Anda di halaman 1dari 8

Nama : Azizah

NAMA SetiyawatiSETIYAWATI
:AZIZAH

NIM :1605046063
: 1605046063

KELAS :AKS-B
Kelas : AKS-B 4 4

1. Jelaskan perbedaan PPh Pasal 21 dengan Pasal 26!


JAWAB:
PPh Pasal 21: menurut definisi, PPh pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan
berupa gaj, upah, honorarium, tunjangan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa serta
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
PPh Pasal 21: menurut definisi, PPh pasal 26 merupakan pajak atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak luar negeri

Sehingga dari definisi diatas dapat dilihat perbedaannya bahwa subjek


pajaknya. Pasal 21 bagi subjek pajak dalam negeri. Orang Pribadi sebagai Subjek
Pajak Dalam Negeri
adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
Sedangkan PPh pasal 26 subjek pajaknya merupakan subjek pajak luar negeri
(baik perorangan maupun badan) selain BUT. Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak
Luar Negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia; dan orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak
dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.

1|UA S P E R PA J A K A N / A Z I Z A H S E T I YAWAT I
Adapun dalam perhitungannya, dalam pasal 21 terdapat pengurangan dari
Penghasilan Tidak Kena Pajak / PTKP (Penghasilan netto - PTKP= PKP> PKP
dikalikan persentase tarif pajak) Sedangkan dalam pasal 26 perhitungannya tidak ada
PTKP nya (penghasilan netto > perhitungan tarif PPh pasal 26 = penghasilan netto
dikali persentase tarif pajak.)

2. Jelaskan perbedaan PPh Pasal 22 dengan PPN dan PPNBM!


JAWAB:
PPh pasal 22 merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang
dipungut oleh:
a. Bendahara pemerintah, termasuk bendahara Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya,
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam
pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan
fungsi yang sama;
b. Badan-badan tertentu, baikbadan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan
usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen; dan
c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan
tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria
tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah, apartemen dan
kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.

Pengenaan PPh pasal 22 atas:

a. Kegiatan impor dan ekspor


b. Pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah
c. Pembelian barang oleh badan usaha tertentu
d. Penjualan hasil produksi industri tertentu
e. Penjualan BBM, Bahan Bakar Gas, dan pelumas
f. Penjualan kendaraan bermotor
g. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
h. Pembelian komoditas tambang
i. Penjualan emas
j. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah

PPN dan PPNBM merupakan pajak dengan karakteristik pajak atas konsumsi dalam
negeri, merupakan pajak tidak langsung dalam pemungutannya serta dalam
mekanisme pengenaannya termasuk dalam pajak objektif. PPN merupakan jenis
2|UA S P E R PA J A K A N / A Z I Z A H S E T I YAWAT I
pungutan atas nilai tambah barang. Sedangkan PPnBM adalah pungutan tambahan
disamping PPN.

Sehingga perbedaan antara PPh pasal 22 dengan PPN dan PPnBM terletak pada
pemungut dan mekanismenya.

Pemungut

1. Pemungut PPh pasal 22 ialah pihak penjual maupun pihak pembeli (yang telah
diatur oleh Dirjen Pajak atau Kementrian Keuangan) sekaligus sebagaI Penyetor
Pajak juga sekaligus sebagai Wajib Pajak. Adapun pembebanannya, dibebankan
kepada pihak-pihak pihak-pihak yang dikategorikan sebagai Pemungut Pajak baik
Pembeli maupun Penjual kecuali Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai.
2. Pemungut PPN dan PPnBM adalah pihak penjual yang memungut dari pihak
pembeli. Pemungut / Pengusaha Kena Pajak / Penjual sebagai Penyetor Pajak juga
sekaligus sebagai Wajib Pajak. Adapun pembebanannya, dibebankan kepada pihak
Pembeli sebagai Beban Pajak Masukan.

Mekanisme

1. Mekanisme PPh pasal 22

PT. PPSU membeli sebuah BKP kepada CV. Karya Aditya. Karena PT. PPSU
merupakan BUMD yang menggunakan APBD untuk membeli barang tersebut
maka PT. PPSU dikenakan PPh 22 sebesar 1,5 % x Harga Beli yang tidak kena
PPN dan/ PPnBM. Dimana PT. PPSU tidak mendapatkan faktur pajak karena PT.
PPSU merupakan Wajib Pajak dan harus menyetorkan pajaknya sendiri.

2. Mekanisme PPN dan PPnBM


PT. PPSU membeli sebuah BKP kepada CV. Karya Aditya. Karena PT. PPSU
merupakan PKP (Pengusaha Kena Pajak) maka PT. PPSU dikenakan PPN
masukan. Harga beli harus sudah termasuk PPN, sehingga PT. PPSU harus
mendapatkan faktur pajak dari CV. Karya Aditya sebagai bukti bahwa CV. Karya
Aditya telah memungut pajaknya dari PT. PPSU. PT. PPSU bertugas untuk

3|UA S P E R PA J A K A N / A Z I Z A H S E T I YAWAT I
melaporkan faktur pajak tersebut ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak), sedangkan
CV. Karya Aditya bertugas untuk menyetorkan pajaknya.

