Anda di halaman 1dari 13

RMK Akuntansi Perpajakan

“Akuntansi Pajak atas Investasi”

Disusun Oleh :
FADIAH AL WAFI IBRAHIM
000104332022

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
“Akuntansi Pajak atas Investasi”

a. Akuntansi Pajak atas Investasi


Kelebihan dana atau adannya dana menganggur (Iddle Cash) digunakan
perusahaan untuk ditanamkan kembali dalam bentuk surat-surat berharga yang
dapat segera dijual. Investasi jangka pendek syarat maupun teknis pencatatan
tidak diatur dalam UU pajak. Maka cara menurut PSAK 13 dapat
diberlakukan untuk kepentingan perpajakan.

Nilai investasi ini dalam neraca menurut SAK dapat disajikan


menggunakan cara:

1) Nilai perolehan, tetapi diberi tambahan keterangan mengenai harga


pasar

2) Nilai terendah antara nilai perolehan dan harga pasar.

Penilaian terebut mengakibatkan penurunan nilai asset. Selisih harga


tersebut diakui sebagi kerugian. Metode ini tidak diperkenankan di pajak.
Penilaian investasi jangka pendek menurut perpajakan didasarkan pada nilai
perolehan. Keuntungan atau kerugian karena penjualan atau pengalihan hak
atas saham yaitu sebesar selisih harga jual dengan harga perolehan (PPh Pasal
4 ayat1).

Menurut PSAK 13 (1994) tentang akuntansi untuk Investasi, ada tiga syarat
yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Mempunyai pasaran dan dapat diperjualbelikan dengan segera.


2. Dimaksudkan untuk dijual dalam jangka waktu dekat bila dibutuhkan
dana untuk kegiatan umum perusahaan.
3. Tidak dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain.
Syarat-syarat tentang investasi jangka panjang tidak diatur secara khusus
dalam ketentuan perpajakan. Oleh sebab itu, cara klasifikasi menurut PSAK
13 tersebut juga dapat diberlakukan untuk kepentingan perpajakan.
Menurut IAI (2009:43) Dalam SAK-ETAP efeka dalah surat berharga,
yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligassi,
tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi, kolektif, kontrak
berjangka atas efek. Pengakuan dan pengukuran investasi pada efek utang
dapat diklasifkasikan ke dalam 3 kelompok yaitu:

1. Efek Dimliki Hingga Jatuh Tempo (Held to Martuty - HTM)


Apabila entitas memiliki investasi utang HTM dan berniat memiliki
hingga jatuh tempo, maka investasi dalam efek utang tersebut harus
diklasifikasikan dalam kelompok investasi dala utang dan disajikan dalam
neraca sebesar biaya perolehan setelah amortisasi prem/diskonto.

2. Efek “Diperdagangkan” (Trading)


Surat berharga dalam bentuk apapun saham yang dibeli dan dimiliki untuk
dijual kembali dalamperiode singkat (kurang dari 3 bulan atau mungkin
diukur dalam hitungan hari). Menurut IAI dalam SAK ETAP (2009:46-47)
investasi utang yang dikelompokkan dalam kelompok  “trading” diukur
sebesar nilai wajarnya dalam neraca. Efek yang dibei dan dimiliki untuk
dijual kembali dalam waktu dekat, harus diklasifikasikan dalam kelompok
“trading”. Pengelompokkan ini biasanya ditunjukkan dengan frekuensi
pembelian dan penjualan yang sering dilakukan. Tujuan dari investasi
utang ini dimiliki adalah untuk menhasilkan laba dari perbedaan harga
jangka pendek. Laba/rugi yang belum direalisasi atas investasi utang
“trading” harus diakui sebagai penghasilan.

