungan yang bersifat
layanan antara karakteristik pasien yang
berbeda-beda memerlukan kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi di antara
paramedis dan dokter dengan pasien
mereka. Selain itu, struktur perawatan,
seperti manajemen informasi dan desain
organisasi, dapat pula berkontribusi untuk
meningkatkan kepuasan pasien (Glickman
et al. 2007). Proses perawatan itu sendiri
meliputi perawatan teknis dan aspek
interpersonal hubungan antara dokter dan
pasiennya. Sehubungan dengan proses
interpersonal ini, ada tiga dimensi yang
harus diperhatikan: komunikasi,
pengambilan keputusan yang berorientasi
pada pasien, dan perilaku interpersonal
(Stewart et al 1999).
Studi-studi mengenai proses
interpersonal dan kepuasan erat
berhubungan dengan komunikasi. Cara
bagaimana seseorang bersikap, bersuara
dan memilih kata dan kalimat secara
personal sangat mempengaruhi hasil dari
upaya komunikasi. Watzlawick, Bavelas
dan Jackson (2011) menjelaskan ketika
orang berinteraksi satu dengan yang lain,
mereka mengirim pesan tertentu,
berdasarkan level konten. Pesan-pesan ini
mungkin verbal atau nonverbal. Pada saat
yang sama ketika mereka mengirim konten,
mereka juga mengirimkan informasi
tambahan. Tingkat hubungan dicirikan
sebagai bagaimana konten harus dipahami,
terutama dalam hal hubungan di antara
komunikator.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Komunikasi yang efektif antara


dokter dan pasien merupakan inti dari
keterampilan klinis (Beaulieu 2011).
Karena melalui wawancara dengan pasien
dokter dapat memperoleh informasi
diagnostik dan memberikan saran terapi.
Komunikasi dokter dan pasien yang efektif
akan menciptakan kesehatan pasien yang
lebih positif. Sejumlah studi memang
memperlihatkan bahwa masalah
komunikasi yang serius sangat umum
terjadi dalam praktik klinis, bahkan
kesalahan komunikasi sering memunculkan tuduhan terjadinya tindakan
malpraktik (Simpson et al. 1991).
Dalam konteks hubungan antara
dokter dan pasien, beberapa artikel
menyimpulkan bahwa pasien lebih puas
ketika bertemu dengan dokter yang peka
terhadap kebutuhan pasien, suportif, dan
memiliki penampilan yang meyakinkan
(DiMatteo et al, 1985;. Buller dan Buller
1987; Cleary dan McNeil 1988; Greene et
al, 1994). Pasien akan merasa lebih
dihargai jika diperlakukan dengan hormat
dan bermartabat saat mereka berkunjung
ke rumah sakit dan dirawat oleh dokter.
Beberapa aspek dari keputusan medis
yang berorientasi pada pasien akan ikut
memberikan kepuasan kepada pasien.
Dokter yang memberi peluang lebih besar
untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan, negosiasi, dan aspek lain dari
pertemuan medis akan membuat pasien
merasa lebih puas (Greene et al 1994;.
Franciosi et al 2004). Beberapa studi telah
memperlihatkan bahwa pasien akan merasa
lebih puas ketika dokter tidak memiliki
gaya komunikasi yang kaku (Buller, &
Buller 1987; Greene et al, 1994).
Masalah komunikasi interpersonal
antar petugas kesehatan tak hanya terjadi
dengan dokter namun juga dengan staf dan
paramedis yang melayani pasien. Hal ini
dapat terjadi pada proses pemberian
3

Journal of Business and Entrepreneurship

layanan kesehatan bagi pasien di bangsal


rawat atau di klinik rawat jalan.
Penyampaian pesan yang dilakukan oleh
perawat terhadap pasien, akan lebih
berhasil jika pasien dengan senang hati
bersedia mengikuti beberapa informasi
yang disampaikan oleh perawat sebagai
komunikator (Wloszczak-Szubzda et al
2013; Nordby 2004).
Untuk itu pesan yang disampaikan
perawat harus dapat diterima dengan baik
dan dapat dimengerti dengan mudah oleh
pasien. Karena itu diperlukan suatu bentuk
komunikasi yang bukan sekadar sebagai
kegiatan memberikan informasi belaka,
namun harus berupa pemberian informasi
yang mengandung nilai motivasi bagi
pasien untuk dapat mengubah sikap, opini
atau perilaku pasien melalui pendekatan
komunikasi interpersonal (WloszczakSzubzda et al 2013). Sedang Long & Green
(1994) berpendapat bahwa perawat
memiliki konstribusi yang unik terhadap
kepuasan pasien dan keluarganya.
Selain masalah komunikasi pasien
dengan dokter dan paramedis suatu
masalah yang sering muncul dan
mengganggu kepuasan pasien terhadap
rumah sakit adalah karena keterbatasan
fasilitas kesehatan yang tersedia yang dapat
mempengaruhi keamanan maupun
kenyamanan pasien (Sharma & Chahal
1999). Fasilitas kesehatan ini menjadi hal
yang sangat penting karena merupakan
sumber pemasukan yang sangat penting
bagi rumah sakit (Pavarini, Sanders dan
Lindsay 2012).
Garbarino & Johnson (1999)
menjelaskan karena sifat jasa yang
intangible maka konsumen akan
menggunakan petunjuk lingkungan fisik
untuk membantu mereka menentukan
impresi secara umum. Berikutnya
Shamdasani dan Balakrisnan (2000) juga
menyatakan bahwa lingkungan fisik dan

kontak dengan karyawan berpengaruh


terhadap kepercayaan pelanggan dan
loyalitas pelanggan.

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Kepercayaan
Kepercayaan (trust) dianggap sebagai
hal yang sangat penting dalam terciptanya
suatu hubungan yang baik. Kepercayaan
didefinisikan sebagai a willingness to rely
on an exchange partner in whom one has
confidence (Moorman et al 1993: 82).
Moorman et al (1992) sebelumnya
menyebutkan kepercayaan sebagai suatu
keinginan dan keyakinan untuk bergantung
pada mitra pertukaran. Rosseau et al.
(1998) mendefinisikan kepercayaan
sebagai keadaan psikologis yang terdiri
dari maksud untuk menerima suatu
ketidakpastian yang didasarkan pada
perilaku harapan positif pada niat atau
perilaku lain.
Rousseau et al (1998) menyatakan
kepercayaan (trust) adalah keadaan
psikologis berisi keinginan untuk
menerima kekurangan/kelemahan,
berdasarkan perilaku yang positif terhadap
intensi atau perilaku dalam keadaan
berisiko dan saling tergantung. Bologlu
(2002) menyebutkan dimensi kepercayaan
didefinisikan sebagai dimensi hubungan
bisnis yang menentukan tingkat dimana
orang merasa dapat bergantung pada
integritas janji yang ditawarkan oleh orang
lain.
Chaudhuri dan Holbrook (2002)
mendefinisikan kepercayaan terhadap
merek (brand trust) sebagai kemauan
pelanggan untuk meyakini kemampuan
merek dalam melakukan fungsi-fungsi
yang dijanjikannya. Kepercayaan akan
membangkitkan loyalitas karena
mengurangi biaya untuk mempertimbangkan manfaat dari suatu merek
(Berry 2007) dan dapat mengurangi

Journal of Business and Entrepreneurship

ketakutan pelanggan terhadap perilaku


oportunistik yang dilakukan oleh penyedia
layanan (Bendapudi & Berry, 1997).
Dalam literatur pemasaran Morgan dan
Hunt (1994) telah memperlihatkan bahwa
kepercayaan terhadap merek menyebabkan
loyalitas merek dan komitmen karena
kepercayaan menciptakan hubungan
pertukaran yang sangat dihargai.
Kepercayaan memiliki kaitan erat
dengan loyalitas pelanggan. Hal ini
disebabkan karena dalam kegiatan
pertukaran (exchange) harapan yang
muncul didasari pada perilaku yang jujur,
berdasarkan norma-norma umum yang
berlaku. Kepercayaan merupakan suatu
kesediaan untuk bergantung pada mitra
pertukaran karena suatu keyakinan,
sehingga kepercayaan merupakan
anteseden dari komitmen (Taylor, 2004).
Bahkan dalam sejumlah studi mengenai
pertukaran
daring,
kepercayaan
merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam menciptakan loyalitas (Kim et al.
2009).
Loyalitas
Secara umum loyalitas diartikan
sebagai suatu perilaku konsumen untuk
membeli suatu produk atau merek yang
sama secara berulang-ulang. Oliver (1997)
mendefinisikan loyalitas pelanggan
sebagai komitmen yang dipegang teguh
untuk membeli kembali atau menyarankan
menggunakan produk atau layanan yang
dipilih untuk digunakan secara konsisten
di masa mendatang, sehingga merek atau
suatu set merek yang sama digunakan
berulang kali, tanpa terpengaruh oleh
situasi tertentu atau upaya-upaya
pemasaran yang mendorong konsumen
untuk beralih.
Pelanggan yang loyal tidak hanya
menyerap informasi dari merek, tetapi
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

mereka juga berfungsi sebagai sumber


informasi bagi pelanggan lain. Karena itu
membangun dan menciptakan loyalitas
pelanggan merupakan salah satu tantangan
terbesar bagi merek. Seperti yang
dinyatakan oleh Pavlou (2003) dalam
studinya mengenai transaksi di internet
bahwa kepuasan pelanggan dan
kepercayaan merupakan prasyarat yang
penting untuk perilaku loyalitas, serta
berperan penting dalam pengembangan
hubungan pelanggan jangka panjang.
Karena itu loyalitas pelanggan
menjadi penting dalam membangkitkan
keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
Loyalitas
pelanggan
menjamin
kelangsungan hidup perusahaan ketika
terjadi persaingan yang semakin keras
(hyper-competition). Loyalitas membantu
perusahaan untuk memperkuat posisi
mereka di masa depan dan bersaing secara
efisien dengan perusahaan internasional
raksasa yang telah menyebar di seluruh
dunia.
Dalam konteks kesehatan di
Indonesia membangun loyalitas semakin
penting karena pasien Indonesia yang
berobat ke luar negeri terus meningkat,
baik ke Singapura, maupun Malaysia.
Menurut Menteri Kesehatan Dr. Nafsiah
Mboi, rata-rata 600 ribu orang pasien
Indonesia yang berobat di luar negeri setiap
tahun (Liputan6.com).
Word of Mouth
Bloemer et al (2002) menyatakan
kepercayaan akan mempengaruhi
komitmen pelanggan yang mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap intensi
pembelian, intensitas harga dan word of
mouth (WOM). Dalam praktik kita sering
mendengar sejumlah negatif WOM yang
menceritakan kegagalan layanan di
sejumlah rumah sakit.
5

Journal of Business and Entrepreneurship

Hal ini masih terjadi bahkan untuk


sejumlah rumah sakit yang telah berupaya
menciptakan kesan yang unik dalam sistem
penyampaian jasa. Baik melalui berbagai
fasilitas fisik yang mendukung (physical
support), maupun kemampuan dari pada
karyawan dan manajemen dalam
menciptakan hubungan secara internal
maupun eksternal.
Gladwell (2000) menyebutkan ada
tiga jenis kepribadian orang dalam
menyebarkan pesan-pesan merek, yaitu
mavens (merasa ahli tentang suatu
produk), konektor (orang yang
menghubungkan) dan salesmen (yang
memang berperan untuk menjual). Allsop,
Bassett dan Hoskins (2007) mendukung
kenyataan ini dengan menyatakan tidak
seluruh jaringan sosial sama, dan tidak
setiap individu memiliki pengaruh yang
sama.
Sedang Balter dan Butman (2005)
beranggapan bahwa setiap orang dapat
menceritakan tentang produk dan layanan
setiap saat karena WOM bukanlah semata
menjadi identifikasi dari suatu kelompok
kecil orang yang memberi pengaruh seperti
mavens atau selebritis.
Sebelumnya sejumlah studi juga telah
memperlihatkan bahwa konsumen juga
merasa terlibat untuk berpartisipasi dalam
WOM dengan tujuan memenuhi kebutuhan
informasi pribadi mereka (Bloch et al.,
1986; Burnkrant and Cousineau, 1975;
Cohen and Golden, 1972; Pincus and
Waters, 1977).
Menurut Silverman (2001), word of
mouth (WOM) menjadi penting karena
dapat membangkitkan kepercayaan yang
bersifat mandiri karena memperolehnya
dari pihak ketiga. Selain itu WOM dapat
menyampaikan suatu pengalaman dan
informasi ini dapat membantu mengurangi
suatu risiko dalam mengkonsumsi suatu
produk.

Dalam konteks WOM bagi rumah


sakit mungkin apa yang dinyatakan
Ammar, Moore, dan Wright (2008)
merupakan suatu keniscayaan. Most
people would not buy a new car without
checking consumer ratings, but patients
still rely largely on word-of-mouth to select
a physician

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Model Penelitian dan Hipotesis


Berdasarkan tinjauan literatur
sebelumnya maka disusunlah model
penelitian sebagai berikut:

Gambar 1. Model Penelitian


Berdasarkan studi literatur dan dan model
penelitian di atas maka disusunlah
hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1a: Semakin baik
kemampuan komunikasi interpersonal
paramedis (perawat) akan berpengaruh
positif terhadap kepercayaan kepada rumah
sakit.
Hipotesis 1b: Semakin baik
kemampuan komunikasi interpersonal
dokter akan berpengaruh positif terhadap
kepercayaan kepada rumah sakit.
Hipotesis 1c: Semakin baik fasilitas
kesehatan yang dimiliki rumah sakit akan
berpengaruh positif terhadap kepercayaan
kepada rumah sakit.
Hipotesis 2: Semakin baik
kepercayaan terhadap rumah sakit akan
berpengaruh positif terhadap loyalitas
kepada rumah sakit.

Journal of Business and Entrepreneurship

Hipotesis 3: Semakin baik loyalitas


terhadap rumah sakit akan berpengaruh
positif terhadap keinginan menciptakan
word-of-mouth positif.

METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode survei di tiga rumah
sakit masing-masing di Kebun Jeruk,
Kuningan dan Kemayoran, dengan
pendekatan cross sectional.
Sampel dilakukan secara purposif
terhadap pasien di ketiga rumah sakit
tersebut. Untuk mengecek validitas dan
reliabilitas alat ukur digunakan SPSS 19
serta menggunakan perangkat lunak Amos
untuk menganalisis hasil penelitian yang
berdasarkan Structural Equation Model
(SEM).
Variabel dan Pengukuran
Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari tiga variabel bebas
(independent variabel) yaitu komunikasi
interpersonal
paramedis/perawat,
komunikasi interpersonal dokter dan
fasilitas kesehatan; dua variabel perantara
(intervening variable) yaitu variabel trust
dan loyalitas, dengan word of mouth
sebagai variabel dependen.
Variabel komunikasi interpersonal
paramedis/perawat dikembangkan dengan
mengacu kepada Beaulieu et.al. (2011) dan
Woszczak-Szubzda et al 2013, diukur
dengan menggunakan empat pertanyaan
menggunakan skala Likert (1-5). Pengujian
validitas dan reliabilitas yang dilakukan
mengharuskan satu pertanyaan dihilangkan
agar diperoleh pengukuran yang valid
(KMO=0,608; Anti-Image Matrices
Correlation > 0,5 ) dan reliabel (Cronbach
Alpha = 0,761).
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Pengukuran variabel komunikasi


interpersonal dokter dikembangkan
berdasarkan pada Beaulieu et.al. (2011)
dan Buller, & Buller (1987), diukur
dengan lima pertanyaan menggunakan
skala Likert (1-5). Pengujian validitas dan
reliabilitas yang dilakukan mengharuskan
satu pertanyaan dihilangkan agar
diperoleh measurement yang valid (KMO
= 0,660; Anti-Image Matrices Correlation
> 0,5) serta reliabel (Cronbach Alpha=
0,607).
Sedang pengukuran variabel fasilitas
alat-alat kesehatan mengacu pada Sharma
& Chahal (1999) dengan menggunakan
lima pernyataan dalam skala Likert (1-5),
dan setelah dilakukan pengujian hanya tiga
yang valid (KMO=0,637; Anti-Image
Matrices Correlation > 0,5) dan reliabel
(Cronbach Alfa= 0,627).
Variabel trust diukur dikembangkan
berdasarkan kajian Colquitt, Scott, &
LePine (2007) menggunakan empat
pernyataan dalam skala Likert (1-5).
Setelah dilakukan pengujian satu
pernyataan harus dihilangkan agar valid
untuk digunakan (KMO=0,688, AntiImage Matrices Correlation > 0,5) dan
reliabel (Cronbach Alfa=0,749). Sedang
variabel loyalitas diukur mengacu pada
Oliver (1997) dan Moorman et al (1993),
dengan menggunakan lima pernyataan
yang setelah diuji ternyata kelimanya valid
(KMO=0,719; Anti-Image Matrices
Correlation > 0,5) dan reliabel (Cronbach
Alfa=0,824).
Terakhir variabel word-of-mouth
dikembangkan berdasarkan studi Mangold,
Miller & Brockway (1999) dan Allsop,
Bassett & Hoskins (2007) menggunakan
empat pernyataan yang setelah diuji
keempatnya memenuhi syarat validitas
(KMO=0,621, Anti-Image Matrices
Correlation > 0,5) dan reliabilitas
(Cronbach Alfa=0,667).
7

Journal of Business and Entrepreneurship

Karakteristik Subyek Penelitian


Dari 150 kuesioner yang disebarkan
dalam survei diperoleh 136 kuesioner yang
dijawab lengkap sehingga dapat dianalisis.
Subyek penelitian terdiri 80 orang pria dan
56 wanita, dengan kelompok terbesar
berusia antara 30-39 tahun (41,9%), diikuti
dengan subyek di kelompok usia 40-49
tahun (37,5%), kelompok usia lebih dari
50 tahun (14,7%), dan yang paling sedikit
subyek dengan usia 20-29 (5,9%).
Dilihat dari tingkat pendidikan,
mayoritas subyek penelitian adalah Sarjana
(S1) sebanyak 47,1%, diikuti subyek yang
memiliki pendidikan SLTA sebanyak
23,5%. Subyek yang memiliki pendidikan
Akademi sebanyak 22,8% dan yang paling
sedikit adalah subyek dengan pendidikan
S2 dan SLTP yaitu masing-masing 5,9%
dan 0,7%.

interpersonal staf/paramedis rumah sakit


tidak terbukti mempengaruhi trust
(Estimate=0,028; SE=0,028; p=0,392).
Dengan demikian Hipotesis 1a tidak
terbukti. Sedang Hipotesis 1b, komunikasi
interpersonal
dokter
terbukti
mempengaruhi trust (Estimate=0,563;
SE=0,171; p<0,1), begitu pula dengan
Hipotesis 1c, fasilitas kesehatan rumah
sakit ikut mempengaruhi trust
(Estimate=0,508; SE=0,113; p<0,1).
Selanjutnya Hipotesis 2, trust
ternyata memang terbukti mempengaruhi
loyalitas secara positif (Estimate=0,597;
SE=1,518; p<0,05). Begitu pula dengan
Hipotesis 3, loyalitas ternyata terbukti ikut
mempengaruhi terciptanya word-of-mouth
secara positif (Estimate=0,543; SE=0,129;
p<0,01).
KESIMPULAN DAN SARAN
DISKUSI HASIL PENELITIAN

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan Structural Equation
Modelling (SEM) dengan menggunakan
program AMOS untuk menguji pengaruh
dari setiap variabel bedasarkan hipotesis.
Hasil pengujian kesesuaian model
(Goodness of Fit) dalam SEM
memperlihatkan Goodness of Fit yang
baik. RMSEA=0,042 < 0,05 (Goodness of
Fit); GFI=0,860 (Marginal Fit); IFI =
0,934 (Goodness of Fit); TLI=0,920
(Goodness of Fit); CFI=0,931 (Goodness
of Fit).
Berdasarkan beberapa kriteria
pengujian goodness of fit tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa model yang
dihasilkan memenuhi syarat goodness of
fit sehingga dapat dilanjutkan dengan
pengujian hipotesis teori.
Dari hasil estimasi regresi model
SEM terlihat bahwa komunikasi

Penelitian ini telah memenuhi


persyaratan kesesuaian model (Goodness
of Fit) yang cukup baik. Meskipun
demikian hipotesis 1a, mengenai
komunikasi interpersonal perawat ternyata
tidak terbukti ikut mempengaruhi trust. Hal
ini diduga terjadi karena pasien memiliki
ekspektasi dan harapan yang lebih besar
terhadap dokter dan fasilitas kesehatan,
yang dalam penelitian ini keduanya
memang terbukti mempengaruhi trust
mereka. Hal ini menjelaskan bahwa
ekspektasi terhadap paramedis/perawat
tidaklah setinggi ekpektasi terhadap dokter,
yang mungkin dapat disebabkan karena
karena kualitas standar perawat di
sejumlah rumah sakit memang masih
belum terlalu baik (Hafizzurachman,
2009b).
Dengan demikian hal ini sesungguhnya menegaskan kembali bahwa pasien
datang untuk berobat di rumah sakit lebih

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

karena mereka memiliki kepercayaan


terhadap dokter dan fasilitas kesehatan
yang tersedia di rumah sakit. Dengan
demikian menjadi sangat penting bagi
dokter-dokter di rumah sakit untuk terus
meningkatkan kemampuan komunikasi
interpersonal mereka. Selain itu penelitian
ini memperlihatkan bahwa fasilitas
kesehatan rumah sakit merupakan hal yang
sangat penting untuk diperhatikan.
Kelengkapan fasilitas kesehatan akan ikut
memperbaiki kepercayaan pasien terhadap
kualitas layanan kesehatan yang diberikan
oleh rumah sakit.
Penelitian ini juga menegaskan
kembali, untuk ranah kesehatan trust juga
terbukti dapat membangkitkan loyalitas,
dan selanjutnya membangkitkan word-ofmouth positif. Hal ini menjelaskan bahwa
trust merupakan hal yang sangat penting
dalam suatu aktivitas bisnis dan
pemasaran, dan karena itu harus dikelola
dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Keterbatasan Penelitian

Beaulieu, M.D., J. Haggerty, D. Santor, J.F.


Lvesque, R. Pineault, F. Burge,
D.Gass, F. Bouharaoui, C.
Beaulieu (2011); Interpersonal
Communication from the Patient
Perspective: Comparison of
Primary Healthcare Evaluation
Instruments; Healthcare Policy
Vol 7 (Special Issue): 108-123

Penelitian ini hanya menggunakan


variabel komunikasi interpersonal perawat
dan dokter serta ketersediaan fasilisitas
kesehatan di rumah sakit tanpa
memperhatikan faktor-faktor lain yang
dapat ikut mempengaruhi kepercayaan,
loyalitas
dan
kemauan
untuk
membangkitkan WOM positif bagi rumah
sakit. Tentu masih ada sejumlah faktorfaktor lain yang dapat ikut mempengaruhi
kepercayaan dan loyalitas yang dapat
diteliti sehingga dapat lebih memperkuat
pemahaman dan pengetahuan pengelola
rumah sakit untuk menciptakan
kepercayaan dan loyalitas terhadap suatu
rumah sakit.

Alif (2012); Advertising Growth in


Indonesia: An Effort to Build a
Reputation. Media Scene, Vol. 23:
30-39.
Allsop, Dee T., B.R. Bassett & J.A.
Hoskins (2007); Word-of-Mouth
Research:
Principles and
Applications; Journal of
Advertising Research, December,
398-411.
Ammar, S. More & R. Wright (2008);
Analysing customer satisfaction
surveys using a fuzzy rule-based
decision support system:
Enhancing customer management;
Database Marketing & Customer
Strategy Management, 15(2), 91105.
Balter, D. & J. Butman (2005); Grapevine:
The NewArt of Word-of-Mouth
Marketing; New York:Portfolio,

Bendapudi, Neeli & Leonard L. Berry


(1997); Customers Motivation
for Maintaining Relationships
with Service Providers; Journal of
Retailing, 73(1), 15-37
Berry,

D.
(2007);
Healthcare
Communication: Theory and
Practice.
London:
Open
University Press.

--==<>==--

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Bloch, P.H., D.H. Sherrell & N.M.


Ridgeway (1986); Consumer
search: an extended framework;
Journal of Consumer Research,
13, 119-126
Bologlu, Seyhmus (2002); Dimensions of
Customer Loyalty: Separating
Friends from Well Wishers;
Cornell Hotel and Restaurant
Administration Quarterly, pp 4759.
Buller, M.K. & D.B. Buller (1987);
Physicians Communication Style
and Patient Satisfaction; Journal
of Health and Social Behavior,
Vol. 28: December, 375-388.
Burnkrant, R.E. & A. Cousineau (1975);
Informational and Normative
Social Influence in Buyer
Behavior; Journal of Consumer
Research, 2, 206-215.
Chaudhuri, Arjun & M.B. Hoolbrook
(2002); Product-class effects on
brand
commitment and brand
outcomes: the role of brand trust
and brand affect; Brand
Management, 10 (1), 33-58.
Cleary, P.D. & B.J. McNeil (1988); Patient
satisfaction as an indicator of
quality care; Inquiry, 25 (1), 2536.
Colquitt, J.A., B.A. Scott, & J.A. LePine
(2007); Trust, Trustworthiness,
and Trust Propensity: A MetaAnalytic Test of Their Unique
Relationships With Risk Taking
and Job Performance; Journal of
Applied Psychology, Vol. 92, No.
4, 909927

Healthy Work Organizations.


Chichester: Wiley.
Franciosi, M., F. Pellegrini, G. De Berardis,
M. Belfiglio (2004); Correlates of
satisfaction for the relationship
with their physician in type 2
diabetic patients; Diabetes
Research and Clinical Practice
66(3):277-286.
Garbarino, E. & M.S. Johnson (1999); The
Different Role of Satisfaction,
Trust and Commitment in
Customer Relationship; Journal of
Marketing, April, 63, 70-87
Gladwell, Malcom (2000); Tipping Point;
Little Brown.
Glickman, SW, K.A. Baggett KA, C.G.
Krubert (2007); Promoting quality;
the health-care organization from
a
management
perspective; International Journal of
Quality Health Care. 19:341-8.
Greene, MG, R.D. Adelman & E.
Friedmann (1994); Older patient
satisfaction with communication
during an initial medical
encounter; Social Science Med.
38(9):127988
Hafizurrachman (2009a); Sumberdaya
Manusia Rumah Sakit di QHospital; Majalah Kedokteran
Indonesia, Volum: 59, Nomor: 8,
Agustus 2009
Hafizurrachman (2009b); Health status,
ability, and motivation influenced
district
hospital
nurse
performance; Medical Journal
Indonesia 18: 283-9.

Cooper, C. (1994); The costs of healthy


work organizations, in C. Cooper
& S. Williams (Eds.); Creating

Kim, D.J., D.L. Ferrin & H.R. Rao (2009);


Trust and Satisfaction, two
steeping stone for successful ecommerce relationship: a

10

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

longitudinal
exploration;
Information Systems Research,
Vol. 20, No. 2, June, pp 237-257.
Mangold, W.G., F. Miller & G.R.
Brockway (1999); Word-ofmouth communication in the
service marketplace; Journal of
Services Marketing, Vol. 13. No
1, pp 73-89
Moorman, C., R. Deshpande & G. Zaltman
(1993); Factors Affecting Trust in
Market Relationship; Journal of
Marketing 57, (January), 81-101.
Moorman, C., G. Zaltman & R. Deshpande
(1992); Relationship Between
providers and user of market
research: the dynamic of trust
within and between organizations;
Journal of Marketing Research
(24), August, 314-328.
Morgan R.M. & S.D. Hunt (1994); The
commitment-trust theory of
relationship marketing; Journal
of Marketing, 58 (July),
Nordby, Halvor (2004); Communicative
challenges for paramedics:
language and interpretation;
Scand J Trauma Resusc Emerg
Med 12; 178-181
Oliver, Richard L (1997); Satisfaction: A
Behavioral Perspective on the
Consumer; New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Pavarini, Peter, S. Sanders & M. Lindsay
(2012); Health Care Reform
Going Forward: Whats the Impact
on Providers? Beckers Hospital
Review, December.
Pavlou, P.A. (2003); Consumer Acceptance
of Electronic Commerce:
Integrating Trust and Risk with the
Technology Acceptance Model;

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

International Journal of Electronic


Commerce 69-103.
Pincus, S. & L.K. Waters (1977);
Informational social influence and
product quality judgments;
Journal of Applied Psychology,
Vol 62(5), Oct, 615-619.
Rabin, R (2008); You can find Dr, right,
with some effort, New York
Times, 29 September, 1-9.
Rousseau, D. M., S.B. Sitkin, R.S. Burt &
C. Camerer (1998); Not so different
after all: A cross-discipline view of
trust; Academy of Management
Review, 23, 393404.
Shamdasani, P.N. & A.A. Balakrisnan
(2000);
Determinants
of
Relationship Quality and Loyalty
in Personalized Services; Asia
Pacific Journal of Management,
17 (3), 399-422.
Sharma, R.D. & Hardeep Chahal (1999);
A Study of Patient Satisfaction in
Outdoor Services of Private
Health Care Facilities; Vikalpa,
Vol. 24, No. 4,
OctoberDecember 59-76Singer et al
(2009), xxxxxxx
Silverman, G. (2001); The Secrets of Wordof-Mouth Marketing; New York:
American
Management
Association.
Simpson, M., R. Buckman, M. Stewart, P.
Maguire, M. Lipkin, D. Novack &
J. Till (1991); Doctor-patient
commun ication: the Toronto
Consensus Statement; BMJ.
November; 303(6814): 1385
1387.
Stewart, AL, A. Npoles-Springer, E.J.
Prez-Stable, S. Posner S, A.B.
Bindman, H.L. Pinderhughes, AE

11

Journal of Business and Entrepreneurship

Washington (1999); Interpersonal


processes of care in diverse
populations; The Milbank
Quarterly. 77:305-339, 1999
Taylor, S.A., K. Celuch & S. Goodwin
(2004);The importance of brand
equity to
customer loyalty;
Journal of Product & Brand
Management,Vol.13, No.4,
pp.217-227
Watzlawick, Paul, J.B. Bavelas & D.D.
Jackson (2011); Pragmatics of
Human
Communication: A
study of interactional patterns,
pathologies, and paradoxes; W.W.
Norton & Company

12

Wloszczak-Szubda, Anna, M.J. Jarost &


M.
Goniewicz
(2013);
Professional
communication
competences of paramedicspractical and educational
perspectives;
Annals
of
Agricultural and Environmental
Medicine, Vol 20, No 2, 366372
Zolnierek, K.B.H. & M.R. Dimatteo
(2009); Physician Communication
and Patient Adherence to
Treatment: A Metaanalysis;
Medical Care, August; 47 (8):
826-834.

