Anda di halaman 1dari 12

Perbedaan Pembukuan Investasi Jangka

Pendek dan Jangka Panjang Secara Komersial


dan Fiskal
Investasi Jangka Pendek dan Investasi Jangka Panjang merupakan bagian dalam
Neraca pada Laporan Keuangan. Investasi jangka pendek adalah aset yang sangat tinggi
tingkat likuiditasnya karena investasi ini berasal dari kelebihan dana yang tidak
dipergunakan dalam jangka pendek. Biasanya kelebihan dana ini dimanfaatkan dengan
cara membeli atau menanamkannya dalam bentuk surat-surat berharga yang dapat
segera dijual, sedangkan Investasi jangka panjang dimaksudkan untuk meningkatkan
penghasilan perusahaan dilakukan dengan menanamkan modalnya pada perusahaan
lain dan digunakan dalam jangka panjang. Pembukuan Investasi Jangka Pendek maupun
Jangka Panjang dalam Laporan Keuangan komersial memiliki beberapa perbedaan
pengakuan dalam Akuntansi Perpajakan.
1. Pembukuan Tentang Investasi Jangka Panjang
Dalam pembukuan Investasi Jangka Panjang secara komersial, peneriman dividen dan
bunga obligasi dikelompokkan dalam laporan laba-rugi dan penghasilan komprehensif
lain sebagai penghasilan lain-lain. Namun Undang – Undang PPh mengatur bahwa
dividen atau bagian keuntungan yang diterima atau diperoleh badan usaha tidak
termasuk sebagai objek PPh apabila memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf g, dan
dalam hal ini timbul beda tetap antara akuntansi dan pajak. Untuk kepentingan fiskal,
masing-masing jenis investasi misalnya saham, obligasi, dan harta lain harus disajikan
terpisah dalam laporan posisi keuangan (neraca).

2. Pembukuan Tentang Investasi Jangka Pendek


a. Pengakuan atas Nilai Perolehan
Pada umumnya, nilai investasi jangka pendek dalam laporan posisi keuangan (neraca)
dapat disajikan dalam dua cara, sebagai berikut :
• nilai perolehan dengan keterangan tambahan mengenai harga pasar;

1
• nilai terendah antara nilai perolehan dan harga pasar (lower of cost or market/LOCOM).
Penilaian ini mengakibatkan penurunan nilai aset. Selisih harga tersebut diakui sebagai
kerugian dan mengkreditkannya dengan akun “penyisihan untuk penurunan nilai surat
berharga”. Metode ini tidak diperkenankan oleh pajak sebab bertentangan dengan
prinsip nilai historis yang dianutnya. Perbedaan ini dikategorikan dalam perbedaan tetap
(permanent differences).
b. Investasi Perusahaan Induk dengan Kepemilikan Saham 20% hingga 50%
terhadap Perusahaan Anak
Menurut PSAK No. 4 dan No. 15 jika suatu perusahaan induk memiliki saham pada
perusahaan anak sebesar 20% sampai dengan 50%, maka pencatatan investasinya
tersebut harus berdasarkan metode equity, dimana jika perusahaan anak tersebut
mengalami laba, maka perusahaan induk harus mencatat (mengakui) di Laporan
Keuangan-nya pada tahun yang bersangkutan keuntungan dari investasinya sebesar
sebanding dengan jumlah sahamnya pada perusahaan anak tersebut. Demikian juga
sebaliknya, jika perusahaan anak tersebut mengalami kerugian, maka perusahaan induk
harus mencatat (mengakui) di Laporan Keuangan-nya pada tahun yang bersangkutan
kerugian dari investasinya sebesar sebanding dengan jumlah sahamnya pada
perusahaan anaknya tersebut.
Sedangkan menurut UU PPh yang menganut separated-entity approach, pencatatan
investasinya harus berdasarkan metode cost, dimana untung rugi dari investasi baru
diakui jika perusahaan anak membagikan dividen, atau jika sahamnya pada perusahaan
anaknya dijual, atau perusahaan anak di likuidasi, dimerger, diakuisisi dan lain
semacamnya. Dengan demikian, jika perusahaan induk mencatat adanya keuntungan
atau kerugian dari investasi yang didasarkan berdasarkan metode equity, maka
pencatatan tersebut belum boleh diakui sebagai penghasilan atau kerugian perusahaan
induk dalam rangka menghitung PPh Tahunan terutang, sehingga harus dikoreksi fiskal
beda waktu (temporary differences). Sifat koreksinya positif, jika yang dikoreksi adalah
kerugian. Sedangkan jika yang dikoreksi adalah keuntungan investasi, maka sifat
koreksinya adalah negatif. Di tahun atau tahun-tahun mendatang ketika akuntansi tidak
mengakui lagi maka secara fiskal hal tersebut harus dikoreksi fiskal beda waktu.

