Anda di halaman 1dari 8

RESUME 12

Nama : Sucitra Agestia Saliu


Nim : 200211059
Kelas : Admnistrasi Publik / Reguler 2020
Mata Kuliah : Pengetahuan Dasar Perpajakan
Dosen Pengampu : Yayan Andri, M. Ap

DASAR PERHITUNGAN PAJAK, DEPRESIASI DaN AMORTISASI

1. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai uang berupa jumlah harga jual, penggantian,
nilaiimpor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dijadikan sebagai dasar untuk
menghitung pajak yang terutang.Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang terutang
dihitung dengan caramengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak.

1) Penghasilan Kena Pajak ( Wajib Pajak Badan) Penghasilan Netto *


2) Penghasilan Kena Pajak ( Wajib Orang Pribadi )Penghasilan Netto * - PTKP*
Penghasilan Netto = Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh

Menurut UU PPh terdapat 2 jenis biaya ( pengeluaran ) Yaitu :

1) .Yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto


2) Yang tidak dapat/ tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto

Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto :

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya


pembelian bahan, upah, gaji, honor dsb kecuali pajak penghasilan.
2. Penyusutan/Amortisasi yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menkeu.
4. Kerugian karena penjualan, dan atau pengalihan harta dalam perusahaan
untukmendaatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian dari selisih kurs
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang dan penelitian.
8. PTKP untuk wajib pajak dalam negeri
9. Piutang yang nyata – nyata tidak dapat tertagih, dengan syarat :
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan keuangan komersil.
b. Telah diserahkan ke Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
c. Telah dipublikasikan
d. Menyerahkan daftar piutang tidak tertagih ke dirjen pajak.
10. Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
11. Penggantian atau imbalan atas pekerjaan/ jasa yang dilakukan dalam bnetuknatura
berupa penyediaan makan dan minum bagi seluruh pegawai.
12. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya (maksimum 5 tahun)

Biaya biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut UU
PPh adalah :

1. Pembagian laba dalam bentuk apapun


2. Biaya untuk kepentingan pemegang saham, sekutu dan anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali yang ditetapkan Menkeu
4. Premi asuransi kecuali yang dibayar pemberi kerja tersebut
5. Penggantian atau imbalan yang bersifat natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makan dan minum atau yang ditetapkan oleh keputusan menkeu
6. Jumlah yang melebihi kewajaran dibayarkan kepada pemegang saham
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, kecuali zakat atas penghasilan dari
wajib pribadi/badan dalam negeri, melalui BAZNAS yang disahkan oleh pemerintah
8. Pajak penghasilan
9. Biaya yang dikeluarkan atau dibebankan untuk kepentingan pribadi wajib pajak
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, PT atau CV, yang modalnya
tidak terbagi atas saham.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundangan dibidang perpajakan.
2. Perubahan Undang-Undang Perpajakan

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

UU No. 16 tahun 2000 berubah menjadi UU No. 28 tahun 2007

Pajak Penghasilan

UU No. 17 tahun 2000 berubah menjadi UU No. 36 tahun 2008

PPN dan PPn BM

UU No. 11 tahun 1994 berubah menjadi UU No. 42 tahun 2009

Penagihan dengan surat paksa

UU No. 19 tahun 1997 berubah menjadi UU No. 19 tahun 2000

PBB

UU No. 12 tahun 1985 berubah menjadi UU No. 28 tahun 2009

BPHTB

UU No. 21 tahun 1997 berubah menjadi UU No. 28 tahun 2009

3. Penyusutan

Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian , pendirian, penambahan, perbaikan,


perubahan harta berwujud , kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan , menagih, memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama
masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan
dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan
cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat
nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang
masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta
yang bersangkutan mulai menghasilkan.

Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan
dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi. Amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi
dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain dengan menggunakan
metode satuan produksi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam
serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20%
(dua puluh persen) setahun.

Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa


manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi. Apabila
terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak guna bangunan, hak guna usaha, hak
pakai, muhibah (goodwill), hak pengusahaan hutan, hak di bidang penambangan
minyak dan gas bumi dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, maka nilai sisa buku harta
atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima
sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan
tersebut. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagai bantuan,
sumbangan, zakat, hibah dan/atau warisan yang diakui berdasarkan perundang-
undangan perpajakan, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku
harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang
mengalihkan.

4. DEPRESIASI (Penyusutan Untuk Aktiva Tetap Berwujud)

Pengeluaran atas pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan


aktiva berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak
guna usaha, dan hak pakai yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan,
menagih memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfat lebih dari 1 tahun.
Tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan dengan depresiasi.