3. Efek “Tersedia Untuk Dijual” (Avaible for Sale – AFS)


Menurut Kieso, Weygand, dan Warfield (2007:842-845, 848-850)
investasi dalam bentuk utang maupun ekuitas yang termasuk dalam
kategori AFS dilaporkan sebesar fair valuedalam neraca. Keuntungan/
kerugian yang belum terealisasi terkait dengan perubahan fair value akan
dicatat dalam akun unrealized gain or loses (bagia dari laporan laba/rugi
yang dilaporkan dalam ekuitas). Perubahan fair valuetidak akan dilaporkan
sebagai bagian dari net incomesampai investasi tersebut dijual.
b. Nilai Investasi Jangka Pendek Dalam Neraca

Investasi jangka pendek (marketable) adalah asset yang tingkat


likuiditasnya sangat tinggi. Dengan demikian, besarnya investasi jangka
pendek menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka
pendek. Nilai investasi ini dalam neraca menurut Akuntansi komersial dapat
disajikan menggunakan dua cara, yaitu:

1. Nilai perolehan, tetap diberi keterangan tambahan mengenai harga pasar.


2. Nilai terendah antara nilai perolehan dan harga pasar.
Penilaian ini mengakibatkan penurunan nilai aset. Selisih harga tersebut
diakui sebagai kerugian. Metode penilaian ini tidak diperkenankan untuk
keperluan perpajakan, sebab bertentangan dengan prinsip nilai historis yang
dianut dalam perpajakan. Penilaian investasi jangka pendek menurut
perpajakan didasarkan pada nilai perolehannya.

Sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor


SE-01/PJ.313/1992, ditentukan bahwa penilaian surat-surat efek berpegang
pada Pasal 10 ayat 3 Undang-undang PPh 1984, yaitu penilaian persediaan
hanya diperbolehkan menggunakan harga perolehan. Sedangkan keuntungan
atau kerugian karena penjualan atau pengalihan saham hendaknya
berpedoman pada ketentuan Pasal 4 ayat 1 PPh 1984, yaitu sebesar selisih
antara harga jual dengan perolehan.

Surat berharga dalam valuta asing, sesuai dengan ketentuan perpajakan,


harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah. Penjabarannya dilakukan
menggunakan kurs tanggal neraca atau kurs tetap yang dilakukan secara taat
asas.

c. Pajak Penghasilan Atas Keuntungan Transaksi Saham

Capital gain adalah keuntungan transaksi saham yang dikenakan Pajak


Penghasilan. Pengenaan ini didasarkan pada UU Nomor 7 Tahun 1983 Jo.
UU Nomor 10 Tahun 1994 Pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan : “Yang
menjadi objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia, yang dapat dipakai atau menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.” Hal ini juga
mencakup penghasilan yang diterima atau diperoleh dari transaksi penjualan
saham.

Besarnya PPh yang dipungut dari transaksi penjualan saham di bursa efek
di tentukan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut biaya PPh yang
bersifat final sebesar 0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto nilai transaksi
penjualan. Sedangkan untuk saham pendiri  pemilik saham pendiri dikenakan
tambahan PPh sebesar 0,5% (setengah Persen) dari nilai saham perusahaan
pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996. Dalam hal saham perusahaan
diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997, nilai saham ditetapkan
sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.

Jurnal akuntansi perpajakan untuk penjualan bukan saham pendiri atau


penjualan saham pendiri adalah :

Jurnal Penjualan Bukan Saham Pendiri Jurnal Penjualan Saham Pendiri

Kas xxxx Kas xxxx

PPh 4 (2) xxxx PPh 4 (2) xxxx

          Investasi dalam saham- Xxxx           Saham Biasa xxxx


PT…

Penghasilan atas transaksi penjualan saham di potong langsung oleh


penyelenggara bursa efek pada saat transaksi jual beli saham. Pihak
penyelenggara bursa efek yang akan membayar atau menyetor PPh Pasal 4
ayat 2 tersebut ke kas Negara menggunakan surat setoran pajak dan
melaporkannya ke Kantor Pelayanan pajak menggunakan Surat
Pemberitahuan (SPT) masa PPh 4 ayat 2.
d. Sekuritas

Sekurtitas (Surat Berharga) yang mudah diperjualbelikan merupakan


bentuk investasi sementara untuk memanfaatkan dan yang tidak dipergunakan
(secondary cash reserves). Dengan motivasi penyisihan dana sementara
tersebut, keuntungan karena flutuasi harga bukan merupakan tujuan utama
dari pembelian sekuritas. Sekuritas dapat berbentuk saham (sekuritas ekuitas),
obligasi dan sekuritas yang lain.

e. Saham

Sekuritas saham dapat berbentuk saham biasa dan saham preferen.