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Survei Index Kepuasan Supplier


Sebagai Penerapan Pemasaran Holistik
(Studi Kasus PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk)
Dian Kurnia Rizki
PT Telkom Indonesia (DWS)

The purpose of this journal is to measure supplier satisfaction index from six
suppliers of Telkom Wholesale Service Division (DWS) who have been cooperating
for couple years as implementation of holistic marketing. In addition, the journal
also analyzes the gap between the suppliers expectation and satisfaction. Finally,
the number of satisfaction with the level of importance of each variable is mapped
on the quadrant operation IPA or Important Performance Analysis. The results of
this study stated that the suppliers are quite satisfied with the cooperation although
there are several variables that need to be concerned further. Through these results,
it is expected to be a basic consideration for improvement of cooperation in the
future, so that the supplier satisfaction will be better.
Keywords: Supplier Satisfaction Index; marketing holistic; GAP Analysis;
Important Performance Analysis

Survei Index Kepuasan Supplier


Sebagai Penerapan Pemasaran Holistik
(Studi Kasus PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk)

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telkom Divisi Wholesale Service
(DWS) merupakan salah satu divisi di PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk yang
menjalankan salah satu dari portofolio
bisnis Telekomunikasi yaitu penyewaan
jaringan infrastruktur telekomunikasi dan
interkoneksi. Pelanggan dari Telkom
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

DWS adalah operator lain atau OLO


(Other License Operator), contohnya XL
Axiata, Indosat, Axis, dan Bakrie
Telecom. Dalam menjalankan bisnisnya
di tahun 2012, Telkom DWS
berkewajiban untuk menerapkan
corporate value Telkom (5C) sebagai
bentuk komitmen. Salah satu corporate
value dari 5C itu adalah co-creation of
win-win partnership yang merupakan
komitmen perusahaan untuk memper13

Journal of Business and Entrepreneurship

lakukan mitra bisnis sebagai rekanan yang


setara. Salah satu key behaviour dari
corporate value tersebut adalah secara
aktif mencari feedback dari mitra kerja.
Co-creation of win-win partnership
sebagai coporate value tersebut
merupakan contoh implementasi dari
penerapan konsep holistik marketing
(Kotler dan Keller, 2009) yang salah satu
komponennya adalah relationship
marketing termasuk dengan para supplier.
Perhatian khusus yang diberikan pada
kesetaraan hubungan dengan para mitra
bisnis, termasuk para supplier, disebabkan
oleh eratnya hal tersebut dengan proses
penyelenggaraan layanan kepada para
pelanggan oleh Telkom DWS agar tidak
terkendala. Seperti yang dikatakan oleh
(Snyder, 2003), bahwa mitra yang tidak
puas, tidak akan berkontribusi secara
maksimal dan akan memberikan layanan
yang kurang berkualitas.
Selain dapat memperlancar proses
pelayanan kepada OLO, komitmen ini
dirasa penting dalam menangkap peluang
bisnis dan memenangkan persaingan pasar.
Berdasarkan hasil olahan data, dari TriTech
dan beberapa laporan tahunan Operator
Telekomunikasi, menunjukan bahwa
pertumbuhan jumlah subscriber bertambah
sangat signifikan dari tahun ke tahun baik
untuk pengguna seluler, FWA (Fixed
Wireless Access), dan FWL (Fixed Wire
Line). Naiknya kebutuhan jaringan
infrastruktur juga disebabkan oleh
perkembangan dari trend layanan paket
data retail seperti paket Blackberry, paket
internet, atau mobile banking. Paket
layanan retail tersebut membutuhkan
jaringan infrastruktur dengan kapasitas
yang besar untuk menjaga kualitas nya.
Memperhatikan besarnya peluang bisnis
yang besar di pasar, maka keberadaan mitra
yang puas karena kerjasama yang saling
menguntungkan sangat diperlukan.

Meskipun peluang bisnis cukup


signifikan di pasar, namun tingkat
kompetisi di industri ini juga cukup tinggi.
Berdasarkan data olahan dari dokumen
internal perusahaan, berikut ini adalah peta
persaingan di pasar jaringan infrastruktur
telekomunikasi di Indonesia :

Berdasarkan data di atas, terlihat


bahwa posisi Telkom, yang diwakili oleh
DWS, saat ini merupakan market leader
dilihat dari faktor kekuatan pasar serta jenis
layanan yang ditawarkan. Pesaing terberat
Telkom saat ini adalah Indosat yang berada
di posisi kedua karena ketersediaan
jaringan yang juga cukup besar. Sedangkan
perusahaan lainnya merupakan para
pemain yang relatif baru sehingga masih
jauh dari posisi Telkom saat ini. Untuk
mempertahankan posisinya, Telkom DWS
perlu melakukan efisiensi dan efektifitas
dalam proses penyelenggaraan layanannya
ke OLO sehingga kualitas layanan terjamin
dan mampu menawarkan harga yang lebih
kompetitif. Oleh sebab itu, diperlukan
adanya kerjasama yang baik dengan para
supplier sesuai yang dikatakan oleh
(Trend, 2005) bahwa satu-satunya jalan

14

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Gambar 1. Data Competition Matrix


Pasar
Infrastruktur
Jaringan
Telekomunikasi di Indonesia 2011
Sumber: Telah diolah kembali dari dokumen
internal perusahaan.

Journal of Business and Entrepreneurship

untuk bertahan di persaingan pasar yang


ketat, adalah dengan menjadikan supplier
sebagai mitra yang setara. Hal ini karena
para supplier memiliki peran yang sangat
penting dalam meningkatkan posisi saing
dan tingkat efisiensi supply chain (Park,
Shin, & Tai-Woo, 2010).
Kepuasan supplier adalah perasaan
kesetaraan dalam hubungan supply chain
antara penjual dan pembeli meskipun
terdapat ketidakseimbangan posisi tawar
(Benton & Maloni, 2005). Seperti yang
dikatakan Leenders, Johnson, Flynn, &
Fearon (2006), tanpa kepuasan, supplier
akan menghasilkan out put berkualitas
rendah, yang ikut menurunkan kualitas
layanan perusahaan sehingga volume
penjualan akan terganggu dan sebagai
konsekuensinya keuntungan perusahaan
akan berkurang. Selain itu, hubungan
Telkom DWS dengan OLO akan terganggu
karena tidak mampu memenuhi permintaan
sesuai target waktu yang disepakati di
awal.

Berdasarkan hal tersebut, maka


secara spesifik, tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui variabelvariabel yang
menjadi penentu kepuasan supplier
terhadap Telkom DWS dalam
menjalankan kewajibannya sebagaimana yang tercantum pada Perjanjian
Kerja Sama (PKS).
b. Mengetahui tingkat kepentingan
variabel-variabel yang mempengaruhi
kepuasan supplier.
c. Mengetahui performansi pada variabel
tersebut pada kepuasan secara
keseluruhan, per supplier, dan per
tahapan kerjasama.
d. Mengetahui variabel yang terdapat gap
antara ekspektasi dengan harapan
supplier sehingga perlu diperhatikan
lebih untuk perbaikan kerjasama ke
depan.
TINJAUAN TEORI
Kepuasan Supplier

TUJUAN PENELITIAN
Sesuai pemaparan di atas, maka
diperlukan pengukuran kepuasan supplier
yang telah mengikatkan diri dengan
Telkom DWS melalui Perjanjian Kerja
Sama (PKS). Seperti yang dikatakan oleh
Essig dan Amann
(2009), tanpa
pengukuran kepuasan supplier, maka akan
sulit menjaga hubungan baik antara
supplier dan buyer. Padahal, hubungan ini
sangat penting bagi Telkom DWS baik
dalam proses delivery layanan ke OLO
maupun sebagai salah satu bentuk
komitmen terhadap corporate value yaitu
co-creation of win-win partnership yang
merupakan penerapan dari konsep holistic
marketing.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Menurut Benton dan Maloni (2005),


kepuasan supplier adalah perasaan
kesetaraan dalam hubungan supply chain
antara penjual dan pembeli meskipun
terdapat ketidakseimbangan posisi tawar.
Sedangkan menurut Essig & Amann
(2009), kepuasan supplier adalah perasaan
adil yang dirasakan oleh supplier dalam
pemenuhan kebutuhannya, berdasarkan
pada insentif buyer dan kontribusi supplier
dalam hubungan jual beli di pasar B2B.
Berdasarkan hasil penelitian Meena dan
Sarmah (2012), terdapat empat faktor yang
mempengaruhi kepuasan supplier. Tiga
dari empat faktor tersebut yaitu kebijakan
pembelian, kebijakan pembayaran dan
kebijakan koordinasi. Berikut ini adalah
penjelasan detail terkait faktor tersebut:
15

Journal of Business and Entrepreneurship

a. Kebijakan Pembelian
Pada umumnya, kebijakan pembelian
di sebuah perusahaan itu adalah
kebijakan yang terkait proses order dan
penyelenggaraan layanan atau produk
yang berpengaruh langsung terhadap
kepuasan supplier (Essig dan Amann,
2009; Maunu, 2003). Selain itu, masih
terkait pembelian, kepuasan supplier
juga dipengaruhi langsung dengan
jadwal pembelian yang tepat (Lascelles
dan Dales, 1989; Essig dan Amann,
2009; Maunu, 2003). Menurut
Soetanto dan Proverbs (2002),
kejelasan dalam parameter teknis juga
mempengaruhi kepuasaan.
b. Kebijakan Pembayaran
Menurut Soetanto dan Proverbs (2002),
Essig dan Amann (2009), Maunu (2003)
dan Wong (2000), pembayaran yang
tepat waktu, proses pembayaran dan
penerimaan barang atau layanan
memiliki pengaruh langsung terhadap
kepuasan supplier. Verhoef et al. (2001)
menjelaskan bahwa kebijakan
pembayaran yang buruk dapat
mengakibatkan supplier melakukan
penjualan ke pihak lainnya. Selain itu,
tingkat kemampuan finansial
perusahaan juga berpengaruh pada
kepuasan karena erat kaitannya dengan
kemampuan pembayaran dan skema
harga yang ditawarkan oleh supplier
(Soetanto dan Proverbs 2002; Burt et
al., 2008; Essig dan Amann, 2009). Oleh
sebab itu, kebijakan pembayaran di sini
dapat diartikan sebagai kebijakan
perusahaan terkait proses pembayaran.

penyelenggaraan layanan memiliki


pengaruh langsung terhadap kepuasan
supplier. Tidak hanya itu saja, Eissig
dan Amann (2009) juga menjelaskan
bahwa Earnest Money Deposit (EMD),
ketepatan waktu dalam pengembalian
barang yang ditolak, garansi bank serta
ketepatan waktu pemesanan kepada
supplier juga mempengaruhi tingkat
kepuasan para supplier. Perilaku para
pegawai di perusahaan terhadap
supplier juga dianggap mempengaruhi
tingkat kepuasan mereka (Moorman et
al., 1992). Sehingga, kebijakan
koordinasi di sini dapat diartikan
kebijakan perusahaan terkait
koordinasi dalam penyelenggaraan
layanan.
Meskipun kepuasan supplier erat
kaitannya dengan supply chain
management, namun hal ini juga bukan
bagian terpisah dari marketing. Menurut
AMA (American Marketing Association)
tahun 2007, ditetapkan pengertian baru
tentang pemasaran yaitu sebagai fungsi
organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan dan
memberikan nilai kepada pelanggan untuk
mengelola hubungan pelanggan dengan
cara yang menguntungkan organisasi dan
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
organisasi. Dari pengertian tersebut, maka
konsep marketing tidak lagi terbatas pada
penjualan saja, namun juga meliputi
beberapa konsep marketing.
Pemasaran holistik

c. Kebijakan Koordinasi
Komunikasi antara perusahaan dengan
supplier merupakan faktor yang
penting untuk setiap hubungan yang
baik dan menurut Essig dan Amann
(2009) serta Maunu (2003),
komunikasi dan kemudahan dalam

Menurut Kotler et all (2009), konsep


marketing merupakan upaya perusahaan
untuk melakukan kegiatan marketing.
Salah satunya adalah konsep pemasaran
holistik. Konsep ini didasarkan pada
pengembangan, desain, dan implementasi
program marketing, proses, dan aktivitas

16

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

yang menunjukan kekuatan serta


keterikatan mereka. Pada konsep tersebut,
seluruh hal memiliki pengaruh ke
marketing, seperti pelanggan, pegawai,
perusahaan lain, kompetitor, bahkan
keseluruhan masyarakt. Sehingga
diperlukan adanya suatu perspektif yang
terintegrasi. Pemasaran holistik terdiri dari
4 komponen yaitu relationship marketing,
integrated marketing, internal marketing
dan social responsibility marketing.
Relationship marketing yang bertujuan
untuk menciptakan hubungan jangka
panjang dengan para stakeholder seperti
pelanggan, supplier, distributor dan mitra
perusahaan lainnya. Oleh karena itu,
penelitian ini dapat dikatakan merupakan
penerapan dari pemasaran holistik.
METODOLOGI
Objek Penelitian
Yang menjadi objek pada penelitian
ini adalah PT Telkom Indonesia khususnya

Divisi Wholesale Service atau disebut


Telkom DWS yang menyewakan
infrastruktur telekomunikasi kepada
operator lain yang disebut juga OLO
(Other Licensed Operator).
Operasional Variabel
Untuk menjaga relevansi penelitian,
hasil penelitian Meena dan Sarmah (2012)
mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan supplier
disesuaikan dengan dokumen Perjanjian
Kerjasama (PKS) antara Telkom DWS dan
para supplier. Mengacu pada beberapa
dokumen PKS yang berlaku, kegiatan
kerjasama dibagi menjadi beberapa tahap
yaitu sebelum pemesanan (pre-order),
pemesanan (order), instalasi (installation),
pembayaran (collection & payment), dan
setelah instalasi (after installation).
Berikut ini merupakan operasional variabel
yang digunakan pada kuisioner dalam
penelitian ini:

Tabel 1. Operasional Variabel


No

Tahap

Coding

Variabel

Kategori Faktor

Pre-Order

C1a3
C1b3

a. Kejelasan ketentuan hak dan


kewajiban kedua belah pihak.
b. Ketepatan waktu proses sirkulir PKS/
amandemen di sisi Telkom

Kebijakan
Pembelian
Kebijakan
Pembelian

Order

D1a3
D1b3
D1c3

a. Kejelasan pengajuan order (target


RFS, perangkat, kapasitas, dan
informasi lain yang relevant di luar
data lokasi)
b. Kejelasan koordinat dan alamat
lengkap yang akan dilakukan
instalasic. K e l e n g k a p a n
administrasi dalam proses order.

Kebijakan
Pembelian
Kebijakan
Pembelian
Kebijakan
Pembelian

Installation

E1a3
E1b3
E1c3

a. Kemudahan proses pemberian izin


untuk survei/peninjauan lokasi/
pemasangan perangkat.

Kebijakan
Koordinasi

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

17

Journal of Business and Entrepreneurship

No

Tahap

Coding

Variabel

E1d3

b. Koordinasi internal Telkom dalam


pelaksanaan instalasi.
c. Dukungan internal Telkom dalam
pelaksanaan proses integrasi.
d. Proses tanda tangan Berita Acara
Layak Operasi

Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Koordinasi

Collection &
Payment

F1a3
F1b3
F1c3
F1d3
F1e3

a. Ketepatan waktu pembayaran biaya


sewa.
b. Ketepatan jumlah pembayaran sesuai
dengan Berita Acara Kemitraan.
c. Kemudahan proses pengajuan klaim
ganti rugi atas kerusakan.
d. Ketepatan waktu pembayaran ganti
rugi jika terjadi kerusakan.
e. Ketepatan jumlah pembayaran ganti
rugi jika terjadi kerusakan.

Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Pembayaran
Kebijakan
Pembayaran
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Pembayaran

After
Installation

G1a3
G1b3
G1c3
G1d3

a. Pemeliharaan kualitas perangkat


milik mitra.
b. Kecepatan menginformasikan apabila
ada gangguan dari pelanggan.
c. Kecepatan
memberitahukan
informasi pemutusan perangkat
sesuai permintaan pelanggan.
d. Kecepatan
memberitahukan
informasi relokasi perangkat sesuai
permintaan pelanggan.

Kebijakan
Pembayaran
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Koordinasi

Desain Kuesioner
Pengambilan data primer dilakukan
dengan menggunakan kuisioner yang
terstruktur yang disebar oleh pihak ketiga
secara langsung dan dilakukan dengan face
to face interview kepada masing-masing
perwakilan supplier. Selain itu, untuk
menjaga agar hasil dari kuisioner tidak bias
karena terdapat konflik kepentingan di
supplier, maka penyebaran kuisioner
dilakukan oleh pihak ketiga atau bukan
oleh Telkom DWS sendiri. Tipe pertanyaan
pada kuesioner ini adalah pertanyaan
tertutup dan terbuka. Sedangkan skala yang
18

Kategori Faktor

digunakan pada penelitian mengenai


kepuasan supplier adalah Likert dengan
skala 1 5 (Meena dan Sarmah, 2012;
Essig dan Amann, 2009).
Sampel
Pada penelitian, digunakan teknik
judgmental sampling para senior leader
Telkom DWS untuk menentukan sampel
dari total 13 supplier yang telah
bekerjasama dengan Telkom DWS sampai
2012. Selanjutnya, para supplier dipilih
berdasarkan dua kriteria. Pertama, para
supplier paling tidak telah bekerjasama
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

dengan Telkom DWS selama 1 tahun. Hal


ini memperhatikan bahwa minimal jangka
waktu sewa dengan supplier adalah 6
bulan, sehingga dalam waktu setahun
diharapkan semua tahapan kegiatan dalam
perjanjian dengan supplier sudah
dilakukan, maka responden dari masingmasing supplier dapat menjawab
pertanyaan pada kuisioner. Adapun kriteria
yang kedua adalah nilai transaksi dengan
supplier tersebut minimal mencapai seratus
juta rupiah per tahunnya. Nilai minimal
transaksi ini ditentukan karena jika
transaksi dengan supplier mencapai nilai
tersebut, maka menurut kebijakan
perusahaan, supplier tersebut dapat
dikategorikan supplier utama yang penting
mengingat nilai transaksi yang cukup besar.
Dari total 13 supplier yang saat ini
telah bekerja sama dengan Telkom DWS,
maka terdapat enam perusahaan yang
memenuhi kriteria supplier untuk dijadikan
sampel. Demi menjaga kerahasiaan
perusahaan, maka penulisan nama supplier
yang menjadi sampel menggunakan inisial.
Berikut ini adalah nama-nama supplier dari
Telkom DWS:

Tabel 2.
Daftar Sampel Supplier Telkom DWS
No Nama Supplier

Jenis Layanan

PT Pg

Sewa link
(sirkit langganan)

PT T

Sewa link
(sirkit langganan)

PT P

Sewa radio IP

PT C

Sewa radio IP

PT V

Sewa radio IP

PT M

Sewa radio IP

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Masing-masing supplier dipilih 5 -key


informan sebagai responden dari kuisioner
penelitian ini sehingga total responden
berjumlah 30 orang dari 6 perusahaan
supplier Telkom DWS. Mengacu pada
Phillips (1981), pemilihan key informan
tersebut berdasarkan kualifikasi khusus
yaitu memiliki status tertentu misalnya
seperti CEO atau COO perusahaan,
memiliki pengetahuan yang khusus
misalnya orang keuangan, legal, atau teknis
lapangan, atau key informan tersebut
merupakan account manager/sales team
yang banyak berhubungan dengan Telkom
DWS.
Metode Analisa Data
Index Kepuasan Supplier (IKS)
Mengacu pada rumus yang digunakan
oleh Meena dan Sarmah (2012) yang
mengacu rumus dari Anderson dan Fornell
(2000) dan Fornel et all (2001), maka
rumus menghitung IKS adalah:

IKS =
Keterangan:
Wi = Bobot variabel
= Nilai rata-rata variabel
n = Jumlah variabel
9 = Skala yang digunakan
Masih menurut Meena dan Sarmah (2012),
berikut ini adalah arti dari nilai IKS:
< 60
= tidak memuaskan
60 80 = cukup memuaskan
> 80
= sangat memuaskan
Metode perhitungan IKS adalah untuk
mencapai tujuan penelitian yaitu
mengetahui kepuasan supplier secara
keseluruhan, kepuasan masing-masing
19

Journal of Business and Entrepreneurship

supplier, dan kepuasan mereka per tahapan


kerjasama.

selain itu mereka juga telah merasa puas


terhadap performansi perusahaan untuk
variabel tersebut. Sehingga, untuk
menjaga kepuasan responden,
perusahaan sebaiknya mempertahankan
prestasi nya.

Importance Attribute Performance (IPA)


IPA pertama kali diperkenalkan oleh
John A. Martilla dan John C. James (1977).
Metode ini digunakan untuk mengaitkan
performansi sebuah variabel penelitian
dengan
tingkat
kepentingannya
berdasarkan informasi dari responden.
Dengan mengetahui tingkat kepentingan
dan performansi masing-masing variabel,
selanjutnya dapat dipetakan variabel
tersebut dalam 4 kuadran, di bawah ini,
untuk analisa lebih lanjut.

Gambar 2. Pemetaan variabel IPA

Low priority (Prioritas rendah)


Meskipun responden menilai rendah
performansi perusahaan pada variabel
yang terletak pada kuadran ini, namun
mereka juga tidak menganggap hal
tersebut adalah sesuatu yang penting.
Sehingga, variabel-variabel tersebut
merupakan prioritas rendah bagi
perusahaan untuk menjaga kepuasan
mereka.

Possible overkill (Terlalu berlebih)


Responden merasa performansi yang
baik dari perusahaan pada tiap-tiap
variabel di kuadran ini, hanya saja,
mereka menganggap variabel tersebut
memiliki kepentingan yang rendah.
Sehingga, meskipun hal tersebut baik
untuk diteruskan, namun sebaiknya
sumber daya yang alokasikan
dipindahkan untuk variabel pada
kuadran 1 misalnya.

Keterangan:
l

20

Concentrate here (Konsentrasi di sini)


Menurut para responden, tingkat
kepentingan variabel yang terletak pada
kuadran ini adalah tinggi, namun
menurut mereka, performansi
perusahaan pada variabel ini masih
rendah. Sehingga, diharapkan
perusahaan akan berkonsentrasi untuk
memperbaiki semua variabel yang
terletak pada kuadran tersebut.
Keep up the good work (Pertahankan
prestasi)
Responden menganggap penting
variabel yang ada pada kuadran dua ini,

Analisa gap
Metode analisa ini digunakan pada
penelitian untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan (gap) antara harapan
responden dan tingkat kepuasan mereka
pada variabel yang diukur. Untuk menguji
ada tidaknya gap tersebut dan berapa besar
nilai gap nya, digunakan pair sample t test
atau Wilcoxon test dengan menggunakan
confidence level 95%. Pair sample t test
digunakan untuk menguji nilai gap secara
keseluruhan responden yang berjumlah 30
orang atau menurut Central Limit Theorm,
data nya dapat diasumsikan berdistribusi
normal. Pada test ini, berdasarkan Levine
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

et.all (2011), jika nilai hasil t-hitung berada


di antara nilai upper tail dan lower tail nya,
maka tidak terdapat perbedaan yang
signifikan secara statistik antara nilai
harapan dengan nilai kepuasan yang
diberikan oleh supplier dan sebaliknya.
Sedangkan Wilcoxon test digunakan untuk
menguji nilai gap per perusahaan supplier
di mana jumlah responden hanya ada 5
sehingga data tidak terdistribusi normal
atau dapat dikategorikan sebagai non
parametrik. Pada test ini, jika nilai sig <
0,05 maka terdapat perbedaan yang
signifikan secara statistik antara nilai
harapan dengan nilai kepuasan yang
diberikan oleh supplier dan sebaliknya.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Perubahan Operasional Variabel
Dari hasil penyebaran kuisioner
kepada 3 responden pertama pada supplier
yang berbeda, diketahui bahwa terdapat
beberapa operasional variabel yang tidak
relevan karena meskipun tercantum dalam
dokumen perjanjian kerjasama, namun
tidak pernah terjadi di lapangan.
Operasional variabel tersebut adalah:

Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas


Uji reliabilitas dilakukan dengan
melihat nilai Cronbachs Alpha variabel.
Berdasarkan hasil SPSS, nilai Cronbach
Alpha mencapai 0,843 untuk seluruh
variabel penelitian. Sedangkan nilai
Crobach Alpha pada tingkat kepentingan,
harapan dan kepuasan masing-masing
variabel adalah diatas 0,7. maka dapat
dikatakan bahwa baik secara keseluruhan
maupun masing-masing variabel penelitian
sudah cukup reliable (Essig dan Amann,
2009). Sedangkan untu pengukuran uji
validitas, berdasarkan Essig dan Amann
(2009), dilakukan menggunakan metode
analisa faktor dengan melihat nilai
component matrix. Berdasarkan hasil
olahan SPSS, di mana nilai component
matrixnya nya lebih dari 0,5, maka
penelitian ini dapat dikatakan valid
(Malhotra, 2010).
Hasil Perhitungan Index Kepuasan Supplier
(IKS)
Index Kepuasan keseluruhan Supplier
Berikut ini adalah grafik dari IKS Telkom
DWS dari 6 supplier:

a. Kemudahan proses pengajuan klaim


ganti rugi atas kerusakan
b. Ketepatan waktu pembayaran ganti rugi
jika terjadi kerusakan
c. Ketepatan jumlah pembayaran ganti
rugi jika terjadi kerusakan.
Oleh sebab itu, ketiga variabel tersebut
dihapus dari kuisioner karena akan
mempengaruhi hasil penelitian jika tetap
dipertahankan. Sehingga, operasional
variabel pada tahapan kerjasama collection
and payment, dari total 5 variabel, menjadi
tinggal 2 variabel.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Gambar 3. Grafik Index Kepuasan


Keseluruhan Supplier Telkom DWS
Dari gambar di atas, secara
keseluruhan, IKS para supplier Telkom
DWS adalah 70% atau dapat dikatakan
cukup memuaskan. Adapun dari ke enam
supplier, PT Pg memiliki index kepuasan
21

Journal of Business and Entrepreneurship

paling tinggi (74%) terhadap kerjasama


yang selama ini dijalin dengan Telkom
DWS, sedangkan PT T memiliki index
kepuasan paling rendah (64%) meskipun
nilainya masih di atas 60%.
Sedangkan perbandingan grafik index
kepuasan supplier Telkom DWS per
variabel tahapan kerjasama adalah:

Hasil Perhitungan Analisa Gap

Gambar 3. Grafik Index Kepuasan


Supplier Telkom DWS (per variabel)

Gambar 4. Analisa Gap Keseluruhan


Supplier Telkom DWS

Dari gambar grafik di atas dan


mengacu keterangan grafik sesuai tabel
3.1, maka dapat dianalisa bahwa rata-rata
para supplier memberikan nilai cukup
memuaskan pada tahapan kerjasama pre
order adalah karena mereka merasa bahwa
ketentuan hak dan kewajiban dalam
perjanjian kerjasama (PKS) sudah jelas,
serta proses sirkulir PKS pada internal
Telkom DWS dirasa sudah tepat waktu.
Sedangkan pada tahapan kerjasama
installation, meskipun juga dinilai cukup
memuaskan, namun nilai nya lebih rendah
daripada tahapan kerjasama pre order. Hal
ini karena supplier merasa kemudahan
proses pemberian izin di Telkom terkadang
agak sulit dan harus melalui prosedur yang
terlalu ketat. Selain itu, koordinasi internal
Telkom saat integrasi perangkat tidak
seragam karena tergantung area instalasi
perangkat. Misalnya, koordinasi internal
Telkom di area Jawa dirasa lebih baik
daripada di area Bali dan Nusa Tenggara.

Berdasarkan data di atas, secara


keseluruhan, gap yang dirasakan oleh para
supplier Telkom DWS adalah sebesar 0,81.
Adapun nilai gap yang terkecil antara
harapan dan kepuasan dirasakan oleh PT C
yaitu 0,47. Sedangkan nilai gap terbesar
dirasakan oleh PT T yang nilai gap nya
mencapai 1,08. Secara garis besar, para
supplier menetapkan standar harapan yang
cukup tinggi kepada Telkom DWS. Hal ini
karena mereka melihat Telkom DWS
sebagai salah satu divisi dari perusahaan
BUMN yang dinilai memiliki good
governance yang baik, sehingga dianggap
mampu memenuhi harapan terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi kepuasan
supplier dengan baik. Hanya saja, pada
kenyataan di lapangan, dengan segala
keterbatasan Telkom sebagai BUMN, hal ini
dapat menjadi penghambat pemenuhan
harapan tersebut. Sehingga pada akhirnya,
nilai kepuasan yang dirasakan supplier tidak
setinggi nilai harapannya.