Harta Tetap Berwujud dibagi 2 golongan :

1. Harta Tetap Berwujud yang bukan bangunan terdiri dari 4 kelompok


a. Kelompok 1: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang punya masa manfaat
4 tahun. .
b. Kelompok 2: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang punya masa manfaat
8 tahun.
c. Kelompok 3: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang punya masa manfaat
16 tahun.
d. Kelompok 4: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang punya masa manfaat
20 tahun

2. Tetap Berwujud yang berupa bangunan terdiri dari 2 kelompok :


a. Permanen: Masa manfaat 20 tahun.
b. Tidak permanen: Masa manfaat tidak lebih 10 tahun

Metode penyusutan yang diperbolehkan menurut undang-undang:

1. Metode Garis Lurus (Straigh line Methode)


2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Methode)

Saat penyusutan dapat dimulai pada :

1. .Bulan dilakukannya pengeluaran


2. .Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan
pengerjaan harta tersebut selesai.
3. Dengan ijin Dirjen Pajak, penyusutan dimulai pada bulan harta berwujud mulai
digunakan untuk mendapatkan menagih, memelihara penghasilan atau pada
bulanharat tersebut mulai menghasilkan.
Bangunan Metode Garis Lurus (Straight Line)
Metode Garis Lurus (Straight Line) Penyusutan dan Amortisasi Aset Pasal 11 Ayat
(1), (2), dan (7);
serta Pasal 11A Ayat (1) UU PPh Aset Tetap Berwujud Selain Bangunan dan Aset
Tak Berwujud Metode Saldo Menurun Berganda (Double Declining) dengan
penyusutan sekaligus di periode terakhir (close ended).

Saat Mulainya Penyusutan dan Amortisasi Pasal 11 Ayat (3), (4), dan (5); serta
Pasal 11A Ayat (2) UU PPh
Ketentuan umum
• Saat bulan selesainya pengerjaan. Bagi aset tetap berwujud yang dalam proses
pembangunan atau pengerjaan.
• Saat aset mulai dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan. Bagi aset tetap berwujud yang telah dimintakan persetujuan Dirjen
Pajak. 17 S
Ketentuan Khusus Atas Penyusutan 
Penyusutan tidak boleh dilakukan atas aset yang tidak dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Atas aset ini, keuntungan
pengalihannya merupakan objek pajak, akan tetapi kerugian pengalihannya tidak
dapat dibebankan sebagai biaya.  Aset berupa tanah tidak dikenai penyusutan. 
Atas aset yang dilakukan revaluasi, maka paska revaluasi dilakukan perubahan
beban penyusutan sesuai dengan nilah hasil revaluasi.  Penyusutan aset bagi sektor
industri tertentu dapat dikenai ketentuan berbeda, di antaranya dapat diberikan
fasilitas percepatan pengakuan beban penyusutan, diatur oleh ketentuan Menkeu.
Aset Diperuntukkan Bagi Pemangku Jabatan Atas aset yang telah dikapitalisasi
tersebut, segala bentuk biaya penyusutan, pemeliharaan, perbaikan, operasional, dan
asuransi, hanya dapat dibebankan sebesar 50% saja. Biaya perolehan aset yang
diperuntukkan bagi pemangku jabatan, seperti manajer atau direktur, dapat
dikapitalisasi sesuai nilai perolehan.
AMORTISASI
( Penyusutan Untuk Aktiva Tetap Tidak Berwujud ) Amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah
(goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang
dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan
dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun
selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas
pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat
diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas. 22  Pengeluaran
untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal dapat dibebankan sekaligus atau
diamortisasi.  Pengeluaran sebelum operasi komersial bermasa manfaat melebihi 1
tahun dapat dikapitalisasi dan diamortisasi.  Pengeluaran untuk perolehan hak atau
pengeluaran lain di bidang penambangan minyak dan gas bumi diamortisasi dengan
metode satuan produksi.  Pengeluaran untuk perolehan hak penambangan selain
minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, serta hak pengusahaan sumber alam
dan hasil alam diamortisasi dengan metode satuan produksi, dengan tarif maksimal
20% per tahun.  Pengeluaran di bidang usaha kehutanan, perkebunan tanaman
keras, dan peternakan diamortisasi sejak dilakuannya pengeluaran atau sejak bulan
produksi komersial (PMK No. 248/ PMK. 03/ 2008).
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan
digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta atau penarikan harta karena sebab
lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan
jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh
dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat
diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur
Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian dibukukan sebagai beban masa kemudian
tersebut. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagai bantuan,
sumbangan, zakat, hibah dan/atau warisan yang diakui berdasarkan perundang-
undangan perpajakan, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku
harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang
mengalihkan. Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud sesuai
dengan masa manfaat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 25 Pengeluaran
untuk memperoleh aktiva tidak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan hak guna dan hak pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun, yang digunakan untuk mendapatkan, menagih memelihara penghasilan. Tidak
boleh dibebankan sekaligus, melainkan dengan amortisasi.
Harta Tetap Tidak Berwujud digolongkan menjadi 4 kelompok :
a. Kelompok 1: Kelompok harta tidak berwujud bukan bangunan yang punya masa
manfaat 4 tahun
b. Kelompok 2:
elompok harta tidak berwujud bukan bangunan yang punya masa manfaat 8 tahun c.
Kelompok 3: Kelompok harta tidak berwujud bukan bangunan yang punya masa
manfaat 16 tahun
d. Kelompok 4: Kelompok harta tidak berwujud bukan bangunan yang punya masa
manfaat 20 tahun

Anda mungkin juga menyukai