2
c. Investasi Perusahaan Induk dengan Kepemilikan Saham lebih dari 50%
terhadap Perusahaan Anak
Jika perusahaan induk memiliki saham di perusahaan anaknya lebih dari 50%, maka
menurut akuntansi Laporan Keuangan perusahaan induk harus dikonsolidasi dengan
Laporan Keuangan perusahaan anaknya. Menurut UU PPh yang menganut separated-
entity approach, walaupun perusahaan induk memiliki 100 % saham pada perusahaan
anaknya, pencatatan investasinya harus tetap berdasarkan metode cost. Dengan
demikian, Laporan Keuangan perusahaan induk dan perusahaan anak harus dipisahkan
dalam rangka menghitung PPh Tahunan terutang oleh perusahaan induk dan
perusahaan anak.
d. Perhitungan Persediaan dalam Nilai Investasi Jangka Pendek
Dalam menghitung persediaan yang tertera dalam nilai investasi jangka pendek, metode
penilaiannya adalah mengikuti penilaian atas persediaan, yaitu dengan metode FIFO
atau rata-rata. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat (6) UU PPh yang menyebutkan
bahwa, ” Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai
berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan
mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.” Sehingga dalam metode
perhitungan persediaan yang tertera dalam nilai investasi jangka pendek antara
akuntansi komersial dan akuntansi perpajakan tidak terdapat perbedaan.
e. Penghasilan dari Investasi Jangka Pendek
Investasi dalam surat berharga yang perlu diperhatikan adalah penghasilan dari
penjualan saham di bursa efek, termasuk pula bursa paralel yang diperoleh atau diterima
orang pribadi atau badan dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Beda
temporer yang timbul dalam transaksi ini tidak diakui karena dalam SPT penghasilan
yang dikenakan PPh Final ini dipisahkan dari penghasilan lain yang tidak dikenakan tarif
final.
Oleh sebab itu, dalam melakukan penyusunan laporan keuangan fiskal atau Surat
Pemberitahuan Pajak, perbedaan – perbedaan seperti yang telah diulas di atas perlu
diperhatikan, karena nantinya akan menimbulkan koreksi pajak yang dapat
mempengaruhi jumlah pajak penghasilan kurang bayar pada akhir tahun.

3
1. Devinisi Investasi Jangka Pendek
Dana kas menganggur (idle cash) adalah kelebihan kas yang tidak digunakan dalam
waku dekat, dan biasanya dipergunakan unuk membeli atau menanamkannya dalam
bentuk surat-surat berharga yang dapat segera dijual. Investasi Jangka Pendek harus
memenuhi syarat-syarat aman, likuid, dan menghasilkan. Menurut PSAK 13 (1994)
tentang Akuntansi untuk Investasi, ada 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
Mempunyai pasaran dan dapat diperjual belikan dengan segera.
1. Dimaksudkan dijual dalam jangka waktu dekat bila dibutuhkan dana untuk
kegiatan umum perusahaan.
2. Tidak dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain.
Peranan pasar mempunyai peranan penting di suatu negara di mana bertujuan
menciptakan fasilitas bagi kepentingan industri dalam memenuhi permintaan dan
penawaran modal. Peranan pasar modal dapat dilihat dalam beberapa aspek :
Pasar modal memberikan kesempatan kepada para investor untuk memperoleh hasil
yang diharapkan ( expected rate of return )
1. Pasar modal ini memberikan kesempatan partisipasi masyarakat kepada
perusahaan dalam kepemilikan saham.
2. Pasar modal sebagai sarana interaksi antara investor dengan perusahaan yang
membutuhkan dana.
3. Pasar modal dapat menyediakan informasi yang akurat bagi investor.
Instrumen yang diperdagangkan dipasar modal indonesia berupa surat berharga
pasar modal yang dapat diperinci sebagai berikut :
Saham
Saham adalah penyertaan modal dalam pemilikan suatu perseroan terbatas atau
emiten.
Obligasi
Obligasi merupakan surat pengakuan utang atas pinjaman yang diberikan kepada
perusahaan penerbit obligasi.
Derivatif dari efek
Setiap surat pengakuan utang surat berharga komersial, saham, obligasi,
sekuritas kredit, tanda bukti hutang, setiap rights (klaim), waran, opsi, atau setiap

4
derivative dari efek, atau setiap instrumen yang ditetapkan sebagai efek
Rights (klaim)
1. Waran
2. Saham deviden
3. Saham bonus
4. Obligasi konvertaibel (convertible bonds)
5. Reksadana (Mutual fund )
2. Nilai Investasi Jangka Pendek dalam Neraca
Investasi Jangka Pendek (marketable securities) adalah aset yang tingkat
likuiditasnya tinggi. Sehingga semakin besar investasi jangka pendek menunjukkan
kemampuan perusahaan membayar hutang jangka pendeknya. Nilai investasi dalam
neraca menurut akuntansi komersial dapat disajikan dalam dua cara, yaitu :
Nilai perolehan, tetapi diberi keterangan tambahan mengenai harga pasar.
1. Nilai terendah antara nilai perolehan dan harga pasar.
Penilaian ini menyebabkan penurunan nilai aset. Selisih harga tersebut diakui
sebagai kerugian. Metode ini tidak diperkenankan untuk keperluan perpajakan, sebab
bertentangan dengan prinsip nilai historis yang dianut dalam perpajakan. Penilaian
investasi jangka pendek menurut perpajakan didasarkan pada nilai perolehannya,
sedangkan keuntungan atau kerugian hendaknya yaitu sebesar selisih antara harga jual
dengan perolehan.
Surat berharga dalam valuta asing sesuai dengan ketentuan perpajakan, harus
dijabarkan ke dalam mata uang rupiah. Penjabarannya dilakukan menggunakan kurs
tanggal neraca atau kurs tetap yang dilakukan secara taat asas.
contoh :
Perusahaan membeli obligasi PT.Arjuna seharga Rp 20.000.000,00 dengan
tingkat bunga 20% per tahun jasa perantara Rp 2.000.000,00. Besarnya nilai investasi
jangka pendek dihitung :
Nilai nominasi obligasi Rp. 200.000.000,00
Jasa perantara Rp. 2.000.000,00
Nilai investasi jangka pendek Rp. 202.000.000,00

5
Saham-saham yang dibeli bersifat bersifat investasi sementara dapat
dikategorikan menjadi saham biasa (common stock) atau saham preferen (preferren
stock).
Sebagai contoh pada tanggal 1 Februari 2012 dibeli 1.000 lembar saham
preferen 20% dari PT.Bina dengan nominal Rp 10.000,00 per lembar kurs 110. Provisi
dari materai dibayar Rp 20.000,00. Dividen dibayar setiap akhir tahun. Pada tangga 10
Maret 2012 karena membutuhkan uang, perusahaan menjual kembali sahamnya
dengan kurs 112 dan biaya penjualan Rp 20.000,00.
Perhitungan harga perolehan saham.
Harga kurs saham 110/100 x Rp. 10.000,00 = Rp. 11.000.000,00
Provisi dan materai Rp. 20.000,00
Harga perolehan Rp. 11.020.000,00

Besarnya deviden per 31 Desember 2012 = 20% x Rp. 10.000.000,00


Perhitungan penjualan saham
Harga kurs saham 112/100 x Rp 10.000.000,00 = Rp. 11.200.000,00
Biaya penjualan Rp (20.000,00)
Harga penjualan Rp. 11.180.000,00
Laba/rugi penjualan = Rp. 11.180.000,00 - Rp. 11.020.000,00
= Rp. 160.000.000,00

Ayat jurnal yang disusun

Jurnal no. 1
Investasi saham-preferen 11.020.000,-
K as 11.020.000,-
(untuk mencatat pembelian saham preferen)

Jurnal no.2
Kas 2.000.000.000
Penghasilan dividen 2.000.000.000
(untuk mencatat penerimaan dividen atas saham preferen)

Jurnal no.3
6
Kas 11.180.000
Investasi saham-preferen 11.020.000
Keuntungan atas penjualan saham 160.000