22

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Dari hasil tabel pair t-test, diketahui


bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara nilai harapan dan kepuasan para
supplier terhadap Telkom DWS pada
masing-masing variabel. Berikut ini adalah
gambaran analisa gap seluruh supplier dari
Telkom DWS:

Journal of Business and Entrepreneurship

Sedangkan gambar grafik yang


menunjukan analisa GAP per variabel nya
adalah:

Gambar 6. Grafik IPA Kepuasan


Supplier Telkom DWS
Gambar 5. Grafik Analisa Gap
Keseluruhan Supplier Telkom DWS (per
variabel)
Mengacu pada tabel 3.1 tentang
keterangan singkat kode variabel kepuasan
sebelumnya dan gambar grafik di atas,
diketahui bahwa nilai kepuasan pada
variabel pemeliharaan perangkat mitra
memiliki nilai gap yang paling kecil yaitu
0,5 lebih rendah daripada nilai harapannya
karena kegiatan operation & maintenance
(O&M) pada umumnya berlangsung lancar
dan rutin.
Sayangnya, nilai gap yang paling besar
adalah pada variabel kemudahan proses
pemberian izin dengan nilai gap mencapai
1,07. Supplier mengharapkan bahwa proses
pemberian izin dapat berlangsung lebih
lancar. Hanya saja pada kenyataannya,
meskipun koordinasi Divisi dan Area sudah
baik, namun karena ada beberapa hal terkait
keamanan perangkat internal maupun
pelanggan lain yang tidak diketahui kantor
Divisi, mengakibatkan proses perizinan di
kantor Area harus melalui proses yang ketat
dan cukup memakan waktu.
Hasil Importance Performance Analysis
(IPA)
Berikut ini adalah hasil pemetaan IPA
dari masing-masing tahapan kerjasama:
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Dalam kuadran satu, terdapat variabel


tahapan kerjasama installation. Para
supplier Telkom DWS merasa tahapan
kerjasama ini cukup penting. Hanya saja,
pada tahapan ini terdapat variabel terkait
kemudahan proses pemberian izin dan
koordinasi internal Telkom saat instalasi
yang menurut nilai index kepuasan
beberapa mitra tidak puas, namun secara
average dengan nilai pada variabel terkait
koordinasi internal Telkom saat integrasi
dan penandatanganan Berita Acara Layak
Operasi (BALOP), tahapan ini dapat
dikatakan memuaskan.
Pada kuadran dua, terdapat variabel
tahapan kerjasama order. Para supplier
Telkom DWS menganggap bahwa tahapan
ini sangat penting bagi mereka, meskipun
kepuasan mereka terhadap Telkom pada
tahapan ini tidak terlalu tinggi. Data order
seperti titik koordinat, kapasitas,
konfigurasi perangkat dan kelengkapan
administrasi merupakan modal awal bagi
supplier untuk mengerjakan pekerjaan
mereka. Sayangnya, dalam beberapa kasus,
Telkom DWS tidak memberikan info
secara lengkap.
Variabel tahapan kerjasama after
installation masuk dalam kuadran tiga
karena para supplier menilai kurang puas
terhadap Telkom DWS meskipun mereka
juga menilai bahwa hal tersebut tidak
23

Journal of Business and Entrepreneurship

Survei index kepuasan supplier yang


dilakukan oleh Telkom DWS tidak hanya
untuk mendukung corporate value Telkom
yaitu co-creation and win-win partnership,
tapi juga sebagai contoh penerapan dari
konsep holistik marketing terutama di
pasar B2B yang salah satu komponennya
adalah relationship marketing termasuk
dengan para supplier.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi kepuasan
supplier. Mengacu pada penelitian Meena
dan Sarmah (2012), faktor-faktor tersebut
adalah terkait kebijakan pembelian,
kebijakan pembayaran, dan kebijakan
koordinasi. Untuk menjaga relevansi
dengan dokumen PKS antara Telkom
dengan para supplier, maka ketiga faktor
tersebut disesuaikan dalam lima tahapan
kerjasama yaitu pre order, order,
installation, collection & payment dan
after installation yang dijabarkan lebih
detail pada operasional variabel penelitian
ini.

Sesuai dengan tujuan penelitian


berikutnya, berdasarkan hasil perhitungan
nilai index nya (70%), dapat dikatakan
bahwa ke enam supplier Telkom DWS
yang menjadi responden merasa cukup
puas dengan kerjasama selama ini. Dari
keenam supplier tersebut, PT Pg
memberikan index kepuasan paling tinggi
yaitu mencapai 76%, sedangkan PT T
memberikan index kepuasan yang paling
rendah yaitu 64%. Untuk nilai index
kepuasan masing-masing tahapan
kerjasama, maka tahapan pre order dinilai
paling baik yaitu 72%, sedangkan yang
paling rendah adalah pada tahapan
installation (68%).
Jika melihat lebih detail pada tahapan
kerjasama dan variabel dari masing-masing
tahapan tersebut, ditemukan bahwa
tahapan kerjasama pre order, index
kepuasan para supplier cukup baik.
Menurut analisa GAP nya, dua variabel
pendukungnya baik terkait kejelasan hak
dan kewajiban masing-masing pihak pada
dokumen perjanjian serta variabel yang
terkait ketepatan waktu proses sirkulir
tanda tangan, meskipun terbukti terdapat
perbedaan yang signifikan secara statistik,
namun angka perbedaanya tidak terlalu
besar dibandingkan yang lain. Menurut
supplier, dokumen perjanjian sudah
mengakomodir kebutuhan akan dua belah
pihak. Dan meskipun pada beberapa kasus
proses sirkulir tanda tangan perjanjian,
Telkom DWS cenderung lama, namun hal
ini masih diterima mengingat Telkom
merupakan perusahaan BUMN yang
birokratisnya cukup tinggi. Dari segi
kinerja Telkom DWS pada tahapan
kerjasama pre order juga terbukti baik
sesuai dengan analisa IPA nya, di mana pre
order masuk dalam kuadran possible
overkill atau terlalu berlebihan. Meskipun
secara perfomansi dapat dikatakan baik,
namun jika mempertimbangkan tingkat

24

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

terlalu penting bagi mereka dibandingkan


2 tahapan yang telah dijelaskan
sebelumnya. Hal ini menjadi kurang
penting karena permintaan relokasi,
pemutusan perangkat, dan gangguan jarang
terjadi.
Berdasarkan gambar kuadran empat
di atas, diketahui bahwa performansi
Telkom DWS pada tahapan pre order dan
colletion and payment sudah berlebihan.
Dapat dikatakan berlebihan karena
meskipun performansi nya sangat bagus
dan supplier merasa puas, namun
sebenarnya hal itu bukan menjadi sesuatu
yang penting bagi supplier.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Journal of Business and Entrepreneurship

kepentingan tahapan tersebut di mata


supplier, pre order dianggap tidak terlalu
penting bagi mereka. Sehingga sebaiknya
Telkom DWS tidak berfokus pada tahapan
itu untuk mengelola kepuasan supplier.
Di sisi lain, nilai index kepuasan
supplier tidak terlalu tinggi untuk tahapan
kerjasama installation. Hal ini disebabkan
oleh nilai index kepuasan yang lebih
rendah terkait proses perizinan pengerjaan
dan terkait koordinasi internal Telkom pada
saat instalasi. Dari analisa GAP nya,
diketahui bahwa dua variabel ini memiliki
nilai GAP yang cukup besar dan terbukti
terdapat perbedaan yang signifikan secara
statistik. Meskipun proses perizinan ini
harus dilakukan secara hati-hati karena
menyangkut perangkat yang erat kaitannya
dengan peta kekuatan Telkom, namun
supplier merasa bahwa proses perizinan
yang ada terlalu berbelit belit dan sangat
memakan waktu. Padahal para supplier
tersebut juga memiliki tengat waktu yang
singkat untuk memenuhi kebutuhan dari
Telkom DWS. Sedangkan terkait dengan
koordinasi internal Telkom pada saat
instalasi, dengan adanya sumber daya
Telkom di seluruh area Indonesia bahkan
hingga tingkat kabupaten, supplier
berharap bahwa koordinasinya akan
berjalan lancar. Namun keadaan di
lapangan sering ditemui kasus di mana
koordinasi tidak berjalan dengan lancar
baik terkait koordinasi antara kantor Divisi
dengan Area maupun antara kantor Area
sendiri. Kedua hal tersebut yang
menjadikan performansi Telkom DWS
tidak terlalu baik padahal supplier
menganggap tahapan kerjasama
installation adalah tahapan yang penting.
Oleh sebab itu, berdasarkan analisa IPA
nya hal ini masuk dalam kuadran 1
(concentrate here) atau hal yang perlu
segera diperhatikan. Sehingga dalam upaya
untuk memperbaiki kepuasan supplier
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

bekerjasama dengan Telkom DWS, perlu


difokuskan kepada proses perizinan dan
koordinasi internal saat instalasi.
Implikasi Manajerial
Implikasi manajerial dari penelitian
ini bagi Telkom DWS adalah sebagai
bahan dasar pertimbangan untuk
perbaikan bentuk kerjasama yang lebih
baik dengan para supplier dalam upaya
mendukung salah satu corporate value
Telkom yaitu co-creation and win-win
partnership dan penerapan dari konsep
holistik marketing.
a. Adapun yang sebaiknya menjadi fokus
utama dalam perbaikan bentuk
kerjasama adalah pada tahapan
installation terutama terkait proses
perizinan dan instalasi. Untuk
melakukan hal tersebut, Telkom DWS
perlu berkoordinasi untuk perizinan dan
instalasi dengan divisi Telkom yang lain
seperti
Divisi
Infrastruktur
Telekomunikasi (DIVINFRATEL) dan
Divisi Akses (DIVA) karena kedua
divisi tersebut lah yang memiliki
wewenang terkait pengerjaan
infrastruktur di Telkom. Koordinasi
yang dilakukan tidak hanya pada tingkat
kantor Divisi saja, namun juga harus
sampai pada kantor Area di seluruh
Indonesia karena surat izin dikeluarkan
dari kantor area dan pengerjaan
instalasi harus dilakukan dengan
sepengetahuan mereka.
b. Meskipun perbaikan di tahapan
installation perlu difokuskan karena
performansi nya yang kurang baik,
namun Telkom DWS juga perlu
memperhatikan yang lain. Misalnya
dengan memastikan kepada para
supplier bahwa mereka betul
memahami tata cara pembayaran
25

Journal of Business and Entrepreneurship

Telkom DWS sebagaimana telah


tercantum pada dokumen perjanjian.
Jika para supplier mengerti, maka
diharapkan kepuasan supplier dapat
ditingkatkan.
c. Pelaksanaan rekonsiliasi tagihan secara
rutin terbukti dapat menjaga kepuasan
supplier terkait ketepatan jumlah
pembayaran kepada mereka. Oleh
sebab itu, sebaiknya Telkom DWS
melaksanakan rekonsiliasi tagihan rutin
terhadap seluruh supplier sehingga
dispute terkait jumlah pembayaran
tagihan dapat dihindari.
d. Tidak hanya itu saja, tahapan kerjasama
order terutama terkait pemberian
informasi data detail di surat order juga
perlu menjadi perhatian dari Telkom
DWS. Dalam hal ini, Telkom DWS
dapat berkoordinasi terlebih dahulu
dengan tim lapangan OLO sebagai
pelanggan untuk mengetahui data detail
seperti konfigurasi perangkat, data
koordinat dan alamat lengkap. Setelah
mendapatkan informasi yang cukup,
maka Telkom DWS dapat mengajukan
surat order kepada para supplier.
Dengan upaya ini, diharapkan kepuasan
supplier dapat meningkat karena detail
permintaan sudah diterima dengan baik.
e. Melihat nilai index kepuasannya, PT T
memiliki nilai yang paling rendah. Hal
ini perlu mendapat perhatian lebih dari
Telkom DWS untuk mempertahankan
kepuasan supplier. Meskipun
perusahaan ini merupakan anak
perusahaan dari Telkom, tidak menutup
kemungkinan bahwa mereka akan
memutuskan kerjasama sebagai
supplier jika kepuasan nya tidak
terpenuhi. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan Telkom DWS adalah dengan
memenuhi harapan PT T terutama
26

terkait kelengkapan dokumen order,


atau dengan cara melakukan benchmark
terhadap apa yang berhasil dilakukan
Telkom DWS kepada PT Pg sehingga
memiliki nilai index yang paling tinggi.
Saran
Meskipun terbukti bermanfaat, hanya
saja penelitian ini memiliki keterbatasan
terutama dalam jumlah respondennya dan
hanya terfokus pada tahapan kerjasama
sesuai dengan dokumen perjanjian antara
Telkom DWS dengan para supplier nya.
Untuk penelitian lanjutan, disarankan
untuk menggunakan dimensi lain sebagai
faktor yang diukur sesuai dengan jurnaljurnal sebelumnya. Sebagai contoh,
penelitian selanjutnya dapat mengukur
kepuasan supplier jika dikaitkan dengan
posisi tawar nya pada saat negosiasi harga,
SLG, atau kepuasan mereka terkait
hubungan interpersonal dengan perusahaan
buyer.

DAFTAR PUSTAKA
Benton, W. C., & Maloni, M. (2005); The
influence of power driven buyer/
seller relationships; Journal of
Operations Management 23 , 1-22.
Burt, D.N., Dobler, D.W. & Starling, S.L.
(2008), World Class Supply
Management: The Key to Supply
Chain Management 7 th ed, Tata
McGraw-Hill, New Delhi
Essig, M., & Amann, M. (2009); Supplier
satisfaction: Conceptial basics and
explorative findings; Journal of
Purchasing
&
Supply
Management 15 , 103-113.
Hutt, M. D., & Speh, T. W. (2004);
Business marketing management;
Ohio: Thomson - South Western .
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Kotler, Keller, et al; Marketing


Management - An Asian
Perspective; Prentice Hall. 2009

needs, wants and preferences;


Journal of Purchasing & Supply
Management , 127-138.

Malhotra, Naresh K. (2010); Marketing


Research sixth edition; New
Jersey: Pearson.

Snyder, J. (2003); Suppliers lose faith in


GM as partner; Retrieved from
Automotive News Europe:
www.highbeam.com/doc/1G1111030457.html

Martilla John A., James John C. (1977);


Importance-Performance
Analysis; Journal of Marketing,
41, 1, 77-79.
Maunu, S. (2003), Supplier satisfaction:
the concept and measurement
system, unpublished PhD thesis,
Department of Industrial
Engineering and Management,
University of Oulu, available at
http://herkules.oulu.fi./
i s b n 9 5 1 4 2 7 1 6 8 8 /
isbn9514271688.pdf
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (2012);
Corporate value & strategy
framework Direktorat Enterprise
& Wholesale; Jakarta: Author
Ramsay, J., & Wagner, B. A. (2009);
Organisational
Supplying
Behavior: Understanding supplier

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Soetanto, R. & Proverbs, D.G (2002),


Modeling the satisfaction of
contractors: the impact of client
performance;
Engineering
Construction & Architectural
Management Review, Vol.9 No.5/
6, 453-65.
Verhoef, P.C., Franses, P.H. and Hoekstra,
J.C. (2001), The impact of
satisfaction and payment equity on
cross-buying; a dynamic model for
a multi-service provider; Journal
of Retailing, Vol. 77 No.3, 78-359.
Wong, A. (2000); Integrating supplier
satisfaction with customer
satisfaction; Total Quality
Management , s427-2432.

27

Journal of Business and Entrepreneurship

Analisis Pengaruh Peran Strategis


Bagian Sumber Daya Manusia Terhadap Persepsi
Investasi Pengembangan Pegawai
(Studi Kasus PT X)
Ricky Lukman
Program Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia

Tigor Pangaribuan
Program Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia

The focus of the thesis is about the influence of strategic human resource role on
percieved investment in employees development in PT. X. This study investigated
how each sub variables of human resource role (strategic partner, administrative
expert, employee champion and change agent) has influenced variabes of percieved
investmen in employees development. Data was collected using questionnaires
given to the employees at manager level in PT.X. Data was analyzed using SPSS
multiple regression. The results of this study indicate that from the all sub variables
of human resource role, from all the role there is one role that have most significant
influence on percieved investment in employees development. Role as a strategic
partner, administrative expert, employee champion and change agent have
influence 53.4% on percieved investmen in employees development. And about
46.6% was influence by other variables outside this research model.
Keywords: Human resource role; employee developmen; strategic partner;
administrative expert; human resource champion; change agent

Analisis Pengaruh Peran Strategis


Bagian Sumber Daya Manusia Terhadap Persepsi
Investasi Pengembangan Pegawai
(Studi Kasus PT X)
PENDAHULUAN
PT.X merupakan perusahaan farmasi
nasional pada yang berdiri dipicu oleh
kelangkaan ketersediaan suplai obat.
Awalnya pendirian PT.X bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan akan obat-obatan di

wilayah Sumatera Selatan dan sekitarnya.


Dimulai sebagai farmasi kecil yang
memproduksi tablet, semakin lama
semakin berkembang hingga tahun PT.X
mampu memasarkan seluruh produk yang
dimilikinya di Sumatra. Dan juga mulai

28

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

memasuki pangsa pasar pulau Jawa yang


diawali di Surabaya hingga terus
berkembang hingga ke manca negara
sampai saat ini.
Dalam memperkuat jaringannya PT.X
memindahkan kantor pusat ke Jakarta. Dan
sejak 1994 pertumbuhan PT.X berada
diatas rata-rata pertumbuhan industri
farmasi di Indonesia pada umumnya.
Perkembangan PT.X yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun dari
produksi hingga pemasaran produk. Pada
saat ini PT.X berfokus untuk tetap
memproduksi dan memasarkan produknya.
PT.X selalu berusaha mempertahankan
posisinya sebagai salah satu pemimpin
pasar nasional, dan berusaha memenuhi
tantangan untuk menjadi pemain regional
dan pengakuan global. Produk PT.X sudah
memenuhi pasar farmasi diluar Indonesia
antara lain Filipina, Nigeria, Thailand,
Singapura, Malaysia, Srilanka, Vietnam,
Kamboja, Myanmar, Hongkong,
Afganistan, Inggris dan Kamerun. Untuk
memperluas jaringan baik secara regional
maupun global PT.X telah melakukan
partner strategis maupun kerjasama dengan
perusahaan asing yang memiliki kesamaan
pandangan kedepan
Keadaan industri farmasi Indonesia
dewasa ini semakin membaik serta
didominasi oleh perusahaan farmasi lokal.
Pangsa pasar yang dikuasai oleh produsen
farmasi lokal pada tahun 2012
diproyeksikan mencapai 77% sesuai
dengan target tahun lalu (Saksono, 2012).
Saat ini jumlah produsen farmasi di
Indonesia sebanyak 199 perusahaan dan
terus bertambah, sebanyak 24 perusahaan
penanaman modal asing, 4 milik negara
(BUMN), serta sisanya penanaman modal
dalam negeri. (Saksono, 2012).
Kepemilikan asing yang sedikit di
Indonesia ini juga dipengaruhi oleh
kebijakan pemerintah yang mengharuskan
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

perusahaan asing bekerjasama dengan


perusahaan lokal dan maksimal
kepemilikan saham sebesar 75%
(Saksono, 2012). Peningkatan serta
penguatan perusahaan farmasi lokal
adalah angin segar bagi industri farmasi
Indonesia.
Namun disisi lain ada beberapa hal
yang perlu menjadi perhatian industri
farmasi di Indonesia. Antara lain mengenai
bahan baku industri farmasi yang sebagian
besar masih merupakan produk impor
(UGM,2012). Bahan sintetik obat-obatan
hampir 90% impor serta penelitian kimia
dan biotekhnologi masih hanya terbatas
pada level perguruan tinggi belum ke tahap
industri (UGM,2012). Hal ini kiranya yang
perlu menjadi perhatian bagi para pelaku
industri farmasi nasional. Agar tidak hanya
menguasai sektor hilir saja di mana
produksi dan pemasaran produk, namun
juga pada sektor hulu. Dalam hal ini
mencakup bahan baku obat-obatan serta
penelitian kimia dan biotekhnologi yang
ditingkatkan ke level industri.
Perkembangan keilmuan tentang
sumberdaya manusia yang semakin maju
dari waktu ke waktu, mendorong perluasan
peran dari fungsi sumberdaya manusia di
perusahaan. Semakin banyak perusahaan
menempatkan bagian sumberdaya manusia
sebagai partner strategis (Noe, Hollenback,
Gerhart & Wright, 2010). Seiring
perkembangannya manajemen sumberdaya
manusia, pada awalnya lebih kearah
administrative linkage (Noe, Hollenbeck,
Gerhart & Wright, 2010). Saat itu bagian
SDM lebih mengarah pada day to- day
activities di perusahaan, terpisah dari
manajemen strategis. Saat ini banyak
perusahaan memandang bagian SDM
bagian penting dan menerapkan integrative
linkage. Pada saat bagian SDM berfungsi
sebagai integrative linkage, bagian SDM
terlibat dalam manajemen strategis
29

Journal of Business and Entrepreneurship

terutama dalam perumusan dan pelaksanaan strategi perusahaan.


Dalam bukunya Human Resource
Champions Ulrich menjelaskan bahwa
peran HR harus sebagai business partner
role = strategic partner + administrative
expert + employee advocate + change
agent (Ulrich,1997). Peran ini memperluas
cakupan dari fungsi sumberdaya manusia
dalam perusahaan. Peran dari SDM adalah
multifungsi termasuk menunjang kegiatan
bagian lain.
Perkembangan dunia bisnis saat ini
selalu dikaitkan dengan faktor manusia
atau lebih dikenal sebagai human capital
yang menjadi salah satu poin penting
terkait pertumbuhan perusahaan. Untuk
itulah semakin banyak dan maraknya
perusahaan yang mulai berivestasi untuk
pengembangan sumberdaya manusia.
Sebut saja beberapa perusahaan besar
dunia seperti General Electric, Xerox,
United Technologies dan IBM yang
menanamkan dana yang tidak sedikit untuk
pengembangan pegawai mereka (Noe,
Hollenbeck, Gerhart & Wright, 2010).
Perusahaan melihat bahwa melalui
program-program pengembangan yang
dibuat akan membantu perusahaan secara
umum dan pegawai secara khusus. Dalam
hal ini membantu pegawai untuk
meningkatkan kompetensi dan beradaptasi
dengan perkembangan lingkungan yang
mengharuskan
pegawai
untuk
menyesuaikan. Pengembangan yang
dilakukan berhubungan dengan tuntutan ke
depan, dan diperuntukan bagi pegawai
dengan pengalaman yang banyak untuk
berpindah ke posisi yang baru dan juga
terkait pada manajemen talenta (Noe,
Hollenbeck, Gerhart & Wright, 2010).
Melalui penelitian ini ingin melihat
pengaruh dari peran bagian sumberdaya
manusia terhadap persepsi investasi
pengembangan pegawai yaitu apakah

persepsi pegawai terhadap peran dari


bagian sumberdaya manusia dalam
kaitannya sebagai business partner ,peran
apakah yang paling dominan dalam
kaitannya bagian sumberdaya manusia
sebagai business partner dalam kaitannya
terhadap persepsi karyawan, Apakah
persepsi pegawai terhadap investasi yang
diberikan perusahaan bagi pengembangan
pegawai, apakah peran strategis dari bagian
sumberdaya manusia berpengaruh secara
signifikan terhadap persepsi pegawai
terkait investasi dalam pengembangan
pegawai.

30

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui persepsi karyawan mengenai
pengembangan pegawai dalam perusahaan
terkait dengan peran dari bagian
sumberdaya manusia (Human resources
role). Adapun manfaat dari penelitian ini
untuk melihat apakah bagian sumberdaya
manusia sudah menjalankan fungsi
strategis dalam kaitannya sebagai business
partner dan peran apa yang paling
menonjol. Serta kaitannya dengan
pengembangan pegawai, apakah fungsi
tersebut sudah memenuhi kebutuhan dalam
pengembangan pegawai terkait upaya
untuk meningkatkan kapabilitas
perusahaan. Dapat dijadikan pedoman
dalam penelitian selanjutnya dan
memberikan manfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya mengenai
human resources role.
TINJAUAN TEORI
Manajemen strategis melibatkan fungsifungsi yang ada di perusahaan, salah
satunya adalah SDM. Disini dimaksudkan
bahwa bagian SDM harus paham dan
mengerti bagaimana proses perancangan

Journal of Business and Entrepreneurship

strategi dari hulu sampai hilir (Noe,


Hollenback, Gerhart & Wright,2010).
Banyak pandangan mengenai arti
manajemen strategis SDM yang
dikemukakan oleh banyak ahli seperti Noe
(2010), Ulrich (1997), Dessler (2010) dan
Harness (2009). Namun semuanya
mengarah kepada pengertian yang sama satu
dengan yang lain. Menurut Ulrich (1997)
manajemen strategis SDM mensejajarkan
antara SDM dan bisnis strategi serta
berfokus kepada eksekusi strategi sebagai
hasil akhir. Lebih lengkapnya dikatakan
bahwa SDM profesional menjadi partner
strategis pada saat mereka merubah strategi
kepada aksi dan menciptakan praktek SDM
yang sejajar dengan strategi bisnis (Ulrich,
1997). Pandangan lain mengatakan bahwa
manajemen strategis SDM sebagai sebuah

pendekatan untuk menghubungkan praktek


SDM untuk memperluas objektif
perusahaan dan karakteristik pasar (Harness,
2009). Pendapat yang hampir sama
dikemukakan Dessler (2010) manajemen
strategis SDM didefinisikan sebagai
formulasi dan eksekusi kebijakan serta
praktek SDM yang menghasilkan
kompetensi pegawai untuk digunakan oleh
perusahaan dalam mencapai sasaran
strategisnya. Dari pandangan diatas dapat
dilihat bahwa bagian SDM terkait strategis
berperan sejak formulasi sampai dengan
eksekusi.
Dalam formulasi strategi terkait
SDM, ada 4 level integrasi yang mungkin
terjadi antara fungsi SDM dan fungsi
manajemen strategis yaitu (Noe,
Hollenback, Gerhart & Wright,2010):

Gambar 1. Linkage of Strategic Planning and HRM


(Noe, Hollenback, Gerhart & Wright,2010)

Untuk melihat secara jelas peran dari


bagian sumberdaya manusia dimulai sejak
perumusan, pemilihan sampai peng-

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

aplikasian strategi (Noe, Hollenback,


Gerhart & Wright,2010), digambarkan
melalui bagan berikut ini.

31

Journal of Business and Entrepreneurship

Gambar 2. Emergent strategies


(Noe, Hollenback, Gerhart dan Wright )
Pandangan mengenai peran dari
bagian sumberdaya manusia sebagai
bagian dari gambaran besar perusahaan
memiliki beberapa fungsi. Berbagai
pandangan yang muncul seiring

perkembangan dari keilmuan ang ada.


Dikutip dari Bhatnagar dimana pandangan
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa bagian seperti dalam tabel.

Tabel 3. HR Roles Matrix and overlap in research literature


(Bhatnagar & Sharma, 2005)
Authors

Administrative
Role

Transformational
Role

Welfare
Role

Strategic Partner
Role

Strategic HR
Role

Legge
(1995)

Deviant Innovator

Organizational
Diagnostician

Tyson
(1999)

Clerks of works

Contract
manger

Torington
(1979)

Analysts of
benevolence

Human
bureaucrat

Storey
(1992)

Hand maiden

Adviser

Regulator

Change maker

Ulrich
1997

Administrative
Expert

Change Agent

Employee
Champion

Strateggic
partner

Business
partner role

Buyens and
Vos (1999)

Boffin

Fireman

Butler

Dreamer

Kossek and
Block (2000)

Transaction

Transition

Translation

Transformation

Jackson and
Schuler
(2000)

Monitoring

Change Facilitator

Enabler

Partnership

Strategic and
innovation

32

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Menurut Schuler (1983) departemen


sumberdaya manusia memiliki beberapa
peran kunci di dalam organisasi antara lain:
l

Enabler Role
Peran bagian SDM disini mendukung
line managers dalam mensukseskan
program SDM di lapangan. Bagian
SDM menyediakan manajer dengan
informasi, informasi atau data yang
diperlukan dan diminta untuk
memperlancarkegiatan.
Untuk
memenuhi kewajiban ini bagian SDM
harus mudah untuk diakses atau akan
kehilangan kontak dengan kebutuhan
manajer di lapangan.
Monitoring Role
Disini bagian SDM harus tetap
mengambil peran dalam pengawasan
program yang telah dibuat. Walaupun
sudah didelegasikan kepada line
managers terkait implementasi
program. Hal ini bertujuan untuk
mengawal konsistensi dan keadilan
dalam tahap eksekusi di lapangan.
Innovator Role
Bagian SDM harus mampu melakukan
pembaharuan dan perubahan ke arah
yang lebih baik. Menyediakan aplikasi
yang terbaru dan mengembangkan serta
mengeksplorasi pendekatan yang
inovatif untuk mengatasi masalah
sumberdaya manusia yang muncul.
Adapter Role
Mendorong serta membantu organisasi
untuk berubah beradaptasi terhadap
tekhnologi, struktur, proses, budaya dan
prosedur untuk memenuhi permintaan
dalam kompetisi. Bagian SDM harus
mampu memfasilitasi perubahan
organisasi untuk mempertahankan
flexibilitas dan adaptabilitas.

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Sedangkan manurut Storey (1999),


bagian SDM memiliki 4 tipe utama, di
mana setiap tipe memiliki pandangan dan
reaksi yang berbeda dalam pengembangan
manajemen SDM, antara lain :
l
l

Advisers ,bagian SDM berperan seperti


konsultan internal.
Handmaidens,
bagian
SDM
menawarkan bantuan terhadap klien
dalam hal ini line managers.
Regulators,
bagian
SDM
memformulasi, melaksanakan dan
memonitor dari peraturan pegawai.
Changemakers,
bagian
SDM
membantu pegawai dalam mencapai
garis baru yang sesuai dengan garis
yang dibuat oleh bisnis perusahaan.

Buyens & Vos (1999) memiliki


pandangan lain mengenai peran dari bagian
sumberdaya manusia. Dalam melihat peran
dari bagian SDM dapat dibagi menjadi 4
peran yaitu (Bhatnagar & Sharma, 2005):
l Boffin : value driven HRM
l Fireman : HRM as intelligent box
l Butler : executive HRM
l Dreamer : Reactive HRM
Merujuk pada beberapa teori tentang
peran dari sumberdaya manusia, salah satu
teori yang sering digunakan dan menjadi
acuan dalam beberapa penelitian
Bhatnagar (2005), Liebowitz (2010),
Buyens & Vos (2001) adalah pandangan
HR Role dari Dave Ulrich tahun 1997.
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan lingkungan, peran dari
bagian sumberdaya manusia juga
mengalami perkembangan dan perubahan
antara lain (Ulrich, 1997) :
l Operasional ke strategis
l Kualitatif ke kuantitatif
l Pengawas ke partner
l Jangka pendek ke jangka panjang
33

Journal of Business and Entrepreneurship

Administratif ke konsultatif
Berorientasi fungsi ke berorientasi
bisnis
Fokus internal ke eksternal dan
konsumen fokusReactive to proactive
Fokus aktivitas dan fokus solusi

l
l
l
l

Future/strategic process
Management of
Strategic HR

Management of
transformation &
change

Process

People

Management of
Firm infrastructure

Dalam bukunya Human Resource


Champions Ulrich menjelaskan bahwa
peran HR harus sebagai business partner
role = strategic partner + administrative
expert + employee advocate + change
agent (Ulrich, 1997). Peran ini memperluas
cakupan dari fungsi sumberdaya manusia
dalam perusahaan. Peran dari SDM adalah
multifungsi termasuk menunjang kegiatan
bagian lain.