Sebagaimana terjadi pada akuntansi komersial, nilai saham dicatat sebesar
harga perolehannya pada saat pembelian.Penghasilan dari saham dapat berupa
dividen (tunai, saham atau harta), saham bonus (dari revaluasi aset atau
kapitalisasi agio), dari hak membeli emisi saham perusahaan (stock warrants,
preeptive rights, dan right issues), dan capital gain.
 Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 3 UU PPh, dividen atau bagian laba
yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas (PT) sebagai Wajib Pajak
(WP) Dalam Negeri, Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), dan dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia tidak dikenakan pajak dengan
syarat : dividen tersebut berasal dari cadangan modal yang ditahan dan bagi
PT, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
Praktik akuntansi komersial menyajikan dua pilihan penilaian sekuritas
saham dalam neraca, yaitu : harga perolehan (cost method) dan harga
terendah antara harga perolehan dan harga pasar (cost or market price
whichever is lower).
Dalam praktik, terutama untuk saham yang mobilitasnya di pasar cukup
tinggi, pembukuan saham kebanyakan didasarkan atas nilai perolehan dengan
alasan harga pasar bersifat sementara. Berdasarkan alasan tersebut,
metode penilaian dengan harga terendah antara harga pasar dengan harga
perolehan sering tidak dipakai.
Untuk keperluan akuntansi perpajakan, penjelasan Pasal 10 ayat 6 UU PPh
menyatakan ketentuan tentang penilaian persediaan berlaku juga untuk
sekuritas. Untuk keperluan pajak, persediaan hanya diperbolehkan untuk
dinilai berdasarkan harga perolehan. Oleh karena itu, alternatif penilaian
sekuritas menurut harga terendah antara harga harga perolehan dan harga
pasar tidak diperkenankan. Dengan berlakunya metode penilaian berdasarkan
harga perolehan, penghasilan saham yang berupa dividen hanya diakui pada
saat secara nyata terdapat pembagian dividen.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997, penghasilan (positif
dan negatif) dari transaksi penjualan saham di bursa efek dikenakan PPh
0,1% untuk saham pada umumnya atau 0,5% untuk saham pendiri. Karena
pungutan pajak diperlakukan sebagai pungutan final, maka untuk akuntansi
pajak, penghasilan dari penjualan saham tidak perlu dilaporkan dalam SPT
Tahunan dan dikonsodilasikan dengan penghasilan lainnya yang tidak
dikenakan pajak final. Sebagai akibat pengenaan pajak final tersebut, semua
pengeluaran dan biaya tidak dapat dikurangkan pada penghasilan, baik yang
berasal dari saham itu maupun penghasilan yang lain.
CONTOH SOAL
Misalnya, PT Buana pada tanggal 1 Maret 2007 menjual saham PT Mars,
yang dibelinya Rp 1.000.000,00 dengan Rp 1.100.000,00 dan biaya penjualan
(jasa pialang dan sebagainya) Rp 20.000,00. Keuntungan bersih PT Buana
dari penjualan saham tersebut adalah Rp 80.000,00. Namun untuk tujuan
perpajakan, jumlah Rp 1.100,00(0,1%  x  Rp 1.100.000,00).
Demikian juga bila sebaliknya terjadi kerugian. Misalnya saham dijual
dengan harga Rp 950.000,00 dan jasa pialang sebesar Rp 10.000,00 oleh
administrasi pajak, kerugian tersebut di kesampingkan dan perusahaan tetap
harus membayar PPh Rp 950,00 (0,1%  x Rp 950.000,00)tanpa
mempertimbangkan adanya fakta kerugian. Hal ini semata-mata karena alasan
kesederhanaan administrasi pemajakan dan pemberian kepastian kepada
pembayar pajak.