3. Pajak Penghasilan atas Keuntungan Transaksi Saham


Capital Gain adalah keuntungan transaksi saham yang dikenakan Pajak
Penghasilan. Pengenaan ini didasarkan pada UU No.7 Th.1983 Jo. UU No.10 Th.1994
Pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan :
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia, yang dapat dipakai atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.” Hal ini juga mencakup
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari transaksi penjualan saham.
Besarnya PPh yang dipungut dari transaksi penjualan saham di bursa efek
ditentukan atas penghasilan yang diterima atau yang diperoleh orang pribadi atau badan
dari transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut PPh yang bersifat final sebesar
0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan. Sedangkan untuk
pemilik saham pendiri dikenakan tambahan PPh sebesar 0,5% (setengah persen) dari
nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996. Dalam hal
saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997, nilai saham
ditetapkan ebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana. Jurnal
akuntansi perpajakan untuk penjualan bukan saham pendiri dan penjualan saham pendiri
adalah :

7
Penghasilan atas transaksi penjualan saham dipotong langsung oleh
penyelenggara bursa efek pada saat transaksi jual beli saham. Pihak penyelenggara
bursa efek yang akan membayar atau menyetor PPh ayat 2 tersebut ke Kas Negara
menggunakan Surat Setoran Pajak dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh 4 ayat 2.

4. Sekuritas
Sekuritas (surat berharga) yang mudah diperjualbelikan merupakan bentuk
investasi sementara utuk memanfaatkan dan tidak dipergunakan (secondary cash
reserves). Dengan motivasi penyisihan dana sementara tersebut, keuntungan karena
fluktuasi harga bukan merupakan tujuan utama dari pembelian sekuritas. Sekuritas dapat
berbentuk saham (sekuritas ekuitas), obligasi, dan sekuritas yang lain.

Saham
Sekuritas saham dapat berbentuk saham biasa dan saham preferen. Pada
akuntansi komersial, nilai saham dicatat sebesar harga perolehannya pada saat
pembelian. Penghasilan dari saham dapat berupa dividen (tunai, saham atau harta),
saham bonus (dari revaluasi asset atau kapitalisasi agio), dari hak membeli emisi saham
perusahaan (shock warrants, preemptive rights, dan rights issues), dan capital gain.
Dividen, atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas (PT) sebagai
Wajib Pajak (WP) Dalam Negeri, Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), dan dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan atau berkedudukan di Indonesia tidak dikenakan pajak dengan syarat : dividen
tersebut berasal dari cadangan modal yang ditahan bagi PT, BUMN, dan BUMD yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar
kepemilikan saham tersebut. Praktik akuntansi komersial menyajikan dua pilihan
penilaian sekuritas saham dalam neraca, yaitu : harga perolehan (cost method) dan
harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar (cost or market price which is
lower). Untuk saham yang probabilitasnya tinggi lebih cenderung menggunakan nilai

8
perolehan sebagai pembukuan sahamnya dengan alasan harga pasar bersifat
sementara.
Untuk keperlan akuntansi perpajakan, ketentuan tentang penilaian persediaan
berlaku juga untuk sekuritas. Untuk keperluan pajak, persediaan hanya boleh untuk dinilai
berdasarkan harga perolehan. Dengan berlakunya metode penilaian berdasarkan harga
perolehan, penghasilan saham yang berupa saham hanya diakui pada saat secara nyata
terdapat pembagian dividen. Dari PP No.14 Th.1997, penghasilan (positif dan negatif)
dari transaksi penjualan saham di bursa efek dikenakan PPh 0,1% untuk saham pada
umumnya atau 0,5% untuk saham pendiri. Karena pungutan pajak bersifat final, maka
untuk akuntansi pajak, penghasilan dari penjualan saham tidak perlu dilaporkan dalam
SPT Tahunan dan dikonsolidasikan dengan penghasilan lainnya yang tidak dikenakan
pajak final. Sebagai akibat pengenaan final tersebut, semua pengeluaran dan biaya tidak
dapat dikurangkan pada penghasilan, baik yang berasal dari saham itu maupun
penghasilan lain.
contoh :
Tanggal 1 Maret 2007, PT Buana menjual saham PT Maras yang dibelinya Rp
1.000.000,- dengan harga Rp 1.100.000 dan biaya penjualan (jasa pialang dsb.) Rp
20.000. Laba bersih Rp 80.000. Namun untuk tujuan perpajakan, PT Buana harus
membayar pajak final sebesar Rp1.100 (0,1% x Rp 1.100.000). Demikian juga sebaliknya
apabila terjadi kerugian (misalnya saham dijual dengan harga Rp 950.000 dan jasa
pialang Rp 10.000), perusahaan harus tetap membayar PPh Rp 950 (0,1% x Rp 950.000)
tanpa mempertimbangkan adanya fakta kerugian. Hal ini dikarenakan alasan
kesederhanaan administrasi pemajakan dan pemberian kepastian kepada pembayar
pajak.
Jurnal akuntansi perpajakan untuk transaksi diatas adalah:
1. Jika saham terjual Rp1.100.000

9
2. Jika saham terjual Rp 950.000

Obligasi
Perlakuan akuntansi pajak atas sekuritas obligasi hampir sama dengan saham.
Jika dalam pembelian obligasi termasuk dalam unsur bunga berjalan, bunga tersebut
harus dihitung sebagai penghasilan. PPh yang dipungut atas bunga obligasi yang tidak
boleh dikapitalisasi, tetapi harus dicatat sebagai pajak yang dibayar di muka (PPh 23
dengan tarif 15% x penghasilan bruto). Sedangkan bunga obligasi di bursa efek
dikenakan PPh final sebesar 20% dari penghasilan bruto. Selain bunga tetap,
penghasilan obligasi dapat berupa capital gain dan realisasi diskonto (selisih antara nilai
nominal dengan nilai perolehan) pada saat pelunasan oblgasi. Hanya bunga obligasi dan
dividen dari saham yang diperdagangkan di bursa yang diterima WP perseorangan yang
tidak melebihi jumlah PTKP (setahun) dibebaskan dari pajak. Prinsip penilaian sekuritas
saham belaku juga untuk obligasi. Demkian juga dengan pencatatan pelaporan obligasi
melalui busa efek diperlakukan sama dengan saham.
Contoh :
Pada 1 Juli 2011 PT Budi membeli 10 lembar obligasi PT Noni dengan harga
nominal Rp 10.000,00 dan kurs sebesar 110%. Bunga obligasi 12% pertahun dibayar

10
setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober. Komisi pialang sebesar Rp 8.000,00. Obligasi akan
dilunasi pada 31 Desember 2015 (4,5 tahun lagi).

Pencatatan investasi obligasi oleh PT Budi tahun 2011 adalah :

Sesuai PP 16 Th.2009, PT Budi berkewajiban melakukan pemotongan PPh Pasal 4


ayat 2 atas diskonto yang merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi
sebesar 15% x Rp 10.000,00 = Rp 1.500,00. Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya,
PT Budi harus menyetor PPh pasal 4 ayat (2) yang telah dipotongnya ke Kas Negara.

Sesuai PP 16 Th.2009, pendapatan bunga yang diterima PT Budi berkewajiban


melakukan pemotongan PPh pasal 4 ayat (2) oleh PT Noni sebagai pemberi penghasilan
sebesar 15% x Rp 6.000,00 = Rp 900,00. PPh bersifat final sehingga tidak dapat
diperhitungkan oleh PT Budi pada SPT tahunan PT Budi.

11
Premi obligasi diamortisasi sebesar Rp 1.111,00 untuk 6 bulan selama tahun 2011
yang dimasukkan dalam pos pengurangan penghasilan bunga.

Sekuritas yang Lain

WP dapat mempunyai sekuitas lain seperti warkat komersial (commercial paper), surat promes
(promissory notes), bill of exchange (trade acceptance), banker’s acceptance, sertifikat deposito,
dan repurchase aggrement. Sekuritas-sekuritas tersebut merupakan instrumen pasar uang yang
dapat diperjualbelikan setiap saat. Selisih antara nilai yang dibayar pada saat pembelian dan nilai
yang diterima saat penjualan atau pelunasan merupakan penghasilan bagi pemegang sekuritas.
Sebagaimana terjadi dengan penghasilan yang dikenakan pajak pada pemegang sekuritas, biaya
dan kerugian dapat dikurangkan dari penghasilan oleh penerbit sekuritas. Metode penilaian pada
saham dan obligasi dapat diterapkan terhadap jenis sekuritas yang lain.

12

Anda mungkin juga menyukai