Management of
employee
contribution

Day to day/operational focus

Gambar 3.HR Roles in Building a


Competitive Orgnization
(Ulrich, 1997 )

Tabel 2.Definition of HR Roles


(Ulrich, 1997)
Role/Cell

Deliverable/Outcome

Methaphor

Activity

Management of
Strategic Human
Resources

Eksekusi strategi

Partner strategis

Aligning HR and business strateggy :


Organizational diagnosis

Ahli administratif

Reengineering Organization
Processes: Shared services

Meningkatkan kapabilitas
dan komitmen pegawai

Employee Champion

Listening and responding to


Employees : Providing resources
to employees

Menciptakan pembaharuan
bagi organisasi

Agen perubahan

Managing transformation and change:


Ensuring capacity for change

Management of
Membangun infrastruktur
Firm Infrastructure yang efektif

Management of
Employee
Contribution
Management of
Transformation
and Change

34

Partner strategis
Bagian SDM dapat dikatakan sebagai
strategic partner pada saat berdasarkan
bisnis strategi yang sudah dirumuskan
bagian SDM menselaraskan strategi
SDM dan mengerti bahasa bisnis
perusahaan tidak hanya sekitar isu-isu

bagian SDM namun mencakup


keseluruhan.
Bagian
SDM
menterjemahkan strategi tersebut
menjadi aksi (Ulrich, 1997).
Ahli administratif
Bagian SDM dikatakan sebagai
administrative expert pada saat mereka

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

mampu mengubah cara pemyampaian


pelayanan yang dilakukan menjadi
lebih efektif dan efisien (Ulrich, 1997).
l

Employee Champion
Pada saat bagian SDM melegitimasi
tuntutan pada pegawai serta mampu
membantu pegawai untuk memenuhi
tuntutan melalui pembelajaran dan
skala prioritas (Ulrich, 1997).

Agen perubahan
Pada saat bagian SDM secara terinci
dan sistematis menerapkan proses
perubahan kepada proses dan inisiatif
bisnis (Ulrich, 1997). Membantu
organisasi untuk merespon kepada
inisiatif untuk perubahan, proses
perubahan dan perubahaan budaya
(Ulrich, 1997).

Menjelaskan pengertian People are


our most important asset, melalui
employee value propositions menjelaskan
bahwa pegawai akan mendapatkan dari
perusahaan pada saat mereka memenuhi
ekspektasi yang diharapkan (Ulrich, 2005).
Bagian SDM yang profesional harus
mampu membantu pengembangan pegawai
dan menyediakan pegawai yang sesuai
dengan
kebutuhan
perusahaan.
Pengembangan pegawai adalah suatu yang
vital, dalam mempertahankan dan
mengembangkan kapabilitas baik pegawai
sebagai individu maupun organisasi
sebagai keseluruhan (Lee & Bruvold,
2003). Pengembangan kepada pegawai
memunculkan pemahaman bagi pegawai
bahwa organisasi peduli dan menghargai
apa yang mereka lakukan (Lee & Bruvold,
2003). Pendapat lain mengenai
pengembangan pegawai mengartikan
bahwa pengembangan pegawai sebagai
aktivitas individual ataupun organisasi
melalui peningkatan pembelajaran, yang
berkontribusi kepada tujuan baik personal
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

maupun organisasi (Flowers, Jones &


Hogan, 2009).
Schuler (1983) mengatakan bahwa
dalam program pengembangan dan
pelatihan dapat dikategorikan menjadi 2
yaitu on the job programs dan off the job
training programs. Dalam on the job
training program meliputi job instruction,
apperenticeships, internships and
assistanships, job rotation, multiple
management dan supervisory assistance.
Sedangkan off the job training program
meliputi formal course, self training,
simulation, assesment centre, role playing
dan sensitivity training. Pandangan yang
hampir sama terkait pengembangan
pegawai oleh Noe (2008), bahwa ada 4
pendekatan dalam pengembangan pegawai
yaitu pendidikan formal, penilaian,
pengalaman kerja dan hubungan
interpersonal. Program edukasi formal
meliputi off site dan on site programs.
METODOLOGI
Penulis dapat merumuskan hipotesis
penelitian untuk diteliti sebagai berikut :
H1 : Peran startegis dari bagian
sumberdaya manusia sebagai
partner strategis berpengaruh secara
signifikan terhadap persepsi
manajer terkait investasi dalam
pengembangan pegawai.
H2 : Peran strategis dari bagian
sumberdaya manusia sebagai ahli
administratif berpengaruh signifikan
terhadap persepsi manajer terkait
investasi dalam pengembangan
pegawai.
H3 : Peran strategis dari bagian
sumberdaya manusia sebagai
employee champion berpengaruh
signifikan terhadap persepsi
manajer terkait investasi dalam
pengembangan pegawai.
35

Journal of Business and Entrepreneurship

H4 : Peran strategis dari bagian


sumberdaya manusia sebagai agen
perubahan berpengaruh signifikan
terhadap persepsi manajer terkait
investasi dalam pengembangan
pegawai.
Gambar 3. Model Penelitian

Sumber: Diproses oleh Peneliti

Pada penelitian ini mengacu pada


pengertian variabel dependent dan variabel
independen diatas, maka variabel-variabel
yang akan digunakan adalah Variabel
dependen, peran strategis dari bagian
sumberdaya manusia serta Variabel
independen,
persepsi
investasi
pengembangan pegawai. Metodologi
penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah strategi yang
diasosiasikan dengan pendekatan
kuantitatif.
Strategi
kuantitatif
mengelaborasi model perhitungan
terstruktur yang menggabungkan faktor
penyebab dan identifikasi kekuatan dari
variabel yang multiple (Rusdy,2010).

Gambar 4. Klasifikasi Rancangan Penelitian


36

Data primer dari penelitian ini


didapatkan oleh peneliti dalam bentuk
kuesioner yang diadopsi dari buku dan
jurnal, yaitu :
1. Human Resources Role didalam buku
Human Resource Champion karangan
Dave Ulrich tahun 1997.
2. Creating value for employees:
investment in employee development
karangan Chau Hoon Lee dan Norman
T Bruvold yang dipublikasikan oleh Int.
J. Of Human Resource Management
14:6 September 2003 981-1000,
Routledge tahun 2003.

Tabel 3. Contoh pertanyaan


pada kuesioner
Variabel

Pertanyaan

Strategic
Partner

Bagian sumberdaya manusia memastikan bahwa strategi SDM sesuai dengan


strategi bisnis perusahaan.
Bagian sumberdaya manusia aktif
berpartisipasi dalam perencanaan
bisnis.

Administra- Bagian sumberdaya manusia berpartitive Expert sipasi dalam meningkatkan efisiensi
operasi.
Keefektifan bagian sumberdaya
manusia diukur oleh kemampuannya
untuk menjalankan proses SDM secara
efisien.
Employee
Champion

Bagian sumberdaya manusia berpartisipasi dalam meningkatkan komitmen


pegawai.
Bagian sumberdaya manusia,
mengembangkan proses dan program
untuk mengurus kebutuhan personal
pegawai.

Change
Agent

Bagian sumberdaya manusia membantu


organisasi beradaptasi untuk berubah.
Bagian sumberdaya manusia
menghabiskan
waktu
dalam
pembaharuan organisasi, perubahan
atau transformasi.

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Employee
Development

Organisasi saya menyediakan konseling


karir dan bantuan bagi pegawai.
Organisasi saya responsif terhadap
permintaan pegawai mengenai
perpindahan lateral.

Pada penelitian ini, peneliti merujuk


populasi pada karyawan dari departemen
non SDM dan dalam posisi manajer, untuk
penelitian ini penyebaran kuesioner
dilakukan di PT. X wilayah Jakarta,
Palembang, Makassar, Semarang,
Cikarang dan Surabaya dengan kategori
sebagai berikut :
l

Merupakan karyawan divisi atau


departemen non-SDM, pemilihan
departemen
non-SDM
untuk
meningkatkan obyektifitas dalam
penilaian mengenai kualitas bagian
SDM PT.X.

Memiliki jabatan manajer, disesuaikan


dengan pertanyaan dalam kuesioner dan
disesuaikan dengan tujuan dari
penelitian dan perusahaan.

Merupakan pegawai tetap perusahaan

Pada penelitian ini teknik pengambilan data non probabilitas yang digunakan
adalah dengan purposive sampling
dilakukan dengan mengambil orang-orang
yang terpilih betul oleh peneliti menurut
ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh sample
itu (Sumarsono, 2004). Menurut Maholtra
(2007), purposive atau juga dikenal

judgemental sampling memilih elemen


yang secara jelas dipilih berdasarkan
penilaian dari peneliti. Hal ini
menyesuaikan sample yang dipilih peneliti
dengan tujuan serta relevansi dengan
rancangan riset (Sumarsono, 2004). Dalam
hal ini pemilihan manajer non SDM di
PT.X sebagai responden.
Roscoe (1975) mengatakan bahwa
ada beberapa acuan terkait penentuan
ukuran sample yaitu tidak lebih kecil dari
30, pada analisis regresi berganda sample
paling tidak harus 10 kali atau lebih dari
jumlah variabel (Sekaran, 2001). Pada
penelitian ini terdapat 5 variabel. Maka
berdasarkan acuan diatas maka minimal
sample berjumlah 50. Peneliti dalam hal
ini menyebarkan kuesioner sebanyak 97
buah kuesioner yang digunakan
menggunakan memakai 5-point likert. Dari
97 kuesioner yang disebar kepada
responden, jumlah kuesioner yang kembali
sebanyak 56 dengan rincian 53 dilanjutkan
untuk diolah dan 3 dinyatakan error,
tingkat pengembalian sebesar 58,76%.
Untuk menguji instrumen yang
dipakai dalam pengumpulan data sudah
baik, maka perlu dilakukan uji validitas dan
reliabilitas terhadap instrumen tersebut.
Analisis faktor digunakan untuk menguji
validitas pada penelitian ini. Penetuan
untuk valid atau tidaknya suatu kuesioner
yang dibuat dapat dibuktikan melalui nilai
loading factor yang lebih dari 0.5 (Ghozali,
2005).

Tabel 4. Hasil Uji Validitas


Variabel

Jumlah item sebelum


Uji Validitas

Jumlah item setelah


Uji Validitas

Cronbachs
Alfa

Percieved Investment In
Employee Development

0.887

Strategic Partner

10

10

0.940

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

37

Journal of Business and Entrepreneurship

Administrative Expert

10

10

0.896

Employee Champion

10

10

0.904

Change Agent

10

0.890

Sumber: Data Primer

Analisis faktor ingin menemukan


suatu cara meringkas (summarize)
informasi yang ada dalam variabel asli
(awal) menjadi satu set dimensi baru atau
variate (Ghozali, 2005). Pada tahap
pertama analisis faktor adalah uji asumsi,
yaitu uji kecukupan sampling melalui
Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan Kaisers
Measure of Sampling Adequacy (KMOMSA). Apabila nilai KMO dan KMOMSA lebih dari 0.5 menunjukkan
sampling data telah tercukupi untuk
analisis faktor. Tahap kedua adalah

pembentukan kelompok-kelompok faktor


yang terdiri dari variabel-variabel yang
memiliki korelasi tinggi. Pembentukan
faktor ini berdasarkan nilai loading faktor.
Faktor Loading adalah angka yang
menunjukkan besarnya korelasi antara
suatu variabel dengan kelompok faktor
satu, faktor dua, atau kelompok faktor
lainnya yang terbentuk. Untuk melakukan
analisis faktor jumlah sample yang
dianjurkan antara 50 100 sample atau
rasio 1 : 10 ,setiap variabel harus memiliki
10 sample (Santoso, 2002).

Tabel 5.Hasil Loading factor


Variabel

Indikator

Loading factor

Investment in Employee Development

Dev1
Dev2
Dev3
Dev4
Dev5
Dev6
Dev7
Dev8
Dev9

,784
,777
,720
,809
,696
,614
,603
,735
,784

Strategic1
Strategic2
Strategic3
Strategic4
Strategic5
Strategic6
Strategic7
Strategic8
Strategic9
Strategic10

,819
,781
,857
,737
,827
,798
,677
,856
,888
,831

Strategic Partner

38

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Administrative Expert

Admin1
Admin2
Admin3
Admin4
Admin5
Admin6
Admin7
Admin8
Admin9
Admin10

,653
,743
,633
,729
,716
,733
,708
,771
,775
,765

Employee Champion

Champion1
Champion2
Champion3
Champion4
Champion5
Champion6
Champion7
Champion8
Champion9
Champion10

,696
,608
,713
,727
,614
,816
,808
,744
,815
,761

Change1
Change2
Change3
Change5
Change6
Change7
Change8
Change9
Change10

,744
,725
,706
,721
,708
,742
,748
,819
,691

Change Agent

Sumber : Data Primer

Reliabilitas mengacu pada suatu skala


yang menghasilkan hasil yang konsisten
jika dilakukan pengulangan pengukuran.
Menurut Malhotra (2010), reliabilitas
dicerminkan melalui nilai koefisien yang
tinggi. Cronbachs Alpha bervariasi dari 0

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

sampai 1. Jika nilainya > 0.5 mengidentifikasikan bahwa data tersebut


memiliki reliabilitas internal yang
konsisten. Semakin tinggi nilai koefisien
tersebut, maka semakin reliabel data yang
digunakan dalam penelitian.

39

Journal of Business and Entrepreneurship

Tabel 6. Hasil Cronbachs Alfa

Dilihat dari distribusi responden


berdasarkan jenis kelamin, pria men-

dominasi dengan persentase sebanyak


67.9% yaitu sejumlah 36 orang dari total
53 orang responden. Sedangkan wanita
sebesar 32.1% yaitu sejumlah 17 orang dari
total 53 orang responden. Berdasarkan
pada distribusi responden menurut usia
terlihat bahwa responden yang berusia
antara 26 30 tahun sebanyak 10 orang
atau 18.9%. Sedangkan untuk responden
berusia antara 31 35 tahun sebanyak 15
orang atau 28.3%. Responden pada usia 31
35 adalah respoden yang mendominasi
sebanyak 15 orang dari total keseluruhan
sebanyak 53 responden.
Untuk responden yang berusia antara
36 40 tahun terdapat sebanyak 11 orang
atau 20.8%. Kemudian untuk responden
berusia 41 45 tahun sebanyak 10 orang
atau sebesar 18.9%. Untuk responden
berumur 46 50 sebanyak 4 orang atau
7.5%. Dan untuk responden berumur diatas
50 tahun sebanyak 3 orang atau 5.7%.
Distribusi responden menurut latar
belakang pendidikan, responden dengan
pendidikan SMA atau sederajat berjumlah
4 orang atau sejumlah 7.5%. Sedangkan
untuk responden dengan pendidikan D1
D3 sebanyak 3 orang atau 5.7%.
Responden dengan latar belakang
pendidikan S1 sebanyak 37 orang atau
69.8%. Dan untuk responden dengan latar
belakang pendidikan S2 sebanyak 8 orang
atau 15.1%. Sedangkan untuk responden
dengan latar belakang S3 sebanyak 1 orang
atau 1.9%. berdasarkan waktu kerja
responden dapat diketahui bahwa sebagian
besar manajer PT.X telah bekerja selama
rentang 2 11 tahun. Atau sebanyak 37
orang yaitu sekitar 69.8 %. Didasarkan
pada hasil penelitian dalam hal ini
responden, didominasi oleh karyawan pria
dan pada divisi Marketing.
Dalam melihat analisis deskriptif
mengenai peran strategis bagian SDM
terhadap Persepsi Investasi Pengembangan

40

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Variabel

Cronbachs Alfa

PIED

0.887

Strategic Partner

0.940

Administrative Expert

0.896

Employee Champion

0.904

Change Agent

0.890

Sumber : Data Primer

Dalam menjawab rumusan masalah


penelitian tentang pengaruh variabelvariabel bebas (strategic partner,
administrative expert, employee champion,
change agent) terhadap variabel terikat
(employee development), digunakan teknik
analisis regresi berganda. Model
peramalan regresi yang baik harus minim
dari kesalalahan peramalan. Maka dari itu
untuk meminimkan kesalahan dalam
peramalan sebelum melakukan regresi
harus dilakukan beberapa uji asumsi klasik
yaitu uji normalitas, autokorelasi,
homokedastisitas dan multikolineritas.
Kemudian baru dilakukan teknik regresi
berganda dengan persamaan (Levine,
Stephan, Krehbiel, dan Berenson, 2011):

Keterangan:
Y
: PIED
a
: Konstanta
X1
: Strategic Partner
X2
: Administrative Expert
X3
: Employee Champion
X4
: Change Agent
1,2,3 4 : Koefisien regresi
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Journal of Business and Entrepreneurship

Pegawai dapat diketahui melalui kuesioner


yang ada. Kuesioner yang digunakan
memiliki 5 skala yaitu jawaban pada skala
1 untuk rendah, 2 untuk cukup rendah, 3
untuk sedang, 4 untuk cukup tinggi dan 5
untuk tinggi.

Regresi adalah sebuah model


permalan, dan untuk mengurangi
kesalahan seminimal mungkin dalam
peramalan perlu dilakukan uji asumsi
klasik antara lain uji normalitas,
heteroskedatisitas, multi-kolinieritas dan
autokorelasi
(Santoso,
2011).
Berdasarkan pada tabel hasil uji
koefisiensi determinasi yang muncul
dapat dilihat nilai R (R square). Pada
tabel terlihat bahwa nilai koefisien
determinasi adalah 0.534. Hal ini berarti
53.4% dari variabel persepsi investasi
pengembangan pegawai dapat dijelaskan
oleh keempat variabel independen yaitu
partner strategis, ahli administratif,
employee champion dan agen perubahan.
Sedangkan sisanya sebesar (100%-53.4%
= 46.6%) dijelaskan oleh variabelvariabel lain selain model penelitian yang
ada.

Tabel 7. Hasil Kuesioner


Variabel

Nilai
Rata-Rata

Kategori

Strategic Partner

3.49

Sedang/Moderate

Administrative
Expert

3.55

Sedang/Moderate

Employee
Champion

3.34

Sedang/Moderate

Change Agent

3.46

Sedang/Moderate

Employee
Development
(PIED)

3.28

Sedang/Moderate

Tabel 8. Hasil Regresi


Model Summary

Merujuk pada nilai signifikansi maka untuk menentukan hipotesis diterima atau ditolak
adalah:
Tabel 9. Hasil Hipotesis
Independent
Variabel

Dependen
Variabel

Hipotesis

Strategic Partner

PIED

H1

Memiliki pengaruh yang signifikan

Administrative Expert

PIED

H2

Tidak memiliki pengaruh yang signifikan

Employee Champion

PIED

H3

Tidak memiliki pengaruh yang signifikan

Change Agent

PIED

H4

Tidak memiliki pengaruh yang signifikan

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Keterangan

41

Journal of Business and Entrepreneurship

Pembahasan
Berdasarkan hasil yang dikumpulkan
dari para manajer dapat dijelaskan bahwa
sampai saat ini kualitas dari bagian
sumberdaya manusia PT.X cukup baik. Ini
terlihat dari penilaian gabungan antara
peran-peran dari bagian SDM yang bernilai
3.46 atau jika dilihat rata-rata total 138.4
poin. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas
bagian SDM PT.X sebagai bisnis partner
cukup baik (Moderate) di mana dengan
indikasi bahwa total dibawah 90
mengindikasikan kualitas rendah dan total
diatas 160 mengindikasikan kualitas tinggi
(Ulrich, 1997). Berdasarkan peran dari
bagian sumberdaya manusia yang ada
meliputi strategic partner, administrative
expert, employee champion dan change
agent terdapat 2 peran yang memiliki nilai
mean paling tinggi. Peran sebagai ahli
administratif dan partner strategis paling
tinggi dengan nilai rata-rata 3.55 dan 3.49.
Mengacu kepada arti dari administrative
expert di mana sebagai ahli administratif
bagian sumberdaya manusia harus mampu
menciptakan efisiensi infrastruktur baik
bagi proses SDM maupun bisnis
keseluruhan (Ulrich, 1997). Disini bagian
SDM mengurusi kepada administrasi day
to day operations.
Hasil dari penilaian ini menunjukkan
bahwa PT.X berhasil melakukan
perubahan sesuai dengan langkah yang
diambil bagian SDM di mana lebih
memfokuskan ke level strategis tanpa
meninggalkan operasional (day to day) ini
terlihat dari selisih mean yang sedikit
antara kedua peran. Sebelumnya bagian
SDM PT.X lebih mengarah kepada
operasional (day to day). Perubahan kearah
strategis dapat dilihat melalui upaya dari
PT.X dalam hal ini bagian SDM yang
melakukan perubahan struktur departemen
SDM. Di mana sejak awal tahun 2012

didasarkan pada kebutuhan akan


perkembangan ke depannya. Bagian SDM
PT.X melakukan perubahan dalam unitunit dan peran didalam departemen.
Sebelum 2012 gambaran besar dari
departemen SDM PT.X dibagi menjadi 3
besar yaitu training, organization
development dan operations. Namun
ketiga bagian besar ini masih mengurusi
tugas dari bagian perencanaan hingga
pelaksanaan di lapangannya. Dan dapat
dikatakan lebih condong kearah
pelaksanaan dilapangan sehingga
perencanaan agak kurang.
Untuk itu maka sejak awal tahun 2012
struktur departemen SDM PT.X
mengalami perubahan untuk lebih
meningkatkan fungsi strategis namun tanpa
melupakan fungsi operasional. Disini
perubahan dilakukan di mana bagian
Organization Development ditarik lebih
keatas ke leher organisasi dibawah manajer
SDM. Di mana diharapkan bagian ini
berperan seperti konsultan dan menjadi
strategic thinking dari bagian SDM.
Sedangkan bagian training diubah menjadi
People Development di mana fokus bagian
ini lebih kepada pemenuhan needs for
training dari pegawai sesuai bidang dan
posisi. Berfokus pada implementasi
pelatihan yang berguna bgi peningkatan
kompetensi pegawai. Dan bagian
Operations mengalami perubahan menjadi
Human Resource Management yang
berfungsi menjadi assessment centre,
resource centre dan mengurusi pegawai
dari mulai awal masuk hingga keluar
perusahaan. Disini dapat dilihat bahwa
transisi bagian SDM PT.X mengarahkan
agar tidak terlalu fokus kepada operational
think namun juga harus mengembangkan
bagian perencanaan. Dengan dibaginya
menjadi unit yang menangani tentang
perencanaan dan unit yang menangani
implementasi sehingga tidak lagi terjadi

42

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

percampuran antara perencanaan dan


implementasi yang akhirnya malah
menyebabkan inefisiensi.
Persepsi pegawai mengenai investasi
pengembangan pegawai di PT.X
mengindikasikan bahwa pegawai cukup
puas dengan pengembangan yang
diberikan hal ini terlihat dari nilai rata-rata
3.28. Mengacu pada arti operasional bahwa
investasi pengembangan pegawai berarti
melengkapi pegawai dengan pengetahuan
dan kemampuan baru, yang dapat
digunakan karyawan untuk mengantisipasi
serta siap sedia dalam memenuhi tuntutan
pekerjaan baru (Chay dan Norman, 2003).
Berdasarkan hasil analisis regresi
berganda untuk mengetahui pengaruh dari
variabel independen terhadap variabel
dependen. Didapatkan hasil bahwa
terdapat satu variabel yang berdampak
signifikan dan tiga variabel yang
berdampak tidak signifikan terhadap
persepsi investasi pengembangan pegawai.
Variabel peran SDM sebagai partner
strategis berpengaruh signifikan terhadap
persepsi investasi pengembangan pegawai.
Sedangkan tiga variabel lainnya yaitu ahli
administratif, employee champion dan
agen perubahan tidak berpengaruh
signifikan terhadap persepsi investasi
pengembangan pegawai.
Peran dari bagian sumberdaya
manusia sebagai partner strategis memiliki
pengaruh yang signifikan dan satu-satunya
terhadap persepsi investasi pengembangan
pegawai. Hal ini terlihat dari nilai Sig. yang
berada < 0.05 yaitu sebesar 0.035. Persepsi
pengembangan pegawai yang tinggi dapat
dijelaskan oleh peran bagian SDM PT.X
sebagai partner strategis yang meningkat
sehingga mampu membuat programprogram pengembangan yang sesuai
dengan strategi bisnis perusahaan. Selain
itu peran bagian SDM sebagai partner
strategis disini berarti bahwa bagian SDM
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

mengerti bahasa bisnis perusahaan tidak


hanya berada di sekitar isu-isu bagian SDM
saja. Bagian SDM PT.X dianggap sudah
cukup baik dalam memberikan value
terhadap apa yang diharapkan oleh bagianbagian lain diluar bagian SDM dan
perusahaan secara umum. Bagian SDM
PT.X dianggap mampu menjadi partner
yang memberikan solusi ke depan tidak
hanya menjadi partner yang bersifat reaktif
saja. Sebagai partner strategis bagian
sumberdaya manusia memiliki tugas utama
untuk meningkatkan kapabilitas dari
perusahaan. Peningkatan kapabilitas
perusahaan hanya dapat dimungkinkan
melalui peningkatan kapabilitas individu
terlebih dahulu. Sebagai partner strategis
bagian SDM disini harus mampu
meningkatkan kapabilitas individu
dikaitkan dengan program-program
pengembangan yang dirancang sesuai
kebutuhan. Berdasarkan hasil yang ada
bahwa peran sebagai partner strategis
bagian SDM PT.X telah dijalankan dan
terlihat dari pengaruhnya terhadap
kepuasan dari para manajer terhadap
pengembangan yang diberikan.
Kemampuan bagian SDM PT.X
dalam menterjemahkan strategi bisnis dan
diselaraskan dengan strategi bagian SDM
hingga menjadi program-program yang riil
akan sangat berdampak signifikan terhadap
persepsi manajer terkait investasi
pengembangan yang diberikan. Persepsi
manajer mengenai pengembangan yang
diberikan akan terbangun dengan baik
karena peran sebagai partner strategis
menjadikan bagian SDM PT.X sebagai
value added partners bagi para manajer.
Hal ini terlihat pada saat pernyataan
tentang bagian SDM PT.X sebagai partner
strategis ditanyakan, manajer melihatnya
pertama melalui program-program
pengembangan yang diberikan. Bagian
SDM menjadi bagian integral dari
43

Journal of Business and Entrepreneurship

pembuatan sampai pengimplementasian


strategi. Keikutsertaan bagian SDM dalam
perancangan strategi akan membantu
dalam mendiagnosa organisasi.
Semakin tinggi penilaian yang
diberikan kepada bagian SDM sebagai
partner strategis berpengaruh juga kepada
semakin tingginya persepsi pegawai
tentang pengembangan yang diberikan.
Dan tingginya persepsi pegawai dalam hal
ini manajer PT.X terhadap pengembangan
yang diberikan berdampak salah satunya
pada rendahnya turnover manajer PT.X.
Berdasarkan pada data yang ada diketahui
bahwa pada tahun 2011 sampai awal
Agustus 2012 jumlah turnover manajer
PT.X sebanyak total 17 orang. Berdasarkan
data diatas jumlah turnover manajer di
PT.X kurang dari 10% dari total manajer.
Kemudian tiga variabel lain yaitu ahli
administratif, employee champion, dan
agen perubahan tidak berdampak
signifikan terhadap persepsi investasi
pengembangan pegawai. Untuk nilai peran
SDM PT.X sebagai employee champion
dengan rata-rata berkategori sedang
(moderate) yaitu 3.34. Walaupun peran ini
tidak memiliki pengaruh terhadap persepsi
investasi pengembangan pegawai.
Sedangkan untuk peran bagian sumberdaya
manusia sebagai agen perubahan tidak
memiliki pengaruh signifikan dengan
persepsi investasi pengembangan pegawai.
Namun untuk besarannya sendiri, peran ini
termasuk dalam kategori sedang dengan
nilai rata-rata 3.46.

adalah peran sebagai ahli administratif.


Persepsi manajer mengenai pengembangan
yang diberikan oleh PT.X dapat dikatakan
cukup memuaskan. Sedangkan secara
keseluruhan bagian sumberdaya manusia
PT.X dinilai sebagai business partner
memiliki kualitas yang cukup baik.
Menjadi business partner disini
maksudnya bagian SDM PT.X memiliki
kompetensi untuk mendiagnosa organisasi,
melakukan proses reenginering,
mendengar serta merespon pegawai dan
melakukan transformasi budaya. Dan dari
penelitian yang ada didapatkan bahwa
peran bagian SDM sebagai partner
strategis berpengaruh signifikan terhadap
persepsi investasi pengembangan pegawai.
Saran
Sesuai hasil uraian sebelumnya
maka dapat disusun saran-saran sebagai
berikut:
1.

Untuk menjadi modern human


resource role, maka bagian SDM PT.X
harus memfokuskan peningkatan
peran sebagai partner strategis terlebih
dahulu untuk menjadi peran yang
paling menonjol dan berkategori
tinggi. Di mana peran inilah yang
berdampak terhadap signifikan
terhadap pengembangan pegawai.
Untuk meningkatkan peran tersebut
dapat dilakukan beberapa hal seperti
menghindari perencanaan strategi
terhenti hanya di level atas, balance
scorecard, menyesuaikan HR plans
dan Business Plan serta memetakan
kompetensi
dan
kapabilitas
perusahaan (Ulrich, 1997).

2.