Jurnal akuntansi perpajakan untuk transaksi tersebut adalah :


1. Jika saham terjual dengan harga Rp1.100.000,00

Tanggal Keterangan Debet Kredit

1-Mar- Kas Rp 1.078.900,00 -


2007
PPh 4 ayat (2) Rp        1.100,00 -

       Laba penjualan saham - Rp 80.000,00

 Investasi dalam saham PT Mars - Rp 1.000.000,00

2. Jika saham terjual dengan harga Rp. 950.000

Tanggal Keterangan Debet Kredit

1-Mar- Kas Rp 939.050,00 -


2007
PPh 4 ayat (2) Rp        950,00 -

Rugi penjualan saham Rp   60.000,00 -

 Investasi dalam saham PT Rp 1.000.000,00


Mars

2.4.2 Obligasi

Obligasi merupakan surat peminjaman uang yang akan dilunasi setelah


jangka waktu tertentu, Umumnya obligasi memberika penghasilan bunga
dengan jumlah tetap kepada investor. Ada kalanya obligasi juga mempunyai
hak atas pembagian keuntungan.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) bagian (g) UU PPh menganggap bagian
keuntungan tersebut sebagai penghasilan. Perlakuan akuntansi pajak atas
sekuritas obligasi hampir sama dengan saham.
Jika dalam pembelian obligasi termasuk dalam unsur bunga berjalan,
bunga tersebut harus diperhitungkan sebagai penghasilan. PPh yang dipungut
atas bunga obligasi yang tidak dijual di bursa efek tidak boleh dikapitalisasi,
tetapi harus dicatat sebagai pajak yang dibayar di muka (PPh 23 dengan tariff
15% x penghasilan bruto). Sedangkan bunga obligasi di bursa efek dikenakan
PPh final (PPh 4 ayat 2) sebesar 20% dari penghasilan bruto.
Selain bunga tetap, penghasilan obligasi bunga berupa capital gain dan
realisasi diskonto (selisih antara nilai nominal dengan nilai perolehan) pada
saat pelunasan obligasi. Hanya bunga obligasi dan dividen dari saham yang
diperdagangkan di bursa yang diterima WP perseorangan yang tidak melebihi
jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (setahun) dibebaskan dari pajak.
Prinsip penilaian sekuritas saham berlaku juga atas obligasi. Demikian juga
dengan pencatatan pelaporan obligasi melalui bursa efek diperlakukan sama
dengan saham.

CONTOH SOAL
Pada 1 Juli 2011 PT Budi membeli 10 lembar obligasi PT Noni dengan harga
nominal Rp 10.000,00 dan kurs sebesar 110%. Bunga obligasi 12% pertahun
dibayar setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober. Komisi pialang sebesar Rp
8.000,00. Obligasi akan dilunasi pada 31 Desember 2015 (4,5 tahun lagi).

Pencatatan investasi obligasi oleh PT Budi tahun 2011 adalah:

Tangga Keterangan Debet Kredit


l

1 Juli Investasi pada efek tertentu Rp 110.000,00 -


2011
Pendapatan bunga Rp     3.000,00 -
          Utang PPh Pasal 4 ayat (2) - Rp     1.500,00

          Kas/Bank - Rp 111.500,00

Sesuai PP 16 Tahun 2009, PT Budi berkewajiban melakukan pemotongan


PPh Pasal 4 ayat (2) atas diskonto yang merupakan penghasilan bagi yang
menerbitkan obligasi sebesar 15% x Rp 10.000,00 = Rp 1.500,00. Paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya, PT Budi harus menyetor PPh Pasal 4
ayat (2) yang telah dipotongnya ke kas Negara.

Tanggal Keterangan Debet Kredit

10 Agst Utang PPh Pasal 4 ayat (2) Rp 1.500,00 -


2011
          Kas/Bank - Rp 1.500,00

Sesuai Pasal 21 UU PPh, PT Budi berkewajiban melakukan pemotongan


PPh 21 atas pembayaran komisi yang merupakan penghasilan bagi yang
menerima sebesar 5% x Rp 8.000,00 = Rp 400,00.