3. Jelaskan perbedaan PPh Pasal 21 dengan Pasal 23!


JAWAB:
Perbedaan diantara PPh pasal 21 terletak pada Objek Pajak, Subjek Pajak, serta Tarif
potongannya.
A. Objek Pajak
PPh Pasal 21:Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 (objeknya) adalah:
a.penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun;
c. penghasilan berupa uang pesangon, THT / JHT yang dibayarkan
sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu dua tahun sejak
pegawai berhenti bekerja.
PPh pasal 23: penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 (objeknya) adalah:
a. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian SHU/ Sisa
Hasil Usaha koperasi;
b. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan dari jaminan
pengembalian utang;
c. Royalti
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong
PPh sebagaimana dimaksud dalam PPh pasal 21;
e. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali sewa tanah dan/atau bangunan;
f. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, managemen, konstruksi,
konsultan, dan lainnya selain jasa yang telah dipotong PPh
sebagaimana dimaksud dalam PPh pasal 21

B. Subjek Pajak
PPh pasal 21: a. Pegawai
b. penerima uang pesangon
c. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa:
 tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
 olahragawan
 musisi, MC, artist, sutradara, model, dan sebagainya
 penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan
moderator
 pengarang, peneliti, dan penerjemah
d. anggota dewan komisaris
e. mantan pegawai

4|UA S P E R PA J A K A N / A Z I Z A H S E T I YAWAT I
f. peserta kegiatan yang menerima / memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan
PPh pasal 23: Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau
memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21
C. Tarif Potongan
PPh pasal 21: PKP 0 - Rp. 50.000.000,00 tarif pajak 5%
PKP diatas Rp. 50.000.000,00 – Rp. 250.000.000,00 tarif pajak 15%
PKP diatas Rp. 250.000.000,00 – Rp. 500.000.000,00 tarif pajak 25%
PKP diatas Rp. 500.000.000,00 tarif pajak 30%

PPh pasal 23: tarif PPh pasal 23 diberlakukan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
atau jumlah bruto dari penghasilan.
a. Tarif 15% dari jumlah bruto atas: dividen; bunga, termasuk premi,
diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang; royalti;
hadiah, penghargaan, bonus, dll selain yang telah dipotong PPh pasal
21
b. Tarif 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN atas:
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
kecuali tanah dan/atau bangunan
 Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, manajemen, konstruksi,
konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipoyong oleh PPh
pasal 21.

4. PPh pasal 25 membahas tentang apa? Jelaskan!


JAWAB:

PPh Pasal 25 adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Tujuannya


adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus
dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak
bisa diwakilkan. Ketentuan pasal 25 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya
angsuran bulanan yang harus dibayarsendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan.
Pembayaran pajak dalam suatu tahun berjalan dapat dilakukan dengan:
a. Wajib Pajak membayar sendiri (PPh pasal 25)
b. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21, 22, 23,
dan 24)
Besarnya angsuran pajak dalam suatu tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Pajak Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
5|UA S P E R PA J A K A N / A Z I Z A H S E T I YAWAT I
a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 23, serta PPh
yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
b. PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh di kreditkan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 24;
Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Adapun beberapa masalah atau kasus untuk menghitung besarnya PPh pasal 25 yaitu:
a. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh
Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak
yang sebelumnya
b. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu
Maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP pajak tersebut dan
berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

Direktorat Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran


pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan apabila:
a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian
b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan.
d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh
e. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan
f. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak

5.a. Sebutkan iuran-iuran / premi-premi apa saja yang tidak termasuk di dalam
perhitungan penghasilan bruto !
Penghasilan yang Dikecualikan dari Pengenaan PPh pasal 21, yaitu sebagai berikut:
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dr perusahaan asuransi; asuransi
kesehatan, asuransi jiwa, dan lain-lain

6|UA S P E R PA J A K A N / A Z I Z A H S E T I YAWAT I
b. Penerimaan dlm bentuk natura dan/atau kenikmatan dlm bentuk apapun diberikan
oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh Wajib Pajak yang
dikenakan PPh yang bersifat final atau yang dikenakan PPh berdasarkan norma
perhitungan khusus. PPh yang ditanggung oleh pemberi kerja merupakan
penerimaan dalam bentuk kenikmatan.
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Kementrian Keuangan, iuran THT (Tunjangan Hari Tua), JHT
(Jaminan Hari Tua) kepada Badan Penyelenggara Tunjangan Hari Tua / Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang dibayar oleh pemberi kerja
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari Badan Amil Zakat atau
Lembaga Amil Zakat yang dibentuk/ disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang
diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan
e. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.

5.b. Sebutkan iuran-iuran / premi-premi apa saja yang dianggap sebagai penghasilan
bagi Wajib Pajak!

• Untuk perusahaan yang masuk program BPJS Ketenagakerjaan, Premi Jaminan


Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian, Premi Jaminan Hari Tua
(JHT), dan Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh
pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai.

• Ketentuan yang sama diberlakukan bagi premi asuransi kesehatan, asuransi


kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang
dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya.

• Dalam menghitung Pph pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan
bruto yang dibayarkan pemberi kerja kepada pegawai.

• Selanjutnya, dihitung jumlah penghasilan netto sebulan yang diperoleh degan cara
mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun,
iuran Jaminan Hari Tua, Tunjangan Hari Tua, yang dibayar sendiri oleh pegawai
melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan atau kepada BPJS Ketenagakerjaan.
7|UA S P E R PA J A K A N / A Z I Z A H S E T I YAWAT I
8|UA S P E R PA J A K A N / A Z I Z A H S E T I YAWAT I

Anda mungkin juga menyukai