Salah satu faktor utama untuk menjadi


partner
strategis
adalah
pengikutsertaan bagian SDM dalam
proses perencanaan strategi di top

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Pada penelitian ini diperoleh
kesimpulan bahwa pada PT.X peran bagian
sumberdaya manusia yang paling menonjol
44

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

level. Sehingga hal ini akan membantu


bagaimana isu-isu mengenai
organisasi yang bisa dibawa ke dalam
perumusan strategi perusahaan.
Bagian SDM tidak hanya menerima
program business plans yang sudah
jadi, dan menyesuaikan dengan
program SDM. Namun bagian SDM
ikut serta dalam perumusan business
plans di bagian top level hal tersebut
dari awal perencanaan sampai
pengaplikasiannya. Dapat menjadi
masukan kepada perusahaan untuk
mengadakan posisi HR Director yang
sejajar dengan jabatan direktur. Hal ini
terkait dengan kewenangan yang akan
membantu bagian SDM dalam
interaksi dan komunikasi dengan
bagian-bagian lain.
3.

4.

Peningkatan peran sebagai partner


strategis juga bisa dilakukan di mana
bagian SDM pada awal tahun dapat
memaparkan kepada pegawai kira-kira
program-program apa saja yang
direncanakan akan dibuat oleh bagian
SDM disesuaikan strategi bisnis.
Melalui tahap awal ini juga membantu
pekerja untuk mengetahui dan jika
mungkin memilih kira-kira program
apa yang berguna bagi mereka ke
depannya. Lalu diakhir tahun bagian
SDM bisa merangkum dan
menjelaskan program apa saja yang
telah dilakukan selama 1 tahun
sehingga
pegawai
bisa
membandingkan dari awal yang
direncanakan dan pada implementasi
program apakah sesuai dengan strategi
bisnis.
Pertimbangan untuk menggunakan
tenaga ahli konsultan SDM dari
eksternal perusahaan. Hal ini untuk
membantu melakukan intervensi dan

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

masukan terutama terkait budaya.


Melalui pandangan dari pihak luar
akan memberi masukan baru kepada
bagian SDM hal apa saja yang dapat
menjadi perhatian dan pembaharuan
terhadap budaya organisasi dan
change.
5.

Peningkatan pelatihan terutama untuk


bagian menengah keatas ,level
manajer. Dan dari individual
development plan dapat menjadi
masukan bagi bagian SDM PT.X
dalam mengadakan program
pengembangan dan pelatihan. Selain
itu juga terutama pengembangan
untuk level manajer keatas harus
disertai dengan komitmen dari
manajemen salah satunya terkait
biaya. Hal ini dikarenakan semakin
tinggi jabatan maka pelatihan atau
pengembangan yang diberikan lebih
spesifik per individu. Salah satunya
yang mungkin menjadi pertimbangan
adalah pengembangan terkait
melanjutkan pendidikan di mana ini
memerlukan biaya dan komitmen dari
manajemen untuk menjalankan
program tersebut.

6.

Pengembangan jaringan, di mana


pengaksesan data terutama untuk level
manajer keatas bersifat open. Tidak
harus selalu melalui komputer kantor
,namun juga dapat melalui komputer
pribadi. Untuk data yang bersifat
rahasia bisa dibatasi atau harus
meminta ijin terlebih dahulu dalam
pengaksesannya.
Sehingga
memudahkan pegawai dilapangan
dalam operasionalnya tidak harus
selalu ke kantor untuk mengakses data.

7.

Pelayanan dalam hal informasi tentang


program SDM. Diharapkan adanya
45

Journal of Business and Entrepreneurship

sosialisasi terlebih dahulu secara


umum tentang program baru yang
akan dilaksanakan terhadap semua
bagian SDM. Sehingga bila ada
pegawai yang bertanya tentang
program tersebut ke pegawai bagian
SDM ,semuanya dapat menjelaskan
secara garis besar. Dan baru
menghubungkan kepada pegawai yang
terkait jika ingin mengetahui lebih
dalam. Jadi tidak membingungkan
pegawai harus menghubungi siapa di
bagian SDM yang terkait untuk
mendapatkan informasi. Dan juga
lebih menekankan fungsi dari human
resource business partner di cabang
untuk membantu sosialisasi program
dan memberi informasi bagi pegawai.
Jika dari hrbp dirasa kurang barulah
kemudian dihubungkan kepada bagian
SDM kantor pusat.
8.

9.

46

Program konseling yang didukung


dengan penyediaan sumberdaya
manusia khusus yang menangani
bagian konseling pegawai. Hal ini
untuk menjadi penyaluran voice
pegawai dan untuk menurunkan
tingkat stress dari pegawai dalam
menghadapi masalah terkait pekerjaan
ataupun pribadi. Atau dapat dilakukan
melalui pemberian pelatihan untuk
teknik konseling bagi bagian human
resource business partner dicabang.
Hal ini dapat membantu bagaimana
pegawai dapat melakukan konseling
terutama bagi hal yang berhubungan
dengan karir mereka.
Peningkatan profesionalitas dalam
pekerjaan tanpa mengesampingkan
nilai kekeluargaan. Peningkatan
performa dengan penilaian yang lebih
objektif. Karena untuk beberapa hal
dilihat dari data lama bekerja

responden antara 2 11 tahun


sehingga kadang profesionalitas
menjadi kabur. Untuk itu penilaian
lebih objektif bisa mencoba
menerapkan assesment dengan sistem
360p . Sistem penilaian ini yang
didasarkan dari atasan, bawahan dan
peers akan lebih membantu
mengurangi subjekifitas ,lebih
profesional dan menghindari faktor
like or dislike.

DAFTAR PUSTAKA
Bhatnagar, J.,& Sharma, S. (2005); The
Indian Perspective of Strategic HR
Roles and Organizational
Learning
Capabilitiy;
International Joirnal of Human
Resource Management, 16, 1711
1739.
Dessler, G. (2010); Human Resource
Management; Pearson
Flowers, W.M.S., Jones, E., Hogan, R.L.
(2009); Employee Development
Approach for Generation Yers: A
conceptual Frameworks; Paper.
Ghozali, I. (2005); Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program
SPSS; Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Harness, T. (2009); Research Methods for
the Empirical Study of strategic
Human Resource Management;
Qualitative Market Research: An
International Journal, 12, 321
336.
Lee, C.H., & Bruvold, N.T. (2003);
Creating Values for Employees:
Investment
in
Employee
development; Int. J. Human
Resource Management, 14, 981
1000.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Liebowitz, J., (2010); The Role of HR in


Achieving a Sustainability
Culture; Journal of Sustainable
Development Vol.3 No.4.
Canadian Centre of Science and
Education

Santoso, S. (2011); Mastering SPSS Versi


19; Jakarta : PT Elex Media
Komputindo

Maholtra, N.K. (2007); Marketing


Research, An Applied Orientation;
(5th ed.); New Jersey: Pearson
Education, Inc.

Storey, J. (1992); Development In The


Management
Of
Human
Resources; UK : Blackwell
Publisher.

Noe, R.A., Hollenback, J.A., Gerhart, B.,&


Wright, P.M. (2008); Human
Resource Management Gaining
A Competitive Advantage (6th
ed.); New York : McGraw Hill.

Sumarsono, S. (2004); Metode Riset


Sumber
Daya
Manusia;
Yogyakarta: Graha Ilmu

Rusdy, V. (2010); Pemasaran Internal


Sebagai Pendorong Pencapaian
Keunggulan
Bersaing
Berkesinambungan Perusahaan;
Jakarta: MM-FEUI.
Saksono, H. (2012); Pangsa Pasar
Produsen
Farmasi
Lokal
Diproyeksikan 77%; http://
www.indonesiafinancetoday.com/
read/26387/Pangsa-PasarProdusen-Farmasi-LokalDiproyeksikan-77 . Diakses pada
28 Agustus 2012.
Santoso, S. (2000); Buku Latihan SPSS
Statistik Parametrik; Jakarta : PT
. Elex Media Komputindo.

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Sekaran, U. (2001); Research Methods for


Business; New York : John Wiley
& Sons, Inc.

Ulrich, D. (1997); Human Resource


Champions - The Next Agenda for
Adding Value and Delivering
results; Boston, MA : Harvard
Business School Press.
Ulrich, D.,& Brockbank, W. (2005); The
HR value proposition; Harvard
Business School.
UGM. Administrator. (2012); Industri
Farmasi Indonesia Masih
Tertinggal;
http://
farmasi.ugm.ac.id/berita-148industri-farmasi-indonesia-masihtertinggal-.html . Diakses pada 28
Agustus 2012.

47

Journal of Business and Entrepreneurship

Capital Structure and Institutional Characteristics:


Comparison between Asian Countries
Andhyka Prasetya Tangkudung
Master of Management, Faculty of Economics, University of Indonesia

Ancella Anitawati Hermawan


Master of Management, Faculty of Economics, University of Indonesia

The purpose of this research is to examine whether there are differences in firm
characteristics influence : the level of benefits, age and size of the company, GDP
growth and interest rates on the capital structure of companies in developed and
developing countries in Asia. This study draws on research Vasiliou et al (2009),
and Huat (2008). Capital structure of the company here is measured by using the
ratio of debt-to-equity firms (ROA). Hypothesis testing is done by using multiple
regression models, with a sample of 1,365 observations which is from 8 countries
companies listed on the stock exchange of each country, during the period of
2009-2011 in the Asia region. The eight countries classified as developed countries
and developing countries based on the order of magnitude of the GDP in each
country. From this research, the result that the variable levels of profitability and
firm age is negatively related to capital structure, while the size of the company
and the interest rate has a positive relationship with capital structure. The results
of this study provide empirical evidence that there is almost no difference occurs
between the factors that affect the capital structure of the developed and developing
countries in Asia. This finding supports research Vasiliou et al (2009) who obtained
the same results but with the object of research using the countries in the European
region.
Keywords : Capital Structure, Profitability, Firm Age, Firm Size, Interest

Capital Structure and Institutional Characteristics:


Comparison between Asian Countries
BACKGROUND
One of the decisions faced by
financial managers associated with the
continuity of the companys operating and
financial decision-making is a capital
structure that is a financial decision relating
to the composition of debt and preferred

shares of common stock to be used by the


company, in which the manager must be
able to collect the funds coming from the
company and outside the company
efficiently, in terms of funding decisions
is a financial decision that can minimize
capital costs of the company.

48

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

There are many factors that can affect


the composition of the capital structure,
even in every country there are specific
factors alone can affect the capital
structure. The level of corporate profits is
one of the factors that negatively affect the
capital structure (Huat, 2008) the same
thing also obtained from the research
conducted by De Jong et al. (2008) related
to the pecking order theory, which in theory
firms first use internal funds typically use
retained earnings. If internal funds are not
sufficient, then the company issuing the
stock of debt before issuing bonds because
the cost is relatively cheaper. Westhead
(2003) said that based on the stage model,
firms with age much longer will adopt a
more professional management style and
the use of complex control systems.
Furthermore, the trade-off theory says that
there is a positive relationship between
firm size and the amount of debt, it is
supported by the assumption that the larger
the company, the lower the risk of
bankruptcy and bankruptcy costs are
relatively lower. A significant positive
correlation between the growth of the
companys sales to the companys capital
structure (Phitaloka, 2009) is also one of
the factors that affect the composition of
the capital structure of the company.
In addition to these factors there are
several macroeconomic factors that may
affect the composition of the capital
structure of a company, such as GDP
growth, which has a negative effect on the
capital structure represent the company
through corporate leverage levels as
expressed by De Jong et al . (2008).
Meanwhile, according to Hui (2006) states
that the interest rate is a key variable in
determining the optimal capital structure
and maturity of the loan. The same thing
also expressed by Babbel (2007) in which
the interest rate will initially moves against
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

the equity value, then be directly


proportional to the interest rate.
Based on a previous study conducted
among others by Vasiliou et al. (2009)
stated that in general the results obtained
in this study are relatively similar to the
research that has been done in other
countries, although there are specific
differences in the institutional regulations
applicable in each country, but the
differences do not seem to affect the
characteristics of the institutional
management thinking Eurozone finance
when they decide the companys capital
structure. On the basis of this study, this
study will use a sample of firms in the
region are already listed on the stock
exchange in their respective countries.
In this study will be a comparison
between the countries in Asia that are
classified into groups of developed and
developing countries. The sample state that
will be used among other countries China,
Japan, India and South Korea represent the
developed countries, the sample selection
for the classification of countries is done
randomly with the criteria of having the 115 ranking GDP in the year 2011. As for
the representatives of developing countries
to use the samples from Indonesia,
Thailand, Malaysia and the Philippines, the
sample selection was based on several
factors. First, the four countries are
countries with emerging markets in which
the literature on the determinants that affect
capital structure is limited. Second, the four
countries affected by the Asian financial
crisis that strikes in 1997 (Huat, 2008).
LITERATURE REVIEW
Capital is one of the important
elements in the company, which is a source
of capital funding for the enterprise carries
on business in order to seek maximum
49

Journal of Business and Entrepreneurship

profit with minimum capital in accordance


with economic principles. The companys
capital can be separated into 2 parts
according to the source the capital from
owners equity and debt, the separation of
these sources of capital which later became
known as the capital structure.
Optimal capital structure can be said
if the company has contributed the
maximum to shareholders, this would be
achieved if the value of the firm in
accordance with the maximum primary
goal of corporate finance by Demodaran
(2006). Modigliani and Miller concluded
that the value of the company is not
affected by the selection of capital
structure. In the analysis of capital structure
by Modigliani and Miller (1958), they use
some of the assumptions that market
conditions have been perfect where it is
assumed the market is perfectly
competitive markets, companies and
investors earn the same interest rate, no
bankruptcy costs, firms have the same class
of business risk, corporate taxes are the
sole burden of the government, a perpetual
cash flow, lack of information asymmetry,
managers always aim to increase
shareholder wealth.
In analyzing capital needs of the
company may decide to use internal or
external funding, internal funding sources
in the form of equity can be defined as
property rights and property of the
company in the form of unlimited money
to a company to the owners of capital to
an unlimited period of time can derived
from profit / earnings last year were stored
in Retained Earnings. There are several
sources of internal funding, according
Demodaran (2006), among others: owners
quity, venture capital and warrants,. While
the companys external funding is a loan
given by the lender or investor by paying
a certain obligation in accordance with the

applicable rate. In external financing


company can use the funds obtained from
creditors or investors, whereby each source
of funding has the characteristics of
funding each, Demodaran (2006) further
describes the types of financial instruments
consisting of a loan from the bank (bank
loan) and issuing debt securities/bonds.

50

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Internal Factors Affecting the Companys


Corporate Capital Structure
There are many factors that can affect
the composition of the capital structure of
the company, Vasiliou (2008) conducted a
study of the influence of the capital
structure and the characteristics of the
institution by making comparisons
between countries in the countries of
Europe and America and Greece as the
country makes the comparison. This study
concludes that the general characteristics
of the institutional differences had little
influence on the thinking of financial
managers in determining the capital
structure of the company, in their research
using tax benefits-financial distress tradeoff theory, Asymetric information, agency
costs, product market and industry factors
as determinant influence tested in the
companys capital structure. Another study
conducted by Huat (2008) explains that the
companys profitability and growth rate
had a significantly negative relationship to
leverage companies across the country that
were sampled in the study.
Deesomak (2004) in his research on
the determinants of capital structure are
made to countries in the Asia Pacific
region produces some of the conclusions
are: first, the positive effect of firm size
and the negative impact of growth, nondebt tax shield, liquidity and share price
performance to leverage support theories
of capital structure exists. Second, the level

Journal of Business and Entrepreneurship

In the pecking-order theory, firms


will use internal funds first source
(retained earnings) before using the
external funding that debt by issuing
bonds or even sell their shares. Bonds will
be a priority given the company arising
from the publication costs are relatively
cheaper than the issuance of shares. Myers
and Majluf (1984) explains that
companies are choosing internal funding
will adapt the target dividend payout ratio
(the ratio of dividends to net income) they
are the investment opportunities that they
have, then choose the debt, and the last
published equity.
This is supported by studies Ozkan
(2001) and Gucharan (2010) who found
that profitability has a negative effect on
leverage although only significantly so for
some countries such as Indonesia, the
Philippines and Thailand. These findings
indicate that the level of corporate profits
is higher then the company will reduce the
use of debt in financing their investments.
This indicates that the pecking order theory
of capital structure applies here when the
company will use internal cash resources
and debt and then use its own capital in
the fund company.

result of research conducted by Ariff et al.


(2007). Owned by the companys
reputation is closely related to confidence
(trust) to be built in order to interact with
outsiders, the company can use to obtain
capital funds coming from outside the
Bank, which in cooperation with the party
holding the reputation of the company is
very important role in the success of the
collaboration. According to Wu (2006) is
generally a long-standing company are in
the adult stage in the product cycle,
whereas the newly established companies
generally have substantial capital
requirements as it is in the growth stage,
the need for capital will be negatively
associated with the passing of time since
when the company has entered the mature
stage firms generally will have a capital
requirement that is not much when it is at
an earlier stage.
Paffermayr (2008) in his study
mentioned that the company has an older
age has a debt ratio tends to be lower than
the company that was newly established,
further said that there is a positive
correlation between the taxation of a
company with firm age in which the impact
of taxation on the the company continues
to increase with increasing age of the
company. Nivorozhkin (2005) and Sharif
(2012) in his study said that large
companies that have been operating for
many years will be more stable and does
not require debt to augment working
capital, while smaller companies are not
long in running its operations will require
more debt for capital needs.

Firm Age

Firm Size

The company has long standing good


corporate governance will apply a good
reputation due to issues that are owned and
will be built by the company this is the

A few studies that have been done


previously discovered some facts about the
effect of the size of the company with the
capital structure, Fama and French (1998)

of interest of the capital structure varies in


each country in the region. Third, the
financial crisis in 1997 is believed to have
changed the role of these two factors both
corporate factors and the factors that affect
the capital structure.
Profitability

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

51

Journal of Business and Entrepreneurship

says that the growing market share of


smaller tend to produce higher returns than
stocks of larger, so the size of the company
be negatively related to the cost of capital.
De Jong et al. (2008) found significant
positive effect between firm size with the
capital structure of a firm and consistent
with conventional theories of capital
structure in general, although the results
of these studies also found a
ketidaksignifikansian and inconsistencies
between the effect of firm size and capital
structure, but it occurs only in a few
countries so that the research findings can
generally be ignored.

Growth
Sales growth rate of a company be
one consideration in capital structure
policy. According to Brigham and
Houston (2001) companies with a
relatively stable level of sales may be
safer to get more credit and bear the
burden remains higher than the company
whose sales are not stable. So the
company with high sales growth rates will
be easier to obtain debt. Soebiantoro and
Sujoko (2007) in his study also said that
the positive correlation between the
growth of the debt based on the fact the
high-growth companies, the higher the
firms capital structure in the form of
long-term debt. Other studies say that the
higher the market growth opportunities
(Phitaloka, 2009). In research and
Saifudin Fury (2012) for manufacturing
companies, found that sales growth has
no significant effect in influencing the
capital structure of the company. These
findings support the results of preceding
studies that say high sales will boost the
company (Rakhmawati, 2008).
52

Interest Rates
Ju (2006) in his study states that the
interest rate is a key variable in determining
the optimal capital structure and maturity
of the loan. In addition, interest rate
volatility and the relationship between the
interest rate and the asset value of the
company plays an important role in
determining the maturity of debt. The same
thing also expressed by staking trial (2007)
in their study, they found that the
traditional theory of capital structure
including the trade-off between tax
benefits and the possibility of increased
costs of financial distress associated with
leverage, and the trade-off between
protecting the franchise value with
increasing the value of the company
through which the interest rate will initially
be contrary to equity, which then directly
proportional to the interest rate.
Subsequent research conducted by
Dincergok and Yalciner (2011) using data
from manufacturing firms in the country
of Turkey, Brazil, Argentina and Indonesia
during the period 2000-2007 resulting in
the finding that interest rates have a
negative effect on total debt ratio. Using
the results of this study will be the basis
for proving that interest rates will
negatively affect the capital structure in the
Asia region.
GDP Growth
GDP Growth is an important variable
in macroeconomics where GDP growth has
a negative relationship to total debt ratio
and short-term debt ratio, but positively
related to long-term debt ratio. This
indicates that higher economic growth
encourages companies to use long-term
debt and reduce short-term debt (Gajurel,
2006), this study supports the hypothesis
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

of Myers (1977) study Huat (2008) which


says that companies with growth that tend
not to maximize the use of debt (debt)
Further Gajurel (2006) adds that the GDP
growth rate has a negative impact on
leverage are judged by the high correlation
between company growth and GDP growth
rate.

So in other words between firm age to be


negatively related to capital requirements,
therefore the authors include variable life
company as one determinant of which will
be tested in this study as the second
hypothesis is:
H2:

Age of firm negatively affect the


Debt to Asset Ratio (DAR).

Hypothesis Development
The main objective of this study was
to determine whether the characteristics of
the company have a significant effect on
the companys capital structure, the
pecking-order theory explained that the
trend of companies will use internal cash
resources first before deciding to use
external sources of funding. In a study
conducted by Myers (1984) found that debt
has a negative relationship with
profitability, the study was supported by
research conducted by Ozkan (2001) who
say the same thing, these relationships will
have an impact on the capital structure of
the company which is the main research
object to study this. So in the end the writer
wants to know the magnitude of the effect
on the capital structure of companies in the
countries in Asia that produces the first
hypothesis is:
H1:

The level of corporate profits


negatively affect the Debt to Asset
Ratio (DAR).

Using research results Chio et al. (2006)


said that with the company as it ages the
need for capital would likely not as much
as in the previous stage, this is possible
because the old company assumed already
in the mature stage (mature) while the
newly established company will need more
capital larger to meet the demand, in order
to run their business is new and growing.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

In the trade-off theory says that there is a


positive relationship between firm size and
the amount of debt, it is supported by the
assumption that the larger the company, the
lower the risk of bankruptcy and
bankruptcy costs are relatively lower. The
theory is supported by many studies that
there is, among others, by De Jong et al.
(2008) who found significant effects
between firm size (firm size) with the
capital structure of a firm and consistent
with conventional theories of capital
structure in general, although the results
of these studies also found a
ketidaksignifikansian and inconsistencies
between the effect of firm size and capital
structure in some countries. By using the
theory and the results of that study, the
authors will try to establish a positive
relationship with successful data obtained
by third hypothesis as follows:
H3:

Firm size positive effect on the Debt


to Asset Ratio (DAR).

From various studies that have been done


before, one of them conducted by
Soebiantoro and Sujoko (2007) says that a
positive correlation between the growth of
the debt based on the fact the high-growth
companies, the higher the firms capital
structure in the form of long-term debt. The
companys growth can occur because
companies do business the greater at each
period, the higher the market growth
53

Journal of Business and Entrepreneurship

companies greater business opportunities


that will have implications on the stability
of sales growth. When companies lack the
funds to finance its operations, the
company can safely use debt as a stable
sales the company will be able to pay the
fixed costs arising from the debt. A positive
relationship between the growth of the
company with the companys capital
structure is revealed in a study conducted
by Phitaloka (2009), while the fourth
hypothesis of this research are:
H4:

The growth rate of the company


have a positive effect to the Debt to
Asset Ratio (DAR).

Interest rates is a key variable in


determining the optimal capital structure
and maturity of the loan. In addition,
interest rate volatility and the relationship
between the interest rate and the asset value
of the company plays an important role in
determining the maturity of debt. When the
interest rate is constant, the interest rate
affect both the optimal leverage ratio
(Nengjliu & Hui, 2006). Subsequent
research conducted by staking (2007)
found that traditional theories of capital
structure including the trade-off between
tax benefits and the possibility of increased
costs of financial distress associated with
leverage, and the trade-off between
protecting the franchise value by increasing
corporate value through interest rate ,
conclude that there is a positive
relationship between the interest rate the
capital structure. Thus, one hypothesis can
be taken on the basis of this research will
be the fifth hypothesis is:

related to total debt ratio and short-term


debt ratio but positively associated with
long-term debt ratio. Research conducted
by Gajurel (2006) suggests that higher
economic growth encourages companies to
use long-term debt and reduce short-term
debt, which supports the hypothesis of
Myers (1977). Huat (2008) in his study
says that companies with large growth tend
not to maximize the use of debt (debt)
while research by Gajurel (2006) adds that
the GDP growth rate has a negative impact
on leverage are judged by the high
correlation between the growth of the
company and the level of GDP growth.
Furthermore, De Jong et al. (2008)
analyzed the direct impact of countryspecific factors on leverage, the evidence
obtained indicates that the GDP growth
rate has a significant impact on the capital
structure of the company. (De Jong et al.
2008). These findings are sufficient to
make this variable as one of the
determining factors that will affect the
capital structure but must be tested in a
sixth hypothesis :
H6:

GDP Growth has a negative


influence on the Debt to Asset Ratio
(DAR).

METHODOLOGY

One of the important macroeconomic


variables are GDP growth negatively

This study use the variables that have


been demonstrated in previous studies
would affect the companys capital
structure by using one of the multiple
regression statistical tools (multiple
regression). The model of this research is
the development of models of previous
studies that have been done by Vasiliou
(2008), Huat (2008), De Jong et al. (2008)
but there are some differences with the
previous studies of the research object
using countries in Asia and the independent

54

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

H5:

Interest rates positive effect on the


Debt to Asset Ratio (DAR).

Journal of Business and Entrepreneurship

variables to be tested by combining


variables from multiple studies at once.
Using the results of studies that have been
done then that will be the dependent
variable in the research model is the
variable cost of debt-to-asset ratio (DAR /
Debt to Asset Ratio). Then the variables
that will affect the capital structure and a
major variable / dependent in this study
include profitability, age of firm, firm size,
firm growth, interest rate and GDP growth.
Regression model of the variables that will
be observable effect on the capital
structure, will be written in the following
models:
DARit = 0 + 1PRO it+ 2AGEit + 3SIZEit
+ 4GROt + 5INTit + 6GDPit + it
Where :
DARit
PROit
AGEit
SIZEit
GROit
INTit
GDPit

=
=
=
=
=
=
=

Debt to asset ratio


Profitability
Firm Age
Firm Size
Growth
Interest Rates
GDP Growth

This study focused on the classification of


developed and developing countries in
Asia, with the aim of comparing the
variables that affect the capital structure
of the company in every country
classifications. In regression obtained later,
is expected to provide an overview of the
variables that will impact significantly and
no significant effect in determining the
companys capital structure.

Population and Sample


The sample used in this study is a nonfinancial companies listed on the stock
exchange of each country in the period
2009-2011 based on the criteria on a
sample that has been described in Chapter
3, obtained a sample of 1.365 companies
with complete data for materials research
in 2009 to 2011 and meet all the criteria.
Details of the company name of each
country that entered the sample can be
found in Appendix 1. The determination
procedures sample data used in this study
are shown in Table 4.1 below:

Table 1. Determination Procedures Samples


Tahapan

China

India

Japan

Korea Indonesia Malaysia Philipnes Thailand

2,520

3,970

3,847

2,043

499

996

336

1,474

-159

-680

-272

-136

-83

-66

-62

-141

2,361

3,290

3,575

1,907

416

930

274

1,333

300

298

331

340

271

308

244

436

-75

-158

-29

-197

-149

-157

-129

-269

225

140

302

143

122

151

115

167

%
10%
4%
8%
Source: data processing results

7%

29%

16%

42%

13%

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

55

Journal of Business and Entrepreneurship

Explanation of criteria at each stage


of the study are as follows:
1. The number of companies listed on
the stock.
2. Companys financial sector and
unclassified.
3. The number of non-financial
companies listed on the exchange.
4. The data were successfully acquired
company.
5. Companies with incomplete data.
6. The number of companies sampled in
the study.
The number of samples used in this study
is 1365 as companies from 8 countries for
3 consecutive years, starting from 2009 to
2011. Distribution of sample firms by
country is presented in Table 4.2 below:

Descriptive Statistics
Summary of descriptive statistics of
the variables used in this study are
presented in Table 3. Before further
processing, the data obtained first-checked
the data outliers. Determination of data
outliers in this study using the approach
winsorized data that lies beyond the three
standard deviations above and below the
average (mean) of the variable.
Table 3. Variable Descriptive
Statistics Research

From Table 4.2 above, it appears that


the data obtained fairly balanced from each
state with the smallest percentage of 8%
(Philipines) and the largest 22%
(Indonesia). This stands to reason because
to obtain corporate data contained in any
other country outside Indonesia is quite
difficult, even though its been a lot of
websites that facilitate it but still with
limited access and completeness of data
from each website.
56

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Number of observations 1637, by


winsorized approach (Hermawan, 2009)
for outliners by the 3 standard deviations
of the mean. DAR = ratio of Debt to Asset
Ratio, which is total debt divided by total
assets, PRO = is the level of corporate
profits is proxied by ROA = Return on
Assets ratio is by dividing the net profit to
total assets, AGE = age calculated from the
companys corporate the lisitng on the
stock market, sIZE = firm size is calculated
as by the natural logarithm (ln) of net sales,
GRO = rate of growth of the company, INT
= lending rate (lending rate), GDP = GDP
growth of any country.
From Table 3 are presented above we
can see that the average of 1.365 DAR
owned by companies as sample, we can
conclude that the trend of the use of debt
is higher in developed countries compared
to developing countries, it is seen from the
average value DAR variable values are
generally higher than the average found in
developing countries. In general, the rate
of profit (PRO) obtained in the study
sample was quite varied with a large
enough range. In aggregate the average
profit earned by companies that are higher
in developing countries compared with
developed countries.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

In general, the variable AGE has an


average age of larger companies in
developed rather than developing countries
except Indonesia, this illustrates that in
developed countries, the industry is more
advanced due to the company was already
standing there.S
SIZE variable has a range of data, it
indicates the size of firms sampled in this
test is quite varied from small companies
to large enterprises from various countries
testing samples. Countries that have an
average age of most of the collection is
dominated countries except Indonesia,
indicating that the developed countries
have companies that are more mature
(mature) statistically.
Variable GRO has an average high of
12:24 on the lowest China and Japan for
0008 in the state, with the highest value at
16:26 on Indonesia and the lowest state of
(1) on the Philipines. The results of these
statistics are evidence that China is a
country that is rapidly growing in the world
economy as well as the economic
powerhouse of Asia, so in general it can
be concluded that the countries that were
visited during the study experienced
increased growth except Japan.
INT variable which is the lending rate
prevailing in each country has the highest
average of 13:38% in Indonesia and the
lowest of 1.6% in the country Japan.
Highest rate (maximum) of 14.49% are in
the state of Indonesia and the lowest
(minimum) amount of 5% in the country
of Malaysia. High or low interest loans to
a country is closely related to economic
policy that is applied to the country
concerned.
GDP variable is GDP growth of each
country in the study sample, which can be
concluded that countries that were visited
during the study experienced increased
growth except Japan, further GRO
57

Journal of Business and Entrepreneurship

variables and GDP have a positive


influence on China and Japan.

Analysis of correlations between


variables are presented in the research
model of the test results presented in the
tables in appendix relationship, turns out
to have mixed results in each country
sample. Variable PRO has a negative
relationship in each country with a
significance level at = 1% level except
in the Philipines, PRO variables positively
related to variable DAR. This means that
the profits that will negatively impact the
companys debt ratio where the higher
profits then it is likely the company uses
debt evidenced by the diminution of the
debt ratio is likely to be low. This supports
previous studies that have been done by
Gucharan (2010) who found that
profitability has the opposite effect to
leverage although only significantly so for
some countries such as Indonesia, the
Philippines and Thailand. These results
indicate that the level of corporate profits
is higher then the company will reduce the
use of debt in financing their investments,
this indicates that the pecking order theory
of capital structure applies here when the
company will use internal cash resources
and debt and then use its own capital the
financing company.
AGE variable has a positive
relationship in China and negative in the
Philipines and both are at the significance
level = 1%. Top of the positive
relationship that occurs between the DAR
Variable Variable AGE is happening in
Chinas state illustrates that firm age has a
significant impact on the amount of debt
the company indicated by the ratio of its
debt, which if positive relation indicates
that the older the age, the greater the

companys debt use and vice versa. If the


resulting negative relationship, it means
that the older the debt, the smaller
companies are used by the company, which
is in line with studies that have been done
to the company in the European region by
Paffermayr (2008) which states that the
company has an older age have the debt
ratio tends to be lower than the company
still existed. However, for a negative
relationship occurred in the Philipines are
still not found in previous research that
states that. For the other countries sampled
this study also found a similar but not
significant in the level.
SIZE variable has a positive
relationship throughout the country and at
the level of significance = 1% except for
Indonesias state-level significance is at
= 5%. This indicates that in all countries
the sample is the amount of debt a company
sanat influenced by the size of the
company, where a positive relationship
here means that the bigger a company, the
greater the amount of debt used by the
company. This finding is consistent with
previous studies that have been carried out
by De Jong et al (2008) who found that
the significance of the influence of firm
size (firm size) with the capital structure
of a firm and consistent with conventional
theories of capital structure in general,
although the results of these studies also
found the ketidaksignifikansian and
inconsistencies between the effect of firm
size and capital structure, but it only
happens on a few countries so that the
research findings can generally be ignored.
INT only significant variable in the
China only with a positive confidence level
= 5%, other 7 countries in the INT
variable still has a positive relationship
except in Thailand, but with a significance
level below the tolerance. Interest rates
here have a positive relationship, which

58

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Correlation analysis

Journal of Business and Entrepreneurship

means that the higher the interest rate, the


greater the debt used by companies, but it
is contrary to the results of previous studies
that have been done by Dincergok and
Yalciner (2011) using data from the
enterprise IT manufacturing in the country
Turkey, Brazil, Argentina and Indonesia
during the period 2000-2007 resulting in
the finding that interest rates have a
negative effect on total debt ratio.
For GRO variables and GDP in
Pearsons correlation analysis did not
reveal any effect on the companys capital
structure variables are proxied in DAR,
despite a number of previous studies to find
the influence between these variables.

RESULT AND ANALYSIS


Effect of Benefits Level Against Corporate
Capital Structure
Testing hypotheses 1a aimed to test
whether the level of corporate profits in
this study is proxied by the amount of net
profit company will affect corporate capital
structure decisions in this study is proxied
using the ratio of debt to total assets
(DAR). From the regression results in
Table 4.10, shows that the variable has a
negative coefficient on the PRO
nationwide sample tests with significance
level at = 5% except in the Philipines
that have no significance at these levels.
Thus, in general it can be concluded that
the level of corporate profits influence
decisions in determining their capital
structure, whereby when the company
earned huge profits firms will tend to use
their own capital as a source of funding
rather than having to use a third-party funds
or debt. So that the results of this study
support the hypothesis, then the hypothesis
1a accepted.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

The results of this study support the


results of several previous studies that have
been done by Myers and Majluf (1984)
who explained that the company chose
internal funding will adapt the target
dividend payout ratio they are the
investment opportunities that they have,
then choose debt , and the last published
equity. Then Ozkan (2001), Gucharan
(2010) in subsequent studies to obtain
results that support this research, where the
research they said that the companys
profitability is higher then the company
will reduce the use of debt in financing
their investments, this indicates that the
pecking order theory of capital structure
applies here when the company will use
internal cash resources and debt and then
use its own capital in the fund company.
The results of this study as well as a
proof of pecking-order theory that says
the company will use internal funds first
source (retained earnings) before using the
external funding that debt by issuing bonds
or even sell their shares. Bonds will be a
priority given the company arising from the
publication costs are relatively cheaper
than the issuance of shares, in addition to
using debt financing also involves a
reduction of the tax if the company has
taxable income. At the end of the results
obtained, there were no significant
differences between the effects of variable
levels of corporate profits (PRO)
throughout the test sample.

Effect of Age Against Corporate Capital


Structure
Testing hypotheses 2a aimed to test
whether firm age calculated in this study
since the company listed in the stock
market in each country will affect corporate
capital structure decisions in this study is
59

Journal of Business and Entrepreneurship

proxied using the ratio of debt to total


assets (DAR). From the regression results
in Table 4.10, shows that the variable AGE
has a negative coefficient on the state of
India, Japan, Korea, Malaysia, Philipines
and Thailand, but only in the country of
Malaysia and the Philipines are having
significance at = 5%. While in China and
Indonesia AGE variable has a positive
coefficient, but at a level that is not
significant or is at more than 5%.
Although there are only two countries that
have a significant negative coefficient
between variables with the dependent
variable AGE DAR, but in general it can
be concluded that the older the age of a
company it will be less likely to use debt
as a funding source because the company
is already in the mature stage, although
conclusions This does not apply generally
throughout the country, because there are
some countries that have such a positive
relationship in China and Indonesia. These
results do not support the hypothesis of this
study, the hypothesis 2a is rejected.
The results of this study support
previous research that has been done by
Nivorozhkin (2005) and Paffermayr
(2008), both of which concluded that the
company had an older age have the debt
ratio tends to be lower than the company
that is newly established, the results of this
study further states that there is a positive
correlation between the taxation of a
company with firm age in which the impact
of taxation on a firm continues to increase
with age of the company. This study was
supported by Wu (2006) who said
generally the companys long-standing are
in the adult stage (mature) in the product
cycle, whereby when a new company
established generally have substantial
capital requirements due to being in a stage
of growth, capital requirements will be
negatively associated with time since when

the company has entered the mature stage


(mature) firms generally will have a capital
requirement that is not much when it is at
an earlier stage.
From this study it can be concluded
that the older the company, the propensity
to use debt as a source of funding
decreases, it is possible because of longestablished companies tend to be in stable
condition has been more than the
companys financial affairs are still new
standing still require substantial funds in
running the company. For the case of the
older companies need more and more debt
financing as a positive relationship shown
in the China, Indonesia and Thailand, may
mean that in these countries is going high
economic growth in which both start-up
companies as well as the long-standing race
the race to expand their business at the
same time, it is supported by the fact that
in Asia, especially China is now a country
with the highest economic growth in the
world, in addition to Indonesia, which is
still in the Asia region is also affected by
the impact of economic growth. Although
there are differences in relations between
countries as sample, but both countries
have significance between firm age
variable and the ratio of debt the company
has relationships that support the research
hypothesis. Besides these two countries
come from different countries, namely the
developed and developing countries, so we
can assume there is no significant
difference between the effect of the age
variable distinguishing firms with capital
structure in both the developed and
developing countries.

60

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Effect of Company Size Of Capital Structure


Testing hypotheses 3a intended to test
whether the size of the companies in this
study was calculated from the natural

Journal of Business and Entrepreneurship

logarithm of the companys net sales value


will affect corporate capital structure
decisions in this study is proxied using the
ratio of debt to total assets (DAR). From
the regression results in Table 4.10, shows
that the variable SIZE has a positive
coefficient in all countries with a
significant level of testing samples at =
5%. It can be concluded that company size
influence decisions in determining their
capital structure. So the results of this study
can be concluded that the larger the size of
a company, the propensity to use debt as a
source of funding higher. From the results
of this study support the hypothesis, then
the hypothesis 3a accepted.
The results of this study strongly
supported by research that says big
companies generally diversify the business
so unlikely event of bankruptcy (Wessel,
1988 and Mazur, 2007). And also by other
research that produces findings small firms
will have low leverage ratios as small firms
are most likely to be liquidated when it is
in a state of financial distress (Ozkan,
2001).
The conclusion that can be drawn
from this research is the firms capital
structure is strongly influenced by large or
small a company, it is related to the
previous hypothesis 1a which states that
the profits generated by a company the
more likely the company is using debt as a
source of funding increases. This is
reasonable because generally, the larger a
company it will be proportional to the
benefits it produces, as well as conversely
the smaller the company the ability to
generate profits will also be getting smaller,
though not an absolute force. From the
results of this study with similar results for
the relationship and the level of
significance of the variable size of the
company with the capital structure, it is
concluded that this variable has the same
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

effect for both groups developed and


developing countries in Asia.
Effect of Growth Rate Against Corporate
Capital Structure
Testing hypotheses 4a aimed to test
whether the rate of growth companies
proxied in this study by looking at the
companys annual sales growth in each
country will affect corporate capital
structure decisions in this study is proxied
using the ratio of debt to total assets
(DAR). From the regression results in
Table 4.10, shows that the variable GRO
has a positive coefficient in the China,
India, Korea, Malaysia, Philipines and
Thailand, but the country is negatively
related to Japan and Indonesia. From the
results of these regressions showed no
significance between variables GRO with
DAR, which means the value of this
variable is above significance = 5%. So
from this result indicates that the growth
of the company has an ambiguous impact
on each country, but not at a significant
level, therefore the results do not support
the hypothesis, then the hypothesis is
rejected 4a.
The results of this study stated that
the growth of the company has an
positively related to capital structure
although this result was rejected by the
finding that occurs in the Japan and
Indonesia. In all the countries the sample
of this study prove that the companys
growth was not significantly affect the
capital structure of the company itself, so
the research that states the companys sales
growth has no significant effect on the
companys capital structure as proposed by
Saifuddin (2012) against the company
manufacturers listed on the Stock
Exchange in 2009-2010 proved. However,
these findings do not support the results
61

Journal of Business and Entrepreneurship

of research conducted by Phitaloka (2009)


who said the companys growth has a
significantly positive effect on the capital
structure of the company. The results vary
in each state, indicating that there was no
significant difference in the effect of the
capital structure of the companys growth
in both the developed and developing
countries.

Testing hypotheses 5a aimed to test


whether the prevailing lending rate in the
study was obtained through the World
Banks decision will affect the companys
capital structure in this study is proxied
using the ratio of debt to total assets
(DAR). From the regression results in
Table 4.10, shows that the variable INT has
a positive coefficient in all countries except
Thailand which has a negative relationship.
From the results of the regression on the
entire sample countries, only China and
influential country beada at the
significance level of more than 5%. The
majority of the research results are not
shown to affect the debt ratio, so it can be
concluded INT variable has no effect on
the dependent variable in this research
model DAR. So high or low interest rates
prevailing in a country does not have
influence over the companys decision to
use debt as a source of funding. These
results support the hypothesis of the study,
the hypothesis is rejected 5a.
From these results provide conflicting
results with studies that have been
conducted by Yalciner (2011) using data
from manufacturing firms in the country
of Turkey, Brazil, Argentina and Indonesia
during the period 2000-2007 resulting in
the finding that interest rates have a
negative effect on total debt ratio. In theory,

the interest rate is the cost of borrowing


directly from the company (cost of debt),
so that when interest rates rise, the
tendency of the companys debt ratio will
fall, it is very logical because the company
would be looking for a cheaper source of
funding than some alternatives are
available.
However, if we refer to the current
financial system in each country, as
countries in the region, especially
Indonesia still tend to use bank-based
financial system (bank base) then the
results of this study are not surprising
(Irawati, 2008). This is because the mindset
of the people who still put the bank as a
source of funds, so that the culture of the
company can be formed because of local
culture in the country. When a company
located in a country that is bank-based
financial system, when the company plans
to expand the business that coincided with
the rise in lending rates set by the central
bank in the country, the company will
continue to make loans to banks as sources
funding.
In almost all countries in the sample
used in this study except Thailand showed
a similar relationship between the variable
interest rate with a capital structure that is
a negative, but which have a significant
effect only in China. This is possible
because in recent years the economic
growth of the country is growing rapidly
and is referred to as a key driver of regional
growth (swa.co.id). Chinas high economic
growth during the past 30 years has been
driven by the end of communism in China.
In particular, driven by market forces,
private companies have grown, while
foreign investment has flowed. With the
growth that is being intensively the
entrepreneurs in China will vigorously to
expand its business, so that regardless of
prevailing interest rates will remain

62

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Effect of Interest Rate Against Corporate


Capital Structure

Journal of Business and Entrepreneurship

attractive to the entrepreneurs. From these


results, it can be concluded that there is no
difference in the results given to the capital
structure due to changes in interest rates
between developed and developing
countries in Asia.
GDP growth Effect Of Capital Structure
Testing hypotheses 6a intended to test
whether the rate of growth of Gross
Domestic Product (GDP) in a country will
affect corporate capital structure decisions
in this study is proxied using the ratio of
debt to total assets (DAR). From the
regression results in Table 4.10, it appears
that the GDP variable has a positive
coefficient in all countries except Japan
and Indonesia, which has a negative
relationship. The results of the regression
on the entire sample countries is at a level
that is not significant at the or more than
5%, so the variable GDP lacked DAR
effect on the dependent variable in this
research model. This means that the rate
of GDP growth that occurs in a country is
not an indication of a large or small ratio
of debt in the capital structure of the
company in a country. The tendency of the
use of debt as a source of funding to the
company were not significantly influenced
by GDP growth, and therefore rejected the
hypothesis 6a.
Most countries sampled in this study
rejected the results of previous research
conducted by Gajurel (2006), Huat (2008)
and De Jong et al (2008). They found that
in general the growth of GDP which is
considered to represent a countrys
economic growth, whereas the state in
economic growth better then tend not to
maximize the use of debt, or in other words,
economic growth is encouraging
companies to use long-term debt and
reduce short- term debt. The results support
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

the notion is found in only two countries,


namely the study sample Japan and
Indonesia which have a negative
relationship to the dependent variable
DAR. The similarity of the results obtained
by these two countries can be attributed to
a history that never happened where
Indonesia was colonized by Japan in a long
time. So characteristic of the economies
of both countries have in common,
especially in the financial system that uses
a bank-based system (bank base).
In addition, the two countries have
more in common in terms of natural
disasters being faced by the two countries,
Indonesia experienced successive tsunami
and volcanic eruptions, while in Japan
recently experienced a period of recovery
following a natural disaster such as an
earthquake. This situation is of course to
some extent will affect the economy of
both countries. The results of this study
once found that is not always rapid
economic growth in a country can be large
or small impact on the companys debt ratio
in the country, but it depends on the
economic conditions present in the country.
Most countries are used as samples in this
study showed a positive relationship except
in Japan and Indonesia, so that the
conclusions drawn no distinction between
factors that affect the capital structure.
CONCLUSION
The research was conducted based on
the conceptual framework of capital
structure and firm characteristics by
comparing the conditions that exist in some
countries in Asia. Capital structure of
companies in each country is affected by a
variety of factors, with comparisons
between countries is expected to obtain an
idea of the condition of the capital
structure between developed and
63

Journal of Business and Entrepreneurship

developing countries in Asia this. The


results showed that the variable rate of
profit (PRO) has a negative relationship
with the companys debt ratio significantly,
variable firm age (AGE) has a negative
relationship with the companys debt ratio
significantly only in the country of
Malaysia and the Philippines alone,
indicating that the older age a company it
will be less likely to use debt as a funding
source because the company is already in
the mature stage. Variable firm size (SIZE)
is positively associated with the firms debt
ratio significantly, variable interest rate
(INT) had a positive relationship with the
companys debt ratio significantly affected
only in China.
The results of this study also
concluded that in general there is no
difference factors that affect the capital
structure of the company, but for certain
factors such as interest rates have a
significant effect on developed countries
and developing countries are not
significant. In addition there are significant
differences in the variable rate of corporate
profits and the size of the company, this
happens because most companies that are
in the group of developed countries have a
higher rate of return and have an average
age of firms is also higher compared to
developing countries.
This study has several limitations,
among others: the object that made the
research has not included all companies
listed on the stock exchange in each
country. Only 1,365 companies that made
the study sample due to non-fulfillment of
the required criteria, such as the annual
financial statements are incomplete. The
use of proxy are few and limited in
representing the variables used in the study,
as well as the presence of sample data still
did not meet the test for normality
(Kolgomorov-Smirnov) is one of the

limitations of this study, it will have an


impact on the level of data normality
BLUE criteria (Best Linear Unbiased
Estimation).

64

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

REFERENCES
Akhir Komunisme Dorong Pertumbuhan
Ekonomi China. 9 Januari 2013.
http://erabaru.net/top-news/39news4/7363-akhir-komunismedorong-pertumbuhan-ekonomichinaBancel, Frack & Mittoo, Usha R. (2002);
The determinants of capital
structure choice : A survey of
european firms; International
Research Journal of Finance and
Economics.
Budinarta, Julika (2011); Pengaruh
karakteristik bank terhadap tingkat
kualitas coporate governance pada
industri perbankan; Tesis Magister
manajemen Universitas Indonesia.
Jakarta
Brigham, Eugene and Houston, Joel F
(2001); Manajemen Keuangan II;
Jakarta:Salemba Empat
Deesomak R, Paudyal K & Pescetto G
(2004); The determinants of
capital structure : evidence from
the Asia Pacific region; Journal of
Multinational
Financial
Management, 14, 385-405.
Dina, Alexandra Ryan Ahmad (2011);
Pengaruh peran monitoring bank
sebagai mekanisme corporate
governance terhadap peningkatan
nilai perusahaan; Tesis Magister
manajemen Universitas Indonesia.
Jakarta

Journal of Business and Entrepreneurship

Dincergok, Burcu, and Yalciner, Kursat


(2011); Capital structure
desicisions of manufacturing
firms in developing dountry;
Middle East Finance and
Economic,
Euro
Journal
Publishing, issue : 12 (2011)
Ellili, Nejla Ould Daoud & Farouk, Sherine
(2011); Examining the capital
structure determinants : Empirical
analysis of companies traded on
Abu Dhabi stock exchange;
International Research Journal of
Finance and Economics. Issue 67.
Erdiana (2011); Analisis pengaruh firm
size, business risk, profitability,
asset growth, dan sales growth
terhadap struktur modal; Skripsi
Universitas Diponegoro.
Furi, Vira Ratna dan Saifudin (2012);
Faktor-faktor yang mempengaruhi
struktur modal (Studi empiris pada
perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2009-2010);
JURAKSI vol. 1 no. 2. Februari
2012.
Gajurel, Dinesh Prasad (2006);
Macroeconomic influences on
corporate capital structure;
International Research Journal of
Finance and Economics.
GDP growth (annual %). 1 September
2012. http://data.worldbank.org
Gonzales, Victor M & Francisco Gonzales
(2008); Influence of bank
concentration and institutions on
capital structure : New
international evidence; Journal of
Corporate Finance 14, 363-375.
Goyal V.K, Kenneth L & Racic S (2001);
Growth opportunities and
corporate debt policy : the case of

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

the U.S. defense industry; Journal


of Financial Economics 64, 35-59.
Gul, Ferdinand A (1999); Growth
opportunities , capital structure
and dividend policies in Japan;
Journal of Corporate Finance 5,
141-168.
Gungoraydinoglu, Ali & Oztekin, Ozde
(2011); Firm-and country- level
determinants of corporate
leverage : Some new international
evidence; Journal of Corporate
Finance 17, 1457-1474.
Gurcharan S. (2010); A Review of optimal
capital structure determinant of
selected ASEAN countries;
International Research Journal of
Finance and Economics. Issue 47.
Hasono, Karous (2002); Growth
opportunities, collateral and debt
structure : the case of the Japanese
machine manufacturing firms;
Japan and the World Economy 15,
275-297.
Hermawan, Ancella A. (2009); Pengaruh
efektivitas dewan komisaris dan
komite audit, kepemilikan oleh
keluarga dan peran monitoring
bank terhadap kandungan
informasi laba; Disertasi
Universitas Indonesia.
Huat, Ng Chin (2008); The determinants
of capital strucrture: evidence
from selected ASEAN countries;
Faculty
of
Businessand
Accountancy University Malaya.
IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan
Negara Berkembang Asia; 9
Januari 2013. http://swa.co.id/
listed-articles/imf-pangkasproyeksi-pertumbuhan-negaraberkembang-asia

65

Journal of Business and Entrepreneurship

Inflation, consumer prices (annual %). 1


September 2012.
http://
data.worldbank.org

Keuangan ; Lembaga Penerbit


Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia

Ju, Nengjiu & Ou-Yang, Hui (2006);


Capital structure, debt maturity,
and stochastic interest rates;
Journal of Business vol.79 no.5,
2468-2502.

Rozikin, Khoirur (2009); Determinandeterminan struktur modal;


KOMPAK, vol.1 no.2.

Kayo, Eduardo K. & Kimura, Herbert


(2010); Hierarchical determinant
of capital structure; Journal of
Banking & Finance 35, 358-371.
Kjellman, Anders & Hansen, Staffan
(1995); Determinants of capital
structure : theory vs practice;
Scand Journal Management vol.
11 no.2, 91-102.
Kusuma, Hadri (2009); Size perusahaan
dan profitabilitas : Kajian empiris
terhadap perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta; Jurnal Ekonomi
Pembangunan, Kajian Ekonomi
Negara Berkembang Hal. 81-93.
Lending interest rate (%).1 September
2012. http://data.worldbank.org
Lewis, C.M, R.J ,Rogalski & J.K, Seward
(2001); Industry onditions, growth
opportunities and market reactions
to convertible debt financing
decisions; Journal of Banking &
Finance 27,153-181.
Mahmud, Muhammad (2003); The
relationship between economic
growth and capital structure of
listed companies : Evidence of
Japan, Malayasia, and Pakistan;
The Pakistan Development
Review 42 : 4 Part II, 727-750.
Nachrowi, D. Nachrowi, & Usman,
Hardius (2006); Ekonometrika
untuk Analisis Ekonomi dan

66

Staking, Kim B. & Babbel, David F.


(2007); The relation between
capital structure, interest rate
sensitivity, and market value in the
property-liability insurance
industry; The Journal of Risk and
Insurance vol.62 no.4, pp.690718.
Sujoko dan Soebiantoro (2007); Pengaruh
struktur kepemilikan saham,
leverage, faktor intern dan faktor
ekstern terhadap nilai perusahaan;
Jurnal Ekonomi dan Manajemen.
Phitaloka, Nina Diah (2009); Pengaruh
faktor faktor intern perusahaan
terhadap kebijakan hutang :
dengan pendekatan pecking oreder
theory; Skripsi Universitas Bandar
Lampung.
Plaffermayr, M, Stockl M & Winner H
(2008); Capital structure,
corporate taxation and firm age;
Oxford University Center For
Business Taxation.
Rahardja, Prathama & Manurung,
Mandala. (2002); Pengantar Ilmu
Ekonomi; Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Rivai, Catharina Wulandari (2011);
Analisis pengaruh inflasi,
perubahan produk domestik bruto
dan indeks harga saham gabungan
terhadap
struktur
modal
perusahaan di Indonesia; Tesis
Magister manajemen Universitas
Indonesia. Jakarta
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Ross, Stephen A, Randolph W. Westerfield,


Jeffrey Jaffe, and Bradford D.
Jordan (2008); Modern Financial
Management (8th ed); McGrawHill International Edition.
Seftianne (2011); Faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal
pada perusahaan public sector
manufaktur; Jurnal Bisnis dan
Akuntansi vol. 13 no.,1, hal.39-56.
Sharif, B, Naeem MA and Khan, AJ.
(2012); Firms characteristics and
capital structure : a panel data
analysis of Pakistans insurance
sector; African Journal of
Business Management., vol.
6(14), 4939-4947
Sundaresan, Suresh & Neng Wang (2006);
Dynamic investment, capital
structure, and debt overhang;

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

International Research Journal of


Finance and Economics.
Titman, Sheridan and Wessels, Roberto
(1988); The determinant of capital
structure choice; The Journal of
Finance, vol. 43 no. 1, pp. 1-19
Van Binsbergen J, Graham J.H, Yang Jie
(2006); Optimal capital structure;
Journal of Finance
Vasiliou, Dimitrios & Daskalakis,
Nikolaos;
Instutional
characteristics and capital
structure : A cross-national
comparison; Global Finance
Journal 19, 286-306.
Wu, H. W. & Chiou, J., Cheng, L. (2006);
The determinants of working
capital management; Journal of
American Academy of Business,
10 (1), 149-155.

67

Journal of Business and Entrepreneurship

Analisis Persepsi Pengaruh Tekanan Lingkungan


Eksternal Terhadap Kemampuan Manajemen Keuangan
Sebagai Potensi Untuk Membangun
Dynamic Capability
Ahmad Marzuqi
Ganesha Operation dan Owner Amanah-ASI

External environmental pressures erodes firms financial management capabilities


that exist today. To sustain sustainable growth, firms required to create new
capabilities and to reconfigure the companys resources and capabilities. This
paper discusses the existence of external environmental pressures on the firms
financial management capability and to analyze other capabilities to form a new
configuration of capability as potential to build dynamic capabilities as the new
sources of competitive advantage of the company in the future.
Keywords: Kapabilitas Manajemen keuangan, tekanan lingkungan eksternal,
potensi membangun dynamic capabilities.

Analisis Persepsi Pengaruh Tekanan Lingkungan Eksternal


Terhadap Kemampuan Manajemen Keuangan
Sebagai Potensi Untuk Membangun
Dynamic Capability

Globalisasi mempengaruhi peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar


negara melalui interaksi diberbagai bidang,
sehingga batasan-batasan suatu negara
menjadi semakin sempit. Pada bidang
industri, kemudahan untuk mengakses
kebutuhan industri secara global
menyebabkan
berbagai
industri
berkembang pesat, ekspansi perusahaanperusahaan lintas negara terjadi dengan
mudah, hal ini berakibat perusahaanperusahaan harus berjuang lebih keras
untuk bertahan dari peningkatan intensitas

persaingan dengan cara meningkatkan


produktifitas perusahaan (Hoskisson,
2011). Hal tersebut terlihat dari
peningkatan volume perdagangan
internasional untuk barang-barang
pabrikan yang mengalami pertambahan
sampai seratus kali (dari $95 Milyar ke $12
Trilyun) dari sejak dimulainya globalisasi
tahun 1955 sampai dengan tahun 2007
(BBC News, 2007).
Industri minyak dan gas sebagai salah
satu sektor vital dengan sifatnya yang tidak
dapat diperbaharui, membuat minyak dan
gas menjadi komoditi yang mahal dan
mempengaruhi ekonomi global, bahkan

68

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

PENDAHULUAN

Journal of Business and Entrepreneurship

sering kali mempengaruhi kondisi politik


global. Hal ini di perburuk dengan adanya
krisis ekonomi global yang dimulai di
Amerika pada tahun 2008 yang diakibatkan
subprime mortgage, kemudian efeknya
berpengaruh hampir ke seluruh dunia,
dilanjutkan terjadinya krisis ekonomi di
Eropa yang sampai saat ini belum berhasil
ditangani menyebabkan kondisi industri
dan ekonomi global akan terkena imbasnya
(BBC Asia edition, 2011).
Pada saat krisis ekonomi melanda
dunia, negara power-house economies Asia
seperti China dan India tidak terpengaruh
oleh krisis, bahkan perindustrian kedua
negara ini mengalami perkembangan yang
sangat pesat dan berakibat langsung
terhadap harga minyak dunia, tingginya
permintaan kedua negara tersebut
menyebabkan harga minyak dunia
mencapai angka tertinggi bahkan
menembus rekor dunia, khususnya terjadi
saat krisis 2008 yang mencapai angka $147
per barel. Sebaliknya dengan India dan
China, negara-negara industri maju di
dunia barat terkena dampak langsung dari
krisis global tersebut, untuk itu mereka
harus melakukan efisiensi dan menurunkan
permintaan terhadap minyak sampai diatas
5% pada tahun 2008. Efisiensi yang
dilakukan menyebabkan turunnya
permintaan terhadap minyak dunia dan
akan berakibat turunnya harga minyak
dunia. Pada akhirnya kedua hal berlawanan
tersebut menyebabkan volatilitas harga
minyak (BBC Asia edition, 2011).
Kenaikan harga minyak dunia yang
kerap terjadi bertambah buruk dengan
adanya gejolak politik yang terus bergulir
di kawasan timur tengah. Terjadinya
ketegangan politik antara Iran sebagai
negara yang memiliki cadangan minyak
terbesar dunia dengan Israel dan Amerika,
dimana Iran akan menutup selat Hormuz
yang merupakan tempat yang mengISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

hasilkan 40% dari total minyak dunia


(Gedalyahu, 2011). kemudian beberapa
gangguan di Nigeria dan Mexico sebagai
negara penghasil minyak ikut
menyebabkan ketidakstabilan harga
minyak, kondisi ini mengakibatkan
peningkatan ketidakstabilan di lingkungan
bisnis dunia serta mengakibatkan
terjadinya turbulensi ekonomi dunia.
Turbulensi ekonomi tersebut harus disikapi
oleh perusahaan dengan menerapkan
strategi baru yang dapat beradaptasi
terhadap keadaaan lingkungan bisnis yang
terus berubah (Volberda, 1999).
Berkaitan dengan strategi bisnis
perusahaan dalam menghadapi perubahan
lingkungan sebagai salah satu akibat dari
kondisi krisis ekonomi global, menuntut
perusahaan untuk memiliki sistem
manajemen yang lebih baik dan formulasi
strategi yang tepat ditengah ketidakpastian
lingkungan industri yang berfluktuasi.
Penentuan strategi yang tepat akan
memberikan dampak positif bagi
perusahaan, untuk menjaga keunggulan
daya bersaing tersebut maka perusahaan
yang bergerak di dalam industri minyak
dan gas bumi memerlukan dynamic
capability. Dynamic capability merupakan
kemampuan perusahaan untuk melakukan
integrasi,
membangun,
dan
merekonfigurasi kompetensi internal dan
eksternalnya terhadap perubahan
lingkungan yang cepat (Teece, Pisano dan
Shuen, 1997).
PT. Pertamina (Persero) sebagai
National Oil and Gas Company memiliki
strategi aggresive in upstream profitable
in downstream, strategi ini menyebabkan
adanya tuntutan terhadap PT. Pertamina
Hulu Energi sebagai salah satu anak
perusahaan dan dalam hal ini menjadi
objek penelitian untuk agresif dalam
melakukan kegiatan perusahaannya agar
menghasilkan produksi yang tinggi
69

Journal of Business and Entrepreneurship

sehingga dapat mencapai profit. PT.


Pertamina Hulu Energi sebagai sebuah
perusahaan baru dihadapkan pada
terjadinya globalisasi disertai dengan
perubahan lingkungan bisnis akibat krisis
ekonomi dan meningkatnya kompetisi,
diharapkan akan menjadi transformasi
Pertamina untuk mencapai visi menjadi
perusahaan minyak dan gas nasional kelas
dunia untuk dapat membangun
kemampuan yang dapat mengadaptasi
tekanan lingkungan eksternal dan
memaksimumkan shareholder value.
Dalam paper ini, peneliti melakukan
analisis terhadap tekanan lingkungan
eksternal dalam industri minyak dan gas
bumi yang berpengaruh terhadap PT.
Pertamina Hulu Energi yang akan menjadi
penyebab perlunya membangun dynamic
capability. Hal selanjutnya yang dilakukan
adalah mengidentifikasi kapabilitas
manajemen keuangan yang ada di PT.
Pertamina Hulu Energi agar dapat
mengetahui kekuatan manajemen finansial
yang ada untuk membangun sustainable
growth
pada
perusahaan
dan
mengidentifikasi serta menganalisis
kemampuan lain yang berpotensi untuk
membangun dynamic capability. Semua
hal tersebut diperlukan untuk menjaga
keunggulan daya saing PT. Pertamina Hulu
Energi sehingga sebagai perusahaan
BUMN dapat memberikan profit bagi
perusahaan induknya, PT Pertamina
(Persero).

2.

3.

Mengetahui apakah PT. Pertamina


Hulu Energi memiliki kapabilitas
manajemen keuangan sebagai sumber
untuk membangun sustainable
growth.
Mengetahui apakah terdapat
kapabilitas lain yang dapat bersinergi
dengan kapabilitas manajemen
keuangan sebagai potensi untuk
membangun dynamic capabilities.

TINJAUAN TEORI TEKANAN


LINGKUNGAN EKSTERNAL
Tekanan lingkungan eksternal
merupakan tekanan dari luar perusahaan
yang direpresentasikan dengan terjadinya
perubahan lingkungan menjadi dinamis
dikarenakan perubahan yang cepat dalam
teknologi, product life cycle yang lebih
pendek, pertambahan kompetisi global dan
percepatan perbaikan pengetahuan dalam
praktek bisnis (Fredrickson and Mitchel,
1984). Dalam penelitian ini dilakukan
analisis awal mengenai terdapatnya
tekanan lingkungan eksternal yang terdiri
dari competitive intensity, turbulensi pasar
dan volatilitas lingkungan yang
berpengaruh terhadap keunggulan daya
saing perusahaan. Analisis ini perlu
dilakukan dengan adanya asumsi bahwa
dynamic capability diperlukan dalam
kondisi terdapatnya tekananan lingkungan
eksternal tersebut (Irbansyah, 2011).
Competitive Intensity

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui terdapatnya tekanan
lingkungan eksternal di industri
minyak dan gas terhadap PT.
Pertamina Hulu Energi dan apa saja
bentuk tekanan eksternal tersebut.

Competitive intensity merupakan


situasi dimana kompetisi menjadi lebih
intensif dikarenakan banyaknya kompetitor
di pasar yang sama dan kurangnya
kesempatan untuk pertumbuhan lebih
lanjut. Seiring kompetisi yang terus
intensif, langkah perusahaan tidak lagi
tegas dan pasti, tetapi lebih banyak

70

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

dipengaruhi oleh aksi yang kemungkinan


dilakukan oleh para kompetitor. Dalam
kondisi bertambahnya tingkat kompetisi
yang semakin intensif ini keadaan menjadi
kurang dapat diprediksi dan tidak pasti
(Auh, 2004).
Turbulensi Pasar
Lawton (2003) menyatakan bahwa
turbulensi dalam lingkungan bisnis
merupakan ketidakstabilan yang ada di
pasar yang diekspresikan dengan menjadi
lebih pendeknya inovasi dan siklus
produksi, meningkatnya keberagaman
produk dan horizon perencanaan yang
lebih pendek. Sebagai contoh bentuk
turbulensi dalam dunia perdagangan yang
mengakibatkan kebingungan yang
disebabkan oleh terjadinya terorisme,
perang, kenaikan harga minyak
ketidakpastian yang mendalam terhadap
dunia tempat kita tinggal. Kebiasaan baru
muncul di masyarakat disaat turbulensi
bukan lagi menjadi kejadian yang luar
biasa tetapi menjadi sebuah kejadian yang
berulang-ulang, turbulensi menjadi sesuatu
yang konstan dan dapat dikatakan sebagai
kebiasaan predictable unpredictable.
Volatilitas Lingkungan
Volatilitas lingkungan merupakan
kondisi disaat tingkat ketidakstabilan atau
ketidakpastian dihadapi oleh sebuah
perusahaan (Dess and Beard, 1984).
Pandangan bahwa stabilitas ekonomi
merupakan hal yang penting yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan setelah terjadinya depresi
tahun 1930an. Ketika volatilitas dengan skala
kecil tidak dipertimbangkan didalam tujuan
kebijakan ekonomi, telah terbukti bahwa
volatilitas mengurangi tingkat pertumbuhan
ekonomi (Mobarak, 2005).
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Kapabilitas Manajemen Keuangan


Manajemen keuangan dapat
didefinisikan sebagai aktifitas perusahaan
yang berkaitan dengan usaha dalam
menginvestasikan aset perusahaan untuk
meningkatkan wealth, men-generate cash
(Ross et al., 2010). Sedangkan Emery et
al. (2007) menyebutkan bahwa finance
juga berhubungan dengan hal pembuatan
keputusan (decision making), kemudian
Emery et al. juga mengelompokkan tiga
area utama dari finance yaitu:
a. Corporate Finance Management,
diturunkan lagi menjadi tiga kategori
utama yaitu : Investment decision atau
capital budgeting, Financing decision
atau capital structure dan Managerial
decision.
b. Investment,
c. Capital Market dan Financial
Intermediaries.
Seorang manager keuangan di sebuah
perusahaan besar mempunyai posisi yang
tinggi, seperti vice president dan chief
financial officer. Posisi tersebut biasanya
kemudian membawahi dua bidang yaitu
treasurer dan controller. McRoberts dan
Sloan (1998) menyatakan teori mengenai
Financial Management Capability Model
yang merupakan sebuah alat untuk
memperkuat manajemen keuangan secara
bertahap. Terdapat lima tahapan progresif
dalam capability levels, Lima tahapan
kapabilitas tersebut adalah:
l Start up level yang mendeskripsikan
bahwa karakteristik manajemen
keuangan belum ditetapkan sebagai
kebijakan kunci.
l Control level, berdasarkan FM
Capability Model secara umum
merupakan bagian dari control level,
seperti capital budgeting, capital
71

Journal of Business and Entrepreneurship

structure, investment, risk management


and control, portfolio management,
treasury management, dividend policy
dan financial reporting.
Integrated level, dimana manajer
operasional
bekerja
dengan
menggunakan finance
untuk
mengembangkan struktur finansial
yang akan menghasilkan cost-effective
controls.
Managed level, tahap ini mengatur
sumber informasi untuk mendukung
pengambil keputusan, menyajikan
bantuan teknik analisis, memonitor
outcomes dari keputusan, dan
menyajikan informasi yang cukup
untuk implikasi finansial.
Optimizing level, tahap ini fokus
terhadap pengembangan yang
berkelanjutan.
Altmans Z-Score Model

Karena penelitian dilakukan pada


satu perusahaan, dilakukan perhitungan
dengan menggunakan Altman Z-Score
Model untuk melihat sisi kesehatan
keuangan perusahaan dari tingkat risiko
default nya. Metode ini dilakukan dengan
melakukan pengamatan terhadap berbagai
rasio keuangan dari peminjam (borrower)
dan melakukan pembobotan kepada
berbagai rasio tersebut, teknik ini disebut
Altmans Z-Score Model. Model
perhitungan Altman ini juga dapat
dilakukan pada perusahaan tertutup, karena
Altman telah melakukan revisi perhitungan
Z-Score dengan mengganti market value
of equity dengan book value of equity.
(Altman, 2000).
Z = 0.717 X1 + 0.874 X2 + 3.107 X3 +
0.420 X4 + 0.998 X5

72

(1)

Dimana:
X1 = perbandingan antara Working
Capital terhadap total asset
X2 = perbandingan antara saldo laba
(retained earning) terhadap total
asset
X3 = perbandingan antara earning before
interest and taxes terhadap total
asset
X4 = perbandingan antara book value of
equity terhadap long-term liabilities
X5 = perbandingan antara sales terhadap
total asset
Berdasarkan revisi Altmans scoring
model tersebut, semua perusahaan dengan
nilai Z kurang dari 1.23 akan dipertimbangkan sebagai sebuah perusahaan
dengan risiko default yang tinggi. Jika nilai
Z di antara 1.23 dan 2.99, maka perusahaan
dianggap tidak bisa ditentukan
(indeterminant) risiko kegagalannya.
Sedangkan perusahaan dengan nilai Z
diatas 2.99 dianggap sebagai perusahaan
dengan risiko default yang kecil (Saunders
and Cornett, 2011).
Dynamic Capabilities
Dynamic Capabilities merupakan
kapabilitas perusahaan untuk melakukan
integrasi, membangun, dan merekonfigurasi kompetensi internal dan
eksternalnya terhadap perubahan
lingkungan yang cepat (Teece, Pisano dan
Shuen, 1997 : 516). Eisenhardt dan Martin
(2000) menyatakan bahwa dynamic
capabilities sebagai proses dari perusahaan
dalam memakai sumberdaya yang secara
spesifik merupakan proses untuk
melakukan integrasi, rekonfigurasi,
pencapaian, dan pelepasan sumberdaya
untuk menyesuaikan ataupun bahkan
menciptakan perubahan pasar.

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Salah satu contoh dari implementasi


teori dynamic capabilities telah dilakukan
oleh Helfat (1997) dalam studi kasus
terhadap industri perminyakan di Amerika
yang menunjukkan bahwa R&D
merupakan dynamic capabilities. Dia
memperlihatkan bahwa aktifitas R&D pada
industri minyak di Amerika itu dapat
berkembang dalam merespon perubahan
harga di pasar dan telah menguji peran dari
sumberdaya pelengkap dalam persiapan
R&D yang efektif.
METODOLOGI
Penelitian ini menggabungkan
metode kuantitatif dan kualitatif. Metode
kuantitatif dilakukan dengan menghimpun
data berdasarkan hasil kuesioner yang
diberikan kepada responden, sedangkan
metode kualitatif dilakukan dengan
melakukan wawancara dengan manajemen
perusahaan sebagai responden dalam
penelitian dan bertujuan sebagai
pendukung data yang diperoleh dari hasil
kuesioner. Kuesioner yang digunakan
diadaptasi dari penelitian-penelitian
sebelumnya dan dikembangkan dari
kerangka teori yang ada.
Penelitian membahas tiga hal yang
dianalisis dengan kuesioner yaitu tekanan
lingkungan eksternal, kapabilitas
manajemen keuangan sebagai sumber
keunggulan daya saing, dan kapabilitas lain
sebagai potensi pembangun dynamic
capabilities.
Objek Penelitian dan Responden
Objek penelitian adalah PT.
Pertamina Hulu Energi selaku anak
perusahan PT. Pertamina (persero) yang
merupakan perusahaan BUMN dalam
bidang minyak dan gas direpresentasikan
oleh manajemen perusahaan sebagai
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

responden yang dipilih berdasarkan kriteria


sebagai berikut :
a. Para staf ahli, manajer, senior manajer,
vice president dan direktur PT.
Pertamina Hulu Energi,
b. Posisi di perusahaan saat ini setidaknya
ada di level madya,
c. Telah bekerja di industri minyak dan
gas minimal tiga tahun masa kerja
Mengukur Adanya Tekanan Lingkungan
Eksternal
Kuesioner dan wawancara di gunakan
untuk mengukur terdapatnya tekanan
lingkungan eksternal secara umum
terhadap oleh PT. Pertamina Hulu Energi
serta tiga parameter utama yang di
asumsikan terdapat di lingkungan eksternal
perusahaan saat ini yaitu competitive
intensity, turbulensi pasar, dan volatilitas
lingkungan. Format kuesioner berupa dua
pertanyaan, yaitu:
a. Pengukuran mengenai adanya tekanan
lingkungan eksternal didapatkan
dengan memberikan pertanyaan yang
diawali dengan ilustrasi singkat
mengenai tekanan lingkungan
eksternal. Kemudian para responden
diharapkan memberikan tanggapan
berupa tulisan yang menggambarkan
persepsi mereka mengenai terdapatnya
tekanan lingkungan eksternal terhadap
perusahaan (Irbansyah, 2011).
b. Pertanyaan kedua menggunakan
kuesioner yang diadaptasi dan
dikembangkan dari kuesioner yang
digunakan oleh Irbansyah (2011) untuk
mengukur tekanan eksternal terhadap
perusahaaan. Variabel yang digunakan
dari kuesioner tersebut kemudian
dilakukan penyesuaian dengan cara
exploratory dan metode analogi. Pada
kuesioner ini ditampilkan tiga faktor
73

Journal of Business and Entrepreneurship

utama tekanan lingkungan eksternal


dengan menyajikan lima belas
pertanyaan yang terdiri dari enam
pertanyaan pada faktor competitive
intensity, lima pertanyaan pada faktor
turbulensi ekonomi dan empat

pertanyaan untuk faktor volatilitas


lingkungan. Lima belas indikator
pertanyaan
tersebut
akan
menggambarkan penyebab terjadinya
faktor eksternal yang dimaksud seperti
disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Faktor dan Indikator Tekanan Lingkungan Eksternal


FAKTOR

INDIKATOR
Kompetisi yang terjadi pada industri minyak dan gas di area kami
sangat tinggi
Terdapat persaingan dalam perolehan blok minyak dan gas

Competitive
Intensity

Berbagai program teknologi yang digunakan perusahaan kami,


dapat dengan mudah dilakukan pula oleh kompetitor
Peringkat perolehan produksi dapat dilihat dalam persaingan di
industri kami
Dengan mudah kami memperoleh informasi mengenai pergerakan
kompetisi yang dilakukan kompetitor
Kompetitor relatif kuat untuk berkompetisi dengan perusahaan
kami
Dalam industri ini, preferensi customer bisnis seringkali berubah
Customer bisnis sensitif terhadap harga ICP (International Crude
Price Oil)

Turbulensi
Pasar

Selalu ada permintaan customer bisnis baru dalam pasar yang kami
layani
Sulit untuk memonitor permintaan customer bisnis di pasar yang
kami layani
Dalam pasar minyak dan gas, preferensi customer bisnis terhadap
spesifikasi produk selalu berubah
Permintaan terhadap produk yang kami jual tidak dapat di prediksi

Volatilitas
Lingkungan

Volume produksi dalam industri minyak dan gas cenderung tidak


stabil
Production forecasts terhadap produk kami cenderung tidak akurat
Sangat sulit untuk memonitor perubahan harga produk kami
dipasar ICP

Sumber: Dimodifikasi dari Irbansyah, 2011


74

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Mengukur
Keuangan

Kapabilitas

Manajemen

Langkah kedua memfokuskan pada


pengukuran kapabilitas manajemen
keuangan apa saja yang dimiliki oleh
perusahaan sebagai sumber keunggulan
daya saing. Pertama, mengurutkan
kapabilitas manajemen keuangan yang
dimiliki perusahaan berdasarkan tingkat
kepentingannya. Dalam hal ini terdiri dari
12 parameter yang di urutkan seperti
terlihat pada tabel 2, Kedua, untuk melihat
kapabilitas tersebut memiliki keunggulan

daya saing dibandingkan dengan


kompetitor, maka diukur persepsi
responden terhadap nilai tingkat
kapabilitas kapabilitas manajemen
keuangan perusahaan terhadap rata-rata
industri tempat perusahaan berkompetisi
seperti yang disebutkan pada tabel 2.
Kemudian dari hasil kuesioner tersebut
akan di ambil tiga urutan teratas untuk
selanjutnya di asumsikan sebagai
kapabilitas manajemen keuangan
terpenting yang dimiliki PT. Pertamina
Hulu Energi sebagai sumber keunggulan
daya saing perusahaan.

Tabel 2. Parameter Kapabilitas Manajemen Keuangan Perusahaan


NO

JENIS KAPABILITAS
KEUANGAN

PENJELASAN
SINGKAT

a.

Investment Decision/
Capital Budgeting

memutuskan kemana dan dalam bentuk apa asset


perusahaan akan diinvestasikan

b.

Financing Decision/
Capital Structure

menentukan bagaimana perusahaan akan mendapatkan


dana investasinya (misalnya menerbitkan saham atau
obligasi)

c.

Managerial Decision

menentukan sebesar apa dan secepat apa perusahaan


akan tumbuh, bagaimana bentuk programnya, dll

d.

Investment

mempelajari transaksi keuangan dari sisi investor diluar


perusahaan

e.

Risk Management and


Control

teknik mengukur, memonitor, dan mengontrol risiko


financial, risiko operasional, market risk dan credit risk

f.

Information sistem

kapabilitas mengenai sistem informasi keuangan

g.

Portfolio management

keputusan pemilihan kombinasi asset yang tepat dengan


tujuan mengurangi risiko sampai level paling minimum

h.

Treasury management

manajemen cash perusahaan untuk memaksimalkan


likuiditas, mengurangi risiko operasi dan keuangan

i.

Dividend policy

kebijakan mengenai pembayaran dividend kepada


shareholder

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

75

Journal of Business and Entrepreneurship

j.

Cost control

Kapabilitas memonitoring, forecasting, reporting, dan


tracking budget perusahaan (strategi pembelanjaan)

k.

Financial reporting

kapabilitas dalam menyajikan pelaporan keuangan

l.

International finance

kapabilitas yang terkait perdagangan internasional, foreign


investment, sistem keuangan global dan kurs tukar

Sumber: Diolah dari Berk, 2011; Brealey, 2007; Emery, 2007; Hady, 2010; Ross, 2010

Mengukur Kapabilitas Lain sebagai Potensi


Membangun Dynamic Capabilities
Irbansyah (2011) menyebutkan
bahwa pengukuran potensi dynamic
capabilities dilakukan apabila terdapat
tekanan lingkungan eksternal terhadap
perusahaan sesuai dengan kuesioner
tahap satu. Kemudian dapat dilihat jenis
kapabilitas non-keuangan apa saja yang
dimiliki perusahaan yang dapat
dikolaborasikan dengan kapabilitas
manajemen keuangan perusahaan

sebagai potensi membangun dynamic


capabilities.
Pengukuran kapabilitas lain ini
dilakukan dengan menyajikan daftar 20
kapabilitas umum yang dimiliki perusahaan
seperti pada tabel 3. Tahap pertama
responden diharapkan untuk mengurutkan
kapabilitas tersebut berdasarkan tingkat
kepentingannya, selanjutnya pada tahap
kedua responden diharapkan persepsinya
untuk mengisi kuesioner mengenai kualitas
kapabilitas tersebut dengan menggunakan
skala likert.

Tabel 3. Parameter Kapabilitas Pendukung Kapabilitas Keuangan


NO

KAPABILITAS

PENJELASAN

a.

Human Capital

Stok kompetensi, kapabilitas dan atribut personal sebagai


kapabilitas melakukan kerja menghasilkan economic value

b.

Proses produksi

kapabilitas dalam memproses bahan baku menjadi produk


jadi secara efektif dan efisien

c.

Struktur organisasi

Kapabilitas struktural perusahaan yang memudahkan pola


komunikasi yang efektif dalam menciptakan nilai

d.

R&D

kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas


pengetahuan, termasuk SDM untuk merancang aplikasi
baru

e.

Networking (jaringan)

kapabilitas perusahaan dalam membangun jaringan bisnis


dan menghasilkan peluang bisnis

f.

Strategic management

kapabilitas mengenai kebijakan berkelanjutan untuk


mengevaluasi dan mengendalikan perusahaan dalam
industri tempatnya berkompetisi

76

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

g.

Database

kapabilitas dalam mengumpulkan, menyimpan dan


memanfaatkan data untuk kepentingan bisnis perusahaan

h.

Bisnis internasional

kapabilitas melakukan transaksi bisnis lintas batas negara

i.

Pengelolaan aset

kapabilitas memanajemen aset (memonitor dan


memelihara)

j.

Sistem informasi
perusahaan

kapabilitas teknologi yang menyatukan semua informasi


menjadi satu, sehingga perusahaan dapat memperoleh
informasi dengan mudah

k.

Supply chain (rantai


pasokan)

kapabilitas untuk memanajemen seluruh rantai produksi


yang saling berhubungan dari bahan baku sampai ke tangan
customer

l.

After Sales Service

kapabilitas perusahaan untuk melakukan aktivitas


mengenai kepuasan customernya

m.

Pemasaran

kapabilitas mengatarkan value produk untuk menarik


perhatian customer, komunikasi dan pengembangan bisnis

n.

Teknikal kontraktual

kapabilitas mengenai proses pembuatan kontrak dan


kekuatan legalitasnya

o.

Value chain

rantai kegiatan operasi perusahaan untuk memberikan nilai


tambah produk secara bertahap dan independen

p.

Kepemimpinan dan
pengambilan keputusan

kapabilitas perusahaan dalam memiliki figur


kepemimpinan yang efektif dalam mengambil keputusan
bisnis yang tepat

q.

Knowledge management

kapabilitas dalam menidentifikasi, menciptakan,


mendistribusi dan mengadopsi wawasan dan pengalaman

r.

Strategic partnership

kapabilitas untuk membentuk afiliasi dengan mitra strategis


untuk kepentingan bisnis yang lebih efektif dan efisien

s.

Sistem manajemen
lingkungan

mekanisme untuk mencapai performa lingkungan yang


baik, melalui upaya pengendalian dampak lingkungan

t.

Sistem keselamatan kerja

sistem manajemen untuk mengurangi dan menekan


kerugian dari kesehatan dan keselamatan dengan
pencegahan dan perbaikan sistem berkelanjutan

u.

Internal audit

kapabilitas dalam evaluasi dan meningkatkan efektifitas


managemen risiko, kontrol dan penyelenggaraan yang baik

Sumber: dimodifikasi dari Silitonga, 2008


ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

77

Journal of Business and Entrepreneurship

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Profile Responden
Melalui pengumpulan data yang
disajikan bersama-sama kuesioner dengan
mengajukan enam karakteristik responden,

maka secara umum didapatkan profile


responden seperti tersaji pada tabel 4
berikut:

Tabel 4. Profile Responden Secara Umum

Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner

Analisis Tekanan Lingkungan Eksternal


Umum
Analisis terhadap adanya tekanan
lingkungan eksternal dilakukan dengan
Indepth interview dengan manajemen PT.
Pertamina Hulu Energi dan kuesioner.
Tekanan Global
Globalisasi membuat PT. Pertamina
Hulu Energi harus menyesuaikan diri
terhadap bertambahnya competitive

intensity di tingkat nasional yang


disebabkan datangnya perusahaan minyak
dan gas multinasional, selain itu PHE juga
memiliki lapangan minyak di luar negeri
yang membuat perusahaan dihadapkan pada
persaingan global yang tajam dengan
mayoritas perusahaan multinasional.
Wilayah operasi yang mencakup luar negeri
juga membuat PHE harus meningkatkan
kapabilitasnya agar memiliki competitive
advantage dalam lingkungan industri ini.

78

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Tekanan Ekonomi
Meningkatnya tingkat kompetisi juga
disebabkan tekanan ekonomi global yang
dipicu oleh meroketnya ekonomi China
sebagai negara super power baru. Dalam
hal ini, perkembangan industrinya yang
sangat pesat menyebabkan kebutuhan
China terhadap sumberdaya energi juga
sangat besar, oleh karena itu China
bersikap sangat agresif untuk mencari
sumber energi dari seluruh dunia at any
cost. Hal tersebut berpengaruh langsung
terhadap peningkatan intensitas kompetisi
di industri minyak bumi dan gas, selain itu
karena China juga memiliki beberapa
perusahaan minyak besar yang melakukan
ekspansi di berbagai negara.
Tekanan Politik dan Hukum
Analisis persepsi terhadap responden
mengenai tekanan lingkungan eksternal
lebih didominasi oleh pernyataan tentang
adanya tekanan politik dan hukum. Sebagai
perusahaan BUMN, PT. Pertamina Hulu
Energi dituntut untuk melaksanakan
kebijakan pemerintah, adanya tekanan dari
pejabat pemerintah, DPR, Pemerintah
daerah dan juga dari partner.
Diberlakukannya UU No. 22 tahun
2001 menyebabkan PT. Pertamina
kehilangan hak monopoli dan harus
bersaing langsung dengan perusahaan lain
yang menyebabkan tingkat kompetisi
semakin tajam. Selain itu sebagai
perusahaan BUMN, manajemen PT.
Pertamina Hulu Energi tidak dapat
sepenuhnya menentukan keputusan yang
berkaitan dengan bisnis perusahaan seperti
fungsi perusahaan swasta. Beberapa
keputusan dilakukan bukan atas
pertimbangan bisnis, melainkan lebih
karena kepentingan strategis negara.
Sebagai contoh keputusan untuk
melakukan akuisisi terhadap perusahaan
ONWJ (Off-shore North West Java yang
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

merupakan akuisisi 100% saham British


Petroleum) dilakukan karena pemerintah
melindungi kepentingan negara dalam
mengamankan stok minyak bumi dan gas
dari CNOOC (China National Offshore Oil
Corporation), sebagai keputusan strategis
hal ini diambil karena bila tidak dilakukan
maka seluruh stok gas tersebut akan
dibawa ke China.
Analisis Tiga Faktor Tekanan Lingkungan
Eksternal
Analisis eksternal dengan tiga faktor
dan lima belas indikator persepsi
memperlihatkan hasil seperti disajikan
pada gambar 1. Hasil tabulasi memperlihatkan bahwa competitive intensity
menjadi tekanan eksternal yang paling
dominan terhadap PT. Pertamina Hulu
Energi dengan nilai rata-rata sebesar 3,36.
Terjadinya globalisasi mempengaruhi
semua jenis industri secara global tidak
terkecuali industri minyak dan gas,
bersamaan dengan hal itu, pemberlakuan
UU No.22 tahun 2001 menambah
kemudahan kompetitor global melakukan
ekspansi ke dalam negeri dan menjalankan
kegiatan usahanya di wilayah negara
Indonesia. Hal tersebut menambah
tingginya intensitas kompetisi pada
industri minyak dan gas di Indonesia.

Gambar 1. Pengaruh Tiga Faktor


Tekanan Eksternal
Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner

79

Journal of Business and Entrepreneurship

Turbulensi pasar merupakan faktor


eksternal kedua yang dominan
mempengaruhi perusahaan dengan rata-rata
sebesar 2,96. Turbulensi di ekspresikan
dengan terjadinya ketidakstabilan di pasar
yang mengakibatkan menjadi lebih
pendeknya inovasi dan siklus produksi,
meningkatnya keberagaman produk dan
horizon perencanaan yang lebih pendek.
(Lawton, 2003).
Volatilitas lingkungan merupakan
faktor ketiga yang pengaruhnya paling
kecil dibanding tiga faktor yang diukur.
Volatilitas ini merupakan kondisi disaat
ketidakstabilan atau ketidakpastian
dihadapi oleh perusahaan. Secara umum
Turbulensi dan volatilitas dipengaruhi oleh
faktor ekonomi dan globalisasi, volatilitas
lingkungan terjadi dikarenakan adanya
krisis ekonomi dunia yang berpengaruh ke
berbagai negara dan menambah
uncertainty di dunia bisnis, selanjutnya
keadaan tersebut akhirnya menyebabkan
terjadinya turbulensi pasar.
Competitive Intensity
Hasil tabulasi menghasilkan
komposisi seperti pada gambar 2, dapat
dilihat bahwa dalam faktor competitive
intensity, indikator yang paling
berpengaruh pada intensitas kompetisi
disebabkan oleh faktor tingginya tingkatan
kompetisi di area perusahaan beroperasi
dengan nilai rata-rata sebesar 3,7.

Indikator lain yang dominan adalah


relatif kuatnya kompetitor yang ada di
lingkungan industri PT. Pertamina Hulu
Energi, disebabkan mayoritas kompetitor
merupakan perusahaan multinasional yang
memiliki pengalaman, keunggulan
teknologi, sumberdaya modal dan sejarah
yang lebih panjang dalam industri minyak
dan gas bumi.
Turbulensi Pasar
Hasil tabulasi data memperlihatkan
bahwa sensitifitas customer terhadap harga
merupakan indikator yang paling
berpengaruh terhadap terjadinya turbulensi
pasar yang menyebabkan tekanan eksternal
terhadap perusahaan. Sensitifitas customer
terhadap harga memperlihatkan nilai ratarata sebesar 3,47 seperti disajikan pada
gambar 3. Pada dasarnya minyak bumi dan
gas merupakan komoditi yang memiliki
sifat inelastis, hal ini berarti berapapun
harga yang ditawarkan, maka akan dibeli
oleh customer. Pada saat turbulensi,
sensitifitas harga ini terjadi pada pasar
minyak mentah dunia ICP (International
Crude Price), disaat bersamaan beberapa
negara industri yang merupakan customer
utama sedang mengalami krisis ekonomi,
sehingga kenaikan harga minyak mentah
tersebut menimbulkan sensitifitas
customer.

Gambar 2. Pengaruh Indikator


Competitive Intensity

Gambar 3. Pengaruh Indikator


Turbulensi Pasar

Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner

Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner

80

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

Pada posisi selanjutnya selalu adanya


permintaan customer baru menjadi
indikator kedua yang menyebabkan
terjadinya turbulensi pasar dengan nilai
rata-rata sebesar 3,13. Permintaan
customer selalu ada dikarenakan produk
minyak dan gas memiliki pasar yang sangat
luas, sehingga menyebabkan berapapun
jumlah minyak dan gas diproduksi akan
terserap oleh pasar.
Volatilitas Lingkungan
Hasil tabulasi data seperti disajikan
pada gambar 4, memperlihatkan bahwa
indikator yang paling dominan adalah
tidak stabilnya produksi minyak dengan
angka sebesar 3,17. Tidak stabilnya
produksi minyak mengikuti trend harga
minyak mentah dunia, pada saat harga
minyak mengalami kenaikan pada angka
yang tinggi, produsen melakukan
peningkatan untuk melakukan eksplorasi
dalam skala yang besar.

Gambar 4. Pengaruh Indikator


Volatilitas Lingkungan

dunia akan mengalami kenaikan dan


penurunan harga yang drastis.
Analisis Kapabilitas Manajemen Keuangan
Sebagai Sumber Pertumbuhan
Berkelanjutan
Analisis kapabilitas manajemen
keuangan sebagai sumber pertumbuhan
berkelanjutan dilakukan melalui dua
tahapan yaitu ranking dan membandingkan
tingkat kapabilitas terhadap rata-rata
industri.
Ranking Kapabilitas Manajemen Keuangan
Analisis kapabilitas manajemen
keuangan perusahaan dilakukan dengan
melakukan ranking tingkat kepentingan
kapabilitas manajemen keuangan yang
dimiliki PT. Pertamina Hulu Energi.
Selanjutnya dari hasil ranking tersebut
ditampilkan urutan kapabilitas menurut
tingkat kepentingannya di perusahaan.
Hasil tabulasi memperlihatkan hasil
ranking urutan kapabilitas berdasarkan
kepentingannya berturut-turut adalah
seperti tersaji pada tabel 5.
Urutan pertama kapabilitas berdasarkan tingkat kepentingannya adalah
kapabilitas investment decision. Brealey,
Myers dan Marcus (2007) menyebutkan
bahwa investment decision dan financing
decision merupakan chief task dari seorang
manajer keuangan.

Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner

Indikator selanjutnya sangat sulit


dalam memonitor perubahan harga ada di
urutan kedua dengan angka 3,03. Sulit
memonitor harga dipasar minyak dunia
(ICP) International Crude Oil Price
terutama disaat terjadinya krisis ekonomi
dan perubahan peta kekuatan ekonomi
dunia, disebabkan harga minyak mentah
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Tabel 5. Daftar Urutan Kapabilitas


Keuangan Menurut Kepentingannya
Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner
81

Journal of Business and Entrepreneurship

Pada urutan kedua terdapat


managerial decision yang berhubungan
dengan keputusan akan sebesar apa dan
secepat apa perusahaan tumbuh, serta
bagaimana bentuk program yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut,
serta berbagai keputusan manajerial
lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
managerial decision sangat berhubungan
dengan kapabilitas manajerial dari para
manajer di perusahaan. Managerial
decision pada praktiknya berhubungan
dengan investment decision dan dapat
dilakukan dengan melakukan valuasi
terhadap proyek-proyek yang akan
dilaksanakan oleh perusahaan dengan
melakukan perhitungan adalah average
rate of return, payback period, net present
value, profitability index, dan internal rate
of return.
Pada urutan ketiga terdapat
kapabilitas cost control. Cost control
merupakan kapabilitas perusahaan untuk
memonitoring, forecasting, reporting, dan
tracking budget perusahaan atau dapat
disebut juga dengan strategi pembelanjaan
perusahaan. Berdasarkan perhitungan
profil laba rugi PT. Pertamina Hulu Energi,
terlihat pada biaya usaha (total cost) dapat
dilihat bahwa pada tahun 2009 biaya usaha
sebesar Rp. 3.934 Milyar, mengalami
kenaikan ke tahun 2010 sebesar 135 %
menjadi Rp. 5.314 milyar, lalu kemudian
tahun 2010 mengalami kenaikan ke tahun
2011 di estimasi sebesar 123% menjadi Rp.
6.525 Milyar. Jika kita lihat walaupun
mengalami kenaikan nominal dari tahun ke
tahun, tetapi persentase perubahan dari
tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami
penurunan sebesar 12%. Hal ini
mengindikasikan PT. Pertamina Hulu
Energi telah berhasil melakukan cost
control dengan baik, adapun peningkatan
nilai total cost itu dapat dipengaruhi oleh
nilai ICP (International Crude Price)

ataupun nilai kurs mata uang asing dari


tahun ke tahun.
Perbandingan Tingkat Kapabilitas Terhadap
Rata-rata Industri
Gambar 5 memperlihatkan bahwa
mayoritas kapabilitas manajemen
keuangan masih berada dibawah skala
rata-rata industri, dengan catatan bahwa
pada kuesioner yang diberikan kepada para
responden tertulis skala likert dengan
keterangan berturut-turut angka (1) satu
menunjukkan kapabilitas yang dimiliki
sangat rendah dibandingkan dengan ratarata industri, angka (2) dua menunjukkan
kapabilitas lebih rendah dibandingkan
dengan rata-rata industri. Angka (3) berarti
kapabilitas tersebut sama dengan rata-rata
industri, angka (4) empat mengartikan
lebih baik, dan angka (5) menunjukkan
bahwa kapabilitas tersebut jauh lebih baik
bila dibandingkan dengan rata-rata
industri.
Kapabilitas investment decision yang
pada tahap ranking menempati posisi
pertama memiliki skor 2,6. Hal ini
mengindikasikan bahwa kapabilitas
investment decision masih berada dibawah
rata-rata industri, padahal akan sangat
penting bagi perusahaan jika kapabilitas
investment decision ini berada pada posisi
yang kompetitif. Cara yang dapat
dilakukan adalah dengan berada di posisi
puncak pada persaingan industri dan
memiliki kapabilitas untuk menentukan
bentuk investasi terbaik yang harus
dilakukan oleh perusahaan.
Kapabilitas managerial decision
yang merupakan urutan kedua pada
tahapan ranking memiliki skor 2,7. Hal ini
mengindikasikan bahwa kapabilitas ini
masih berada dibawah kapabilitas
manajemen keuangan rata-rata industri.
Berhubungan dengan kapabilitas
managerial decision ini, perusahaan

82

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

dituntut untuk memiliki talenta-talenta


sumberdaya manusia dan kapabilitas
human capital berstandar world class
untuk dapat bersaing secara global sebagai
manager perusahaan.
Cost control yang merupakan urutan
ke tiga pada ranking kapabilitas memiliki
nilai hampir mendekati rata-rata industri
dengan skor 2,93. Hal ini mengindikasikan
pada dasarnya cost control sudah dilakukan
dengan benar, tinggal dilakukan sedikit
peningkatan untuk membuat kapabilitas ini
bisa menyamai atau melebihi rata-rata
industri. Hasil perhitungan biaya usaha
memperlihatkan bahwa PT. Pertamina
Hulu Energi telah dapat melakukan
penurunan biaya sebesar 12% selama tiga
tahun beroperasi, bukan tidak mungkin
perusahaan ini dapat menekan biaya lebih
besar di masa depan dengan
memperhatikan struktur biaya secara lebih
teliti lagi.

Gambar 5. Tingkat Kapabilitas


Manajemen Keuangan Terhadap
Rata-rata Industri
Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner

Beberapa hal yang menarik dari


analisis ini adalah bahwa kapabilitas
financial reporting dan dividend policy
memiliki kapabilitas yang berada diatas
rata-rata industri. Kapabilitas financing
decision sedikit diatas rata-rata industri
dengan skor 3,03. Kapabilitas treasury
management dengan tingkat kapabilitas
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

yang persis sama dengan rata-rata industri


3,00, mengindikasikan kapabilitas
perusahaan dalam mengatur cash
perusahaan sudah setaraf dengan
perusahaan lain dalam industri. Kapabilitas
dividend policy dan financial reporting
memiliki skor sama 3,17 yang berarti
berada diatas rata-rata industri dan
mengindikasikan sudah cukup baik.
Hal lain yang menjadi perhatian
penulis adalah posisi international finance
yang tidak masuk urutan teratas, bahkan
berada pada posisi terakhir di ranking 12.
Asumsi awal penulis bahwa kapabilitas ini
seharusnya cukup kritikal bagi PT.
Pertamina Hulu Energi, mengingat wilayah
kerjanya yang menjangkau luar negeri.
Beberapa aset luar negeri PT. Pertamina
Hulu Energi bahkan berada pada negara
dengan indeks risiko yang tinggi.
Berdasarkan asumsi tersebut PT.
Pertamina Hulu Energi akan banyak
melakukan transaksi perdagangan
internasional yang meliputi penjualan dan
pembelian produk/jasa tertentu yang
berkaitan dengan transaksi keuangan
internasional (international financial
transaction), melalui kegiatan investasi
internasional (international investment),
pembiayaan internasional (international
financing), penganggaran internasional
(international budgeting) dan pendapatan
internasional (international earning). Pada
umumnya dilakukan dalam foreign
currency yang sering mengalami
volatilitas, sehingga membutuhkan
pengendalian dan manajemen risiko
keuangan internasional (international
financial risk management). (Hady, 2010)
Perhitungan Altman Z-Score
Perhitungan Altman Z-Score
dilakukan untuk menghitung risiko default
perusahaan dengan menggunakan rumus 1,
Altmans Z-Score Model, maka didapatkan
83

Journal of Business and Entrepreneurship

perhitungan seperti diperlihatkan pada


tabel 6.

Tabel 6. Hasil Perhitungan


Altmans Z-Score Model
Sumber:

Diolah oleh penulis dari Laporan


Keuangan PT. Pertamina Hulu Energi

Berdasarkan hasil perhitungan


didapatkan nilai Z-score pada tahun 2009
berada pada kisaran nilainya berada
diantara 1.23 sampai 2.99, yaitu sebesar
2.21, yang mengindikasikan bahwa tingkat
risiko kegagalan PT. Pertamina Hulu
Energi indeterminant atau berada pada
grey area. Hal ini juga mengartikan bahwa
PT. Pertamina Hulu Energi menghadapi
risiko yang mengancam bisnis perusahaan
ini, karena kondisi grey area
menggambarkan bahwa terdapat kondisi
keuangan di suatu bagian perusahaan yang
membutuhkan perhatian khusus. Bila
dianalisis lebih detail, terlihat nilai X1
sebesar -0.16 atau menandakan bahwa
working capital bernilai negatif yang
berarti pada tahun 2009 perusahaan
memiliki masalah dengan likuiditas.
Dari neraca perusahaan dapat dilihat
juga bahwa jumlah aktiva tidak lancar lebih
banyak dari aktiva lancar, hal ini
menimbulkan risiko likuiditas yang
memungkinkan perusahaan tidak dapat
menyediakan dana untuk pembayaran
kewajiban jatuh tempo, oleh karena itu
harus dilakukan perbaikan kesehatan
keuangan perusahaan. Berkaitan dengan
kapabilitas manajemen keuangan, kondisi
84

ini harus ditangani dengan kapabilitas


treasury management yang dapat mengatur
likuiditas keuangan perusahaan, juga
memitigasi risiko likuiditas tersebut.
Pada tahun 2010 nilai Z-Score sebesar
3.54 dan dan tahun 2011 sebesar 3.36 yang
berada diatas angka 2.99 yang mengindikasikan bahwa tingkat risiko default
PT. Pertamina Hulu Energi untuk tahun
2010 dan 2011 rendah dan berada pada
kondisi keuangan yang aman, oleh karena
itu perusahaan masih memiliki opsi untuk
melakukan penambahan tingkat hutang
sebagai sumber pembiayaan investasi
jangka panjang dengan sumber dana dari
luar perusahaan. Apabila dihubungkan
dengan kapabilitas capital structure, maka
perusahaan masih bisa menambah proporsi
debt nya lebih banyak terhadap ekuitas
pada kombinasi struktur modalnya.
Hasil simulasi Z-Score yang
dilakukan menunjukkan untuk tahun 2010
didapatkan nilai yang sangat besar,
sehingga penulis mengasumsikan nilai
wajar yang dibutuhkan dalam investasi
minyak bumi dengan nilai Rp. 100 Trilyun
atau sekitar $ 9 Milyar dengan asumsi kurs
dollar sebesar Rp. 9.000, mengacu kepada
nilai investasi migas yang dicanangkan
pemerintah pada tahun 2009 sebesar $16.6
Milyar (Indosiar.com, 2009) dengan nilai
Z-Score paling mendekati nilai minimum,
yaitu sebesar 3.062519882, sedangkan
untuk simulasi tahun 2011 didapatkan nilai
pertambahan hutang jangka panjang
maksimum sebesar Rp 86.581 Trilyun
dengan nilai minimum sebesar Z-Score =
3.000112427.
Potensi Perusahaan Dalam Membangun
Dynamic Capabilities
Potensi membangun dynamic
capabilities mungkin dilakukan jika
perusahaan memiliki kapabilitaskapabilitas pendukung dalam manajemen
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

keuangan. Dalam tekanan lingkungan yang


dinamis, potensi membangun dynamic
capabilities dapat ditingkatkan kalau
perusahaan dapat memperbaharui dan
merekonfigurasi kompetensi fungsional
mereka dan memperkenalkan konfigurasi
baru yang lebih adaptif terhadap perubahan
lingkungan yang drastis. (Fredrickson dan
Mitchell, 1984).

kebijakan
berkelanjutan
untuk
mengevaluasi dan mengendalikan
perusahaan dalam industri tempatnya
berkompetisi. Strategic management
dilakukan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dalam lingkungan eksternalnya
untuk mendapatkan sustainable
competitive advantage dan above average
performance.

Analisis Kapabilitas Lain Sebagai Potensi


Perusahaan Dalam Membangun Dynamic
Capabilities
Analisis kapabilitas lain (non-fungsi
keuangan) yang dimiliki perusahaan
dilakukan dengan kuesioner dengan dua
langkah. Pertama ranking kapabilitas yang
akan menunjukkan hasil kapabilitas
perusahaan, kemudian kuesioner kedua
menganalisis persepsi reponden terkait
dengan kualitas kapabilitas tersebut.

Tabel 7. Ranking Kapabilitas Lain

Ranking Kapabilitas Lain Sebagai Potensi


Membangun Dynamic Capabilities
Hasil perhitungan mengenai ranking
21 kapabilitas lain yang dapat bersinergi
dengan manajemen keuangan disajikan
pada tabel 7. Berdasarkan tabel tersebut
dapat dilihat bahwa pada urutan pertama
merupakan kapabilitas human capital, hal
ini karena manusia merupakan sumberdaya
dan aset perusahaan yang akan
menentukan seluruh rangkaian program
dan keputusan yang dilakukan oleh PT.
Pertamina Hulu Energi, sehingga kualitas
kapabilitas human capital akan
menentukan kualitas perusahaan itu sendiri
dan sesuai fungsinya untuk menghasilkan
economic value bagi perusahaan.
Urutan berikutnya merupakan
kapabilitas strategic management, dengan
adanya kapabilitas ini di urutan tiga besar
memperlihatkan bahwa PT. Pertamina
Hulu Energi menilai penting kemampuan
yang berhubungan dengan pengaturan
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Ranking
1
2
3
4
5
6
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Jenis Kapabilitas
Human Capital
Strategic Management
Struktur Organisasi
Kepemimpinan dan
Pengambilan Keputusan
Teknikal Kontraktual
Pengelolaan Aset
Strategic Partnership
R&D
Sistem Keselamatan Kerja
Networking (Jaringan)
Database
Pemasaran
Knowledge Management
Internal Audit
Bisnis International
Supply Chain (Rantai
Pasok)
Value Chain
Sistem Manajemen
Lingkungan
Sistem Informasi
Perusahaan
Proses Produksi
After Sales Service

Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner

Pada posisi ketiga terdapat kapabilitas


struktur organisasi yang mutlak diperlukan
perusahaan untuk membentuk suatu
struktur perusahaan yang dapat
memudahkan pola komunikasi yang efektif
dalam mencapai tujuan perusahaan.
Struktur organisasi merupakan bentuk
85

Journal of Business and Entrepreneurship

hubungan pelaporan formal dalam


perusahaan, prosedur, kontrol, otoritas dan
proses
pengambilan
keputusan.
Membangun sebuah struktur organisasi
yang efektif untuk menunjang strategi
perusahaan tidaklah mudah, dikarenakan
adanya uncertainty ditengah terjadinya
perubahan ekonomi global yang cepat dan
lingkungan kompetisi yang terus berubah.
(Hoskisson, 2010).

Gambar 6. Kualitas Kapabilitas Lain


Sebagai Potensi Pembangun Dynamic
Capabilities
Berdasarkan tingkatan persepsi
kualitas kapabilitas lain seperti tersaji pada
gambar 6, secara umum tingkatan

kapabilitas lain berada pada skala antara


1-2, yang berarti bahwa kualitas kapabilitas
lain tersebut tidak memadai dan lebih
rendah dari tidak memadai. Human Capital
memiliki skor tingkat kualitas sebesar 1,7
yang mengindikasikan sedikit dibawah
skala tidak memadai. Kapabilitas ini jelas
tingkat kepentingannya dan bersifat
strategik bagi perusahaan karena
merupakan aset perusahaan yang terlibat
dalam seluruh rangkaian kegiatan
perusahaan. Dalam mencapai target
Pertamina untuk mencapai angka 1 juta
BOEPD yang harus didukung human
capital bertaraf world class, hal ini tentu
mengindikasikan bahwa PT. Pertamina
Hulu Energi masih harus melakukan
peningkatan tingkat kapabilitas human
capital yang sudah ada di perusahaan saat
ini ataupun melakukan recruitment sumber
daya manusia yang memiliki standard
world class human capital.
Kapabilitas strategic management
memiliki skor 2,1 yang mengindikasikan
bahwa kapabilitas ini berada sedikit diatas
skala tidak memadai. Strategic
management akan sangat penting untuk
menentukan keberlangsungan perusahaan
dalam jangka panjang untuk mencapai
sustainable competitive advantage dan
above average performance.
Kapabilitas struktur organisasi
memiliki skor sebesar 1,6 yang
mengindikasikan bahwa kapabilitas ini
dibawah skala tidak memadai dan
mendekati skala sangat tidak memadai.
Apabila dilihat dari strukturalnya PT.
Pertamina Hulu Energi sebenarnya
memiliki struktur organisasi yang cukup
ramping yang dimungkinkan pola
komunikasi terjadi lebih efektif. Hal yang
mungkin terjadi dengan rendahnya
persepsi tingkat kualitas kapabilitas ini
adalah terdapatnya persinggungan
kepentingan karena terdapatnya dualisme

86

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Kualitas Kapabilitas Lain Sebagai Potensi


Pembangun Dynamic Capabilities
Seperti metode pada kapabilitas
keuangan, kapabilitas lain kemudian dilihat
kualitasnya dan dibandingkan terhadap
skala likert yang tertulis pada kuesioner
dengan keterangan berturut-turut angka (1)
satu menunjukkan kapabilitas yang dimiliki
sangat tidak memadai, angka (2) dua
menunjukkan kapabilitas tidak memadai.
Angka (3) berarti kapabilitas tersebut cukup,
angka (4) empat mengartikan baik, dan
angka (5) menunjukkan bahwa kapabilitas
tersebut sangat baik.

Gambar 6. Tingkatan Kualitas


Kapabilitas lain
Sumber: Diolah oleh penulis dari hasil kuesioner

Journal of Business and Entrepreneurship

pekerjaan apabila sumberdaya manusia


yang ada kurang dari jumlah yang
dibutuhkan. Hal lainnya adalah adanya
tekanan eksternal terhadap struktur
organisasi perusahaan yang dapat
mengintervensi kepentingan yang
seharusnya bisa dilakukan secara efektif.
Implementasi Dynamic Capabilities
Berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan mengenai kapabilitas
manajemen keuangan dan kapabilitas lain
sebagai bundling untuk potensi
membangun dynamic capabilities di PT.
Pertamina Hulu Energi, didapatkan hasil
bahwa secara umum kapabilitas yang
dimiliki oleh perusahaan masih belum baik
atau belum memadai untuk dapat dilakukan
konfigurasi kapabilitas manajemen
keuangan dan kapabilitas lain pembangun
dynamic capabilities di perusahaan.
Untuk dapat dilakukan penerapan
dynamic capabilities di perusahaan,
diperlukan terlebih dahulu langkahlangkah perbaikan terhadap kapabilitas
manajemen keuangan dan kapabilitas
lain agar terjadi peningkatan kualitas dan
peningkatan daya saing kapabilitas
terhadap industri. Peningkatan kualitas
kapabilitas manajemen keuangan dan
kapabilitas non-keuangan menjadi lebih
baik akan membuat kapabilitas
manajemen keuangan dan kapabilitas
lain tersebut layak untuk dilakukan
bundling sebagai pembangun dynamic
capabilities
perusahaan
untuk
memperoleh keunggulan daya saing
perusahaan di masa depan.
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian
pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

1. Terdapat tekanan lingkungan eksternal


di lingkungan industri PT. Pertamina
Hulu Energi yang secara umum berupa
tekanan global, tekanan ekonomi,
tekanan politik dan hukum, dan tekanan
yang secara khusus berupa tiga faktor
seperti competitive intensity, turbulensi
pasar dan volatilitas lingkungan.
2. Terdapat tiga kapabilitas manajemen
keuangan yang paling penting bagi PT.
Pertamina Hulu Energi yaitu investment
decision, managerial decision dan cost
control. Kualitas ketiga kapabilitas
keuangan tersebut masih berada
dibawah rata-rata industri.
3. Tingkat kesehatan keuangan PT.
Pertamina Hulu Energi ditinjau dari
risiko kebangkrutannya berdasarkan
hasil perhitungan Altman Z-Score
Model memperlihatkan bahwa secara
umum tingkat risiko kebangkrutan PT.
Pertamina Hulu Energi berada pada
level rendah/aman.
4. Terdapat tiga kapabilitas lain (nonkeuangan) terpenting bagi PT
Pertamina Hulu Energi yaitu human
capital, strategic management dan
struktur organisasi. Kualitas ketiga
kapabilitas lain (non-keuangan)
tersebut secara umum masih rendah,
kualitasnya berada dibawah skala
cukup (3).
5. Implementasi potensi dynamic
capabilities di PT. Pertamina Hulu
Energi belum dapat diterapkan, karena
secara umum kapabilitas manajemen
keuangan dan kapabilitas pendukung
masih belum memadai untuk dilakukan
bundling. Perbaikan terhadap
kapabilitas manajemen keuangan dan
kapabilitas lain sebagai pendukung
perlu dilakukan terlebih dahulu.
87

Journal of Business and Entrepreneurship

Implikasi
Berdasarkan hasil temuan yang
didapatkan dari analisis permasalahan,
terdapat beberapa hal yang penting
diperhatikan agar hasil penelitian
memberikan implikasi positif bagi
perusahaan, diantaranya:
1. Beberapa kapabilitas keuangan
memiliki tingkat kemampuan pada
skala yang sama dan sedikit diatas ratarata industri seperti financing decision,
treasury management, dividend policy
dan financial reporting dapat menjadi
sumber keunggulan daya saing
perusahaan.
2. Perlu dilakukan optimisasi untuk
meningkatkan tujuh kapabilitas
manajemen keuangan investment
decision, managerial decision,
investment dan portfolio management
yang dapat dilakukan dengan
pemutakhiran/pemakaian software yang
lebih mensimulasikan proses dan lebih
komprehensif, misalnya Capital
Planing Software dan Petroleum
Economics Software, dan untuk
kapabilitas risk management and
control dapat digunakan simulasi
Montecarlo untuk sensitifity analysis.
Perbaikan kapabilitas cost control untuk
kepentingan efisiensi biaya dapat
dilakukan dengan dengan cara melihat
struktur biaya dengan lebih detail.
Perbaikan kapabilitas information
system dapat dilakukan dengan
pemutakiran sistem teknologi informasi
pendukung manajemen keuangan
perusahaan, mengatur lebih baik
sumber informasi perusahaan untuk
kepentingan pengambilan keputusan
dengan menggunakan simulasi,
historical trends, dan manipulasi
variabel-variabel untuk melihat
akibatnya terhadap outcomes.
88

3. Perlu dilakukan prioritas international


finance
dengan
melakukan
benchmarking dengan perusahaan lain
yang berpengalaman beroperasi
internasional.
4. PT. Pertamina Hulu Energi perlu
memilih partner stratejik yang tepat
agar jaringan yang ada dapat digunakan
secara maksimal, kemudian dapat
dimungkinkan untuk meningkatkan
kualitas kinerja dalam hal pengiriman
informasi dari pemasok terhadap PT
Pertamina Hulu Energi dan penggunaan
konsep Just In Time untuk meminimumkan inventori yang ada.
5. Perlu dilakukan efisiensi proses
produksi PT. Pertamina Hulu Energi.
Juga perlu ada pemanfaatan dari asetaset
perusahaan
yang
bisa
menghasilkan profit bagi perusahaan.
6. Perlu adanya pengembangan sumber
daya manusia, tidak hanya dari sisi
kuantitas tapi juga dari sisi kualitas. Hal
ini juga yang akan mendukung
kepemimpinan dan juga kefektifan
dalam pengambilan keputusan.
7. Efisiensi struktur organisasi agar
memudahkan adanya transfer informasi
maupun pengetahuan. Hal ini yang akan
meningkatkan knowledge management.

Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai format identifikasi yang
spesifik dalam mengukur tekanan
lingkungan eksternal di industri hulu
minyak bumi dan gas.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai
pengaruh tekanan lingkungan umum
terhadap kemampuan perusahaan untuk
membangun dynamic capabilities.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Journal of Business and Entrepreneurship

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut


mengenai pengaruh tekanan eksternal
terhadap potensi dynamic capabilities
pada beberapa perusahaan yang
penggunaannya dapat digeneralisasi.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
secara khusus mengenai pengaruh
tekanan politik terhadap PT. Pertamina
Hulu Energi.
5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai penerapan dynamic
capabilities pada perusahaan minyak
dan gas di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Altman, E. (2000); Predicting Financial
Distress of Companies: Revisiting
The Z Score and ZETA Models;
New York Univesity, p. 23-26.
Alfian, Aan. (2012, Desember 14);
Personal Interview.
Auh, S., Menguc, B. (2005); Balancing
exploration and exploitation: The
moderating role of competitive
intensity; Journal of business
research (58), p. 1652-1661
BBC News, (2007); Globalisation shakes
the world; BBC News. 21 January
2007.
Brealey, R.A., Myers, S.C., Marcus,A.J.
(2007); Fundamental Of Corprate
Finance; Fifth Edition. McGrawHill International Edition.
Dess, G.G. & Beard, D.W. (1984);
Dimention of Organizational task
environments; Administrative
Science Quarterly, 29, 52-73.
Eisenhardt, K.M. & Martin, J.A. (2000);
Dynamic capabilities: what are

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

they? Strategic Management


Journal, 21 (10/11), 1105-1121
Emery, R.E., Finnerty, J.D. Stowe, J.D.
(2007); Corporate Financial
Management, Third Edition,
Pearson Education, Inc., Prentice
Hall.
Fredrickson., J. W., Mitchell, T. R. (1984)
Strategic Decision Processes:
Comprehensiveness
and
performance in an industry with
an unstable environment;
Academy of Management Journal,
2,: 399-423.
Gedalyahu, T.B. (2010); Iran Prepared to
Block Gulf Oil and Wreck
Western Economies; First Publish:
5/17/2010, 4:21 PM / Last Update:
5/17/2010, 4:42 PM
Hady, H. (2010); Manajemen Keuangan
Internasional; Edisi 2, Mitra
Wacana Media.
Helfat, C.E. (1997); Know-how and asset
complementary and dynamic
capability accumulation: the case
of R&D; Strategic Management
Journal, 18 (5).
Hoskisson, R.E., Hitt, M. A., Ireland, D.;
(2011), Strategic Management:
Competitiveness
and
Globalization: Concepts; Ninth
Edition, Thomson South Western.
Irbansyah, B. (2011); Dynamic capability
based on knowledge creation and
learning orientation to build
competitive
advantage;
Dissertation Summary. University
of Indonesia
Lawton, T.C. (2003) Managing proactively
in turbulent times: insights from
the low-fare airline business; Irish
Journal of Management 24(1),
173193.
89

Journal of Business and Entrepreneurship

McRoberts, H.A., Sloan, B.C. (1998);


Financial management capability
model; International Journal of
Goverment Auditing; 25, 3.

Kasus PT. NIP, Perusahaan


Distributor Kimia Pertanian; Tesis.
Magister Manajemen, Universitas
Indonesia.

Mobarak, A., 2005. Democracy, volatility


and economic development;
Review of Economics and
Statistics 87, 348361.

Teece, D.J., Pisano, G. and Shuen, A. (1997)


Dynamic capabilities and strategic
management; Strategic Management Journal 18(7), 509533.

Ross, S.A., Westerfield, R.W., Jaffe, J.


(2010); Corporate Finance. Ninth
Edition;
McGraw
Hill.
International Edition

Thompson, A.A., Strickland, A.J., Gamble,


J.E. (2010); Crafting and Executing
Strategy. The Quest for
Competitive Advantage. Concepts
and Cases. Seventeenth Edition;
McGraw-Hill
International
Edition.

Saunders, Anthony and Cornett, Marcia M.


Financial Institution Management
(7th edition); Singapore. McGrawHill, 2011.

Volberda, H.W. (1999) Building the Flexible


Firm: How to Remain Competitive;
Oxford University Press, Oxford

Silitonga,
P.
(2008);
Analisis
Understanding, awareness, dan
Current Practice Terhadap Rencana
Pemasaran Sebagai Sumber
Competitive advantage. (Studi

http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/
7387203.stm (BBC Asia Edition)
16 Oktober 2011, 21:07

90

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013

Anda mungkin juga menyukai