Tanggal Keterangan Debet Kredit

1 Beban komisi Rp 8.000,00 -


Juli  2011
          Utang PPh 21 - Rp 400,00

          Kas/Bank - Rp 7.600,00

Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, PT Budi harus menyetorkan


PPh 21 yang telah dipotongnya ke kas Negara.

Tanggal Keterangan Debet Kredit

10 Agst Utang PPh 21 Rp 400,00 -


2011           Kas/Bank - Rp 400,00

Sesuai PP 16 Tahun 2009, pendapatan bunga yang diterima PT Budi


berkewajiban melalkukan pemotongan PPh pasal 4 ayat (2) oleh PT Noni
sebagai pemberi penghasilan sebesar 15% x Rp 6.000,00 = Rp 900,00. PPh
ini bersifat final sehingga tidak dapat diperhitungkan oleh PT Budi pada SPT
Tahunan PT Budi.

Tanggal Keterangan Debet Kredit

1 Okt  2011 Kas/Bank        Rp 5.100,00 -

PPh 23 dibayar di muka        Rp    900,00 -

          Pendapatan bunga - Rp 6.000,00

Penyesuaian pada akhir tahun 2011 adalah sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debet Kredit

31 Des Piutang bunga Rp 3.000,00 -


2011
          Pendapatan bunga - Rp 3.000,00

Premi obligasi diamortisasi sebesar Rp 1.111,00 untuk 6 bulan selama


tahun 2011 yang dimasukkan dalam pos pengurangan penghasilan bunga.

Tanggal Keterangan Debet Kredit

31 Des Pendapatan bunga Rp 1.111,00 -


2011
          Investasi pada efek tertentu - Rp 1.111,00
Penutup yang dibuat pada akhir tahun 2011 adalah sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debet Kredit

31 Des Pendapatan bunga Rp 4.889,00 -


2011
          Rugi-laba - Rp 4.889,00

f. Akuntansi Pajak Investasi Jangka Pendek

Prinsip yang berlaku dala akuntansi komersial diikuti juga dalam


akuntansi pajak. Memang Undang-undang pajak tidk mengatur tersendiri
secara rinci yang berkaita denga investasi jangka pendek maupun jangka
panjang. Investasi jangka pendek dapat berbentuk surat berharga atau disebut
sekuritas. Sekuritas ini mudah untuk diperjual belikan semata-mata bertujuan
untuk keuntunga dari fluktuasi harga, tetapi lebih pada tujuan untuk
memanfaatkan dana yang tidak digunakan.

Terkait dengan sekuritas saha ini, dari sisi capital gain perlu dipahami
pasal-pasal yang mengatur seperti halnya pasal 4 ayat 3 huruf (f). Undang-
undag pajak penghasilan yang menyatakan bahwa dividen atau bagian laba
yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri,
koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada bada usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia tidak dikategorikan sebagai
objek untuk dikenakan pajak penghasilan denga syarat :

1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan


2. Bagi perseroa terbatas, BUMN, BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% dari jumlah modal yag disetor da harus mempunyai usaha aktif
diluar kepemilikan bunga beralan. Dalam hal pembelian obligasi, maka
unsur bunga berjalan diperhitungkan sebaga penghasilan.
Pajak penghasilan atas bunga obligasi yang dipungut tidak dapat
dikapitalisasi, tetapi pencataannya dilakukan sebagai pajak yang dibayar
dimuka yaitu pajak penghasilan pasal 23. Penghasilan yang diperoleh atas
investasi obligasi ini berupa bunga atau capital gain (keuntungan karena
pelepasan) atau realisasi disagio (selisih antara nilai nominal dengan nilai
perolehan). Aturan prpaakan atas penghasilan dari bunga obligasi dan dividn
dari saham yang diperdagangkan di bursa mengacu pada unang-undang tidak
termasuk kategori objek pajak penghasilan. Namun demikian, apabila
penerimanya adalah WP orang pribadi yang melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak, maka dividen yang diterimanya itu dikennakan Pajak
Penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai